Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan
Disusun oleh :
2. Penyebab
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri
0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang
tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar
satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada
waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium.,
tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat,
ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan
menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam
menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat
halusinogenik.
g. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu
jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses
berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi
2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi,
gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala
katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
h. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-
macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi,
tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan
penyakit lain yang belum diketahui.
i. Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat
dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang
mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating
factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak
menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit
Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).
3. Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama
antara lain :
a. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar
ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-
lahan.
b. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa
remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses
berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double
personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau
perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak
sekali.
c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering
didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau
stupor katatonik.
d. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham
sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya
gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
2. Gejala Klinik
Gambaran utama skizofrenia tipe hebefrenik berupa :
- Inkoherensi yang jelas
- Afek datar tak serasi atau ketolol – tololan.
- Sering disertai tertawa kecil (gigling) atau senyum tak wajar.
- Waham / halusinasi yang terpecah – pecah isi temanya tidak terorganisasi
sebagai suatu kesadaran, tidak ada waham sistemik yang jelas gambaran
penyerta yang sering di jumpai.
- Menyertai pelangaran (mennerism) berkelakar.
- Kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrem dari hubungan sosial.
- Berbagai perilaku tanpa tujuan.
Gambaran klinik ini di mulai dalam usia muda (15-25 th) berlangsung pelan –
pelan menahan tanpa remisi yang berarti peterroasi kepribadian dan sosial
terjadi paling hebat di banding tipe yang lain.
Konsep Dasar Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal pikiran dan rangsang eksternal (dunia luar) klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau
rangsangan yang nyata, misalnya : klien menyatakan mendengar suara.
Padahal tidak ada orang yang bicara.
Fase kedua
Kecemasan meningkatkan, menurun dan berpikir sendiri jadi
dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin
orang lain tahu ia tetap dapat mengontrol.
Fase ketiga.
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengotrol klien, Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Fase keempat
Halusinasi berubah menjadi mengancam memerintah dan memarahi
klien, klien menjadi takut, tidak berdaya hilang kontrol dan tidak berdaya,
hilang dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan
4. Jenis halusinasi
a. Halusinasi dengar
Dengar suatu membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam
tetapi tidak ada sumbernya disekitarnya.
b. Halusinasi terlihat
Melihat pemandangan, orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada tetapi
klien yakin ada.
c. Halusinasi penciuman
Menyatakan mencium bau bunga kemenyan yang tidak dirasa orang lain
dan ada sumber.
d. Halusinasi kecap
Merasa mengecap sesuatu rasa di mulut tetapi tidak ada.
e. Halusinasi raba
Merasa ada binatang merayap pada kulit tetapi tidak ada.
PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah
klien.
Data yang dikupulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Pengelompokan data pada pengakajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien (stuart dan Sunden, 1998). Cara pengkajian
lain berfokus pada 5 (lima) dimensi : fisik, emosional, intelektual, sosial dan
spiritual. Isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
2. Keluhan utama/alasan masuk
3. Faktor predisposisi
4. Dimensi fisik / biologis
5. Dimensi psikososial
6. Status mental
7. Kebutuhan persiapan pulang
8. Mekanisme koping
9. Masalah psikososial dan lingkungan
10. Aspek medik
Data yang didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung di sebut data
obyektif, sedangkan data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga
melalui wawancara perawatan disebut data subyektif.
Dari data yang dikumpulkan, perawatan langsung merumuskan masalah keperawatan
pada setiap kelompok data yang terkumpul. Umumnya sejumlah masalah klien saling
berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Fasio, 1983 dan INJF,
1996). Agar penentuan pohon masalah dapat di pahami dengan jelas, penting untuk
diperhatikan yang terdapat pada pohon masalah : Penyebab (kausa), masalah utama
(core problem) dan effect (akibat). Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari
beberapa masalah yang dimiliki oleh klien. Umumnya masalah utama berkaitan erat
dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa
masalah klien yang menyebabkan masalah utama. Akibat adalah salah satu dari
beberapa masalah klien yang merupakan efek / akibat dari masalah utama. Pohon
masalah ini diharapkan dapat memudahkan perawat dalam menyusun diagnosa
keperawatan
ANALISA DATA
POHON MASALAH
Resiko tinggi
mencederai diri
& Orang lain
Perubahan
perilaku
Kerusakan Komunikasi Verbal kekerasan
Sidroma defisit
Isolasi sosial : menarik diri
perawatan diri
Stressor
B. Konsep Dasar Skizofrenia
2. Konsep Harga Diri Rendah Kronis
2.1. Definisi
Harga diri rendah kronis adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang
menganggap bahwa dirinya itu negatif (Irawati & Wardhani 2019).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri yang negatif, berupa mengkritik
diri sendiri, dimana seseorang memiliki fikiran negatif dan percaya
bahwa mereka ditakdirkan untuk gagal (Rahayu & Daulima 2019). Harga
diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri,
termasuk kehilangan kepercayaan diri, tidak berharga, tidak berguna,
pesimis, tidak ada harapan dan putus asa (Purwasih, 2016).
Harga diri meningkat bila diperhatikan atau dicintai dan dihargai atau
dibanggakan. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi
sampai rendah. Harga diri tingkat positif ditandai dengan ansietas yang
rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Individu yang
memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu
beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman
sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan
dengan cara negatif dan menggangap sebagai ancaman (Direja, 2016).
Keterangan :
1. Aktualisasi diri : Pernyataan konsep diri positif dengan pengalaman
sukses.
2. Konsep diri positif : Mempunyai pengalaman positif dalam
perwujudan dirinya.
3. Harga diri rendah : Perasaan yang negatif pada diri sendiri,
hilangnya percaya diri, tidak berharga lagi, tidak berdaya, dan
pesimis.
4. Keracunan identitas : Kegagalan seseorang untuk mengintegrasikan
berbagai identifikasi masa anak-anak.
5. Dipersonalisasi : Perasaan sulit membedakan diri sendiri dan merasa
tidak nyata dan asing
2.6 Mekanisme Koping Harga Diri Rendah Kronis
Seseorang dengan harga diri rendah kronis memiliki mekanisme koping
jangka pendek dan jangka panjang. Jika mekanisme koping jangka
pendek tidak memberikan hasil yang telah diharapkan individu, maka
individu dapat mengembangkan mekanis koping jangka panjang (Dwi,
2020). `
Mekanisme tersebut mencakup sebagai berikut :
1. Jangka Pendek
a. Aktivitas yang dilakukan untuk pelarian sementara yaitu :
pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton tv secara terus
menerus.
b. Aktivitas yang memberikan penggantian identitas bersifat
sementara, misalnya ikut kelompok sosial, agama, dan
politik).
c. Aktivitas yang memberikan dukungan bersifat sementara
misalnya perlombaan.
2. Jangka Panjang
Penutupan identitas :
a. terlalu terburu-buru mengadopsi identitas yang disukai dari
orang-orang yang berarti tanpa memperhatikan keinginan
atau potensi diri sendiri.
b. Identitas Negatif : asumsi identitas yang bertentangan dengan
nilai-nilai dan harapan masyarakat.