Riset Sosiologi
Riset Sosiologi
Riset Sosiologi
BAB I
PENDAHULUAN
Hingga saat ini tembakau dan rokok masih memegang peranan penting dalam
perekonomian global (Kinarsih, 2012:1). Rokok tidak hanya dikonsumsi orang dewasa, akan
tetapi rokok juga dikonsumsi oleh remaja. Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-
anak menuju dewasa. Periode ini disebut sebagai periode pencarian identitas diri di mana
seorang individu mulai bertanya mengenai berbagai macam fenomena yang terjadi di
lingkungan sekitarnya (Irwanto, 2001:46). Dalam fase ini, remaja akan mencoba segala
sesuatu yang ingin mereka ketahui, salah satunya adalah keinginan untuk mecicipi rokok.
Dari peraturan pemerintah No. 109 Tahun 2012, remaja tidak diperbolehkan untuk membeli
ataupun menikmati rokok sebelum menginjak usia 18 tahun.
Ada fakta menarik dari perilaku merokok yang dilakukan oleh siswa dan tergolong
remaja usia 13-15 tahun, salah satunya siswa dari Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel
Poncokusumo yang terletak di Kabupaten Malang. Beberapa siswa dari Sekolah Menegnah
Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo yang berjenis kelamin laki-laki merokok, perilaku
merokok terjadi baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
merokok haram jika dilakukan di tempat umum, dilakukan anak-anak dan dilakukan wanita
hamil (news.detik.com di akses 29 Juni 2019). Siswa Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan
Ampel Poncokusumo termasuk ke dalam kategori anak-anak di mana dalam Fatwa MUI
anak-anak diharamkan untuk merokok karena dapat membahayakan kesehatan diri sendiri
maupun orang lain yang menghisap asapnya.
Berdasarkan fokus penelitian tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kondisi lingkungan SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo.
2. Mengetahui latar belakang siswa SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo.
3. Mengetahui alasan yang mempengaruhi siswa SMK NU Sunan Ampel
Poncokusumo merokok.
4. Mengetahui dampak perilaku merokok siswa SMK NU Sunan Ampel
Poncokusumo.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
Berdasarkan judul dari penelitian ini, “Fenomena Perilaku Merokok Siswa di Sekolah
Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo”, sangat penting bagi penulis untuk
mempelajari kajian dari beberapa referensi yang memiliki keterkaitan dengan judul penelitian
tersebut. Adapun penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian penulis adalah
sebagai berikut: Rastiti (2000) yang berjudul Rokok Dalam Kehidupan di Kota Denpasar,
penelitian ini mengkaji tentang perilaku merokok siswa di tiga SMU di kota Denpasar.
Penelitian ini mengungkapkan remaja merokok karena rokok dapat memberikan ketenangan,
walaupun remaja mengetahui bahwa perilaku merokok dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit.
Penelitian mengenai rokok lainnya juga dilakukan oleh Xiaoming Li et.al (2009) yang
melakukan penelitian di kalangan Siswa Sekolah Menengah di Nanjing, Cina. Penelitian ini
mengkaji dan menilai terdapat faktor dari orang tua, perilaku, dan psikologis yang berkaitan
dengan penggunaan tembakau di kalangan remaja Cina. Selain itu, Kennedy et.al (2011)
melakukan penelitian tentang Hubungan Romantis Remaja dan Perubahan Status merokok.
Penelitian ini melihat meskipun tingkat perilaku merokok menurun, merokok di kalangan
remaja terus menjadi masalah. Hal ini dikarenakan pentingnya pengaruh teman sebaya
terhadap perilaku merokok remaja tetapi untuk berhenti merokok sebagian besar remaja
mengabaikan dampak dari hubungan romantis remaja tersebut.
Remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak menuju periode dewasa. Ciri-ciri
perilaku pada usia ini terlihat pada perilaku sosialnya di mana teman sebaya mempunyai arti
yang sangat penting. Mereka ikut dalam kelompok yang nilai kolektifnya sangat
mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu yang menjadi anggotanya. Inilah proses di
mana individu yang membentuk identitas dan nilai-nilai baru yang dapat menggantikan nilai-
nilai serta pola perilaku yang dipelajarinya di rumah (Irwanto, 2001:46-48).
bahwa remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan sosial.
Individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak
menjadi dewasa. Serta individu yang mengalami peralihan dari ketergantungan menjadi
keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2013).
Remaja dapat didefinisikan melalui beberapa sudut pandang yaitu remaja merupakan
individu yang berusia 11-12 tahun sampai 20-21 tahun. Remaja merupakan individu yang
menglami perubahan pada penampilan fisik, maupun perubahan psikologis. Remaja
merupakan masa yang penting dalam perjalanan kehidupan manusia. Masa remaja ini
merupakan jembatan antara masa kanakkanak yang bebas menuju masa dewasa yang
menuntut tanggung jawab (Kusmiran, 2011).
Pendapat tentang usia remaja bervariasi antara beberapa ahli, organisasi, maupun
lembaga kesehatan. Menurut WHO (Who Health Organization) remaja merupakan periode
usia 10 sampai 19 tahun. Menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) usia remaja berada
dikisaran usia 15 sampai 24 tahun. Sedangkan, menurut The Health Resources Services
Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja terbagi menjadi tiga tahap,
yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja menengah (15-17 tahun), remaja akhir (18-21 tahun)
(Kusmiran, 2011).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa remaja yaitu individu yang
berusia 11-12 tahun sampai 20-21 tahun. Dimana remaja merupakan masa transisi dari masa
anak-anak ke masa dewasa. Masa dimana individu tersebut mengalami perubahan-perubahan
secara fisik, maupun psikologis, serta masa dimana individu tersebut dituntut untuk
bertanggung jawab.
Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke dewasa, banyak perubahan-
perubahan yang terjadi pada remaja tersebut. Perubahan yang terjadi yaitu perubahan secara
fisik yang merupakan gejala primer dari pertumbuhan remaja. Sedangkan perubahan
psikologis muncul akibat dari perubahanperubahan fisik remaja tersebut (Sarwono, 2013).
badan yang semakin tinggi, berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada
wanita dan mimpi basah pada laki-laki), dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh.
Perubahan fisik tersebut dapat meyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia harus
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya, sehingga dapat
berpengaruh pada perubahan psikologi remaja tersebut (Sarwono, 2013).
Perkembangan atau perubahan kognitif yang terjadi selama masa transisi dari masa
kanak-kanak ke masa remaja adalah peningkatan dalam berpikir abstrak, idealis, dan logis.
Ketika mereka melakukan transisi tersebut, remaja mulai berpikir secara lebih egosentris,
sering merasa bahwa mereka berada di panggung, unik, dan tidak terkalahkan. Dalam
menanggapi perubahan tersebut, orang tua memberikan lebih banyak tanggung jawab untuk
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para remaja (Santrock, 2011).
2.3. Siswa
Menurut Kompas (1985), siswa merupakan pelajar yang duduk di meja belajar, dari
Sekolah Dasar (SD), maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah ke
Atas (SMA). Siswasiswa tersebut belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan untuk
mencapai pemahaman ilmu yang telah didapat dalam dunia pendidikan. Siswa atau pesetra
didik adalah mereka yang secara khusus diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti
pembelajaran yang diselengarakan di sekolah, dengan tujuan untuk menjadi manusia yang
berilmu, berketerampilan, dan berpengalaman (pelajaran.co.id di akses 29 September 2016)
Siswa adalah organism yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap
perkembanganya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadianya,
akan tetapi tempo dan irama perkembangan masingmasing anak pada setiap aspek tidak
selalu sama. hal yang sama siswa juga dapat dikatakan sebagai sekelompok orang dengan
6
usia tertentu yang belajar baik secara kelompok atau perorangan. Siswa juga dapat dikatan
sebagai murid atau pelajar, ketika berbicara siswa maka fikiran kita akan tertuju kepada
lingkungan sekolah, baik sekolah dasar maupun menengah (Jawa pos, 1949)
Pengertian yang sama diambil dari (Kompas Gramedia, 2005) Siswa adalah
komponen masukan dalam system pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses
pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional. Sebagai suatu komponen pendidikan siswa dapat ditinjau dan berbagi pendekatan
antara lain:
a. Pendekatan social, siswa adalah anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk
menjadi anggota masyarakat yang lebih baik.
b. Pendekatan psikologi, siswa adalah suatu organism yang sedang tumbuh dan
berkembang.
c. Pendekatan edukatif, pendekatan pendidikan menempatkan siswa sebagai unsure
penting, yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka system pendidikan
menyeluruh dan terpadu.
Siswa sekolah dasar masalah-masalah yang mncul belum begitu banyak, tetapi ketika
memasuku lingkungan sekolah menengah maka banyak masalah yang muncul karena anak
atau siswa sudah memasuku usia remaja. Selain itu juga siswa sudah mulai berfikir tentang
dirinya, bagaimana kluarganya, teman-teman pergaulannya. Pada masa ini seakan mereka
menjadi manusia dewasayang bisa segalanya dan terkadang tidak memikirkan akibatnya. Hal
ini yang harus diperhatikan oleh orang tua, kluarga dan tentu saja pihak sekolah (Jawa
pos,2013).
1. Rokok
Rokok adalah salah satu produk tembakau untuk dibakar dan dihisap atau dihirup
asapnya. Rokok dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica. Rokok
mengandung 4000 bahan kimia, diantaranya nikotin, tar, karbon monoksida dan hidrogen
sianida. (Sukendro, 2007 : 80).
2. Perilaku Merokok
7
Perilaku merokok dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi
Individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang
dampak yang ditimbulkan, serta tindakannya yang berhubungan dengan perilaku merokok itu
sendiri.
Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan
menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terisap oleh orang-orang
disekitarnya (Leavy dalam Nasution, 2007). Sedangkan menurut Aritonang (dalam Sulistyo,
2009) merokok adalah perilaku yang komplek, karena merupakan hasil interaksi dari aspek
kognitif, kondisi psikologis, dan keadaan fisiologis.
Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan
dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan
fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2000:4). Pendapat lain
menyatakan merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan
menghembuskannya kembali keluar (Amstrong dalam Nasution, 2007).
Perilaku merokok adalah suatu aktivitas atau tindakan menghisap gulungan tembakau
yang tergulung kertas yang telah dibakar dan menghembuskannya keluar sehingga dapat
menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya serta dapat
menimbulkan dampak buruk baik bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya
(Nasution, 2007:10).
2.5 Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Looking Glass Self milik
Charles H. Colley di mana diri berkembang melalui interaksi dengan orang lain melihat
analogi antara pembentukan diri individu itu sendiri dengan perilaku orang yang sedang
bercermin. Perasaan individu mengenai penilaian orang lain terhadap dirinya menentukan
penilaian individu mengenai dirinya sendiri. Diri individu merupakan pencerminan dari
penilaian orang lain (Looking Glass Self).
8
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan
mengambil lokasi di Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitaif yaitu lebih menekankan realitas sosial
sebagai sesuatu yang utuh, kelompok, dinamis, dan bersifat interaktif, untuk meneliti
kondisi obyektif yang alamiah. Data yang diperoleh dapat berbentuk kata, gambar,
kalimat, skema atau gambar.1 Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam
penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang
berlaku dengan menggunakkan metode diskriptif.
1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, R&D (Bandung : Alfabeta, 2008)
hal. 399.
2
Turnomo Raharjo, Menghargai Perbedaan Kultur , (Pustaka Pelajar, Yogyakarta ; 2005) hal. 2.
9
Data merupakan hal yang akurat untuk mengungkap suatu permasalahan data juga
sangat diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Cara untuk memperolehnya,
maka dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu : Pertama, data primer yaitu data yang
langsung dikumpulkan peneliti (dari petugas-petugasnya) atau sumber pertama.3Yang
kedua data
sekunder, yaitu : data yang biasanya telah disusun dalam bentuk dokumendokumen.4
a. Data Primer
Data yang dikumpulkan langsung dari informen (obyek) melalui wawancara
langsung, yang telah memberikan informasi tentang dirinya dan pengetahuannya.
Orang-orang yang masuk dalam kategori ini adalah mereka yang mengetahui tentang
Fenomena Perilaku Merokok Siswa di Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel
Poncokusumo di SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo, dan pengembangan
pendidikan Islam di sekolah. Dalam penelitian ini sumber informasi lapangan
diperoleh dari observasi dan wawacara dengan kepala sekolah, guru, staf-staf sekolah
dan siswa siswi di SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo Data Sekunder
Data yang diperoleh peneliti dengan bantuan bermacam-macam tulisan
(literature) dan bahan-bahan dokumen. Literature dan dokumen dapat memberikan
banyak informasi tentang bagaimana strategi guru pendidikan agama islam serta
implikasi dalam Fenomena Perilaku Merokok Siswa di Sekolah Mengenah Kejuruan
Sunan Ampel Poncokusumo di SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo.
3
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1998). hal. 22.
4
Ibid,, hal. 85.
10
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga
yakni: observasi (observation), wawancara (interview), dan dokumentasi
(dokumentation). Metode tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Observasi (Observation)
Observasi merupakan proses yang kompleks, tersusun dari aspek psikologis
dan biologis.5 Pengumpulan data melalui observasi (pengamatan langsung) dibantu
dengan alat instrumen. Peneliti secara lansung melihat dengan mata kepala sendiri
apa yang terjadi, mendengarkan dengan telinga sendiri. Lihat dan dengar, catat apa
yang dilihat, didengar termasuk apa yang ia katakan, pikirkan dan rasakan.6
Observasi adalah merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data
dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.
Observasi dapat dilakukan secara partisipatif atau nonpartisipatif. Dalam observasi
partisipatif (participatory observation), pengamat ikut serta dalam kegiatan yang
sedang berlangsung. Sedangkan dalam observasi nonpartisipatif (nonparticipatory
observation), pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, dia hanya berperan
mengamati kegiatan.7 Hal-hal yang di obsevasi adalah Fenomena Perilaku Merokok
Siswa di Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo di SMK NU
Sunan Ampel Poncokusumo. Dengan bertujuan untuk memperoleh data riil tentang
lokasi penelitian, lingkungan sekolah, sarana dan prasarana. Juga peneliti akan
memperoleh sebuah datadata konkrit seperti : profil umum, sejarahnya, tujuan yang
ingin dicapai, keadaan guru dan tenaga pengajar, keadaan siswa, sarana prasarana.
2. Wawancara (Interview)
Menurut kontjaraningrat,8 Teknik wawancara secara umum dapat dibagi ke
dalam dua golongan besar, yaitu wawancara berencana (standardized interview) dan
wawancara tak berencana (unstandirdizedinterview).
5
Husaini Usman, Metodelogi Penelitian Sosial (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 54.
6
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Cet. I; Bandung: Thersito, 2003), hal. 57.
7
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), hal. 220.
8
Kontjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Cet: III. Jakarta, Gramedia. 1991). hal.
138-139.
11
9
Kerhaigar FN, Azas-azas Penelitian Behavioral (Cet. I; Gajah Mada University Press, 1992), hal.
767.
12
13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , hal 175.
14
Ibid. hal. 177
15
Ibid. hal. 330
15
BAB IV
4.1 Sejarah dan Profil Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo
4.2 Alasan Siswa Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo Merokok
Keluarga batih (nuclear family) merupakan agen sosialisasi primer yang paling utama.
Dalam lingkungan keluarga, anak dapat melihat dan belajar dari apa yang diperankan oleh
kedua orang tuanya. Proses sosialisasi dalam keluarga dapat dilakukan baik secara formal
maupun informal. Kebiasaan merokok orang tua memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap perilaku merokok yang dilakukan oleh siswa. Siswa setiap hari bertatap muka dan
berinteraksi dengan kedua orang tuannya. Apabila orang tua dari siswa tersebut merokok,
maka siswa akan mencontoh perilaku orang tuanya sebagai seorang perokok. Siswa akan
menilai apa yang dilakukan oleh orang tuanya sebagai sesuatu yang wajar, karena orang tua
sebagai contoh seorang siswa (anak) dalam berperilaku (imitasi). Apabila orang tua siswa
mengetahui anaknya merokok dan tidak mengizinkan anaknya untuk merokok, maka akan
timbul konflik di dalam batin siswa tersebut. Hal ini dikarenakan apa yang diajarkan oleh
16
orang tua siswa (memberikan nasihat) bertentangan dengan apa yang dilihatnya (perilaku
merokok orang tua).
Proses pengaruh mempengaruhi ini merupakan suatu proses sosial yang mendasar
dalam kehidupan keluarga sebagai respon aktif anak terhadap lingkungannya yang
merupakan proses internalisasi, sosialisasi maupun enkulturasi suatu keluarga.
Kelompok teman sebaya (peer group) merupakan suatu kelompok dari orang-orang
yang seusia dan memiliki status yang sama, dengan siapa individu umumnya berhubungan
atau bergaul (Damsar, 2011 : 74-75). Kelompok teman sebaya baik berasal dari kerabat,
tetangga maupun teman sekolah memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk pola
perilaku individu. Di dalam kelompok, teman sebaya ikut menentukan dalam pembentukan
sikap untuk berperilaku yang sesuai dengan perilaku kelompoknya (Suyanto 2014 : 94)
Pergaulan remaja (siswa) ada dua jenis, yaitu dengan teman-teman di lingkungan tempat
tinggal (kampung) dan pergaulan remaja dengan teman-teman di sekolah. Pergaulan dengan
teman-teman di lingkungan kampung terkait dalam sebuah organisasi ARMADA (Asosiasi
Remaja Masjid).
Dalam ARMADA, remaja belajar bermasyarakat yang mana berkaitan dengan masalah
keagamaaan, kesenian (seni rebana dan tilawatil qur’an) dan masalah kemasyarakatan atau
organisasi. Berbeda dengan pergaulan remaja di ARMADA, pergaulan remaja di luar
kampung tidak terpengaruh oleh letak geografis maupun adminitrasi wilayah. Pergaulan di
luar lingkungan kampung lebih di dominasi oleh pergaulan dengan temanteman sekolah atau
geng.
17
Pergaulan dengan teman-teman sekolah atau geng mempunyai pengaruh yang lebih
besar dibandingkan dengan pergaulan ARMADA. Hal ini disebabkan karena intensitas
pertemuan dengan teman-teman sekolah lebih besar dan hampir terjadi setiap hari, sedangkan
pertemuan dengan ARMADA hanya berlangsung sewaktu-waktu. Dalam berbagai kegiatan
sekelompok remaja, baik dalam lingkungan ARMADA maupun geng akan terlihat bahwa
merokok merupakan suatu hal yang biasa, bahkan dengan sengaja dalam suatu acara
disuguhkan beberapa bungkus rokok, seolah-olah suatu acara tidak akan terasa lengkap
apabila tidak ada rokok.
Sekolah mempunyai potensi yang besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anak.
Disini anak mempelajari hal baru yang belum dipelajari dalam keluarga ataupun kelompok
teman sebaya (peer group). Selama sekolah selain membaca, menulis dan berhitung adalah
aturan mengenai kemandirian, prestasi, universalisme dan spesifitas (Suyanto, 2014 : 95).
Pada saat jam istirahat, siswa berkumpul, mengobrol maupun bercanda dengan teman-
temannya. Selain di depan kelas atau di kantin, siswa biasanya nongkrong di depan sekolah
atau di belakang sekolah yang terdapat warung.
Untuk memperoleh sebatang rokok bagi seorang siswa tidaklah begitu sulit, sebab
rasa solidaritas antar teman sangat dominan sehingga apabila seorang siswa memiliki rokok
lebih, siswa langsung membagi-bagikan dengan temannya. Apabila siswa tidak mampu
membeli satu bungkus rokok, mereka dapat membeli rokok secara eceran satu batang Rp.
2000,- atau 2 batang seharga Rp. 3000,. Terkadang siswa membeli rokok iuran, 1 bungkus,
rokok siswa iuran dengan 4 orang Rp. 4000,- perorang dengan rokok seharga Rp. 17.000,-
perbungkus. Karena adanya sarana yang menunjang siswa terlibat dalam perilaku merokok,
18
seperti adanya kantin di dekat sekolah yang menjual rokok menjadikan siswa berani untuk
merokok di dalam lingkungan sekolah.
Hubungan antara guru dan siswa mempunyai sifat yang relatif stabil. Guru sebagai
pendidik dan pembina generasi muda dituntut untuk menjadi teladan, di dalam maupun dil
uar sekolah. Di sekolah, guru mengajarkan norma-norma dan kebudayaan ke dalam kelas
yang diajarnya. Guru dapat menentukan norma yang ada di dalam kelas dan otoritas guru
sulit untuk dibantah (Nasution, 2011 : 78). Guru dan kepala Sekolah Mengenah Kejuruan
Sunan Ampel Poncokusumo tidak mengizinkan para siswanya untuk merokok di lingkungan
sekolah, jika siswa melanggar peraturan sekolah sanksinya akan dimarahi oleh guru,
dipanggil ke ruang BP (Bimbingan dan Penyuluhan), dibotakin, diskors dan dipanggilnya
orang tua siswa. Beberapa cara telah dilakukan sekolah untuk memberikan penyuluhan
kepada para siswa mengenai rokok, terutama dampak negatifnya bagi kesehatan. Penyuluhan
ini pernah disampaikan oleh guru, kepala sekolah, puskesmas dan badan kesehatan daerah.
Siswa tidak ingin dianggap anak kecil, sehingga siswa mengharapkan orang tua
`mereka mengiikut sertakan dalam berbagai kegiatan yang ada di rumah seperti dalam
mengambil keputusan dan lain-lain. Bertentangan dengan pandangan siswa yang merasa
merokok dapat membuat semakin dewasa, orang tua tidak ingin melihat anaknya terkena
dampak penyakit yang ditimbulkan akibat merokok, sehingga orang tua akan marah kepada
anaknya jika anak tersebut ketahuan merokok.
sekitar (masayarakat), perilaku merokok yang dilakukan oleh seorang siswa mendapat
tanggapan negatif.
Di dalam masyarakat, apabila anak di bawah usia 18 tahun merokok maka akan
dianggap menyimpang dari norma sosial yang ada. Norma sosial yang berlaku di masyarakat
adalah siswa boleh merokok pada saat usia siswa 18 tahun, apabila siswa usianya di bawah
18 tahun maka secara otomatis masyarakat akan mencap atau melabel siswa tersebut sebagai
anak nakal, anak bandel dan ahlaqnya tidak baik. Fungsi masyarakat disini adalah sebagai
pengontrol norma sosial dalam perilaku merokok siswa di lingkungan sosialnya.
Dalam lingkungan sekolah, guru dan staf pengajar memiliki kekuatan yang besar
untuk mengikat siswanya supaya tidak melakukan perilaku yang menyimpang dari norma
sosial. Melalui peraturan-peraturan yang ada di sekolah guru mengikat tingkah dan perilaku
siswa, salah satunya adalah perilaku merokok. Walaupun siswa mentaati peraturan untuk
tidak merokok di lingkungan sekolah, tidak menutup kemungkinan siswa tetap merokok
secara sembunyi-sembunyi di lingkungan sekolah seperti di kantin, toilet dan di belakang
sekolah.
Sebagian siswa takut akan sanksi yang diberikan sekolah apabila melanggar peraturan
yang ada, namun sebagian siswa lainnya menganggapnya acuh tak acuh. Guru memiliki
fungsi sebagai pelabel, di mana siswa yang merokok dapat dicap sebagai anak bandel, nakal
dan sudah pasti bodoh. Beberapa siswa yang takut akan peraturan sekolah, secara tidak
langsung takut akan pelabelan yang diberikan oleh guru dan staf pengajar. Jika seorang guru
telah menggunakan label pada siswa, maka secara otomatis akan berdampak pada masa
depan kehidupan siswanya tersebut.
Oleh karena itu, guru dan staf pengajar diharapan dapat membimbing dan
mengarahkan siswa untuk berhenti merokok dan menggapai masa depan sebagaimana
harapan orang tua siswa kepada guru dan staf pengajar tersebut.
Department of Health and Human Service (USA), mengatakan bahwa dalam setiap batang
rokok terdapat 4000 unsur zat kimia. Bahaya rokok kemudian timbul karena adanya zat
kimia, diantaranya: tar, nikotin, karbon monoksida, hindrogen sianida dan lain-lain
(Sukendro, 2007: 83-84). Kandungan bahan-bahan kimia yang terdapat di dalam rokok dapat
mempengaruhi terbentuknya beberapa penyakit dalam tubuh diantaranya: resiko penyakit
jantung koroner, pembentukan kanker, penyakit saluran pernafasan, impotensi, dan merokok
bersifat adiktif (ketagihan) (Sunarno, 2007:40) Sebagian besar siswa Sekolah Mengenah
Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo menghisap rokok berfilter.
Dengan jumlah rokok yang dihisap satu hingga enam batang rokok perhari, maka
jumlah tar yang terserap ke dalam tubuh siswa sebanyak 15-150 mg perorang, mengingat
jumlah kandungan di dalam setiap batang rokok adalah 15 mg. Jumlah rokok yang dihisap
perhari sangat berpengaruh terhadap sifat kanserogenik yang ditimbulkan tar dalam tubuh,
sehingga kemungkinan besar bagi siswa untuk menderita penyakit kanker paru-paru.
Sebagian siswa hanya mengetahui secara sepintas, proses bagaimana efek rokok dapat
merusak kesehatan di dalam tubuh sama sekali tidak diketahui.
Sejak lama telah terjadi polemik antara peran aktif perusahaan rokok dalam
perekonomian dan pembangunan Indonesia atau memiskinkan masyarakat Indonesia dengan
membeli rokok tersebut. Bagi pemerintah, industri rokok merupakan sumber pendapatan
yang sangat penting. Tak terhitung berapa banyak sumbangan finansial yang masuk ke kas
negara,
diantaranya :
Selain berdampak buruk pada kesehatan, perilaku merokok berdampak buruk pada
perekonomian. Jika seseorang siswa mengeluarkan biaya untuk rokok rata-rata 20.000,-
rupiah perhari dan memutuskan untuk berhenti merokok, maka dalam satu bulan uang siswa
22
yang terkumpul adalah 600.000,- rupiah. Beberapa siswa Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan
Ampel Poncokusumo merokok menggunakan uang saku, walaupun ada sebagian siswa yang
membeli rokok dengan cara iuran. Saat ini siswa tidak merasakan dampak ekonomi secara
langsung dari perilaku merokok, karena siswa mendapatkan rokok dari uang saku yang
diberikan oleh orang tua. Siswa pada awalnya menginginkan satu batang rokok setiap hari,
namun lama kelamaan siswa akan terus menambah jumlah rokok yang dihisap. Jika siswa
telah merasa kecanduan dan tidak dapat meninggalkan rokok, siswa dapat mencuri uang
orang tuanya atau menjual barang berharga untuk membeli rokok. Di sini perlunya
bimbingan dan pengawasan dari orang tua kepadamanak untuk menjauhi rokok.
23
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA