Buku Saku Eg Deg 2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 74

SERI BUKU SAKU PENANGANAN KASUS

CEMARAN ETILEN GLIKOL DAN DIETILEN


GLIKOL (EG/DEG) DALAM SIROP OBAT

JILID II: TINDAK LANJUT BADAN POM DAN EDUKASI DAMPAK


RISIKO ETILEN GLIKOL DAN DIETILEN GLIKOL (EG/DEG)
DALAM SIROP OBAT YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


REPUBLIK INDONESIA
Januari 2023
SERI BUKU SAKU PENANGANAN
KASUS CEMARAN ETILEN GLIKOL
DAN DIETILEN GLIKOL (EG/DEG)
DALAM SIROP OBAT

JILID II: TINDAK LANJUT BADAN POM DAN EDUKASI DAMPAK


RISIKO ETILEN GLIKOL DAN DIETILEN GLIKOL (EG/DEG)
DALAM SIROP OBAT YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


REPUBLIK INDONESIA

ISBN 978-602-415-119-5 (e-book jilid lengkap)


ISBN 978-602-415-115-7 (buku cetak jilid lengkap)
ISBN 978-602-415-121-8 (e-book jilid II)
ISBN 978-602-415-117-1 (buku cetak jilid II)
14,8 x 21 cm | VII + 62 halaman

Cetakan Pertama
Januari 2023

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya,


dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis
maupun elektronis, termasuk fotokopi, rekaman dan lain-lain
tanpa izin tertulis dari penerbit.

Buku ini disusun berdasarkan informasi sampai


waktu penerbitan dan dapat berubah apabila ada
data/informasi terbaru
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga SERI BUKU SAKU
PENANGANAN KASUS CEMARAN ETILEN GLIKOL DAN
DIETILEN GLIKOL (EG/DEG) DALAM SIROP OBAT dapat
disusun dan diterbitkan untuk mendukung upaya diseminasi
informasi penanganan BPOM dalam melakukan tindakan
koreksi dan tindakan pencegahan terulangnya kejadian yang
tidak diinginkan (KTD) akibat adanya cemaran EG/DEG dalam
produk sirop obat yang melebihi batas toleransi asupan. Buku
ini diharapkan dapat memberikan hikmah kepada semua pihak
agar kasus ini tidak terulang kembali di Indonesia ataupun di
dunia. Buku saku terdiri dari 3 seri yaitu:
1. Jilid I: Kajian Risiko Etilen Glikol dan Dietilen Glikol
dalam Sirop Obat
2. Jilid II: Tindak Lanjut Badan POM dan Edukasi
Dampak Risiko Etilen Glikol dan Dietilen Glikol
Dalam Sirop Obat yang Tidak Memenuhi Syarat
3. Jilid III: Daftar Sirop Obat yang Aman Digunakan
Sepanjang Sesuai Aturan Pakai.
Sebagaimana kita ketahui, pada 5 Oktober 2022, WHO
mengeluarkan Medical Product Alert N°6/2022: Substandard
(contaminated) paediatric medicines yang menginformasikan
bahwa kasus gangguan/gagal ginjal pada anak-anak di
Gambia diduga disebabkan oleh 4 sirop produksi Maiden
Pharmaceutical Ltd, India yang tidak memenuhi standar
kualitas atau spesifikasi karena mengandung EG dan DEG
melebihi ambang batas. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
juga telah melaporkan kepada publik melalui Kementerian
Kesehatan, bahwa mulai Januari hingga 5 Desember 2022
terdapat 324 kasus gagal ginjal akut progresif atipikal
(GGAPA) yang belum diketahui penyebabnya terjadi pada
anak yang tersebar di 27 propinsi di Indonesia.
Sejak diterimanya informasi terkait kasus GGAPA ini pada
bulan Oktober 2022, BPOM telah melakukan serangkaian

I
tindak lanjut yang dimulai dengan inventarisasi data registrasi
semua produk sirop obat yang terdaftar di Indonesia,
pembuatan kajian risiko cemaran EG/DEG pada sirop obat
serta secara paralel berkoordinasi dengan Kementerian
Kesehatan mengenai obat-obat yang digunakan pasien. Walau
informasi yang diperoleh sangat minim, BPOM melanjutkan
tindakan berupa intensifikasi surveilans mutu produk sirop obat
secara komprehensif, melalui sampling berbasis risiko, dan
pengujian yang diawali dengan pengembangan metoda
analisis pengujian cemaran EG/DEG pada produk jadi.
Pengujian juga dilakukan terhadap bahan baku pelarut yang
dicurigai mengandung EG/DEG melebihi persyaratan yang
ditetapkan.
Semua hasil tindakan BPOM, diumumkan kepada masyarakat
melalui penerbitan penjelasan publik untuk merespon situasi
dan sebagai transparansi kepada publik. BPOM juga
melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk
mengusut tuntas kasus ini agar pelaku kejahatan dapat diberi
sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Besar harapan kami bahwa buku saku ini dapat memberikan
manfaat yang signifikan dalam upaya kita bersama untuk
mencegah kasus ini terjadi kembali di tanah air dan juga di
dunia internasional. Kasus GGAPA yang terkait dengan
sirop obat adalah suatu bentuk kejahatan kemanusiaan
yang harus dipastikan tidak terjadi lagi di kemudian hari.

Jakarta, Januari 2023


Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan

Dr. Penny K. Lukito, MCP

III
TIM PENYUSUN

Pengarah : Dr. Penny K. Lukito, MCP (Kepala Badan


Pengawas Obat dan Makanan)

Ketua Tim : Elin Herlina (Plt Deputi Bidang Pengawasan


Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat
Adiktif)

Sekretaris : Tri Asti Isnariani (Direktur Standardisasi Obat,


Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat
Adiktif/Plt Direktur pengawasan Keamanan Mutu,
Ekspor Impor Obat, Narkotika, Psikotropika,
Prekursor, dan Zat Adiktif)

Anggota : 1. Siti Asfijah Abdoellah (Direktur Registrasi


Obat)
2. Togi J. Hutadjulu (Plt Direktur Pengawasan
Produksi Obat, Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor)
3. Mimin Jiwo Winanti (Direktur Pengawasan
Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor)

Tim Data : 1. Ade Irma Haryani


2. Muhti Okayani
3. Ega Febrina
4. Nani Handayani
5. Ferry Tri Aryati

Tim : 1. Dian Putri Anggraweni


Sekretariat 2. Sri Hayanti
3. Murti Komala Dewi

III
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... I


TIM PENYUSUN .............................................................................. III
DAFTAR ISI ...................................................................................... IV
DAFTAR GAMBAR........................................................................... VI
DAFTAR TABEL .............................................................................. VII
I. Pendahuluan .................................................................................. 1
II. Upaya Badan POM dalam mengatasi Kasus KTD GGA .............. 6
A. Penelusuran Berbasis Risiko, Sampling, dan Pengujian
Sampel Secara Bertahap terhadap Produk Sirop Obat yang
Berpotensi Mengandung Cemaran EG dan DEG. ................. 26
B. Intensifikasi Surveilans Mutu ................................................. 31
C. Penelusuran Jalur Distribusi Pelarut ..................................... 33
D. Tindak Lanjut Temuan Produk Tidak Memenuhi Syarat (TMS)
dengan Kandungan EG dan DEG Melebihi Ambang Batas .. 37
D. 1 Sanksi Administratif ....................................................... 37
D.2 Pengawalan Pelaksanaan Penarikan Obat .................... 38
D.3 Pro-justicia ...................................................................... 39
E. Proses Kajian Kausalitas....................................................... 41
F. Identifikasi GAP pada sistem jaminan keamanan dan mutu obat
sebagai upaya upaya transformasi sistem untuk memperkuat
sistem jaminan keamanan dan mutu obat. ............................ 42
G. Revisi Regulasi ..................................................................... 44
H. Koordinasi dengan Kemenkes, IDAI, Polri, Kejaksaan, Badan
Regulatory Negara Lain, Stakeholder hingga WHO .............. 45
I. Upaya Peningkatan Maturitas Industri Farmasi melalui
pembinaan ............................................................................ 46
J. Farmakovigilans (PV) ............................................................ 49
K. Melaksanakan patroli siber (cyber patrol).............................. 49
L. Investigasi Sumber Bahan Baku ........................................... 50
M. Aktif Memberi Himbauan kepada Masyarakat ....................... 51

IV
N. Pembaharuan Informasi terkait hasil pengawasan sirop obat
dalam KTD GGA ................................................................... 52
III. PENUTUP .................................................................................. 62
TIM EDITOR .................................................................................... 63

V
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kronologis terjadinya Kasus Gagal Ginjal………. …….1


Gambar 2 Kriteria Sampling dan Pengujian yang digunakan Badan
POM untuk ………...…………………………………..29
Gambar 3 Sebaran Penelusuran Jalur Distribusi Pelarut………..33
Gambar 4 Kompleksitas rantai pasokan pelarut propilen glikol
tercemar berdasarkan penelusuran Badan POM……35
Gambar 5 Penjelasan Publik Badan POM ……………...………..53

VI
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Upaya Tindak Lanjut Badan POM dalam menangani KTD


GGA…………………………………………………………………6
Tabel 2 Penjelasan dan Siaran Pers Badan POM terkait cemaran
EG/DEG……………………..……….…..………………………..54

VII
I. Pendahuluan

Kronologis Terjadinya Kasus Gangguan Ginjal Akut

Gambar 1 Kronologis terjadinya Kasus Gagal Ginjal

Kejadian Tidak Diinginkan Gagal Ginjal Akut (KTD GGA)


pertama kali ditemukan terjadi di Gambia. Gagal Ginjal Akut
merupakan kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan
ditandai dengan uremia.
Pada tanggal 5 Oktober 2022, Badan Kesehatan Dunia atau
World Health Organization (WHO) mengeluarkan Medical
Product Alert N°6/2022 yang menginformasikan bahwa
terdapat kasus gangguan/gagal ginjal pada anak-anak di
Gambia yang menyebabkan 69 anak di Gambia mengalami
kematian. Kasus tersebut diduga disebabkan oleh 4 sirop,
dimana sesuai hasil uji laboratorium hasil uji ke-4 produk
tersebut tidak memenuhi standar kualitas atau spesifikasi

1
karena mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol
(DEG) melebihi ambang batas. EG dan DEG beracun bila
dikonsumsi dan dapat berakibat fatal. Efek toksik yang
ditimbulkan oleh EG dan DEG seperti sakit perut, muntah,
diare, ketidakmampuan buang air kecil, sakit kepala,
perubahan kondisi mental, dan cedera ginjal akut yang dapat
menyebabkan kematian. Keempat sirop obat untuk anak yang
disebutkan dalam informasi dari WHO tersebut adalah
Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup,
Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup yang
diproduksi oleh PT Maiden Pharmaceuticals Limited, India.

Sehubungan dengan adanya informasi dari World Health


Organization (WHO) tersebut, BPOM secara intensif
melakukan pengawasan komprehensif pre- dan post-market
terhadap produk obat yang beredar di Indonesia. Berdasarkan
surat WHO perihal sirop obat batuk yang tercemar etilen glikol
dan dietilen glikol di Gambia, Badan POM melakukan tindak
lanjut sebagai berikut:

a. Investigasi dan penelusuran obat yang digunakan pasien


(dari database registrasi pada pre market serta data
pengawasan post market) sejak tanggal 6 Oktober 2022.
Dari hasil penelusuran, keempat produk sirop tersebut
tidak terdaftar di Indonesia dan hingga saat ini produk dari
produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada
yang terdaftar di BPOM.

2
b. BPOM juga melakukan sampling dan pengujian dalam
rangka intensifikasi surveilans mutu berdasarkan hasil
penelusuran maupun sebagai tindak lanjut laporan
Kejadian Tidak Diinginkan (KTD), untuk memastikan
seluruh sirop obat yang beredar tidak mengandung
cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas aman
berdasarkan kriteria antara lain:

i. diduga digunakan pasien gagal ginjal akut sebelum


dan selama berada/masuk rumah sakit.
ii. diproduksi oleh produsen yang menggunakan 4
(empat) bahan baku pelarut propilen glikol, polietilen
glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol dengan jumlah
volume yang besar.
iii. diproduksi oleh produsen yang memiliki rekam jejak
kepatuhan minimal dalam pemenuhan aspek mutu.
iv. diperoleh dari rantai pasok yang diduga berasal dari
sumber yang berisiko terkait mutu.

c. Penjelasan publik bertahap: sejak 12 Oktober hingga 29


Desember 2022 BPOM telah menyampaikan 14
penjelasan publik/siaran pers terkait tindak lanjut BPOM
dalam kasus sirop obat mengandung cemaran EG/DEG.

d. Pendalaman hasil pengawasan melalui penelusuran jalur


distribusi bahan baku pelarut yang ditemukan Tidak
Memenuhi Syarat (TMS) mengandung EG/DEG diatas
ambang batas aman sehingga ditemukan oknum yang

3
melakukan pengoplosan EG/DEG pada bahan baku
pelarut yang digunakan pada pembuatan obat.

e. Analisis kausalitas bersama pakar pada laporan kasus,


dalam hal ini perlu melihat kajian epidemiologi yang lebih
komprehensif untuk menyatakan penyebab GGA pada
anak hanya obat.

f. Pemberian sanksi administratif kepada industri farmasi


atas ketidaksesuaian/ pelanggaran terhadap standar dan
peraturan yaitu pelarangan produksi, distribusi, product
recall dan pemusnahan, pencabutan sertifikat CPOB
(untuk sediaan cairan oral nonbetalaktam) hingga
pencabutan izin edar produk obat pada pada industri
farmasi PT. Yarindo Farmatama, PT. Universal
Pharmaceutical Industries, PT. Afi Farma, PT. Samco
Farma, PT. Ciubros Farma dan PT. Rama Emerald.

Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) melaporkan sampai 5


Desember 2022 terdapat 324 kasus gagal ginjal akut misterius
yang belum diketahui penyebabnya terjadi pada anak yang
tersebar di 27 propinsi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Jawa
Barat, Aceh, Jawa Timur, Banten, Sumatera Barat, Bali,
Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jambi, Nusa Tenggara
Timur, DI Yogyakarta, Sumatera Selatan, Jawa Tengah,
Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, Kepulauan
Riau, Lampung, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat,
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah,

4
Gorontalo, Bengkulu, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Barat.
Gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) yang belum
diketahui penyebabnya di Indonesia, diduga salah satu
penyebabnya adalah intoksikasi EG/DEG.

BPOM terus memantau perkembangan kasus substandard


(contaminated) paediatric medicines mengenai produk sirop
obat untuk anak terkontaminasi/substandard yang
teridentifikasi di Gambia, Afrika serta melakukan update
informasi terkait penggunaan produk sirop obat untuk anak
melalui komunikasi dengan WHO dan Badan Otoritas Obat
negara lain.

5
II. Upaya Badan POM dalam mengatasi Kasus KTD
GGA

Terhadap kasus tersebut, Badan POM terus memantau dan


menyelidiki hingga ke akar permasalahan demi perlindungan
kesehatan masyarakat dan perbaikan sistem jaminan
keamanan dan mutu obat di Indonesia. Sirop obat yang diduga
mengandung cemaran EG dan DEG kemungkinan berasal dari
4 (empat) bahan tambahan yang digunakan yaitu propilen
glikol (PG), polietilen glikol (PEG), sorbitol, dan gliserin/gliserol.
Oleh karena itu, BPOM telah menentukan batas aman untuk
cemaran tersebut sesuai Farmakope dan standar baku
nasional yang diakui, dimana ambang batas aman
atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG
tersebut adalah sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.

Berikut ini merupakan upaya yang telah dan sedang dilakukan


Badan POM untuk mengatasi kasus Kejadian Tidak Diinginkan
Gangguan Ginjal Akut (KTD GGA), diantaranya:

Tabel 1 Upaya Tindak Lanjut Badan POM dalam menangani


KTD GGA

Tanggal Keterangan

5 Oktober WHO menginformasikan tentang kasus


2022 gangguan/gagal ginjal pada anak-anak
di Gambia yang diduga disebabkan

6
Tanggal Keterangan

oleh 4 sirop produksi Maiden


Pharmaceutical Limited India
mengandung EG dan DEG melebihi
ambang batas. Badan POM merespon
cepat informasi tersebut. Keempat
produk tersebut tidak terdaftar dan tidak
beredar di Indonesia.

6 Oktober Investigasi dan penelusuran obat yang


2022 digunakan pasien (dari database
registrasi pada pre market serta data
pengawasan post market). Badan POM
mulai menelusuri apakah keempat sirop
obat yang menyebabkan kasus di
Gambia, juga terdapat di Indonesia.

7 Oktober Badan POM terus menindaklanjuti


2022 dengan melakukan hal-hal berikut:

1. Membuat kajian terkait informasi


yang disampaikan WHO.
2. BPOM juga melakukan sampling
dan pengujian dalam rangka
intensifikasi surveilans mutu
berdasarkan hasil penelusuran
maupun sebagai tindak lanjut
laporan Kejadian Tidak Diinginkan
(KTD), untuk memastikan seluruh
sirop obat yang beredar tidak
mengandung cemaran EG dan
DEG melebihi ambang batas

7
Tanggal Keterangan

aman. Adapun kriteria sampling


yang digunakan dapat dilihat pada
Gambar 2.
3. Identifikasi bahan baku obat atau
bahan tambahan gliserin, PG, EG,
atau DEG yang diimpor dari India.
10 Oktober 1. Badan POM mendapat informasi
2022 mengenai kasus gagal ginjal akut
yang terjadi di Indonesia (Rapat
pembahasan bersama
Kementerian Kesehatan), muncul
kecurigaan kasus yang terjadi di
Indonesia mirip dengan yang
terjadi di Gambia.
2. Koordinasi internal untuk
membahas tindak lanjut terkait
kasus yang terjadi di Indonesia.

11 Oktober 1. Koordinasi dengan RSCM


2022 Data obat yang disampaikan ke
Badan POM sangat minim (hanya
ada nama obat saja), tidak
memadai untuk dilakukan
penelusuran lebih lanjut.

2. BPOM melanjutkan tindakan


berupa intensifikasi surveilans
mutu produk sirop obat secara
komprehensif, melalui sampling
berbasis risiko dan pengujian.

8
Tanggal Keterangan

3. Berproses melakukan
penelusuran data produk dan
mendata jumlah industri yang
menggunakan bahan baku
gliserin/gliserol dan PG dengan
mengerucutkan pada bentuk
sediaan (drop, cairan oral, sirop),
zat aktif (paracetamol),
menggunakan bahan baku
gliserin/gliserol dan PG dari Cina,
Taiwan, India
4. Pembahasan Perencanaan
sampling Sirop
5. PPPOMN telah melakukan
conditioning alat untuk pengujian
sampel yang akan masuk.
6. PPPOMN mengembangkan
metode analisis pengujian
cemaran EG/DEG pada produk
jadi.
12 Oktober Penjelasan ke-1 Badan POM RI
2022 tentang Sirop Obat Untuk Anak di
Gambia, Afrika yang Terkontaminasi
Dietilen Glikol dan Etilen Glikol.

BPOM menyampaikan bahwa ke-4


produk sirop yang disebutkan WHO
(Promethazine Oral Solution,
Kofexmalin Baby Cough Syrup,
Makoff Baby Cough Syrup, dan
Magrip N Cold Syrup) yang diproduksi

9
Tanggal Keterangan

oleh Maiden Pharmaceuticals Limited,


India dan tidak terdaftar di Indonesia.

15 Oktober 1. Penjelasan ke-2 Badan POM RI


2022 tentang Sirop Obat Untuk Anak di
Gambia, Afrika yang
Terkontaminasi Dietilen Glikol Dan
Etilen Glikol.
2. BPOM menyampaikan bahwa
BPOM telah menetapkan
persyaratan pada saat registrasi
bahwa semua produk obat sirop
untuk anak maupun dewasa,
tidak diperbolehkan
menggunakan dietilen glikol
(DEG) dan etilen glikol (EG).
3. BPOM menelusuri kemungkinan
kandungan DEG dan EG sebagai
cemaran pada bahan lain yang
digunakan sebagai zat pelarut
tambahan.

10
Tanggal Keterangan

19 Oktober 1. Penjelasan ke-3 Badan POM RI


2022 tentang Isu Obat Sirop yang
Berisiko mengandung Cemaran
Etilen Glikol (EG) dan Dietilen
Glikol (DEG)
2. BPOM menginformasikan bahwa
penyebab terjadinya gagal ginjal
akut belum diketahui dan masih
memerlukan investigasi lebih
lanjut.
3. BPOM mendorong tenaga
kesehatan dan industri farmasi
untuk aktif melaporkan efek
samping obat.
4. BPOM berkoordinasi secara
intensif dengan pihak terkait
lainnya dalam rangka
pengawasan keamanan obat
(farmakovigilans).
5. BPOM melakukan penelusuran
berbasis risiko, sampling, dan
pengujian sampel secara bertahap
terhadap produk obat sirop yang
berpotensi mengandung cemaran
EG dan DEG.
6. BPOM meminta Industri Farmasi
untuk melaporkan hasil pengujian
yang dilakukan secara mandiri
terhadap produk yang berpotensi

11
Tanggal Keterangan

mengandung cemaran EG dan


DEG.

20 Oktober 1. Penjelasan ke 4 Badan POM RI


2022 Tentang Hasil Pengawasan
BPOM Terhadap Sirop Obat yang
Diduga Mengandung Cemaran EG
dan DEG.
2. BPOM menyampaikan bahwa
Sirop obat yang diduga
mengandung cemaran EG dan
DEG kemungkinan berasal dari 4
(empat) bahan tambahan yaitu
propilen glikol, polietilen glikol,
sorbitol, dan gliserin/gliserol.
3. BPOM mengumumkan, hasil
sampling 39 bets dari 26 sirop obat
sampai dengan 19 Oktober 2022,
menunjukkan adanya kandungan
cemaran EG yang melebihi
ambang batas aman pada 5 (lima)
produk (Termorex Sirop-PT.
Konimex; Flurin DMP-PT. Yarindo
Farmatama; Unibebi Cough Sirop,
Unibebi Demam Drops dan
Unibebi Demam Sirop-
PT.Universal Pharmaceutical

12
Tanggal Keterangan

Industries). BPOM memerintahkan


kepada industri farmasi pemilik
izin edar untuk melakukan
penarikan sirop obat dari
peredaran di seluruh Indonesia
dan pemusnahan untuk seluruh
bets produk.
4. BPOM bersama pihak terkait
lainnya masih terus menelusuri
dan meneliti secara komprehensif
berbagai kemungkinan faktor
risiko penyebab terjadinya gagal
ginjal akut atau Acute Kidney
Injury (AKI).
5. BPOM mendorong tenaga
kesehatan dan industri farmasi
untuk melaporkan efek samping
obat atau kejadian tidak diinginkan
pasca penggunaan obat kepada
Pusat Farmakovigilans/MESO
Nasional melalui aplikasi e-MESO
Mobile.

23 Oktober 1. Penjelasan ke 5 BPOM RI tentang


2022 Hasil Pengawasan BPOM terkait
Sirop Obat yang tidak
menggunakan Propilen Glikol,
Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau
Gliserin/Gliserol

13
Tanggal Keterangan

2. BPOM melakukan penelusuran


data registrasi terhadap seluruh
produk obat bentuk sirop dan
drops, diperoleh data sejumlah
133 (seratus tiga puluh tiga) sirop
obat yang tidak menggunakan
propilen glikol, polietilen glikol,
sorbitol, dan/atau gliserin/gliserol
sehingga aman sepanjang
digunakan sesuai aturan pakai.
Daftar produk tersebut
dipublikasikan sebagai lampiran.
3. Kementerian Kesehatan
melakukan Konferensi Pers
tanggal 21 Oktober 2022
mengenai Perkembangan
Penanganan Gangguan Ginjal
Akut di Indonesia, telah
diinformasikan 102 (seratus dua)
produk obat yang digunakan
pasien.
4. BPOM melakukan penelusuran
data registrasi untuk memastikan
kandungan bahan yang digunakan
pada 102 (seratus dua) produk
obat, dengan hasil:
a. 23 produk tidak menggunakan
propilen glikol, polietilen glikol,
sorbitol, dan/atau
gliserin/gliserol, aman

14
Tanggal Keterangan

digunakan sepanjang sesuai


aturan pakai;
b. 7 produk telah dilakukan
pengujian dengan hasil
dinyatakan aman digunakan
sepanjang sesuai aturan
pakai;
c. 3 produk telah dilakukan
pengujian dan dinyatakan
mengandung cemaran
EG/DEG melebihi ambang
batas aman. Ketiga produk ini
termasuk dalam 5 (lima)
produk yang telah diumumkan
pada penjelasan BPOM
tanggal 20 Oktober 2022;
5. BPOM melakukan sampling dan
pengujian terhadap 69 (enam
puluh sembilan) produk.
6. BPOM melakukan intensifikasi
surveilans mutu berbasis risiko,
sampling, dan pengujian untuk
memastikan seluruh produk yang
beredar di pasaran tidak
mengandung cemaran EG dan
DEG melebihi ambang batas
aman. Berdasarkan hasil
pengujian sampai dengan 23
Oktober 2022, terdapat 13 sirop
obat (21 bets) dengan hasil

15
Tanggal Keterangan

dinyatakan aman digunakan


sepanjang sesuai aturan pakai,
serta mempublikasi daftar produk
tersebut.
7. Terhadap produk yang dinyatakan
kandungan cemaran EG melebihi
ambang batas aman pada
penjelasan publik keempat, BPOM
melakukan intensifikasi sampling
dan pengujian untuk semua
produk sirop yang diproduksi oleh
industri farmasi yang sama,
termasuk produk yang sama
dengan bets yang berbeda.
8. BPOM melaksanakan patroli siber
(cyber patrol) pada platform situs,
media sosial, dan e-commerce
untuk menelusuri penjualan
produk yang dinyatakan tidak
aman dan melakukan penurunan
(takedown) konten yang
teridentifikasi melakukan
penjualan sirop obat yang
dinyatakan tidak aman.
9. BPOM mengawal proses
penarikan dari peredaran terhadap
sirop obat mengandung cemaran
EG/DEG yang melebihi ambang
batas aman.

16
Tanggal Keterangan

24 Oktober BPOM melakukan pendalaman


2022 hasil pengawasan melalui
penelusuran jalur distribusi bahan
baku pelarut yang ditemukan
Tidak Memenuhi Syarat (TMS)
mengandung EG/DEG diatas
ambang batas aman sehingga
ditemukan oknum yang
melakukan pengoplosan EG/DEG
pada bahan baku pelarut yang
digunakan pada pembuatan obat.

25 Oktober Pemberian sanksi administratif


2022 kepada industri farmasi atas
ketidaksesuaian/ pelanggaran
terhadap standar dan peraturan
yaitu pelarangan produksi,
distribusi, product recall dan
pemusnahan, pencabutan
sertifikat CPOB (untuk sediaan
cairan oral nonbetalaktam) hingga
pencabutan izin edar produk obat
pada pada industri farmasi PT.
Yarindo Farmatama, PT. Universal
Pharmaceutical Industries, PT. Afi
Farma, PT. Samco Farma, PT.
Ciubros Farma dan PT. Rama
Emerald.

17
Tanggal Keterangan

26 Oktober Analisis kausalitas bersama pakar


2022 pada laporan kasus, dalam hal ini
perlu melihat kajian epidemiologi
yang lebih komprehensif untuk
menyatakan penyebab GGA pada
anak hanya obat.

27 Oktober 1. Penjelasan ke 6 BPOM RI


2022 Tentang Hasil Pengawasan
BPOM Terkait Sirop Obat Yang
Tidak Menggunakan Propilen
Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol,
dan/atau Gliserin/Gliserol
2. BPOM melakukan penelusuran
dan update daftar sirop obat,
suspensi, drops, dan cairan oral
yang tidak menggunakan 4
(empat) pelarut sebagaimana
telah disebutkan dalam penjelasan
ke-5 sehingga total menjadi 198
(seratus sembilan puluh delapan)
produk.
3. BPOM menyampaikan bahwa
semua sirop obat dalam bentuk
sirop kering (dry syrup) dan cairan
oral untuk pengganti cairan tubuh
(seperti oralit), tidak menggunakan
Propilen Glikol, Polietilen Glikol,
Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol

18
Tanggal Keterangan

sehingga aman digunakan


sepanjang sesuai aturan pakai.
4. BPOM melakukan upaya
penindakan terhadap produsen
produk yang Tidak Memenuhi
Syarat (TMS), dengan
berkoordinasi dengan Bareskrim
Polri untuk melakukan penindakan
terhadap industri farmasi.
5. BPOM secara rutin melakukan
sampling dan pengujian berbasis
risiko secara acak untuk
memastikan pelaku usaha
konsisten dalam menerapkan cara
pembuatan obat dan makanan
yang baik/Good Manufacturing
Practices (GMP) untuk
memastikan keamanan,
manfaat/khasiat, dan mutu produk
obat dan makanan.
6. BPOM melakukan review dan
perkuatan terhadap regulasi obat
dan makanan terkait cemaran EG
dan DEG mulai dari regulasi
pengawasan pre market hingga
post market meliputi pemasukan
bahan tambahan, standar
dan/atau persyaratan mutu dan
keamanan (Farmakope Indonesia)
yang diterbitkan oleh Kemenkes.

19
Tanggal Keterangan

1 1. Siaran Pers BPOM RI Tindakan


November Tegas BPOM dan Bareskrim Polri
2022 Terhadap Industri Farmasi
Produsen Sirop Obat yang Tidak
Memenuhi Standar dan/atau
Persyaratan Keamanan, Khasiat,
dan Mutu.
2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) BPOM melakukan
pengamanan dan penyitaan
terhadap barang bukti industri PT
Yarindo Farmatama dan PT
Universal Pharmaceutical
Industries dan melakukan
pendalaman pemeriksaan ke CV
Budiarta sebagai pemasok bahan
baku.
3. BPOM melalui Unit Pelaksana
Teknis (UPT) di seluruh Indonesia
secara terus-menerus mengawal
proses penarikan dari peredaran
terhadap sirop obat yang
mengandung cemaran EG/DEG
melebihi ambang batas aman.

20
Tanggal Keterangan

7 1. Penjelasan ke 7 BPOM RI tentang


November Pencabutan Izin Edar Sirop Obat
2022 Produksi PT Yarindo Farmatama,
PT Universal Pharmaceutical
Industries dan PT AFI Farma.
2. BPOM menetapkan sanksi
administratif dengan mencabut
sertifikat Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB) untuk sediaan
cairan oral nonbetalaktam dan izin
edar sirop obat yang diproduksi
ketiga industri farmasi tersebut.

9 1. Penjelasan ke 8 BPOM RI tentang


November Perkembangan Hasil Pengawasan
2022 Sirop Obat dan Penindakan Bahan
Baku Propilen Glikol yang
Mengandung Cemaran EG dan
DEG Melebihi Ambang Batas.
2. BPOM mengumumkan 1 (satu)
distributor bahan kimia yang
melakukan
pemalsuan/pengoplosan propilen
glikol (PG) yaitu CV Samudra
Chemical dan melakukan
pengamanan terhadap sejumlah
barang bukti,
3. BPOM menemukan PBF PT Tirta
Buana Kemindo (PT TBK) dan PT
Megasetia Agung Kimia (PT MAK)

21
Tanggal Keterangan

yang terbukti melakukan


penyaluran bahan baku pelarut
Propilen Glikol mengandung
cemaran EG dan DEG yang TMS
dan diberikan sanksi tegas berupa
pencabutan Sertifikat CDOB.
4. BPOM melakukan sampling dan
pengujian produk jadi dan bahan
baku pelarut dari Industri Farmasi
dimaksud, yaitu PT Ciubros Farma
dan PT Samco Farma. Hasil
pengujian yang dilakukan
menunjukkan adanya cemaran EG
dan DEG yang melebihi ambang
batas.

17 Penjelasan ke 9 BPOM Tentang


November Perkembangan Hasil Pengawasan dan
2022 Penindakan

1. BPOM mengumumkan verifikasi


hasil pengujian bahan baku obat
tersebut, terdapat 126 (seratus
dua puluh enam) produk dari 15
(lima belas) IF yang dinyatakan
telah memenuhi ketentuan sesuai
kriteria, sehingga
direkomendasikan untuk dapat
diedarkan.

22
Tanggal Keterangan

2. BPOM melakukan prioritas


pembinaan untuk meningkatkan
maturitas IF yang masih minimal.
3. BPOM melakukan koordinasi
dengan World Health Organization
(WHO). serta menjalin komunikasi
terkait standar uji cemaran
EG/DEG pada produk jadi dan
metode pengujian dengan United
States FDA, Thailand FDA, Saudi
Arabia FDA, dan National Medical
Products Administration (NMPA)
Malaysia.
4. BPOM melakukan identifikasi
adanya gap dalam sistem jaminan
keamanan dan mutu obat dari hulu
ke hilir.
5. BPOM menindak 5 (lima) IF yang
melakukan tindak pidana
memproduksi sirop obat
mengandung cemaran EG/DEG di
atas ambang batas dan 1 (satu)
distributor bahan kimia yang
mengedarkan bahan baku yang
tidak memenuhi syarat.
6. BPOM berkoordinasi dengan
pihak terkait seperti Kepolisian
dan Kejaksaan Agung untuk
dukungan kelancaran proses
penindakan.

23
Tanggal Keterangan

7. BPOM meminta industri farmasi


dan asosiasi farmasi untuk
berkomitmen untuk menjaga
kualitas, efikasi dan keamanan
obat.

1 1. Penjelasan ke-10 BPOM tentang


Desember Perkembangan Hasil Pengawasan
2022 Terkait Sirop Obat yang
Mengandung Cemaran Etilen
glikol/Dietilen glikol
2. BPOM mengeluarkan informasi
terkait hasil verifikasi periode 18 -
29 November 2022, terdapat 46
produk sirop obat yang telah
memenuhi ketentuan. BPOM
menyatakan 172 produk sirop
obat dari 22 IF telah memenuhi
ketentuan.

7 1. Penjelasan KE-11 BPOM tentang


Desember Pencabutan Izin Edar Sirop Obat
2022 Produksi Rama Emerald Multi
Sukses (PT. REMS)
2. BPOM menemukan produk obat
yang menunjukan kadar cemaran
EG dan/atau DEG yang melebihi
ambang batas aman. Produk sirop

24
Tanggal Keterangan

obat yang dimaksud diproduksi


oleh PT Rama Emerald Multi
Sukses (PT REMS) di Gresik,
Jawa Timur.

22 1. Penjelasan ke-12 BPOM tentang


Desember Perkembangan Hasil Pengawasan
2022 Terkait Sirop Obat yang
Mengandung Cemaran Etilen
glikol/Dietilen glikol.
2. BPOM mengeluarkan informasi
terkait hasil verifikasi periode 30
November hingga 14 Desember
2022, terdapat
tambahan 160 produk yang telah
memenuhi ketentuan. Dengan
demikian, BPOM
menyatakan 332 produk sirop
obat dari 38 Industri Farmasi
(IF) telah memenuhi
ketentuan dan aman digunakan
sepanjang sesuai aturan pakai.

29 Penjelasan ke-13 BPOM tentang


Desember Tambahan 176 Sirop Obat Yang
2022 Memenuhi Ketentuan
Berdasarkan Data Verifikasi Hasil

25
Tanggal Keterangan

Pengujian Bahan Baku. Dengan


demikian, BPOM
menyatakan 508 produk sirop
obat dari 49 Industri Farmasi
(IF) telah memenuhi
ketentuan, dan aman digunakan
sepanjang sesuai aturan pakai.

A. Penelusuran Berbasis Risiko, Sampling, dan


Pengujian Sampel Secara Bertahap terhadap Produk
Sirop Obat yang Berpotensi Mengandung Cemaran
EG dan DEG.

Pada langkah awal penanganan kasus KTD GGA ini,


penting untuk mendeteksi dan menghentikan peredaran
produk substandar dari peredaran untuk mencegah
bahaya bagi pengguna, selain itu juga perlu melakukan
penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian
sampel secara bertahap terhadap produk obat sirop yang
berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG.

Dari hasil pengujian produk yang mengandung cemaran


EG dan DEG tersebut masih memerlukan pengkajian
lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas
aman berdasarkan referensi. Selanjutnya, untuk produk
yang melebihi ambang batas aman akan segera diberikan
sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras,

26
penghentian sementara kegiatan pembuatan obat,
pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian
sementara kegiatan iklan, serta pembekuan Izin Edar
dan/atau pencabutan Izin Edar.

Semua industri farmasi yang memiliki obat sirop yang


berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, diminta
untuk melaporkan hasil pengujian yang dilakukan secara
mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha.
Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan
Pemerintah Nomor 5 tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko,
Peraturan Kepala BPOM Nomor 24 tahun 2017 tentang
Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat dimana industri
farmasi sebagai pemegang izin edar suatu produk
(marketing authorization holder/ product license holder)
bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan dan
khasiat produk sejak diproduksi hingga di peredaran
dengan mematuhi ketentuan, standar dan regulasi yang
berlaku.

Dalam rangka penelusuran berbasis risiko, Sampling, dan


Pengujian Sampel Secara Bertahap terhadap Produk
Sirop Obat yang Berpotensi Mengandung Cemaran EG

27
dan DEG, BPOM melakukan upaya-upaya sebagai
berikut:

A.1 Penelusuran berdasarkan data pada dokumen registrasi

Sebagaimana telah disebutkan di atas, karena terjadinya


kasus KTD GGA diduga disebabkan oleh sirop obat yang
mengandung cemaran EG dan DEG melebihi ambang
batas, yang berasal dari 4 (empat) bahan tambahan
pelarut yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan
gliserin/gliserol.

Berdasarkan hasil pengawasan BPOM melalui


penelusuran data registrasi dan sampling post market,
sebanyak 168 (seratus enam puluh delapan) produk sirop
obat tidak mengandung 4 (empat) pelarut (Propilen Glikol,
Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol),
sehingga tidak mengandung cemaran EG/DEG dan aman
untuk diedarkan. Produk sirop obat tersebut aman
digunakan sepanjang sesuai aturan pakai.

A.2 Pelaksanaan sampling dan pengujian sampel secara


bertahap

BPOM melakukan pengawasan secara komprehensif pre-


dan post-market terhadap produk obat yang beredar di
Indonesia. Sesuai dengan peraturan dan persyaratan
registrasi produk obat (pre-market), BPOM telah
menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirop

28
untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan
menggunakan EG dan DEG. Namun demikian EG dan
DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin
atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut
tambahan, BPOM telah menetapkan batas maksimal EG
dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai
standar internasional.

Pada pembuatan larutan oral khususnya obat sirop, zat


pelarut tambahan (kosolven) seperti propilen glikol,
polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol dapat
digunakan untuk menghambat penghabluran dan untuk
mengubah kelarutan, rasa dan sifat lain zat pembawa
(Farmakope Indonesia Edisi VI). Penggunaan keempat
zat ini diperbolehkan karena bukan bahan yang
berbahaya atau dilarang. Namun, penggunaan kosolven
tersebut dibatasi jumlahnya pada sediaan farmasi karena
sifatnya yang dapat menimbulkan efek toksik jika
kadarnya melebihi batas yang diperbolehkan.

BPOM secara rutin melakukan sampling dan pengujian


berbasis risiko secara acak untuk memastikan pelaku
usaha konsisten dalam menerapkan cara pembuatan obat
dan makanan yang baik/Good Manufacturing Practices
(GMP) untuk memastikan keamanan, manfaat/khasiat,
dan mutu produk obat dan makanan. Adapun kriteria
sampling dan pengujian yang digunakan Badan POM

29
untuk Penanganan Kasus Tidak Diinginkan Gangguan
Ginjal Akut adalah sebagai berikut:

Gambar 2 Kriteria Sampling dan Pengujian yang


digunakan Badan POM untuk Penanganan Kasus
Gangguan Ginjal Akut

Dalam pelaksanaan pengujian terhadap dugaan cemaran


EG dan DEG dalam sirop obat, referensi yang digunakan
adalah Farmakope Indonesia dan/atau acuan lain yang
sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan sebagai standar baku nasional untuk jaminan
mutu semua obat yang beredar. Sesuai Farmakope dan
standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman
atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan
DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.

30
Sebagai upaya percepatan penanganan kasus ini, Badan
POM juga telah meminta Industri Farmasi (IF) untuk
melakukan uji mandiri dan melaporkan hasil pengujian
mandiri tersebut kepada Badan POM melalui penjelasan
publiknya yang ke 3 (19 Oktober 2022). Badan POM juga
menghimbau Industri Farmasi untuk mengganti formula
obat dan/atau bahan baku jika diperlukan. Verifikasi hasil
pengujian bahan baku obat dilakukan secara mandiri oleh
Industri Farmasi (IF), termasuk untuk cemaran EG/DEG
dalam rangka memastikan terjaminnya keamanan dan
mutu sirop obat.

B. Intensifikasi Surveilans Mutu

BPOM memerintahkan kepada semua industri farmasi


yang memiliki sirop obat yang berpotensi mengandung
cemaran EG dan DEG untuk melaporkan hasil pengujian
mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha.

BPOM melakukan Intensifikasi surveilans mutu produk


sirop obat beredar dan bahan baku tambahan dengan
metode penelusuran balik sebagai pengembangan
pengawasan di jalur distribusi. Verifikasi hasil pengujian
bahan baku obat dilakukan secara mandiri oleh Industri
Farmasi (IF), termasuk untuk cemaran EG/DEG, dalam
rangka memastikan terjaminnya keamanan dan mutu
sirop obat. Verifikasi ini dilakukan berdasarkan

31
pemenuhan kriteria, antara lain kualifikasi pemasok,
pengujian bahan baku pada setiap kedatangan dan setiap
wadah, serta memastikan metode pengujian mengikuti
standar/ farmakope terkini.

Sehubungan dengan temuan sirop obat yang


mengandung cemaran Etilen Glikol (EG)/Dietilen Glikol
(DEG) yang melebihi ambang batas, BPOM masih terus
berproses menelusuri dan menindaklanjuti kejadian
cemaran EG/DEG pada sirop obat sebagai upaya
perlindungan kesehatan masyarakat dan perbaikan
sistem jaminan keamanan dan mutu obat di Indonesia.

BPOM terus melakukan verifikasi hasil pengujian bahan


baku dan atau produk sirop obat lainnya, serta informasi
yang diperlukan untuk pemastian mutu, keamanan dan
khasiat obat. Verifikasi dilakukan berdasarkan
pemenuhan beberapa kriteria, antara lain kualifikasi
pemasok, pengujian bahan baku setiap kedatangan dan
setiap wadah, serta metode pengujian yang mengikuti
standar/Farmakope terkini.

Hasil verifikasi periode 15 hingga 27 Desember 2022,


terdapat tambahan 176 produk yang telah memenuhi
ketentuan. Dengan demikian, BPOM
menyatakan 508 produk sirop obat dari 49 Industri
Farmasi (IF) telah memenuhi ketentuan, dan aman
digunakan sepanjang sesuai aturan pakai.

32
C. Penelusuran Jalur Distribusi Pelarut

Badan POM melakukan kajian data obat registrasi, data


sampling dan uji mutu terhadap sirop obat yang
berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG. Dari data
dan uji mutu tersebut teridentifikasi sirop obat pada
Industri Farmasi yang terbukti mengandung cemaran ED
dan DEG yang selanjutnya data tersebut digunakan oleh
Badan POM melakukan pendalaman terhadap bahan
baku yang digunakan pada obat yang tidak memenuhi
syarat. Berdasarkan pendalaman lebih lanjut di Industri
Farmasi diperoleh informasi bahwa penyebab cemaran
EG dan DEG bersumber dari bahan baku Propilen Glikol.
Penelusuran dilakukan ke distributor/pemasok bahan
baku Propilen Glikol untuk mengetahui pemasok awal
bahan baku dan sarana lain yang terdampak dan
mendapatkan penyaluran bahan baku Propilen Glikol.

Dari informasi awal pemasok bahan baku yang tidak


memenuhi syarat (mengandung EG dan DEG) dilakukan
penelusuran ke Pedagang Besar Farmasi (PBF), importir
dan distributor kimia umum serta pengembangannya
untuk mendeteksi bahan baku lain yang tercemar. Sesuai
hasil penelusuran Badan POM, sampai Desember 2022
telah dilakukan pemeriksaan sarana pada jalur distribusi
pelarut Propilen Glikol sebanyak 25 Sarana dengan
rincian:

33
1. 2 (dua) Importir Kimia yang melakukan importasi
Propilen Glikol dari Produsen
2. 10(sepuluh) Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang
melakukan pengadaan bersumber dari importir
kimia atau distributor umum
3. 2 Distributor Bahan Kosmetik dan Pangan yang
bukan merupakan PBF namun komoditi yang
disalurkan untuk industri kosmetik dan pangan.
4. 11 Distributor kimia yang melakukan pengadaan
dan penyaluran bahan kimia umum non obat dan
makanan namun juga menawarkan bahan baku
pelarut propilen glikol. Pengadaan propilen glikol
bersumber dari distributor kimia umum lainnya
dan beberapa diantaranya tidak tertelusur.

Gambar 3. Sebaran Penelusuran Jalur Distribusi Pelarut

34
Badan POM melakukan pemeriksaan sesuai dengan
data-data dan informasi dari Industri farmasi yang obatnya
mengandung cemaran EG dan DEG serta informasi lain
berdasarkan kajian risiko dan pengembangan selama
proses penelusuran.

Dari hasil penelusuran jalur distribusi pelarut Propilen


Glikol teridentifikasi bahwa Propilen Glikol yang tercemar
EG dan DEG bersumber dari distributor kimia umum salah
satunya CV Samudera Chemical yang sudah terbukti
melakukan pengoplosan bahan baku Propilen Glikol
dengan Etilen Glikol. Bahan baku hasil pengoplosan
kemudian ditawarkan kepada distributor kimia umum
lainya dengan jalur pasokan yang panjang dan kemudian
masuk ke jalur distribusi obat. Berdasarkan hasil
penelusuran terbukti distributor umum sebagai pemasok
tidak menerapkan prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat
yang Baik (CDOB), pengadaanya tidak tertelusur serta
tidak terdokumentasi. Industri-industri farmasi yang
terbukti melakukan produksi obat sirop dengan pelarut
mengandung EG dan DEG tidak melakukan kualifikasi
pemasok sebagaimana standar.

35
CV Samudera Chemical
(Pengoplos)

Distributor Kimia Pedagang Besar Farmasi


Distributor Kimia Distributor Kimia

Pedagang Besar Farmasi Pedagang Besar Farmasi


Distributor Kimia

Industri Farmasi

Distributor Kimia
Distributor Kimia

Industri Farmasi

Gambar 4. Kompleksitas rantai pasokan pelarut propilen


glikol tercemar berdasarkan penelusuran Badan POM

Hasil penelusuran jalur distribusi pelarut Propilen Glikol


tidak memenuhi syarat teridentifikasi terdapat Pedagang
Besar Farmasi yang terbukti melakukan pengadaan dan
penyaluran yang tidak sesuai standar dan diberikan
sanksi Pencabutan Sertifikat CDOB yaitu PT Megasetia
Agung Kimia (MAK) dan PT Tirta Buana Kemindo (TBK).
Dalam upaya perlindungan masyarakat, Badan POM
akan terus melakukan pengembangan penelusuran untuk
mengidentifikasi jalur distribusi lain yang berpotensi
melakukan pengadaan dan penyaluran bahan baku

36
pelarut Propilen Glikol mengandung Cemaran EG dan
DEG.

D. Tindak Lanjut Temuan Produk Tidak Memenuhi Syarat


(TMS) dengan Kandungan EG dan DEG Melebihi
Ambang Batas

Terhadap Industri farmasi yang melakukan pelanggaran


BPOM memberikan sanksi tegas. Sanksi yang diberikan
oleh BPOM terhadap pelaku usaha Industri Farmasi yang
memproduksi/mengedarkan obat yang tidak memenuhi
standar berupa:

D. 1 Sanksi Administratif

Terhadap hasil uji sirop obat dengan kandungan EG yang


melebihi ambang batas aman, BPOM melakukan tindak
lanjut dengan memberikan sanksi administratif seperti
pencabutan sertifikat CPOB dan sertifikat izin edar obat,
serta memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin
edar untuk:

a. menghentikan kegiatan produksi sirop obat;


b. mengembalikan surat persetujuan izin Edar semua
sirop obat;
c. menarik dan memastikan semua sirop obat telah
dilakukan penarikan dari peredaran yang meliputi
pedagang besar farmasi, apotek, toko obat, dan
fasilitas pelayanan kefarmasian lainnya;

37
d. memusnahkan semua persediaan (stock) sirop obat
dengan disaksikan oleh petugas Unit Pelaksana
Teknis (UPT) BPOM dengan membuat Berita Acara
Pemusnahan; dan
e. melaporkan pelaksanaan perintah penghentian
produksi, penarikan, dan pemusnahan sirop obat
kepada BPOM.

D.2 Pengawalan Pelaksanaan Penarikan Obat

Badan POM melalui UPT di daerah melakukan


pengawalan terhadap proses penarikan yang dilakukan
oleh Industri Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi
sebagai upaya proaktif dari Badan POM dalam
menanggapi isu kasus Sirop diduga mengandung cemaran
EG/DEG di atas ambang batas, Badan POM melalui UPT
BPOM melakukan pengawalan pada proses
pengamanan/karantina dan pelaksanaan penarikan di
seluruh Fasilitas Distribusi dan Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian terhadap obat terdampak. Pengawalan
Badan POM pada jalur distribusi obat jadi mengandung
cemaran EG dan DEG dilakukan dalam upaya
perlindungan masyarakat dan sebagai kontrol proses
penarikan obat yang dilakukan oleh Industri Farmasi telah
dilakukan secara optimal.
Selain itu juga dilakukan pengawalan terhadap proses
pemusnahan obat terdampak tercemar EG/DEG di atas
ambang batas. Hal tersebut untuk memastikan bahwa obat

38
yang telah ditarik tidak lagi beredar dan digunakan oleh
oknum yang tidak bertanggung jawab.

D.3 Pro-justicia

BPOM lebih jauh melakukan pendalaman pengawasan


untuk menelusuri aspek pidana kesengajaan pada
pelanggaran yang terjadi melalui penelusuran rantai pasok
bahan baku yang diduga tidak memenuhi standar. Patut
diduga bahwa apabila dalam penggunaan bahan baku
tersebut terbukti dengan sengaja melanggar CPOB
sehingga mengakibatkan produk yang dihasilkan
mengandung cemaran EG dan DEG yang melewati
ambang batas, ini memenuhi unsur delik pidana di
ketentuan pasal 196 UU No 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.

BPOM juga melakukan upaya penindakan terhadap


produsen produk yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS),
melalui peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM
yang telah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk
melakukan penindakan terhadap Industri yang melakukan
pelanggaran.

Untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan


kemanfaatan bagi masyarakat, BPOM telah menindak 6
(enam) IF yang melakukan tindak pidana memproduksi
sirop obat mengandung cemaran EG/DEG di atas ambang

39
batas PT Yarindo Farmatama, PT Universal
Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Samco Farma,
PT Ciubros Farma. PT Rama Emerald Multi Sukses dan 1
(satu) distributor bahan kimia yang melakukan
pemalsuan/pengoplosan propilen glikol (PG). Kelima IF dan
distributor tersebut adalah CV Samudra Chemical.

Dari keenam sarana tersebut, BPOM menangani


investigasi dan penyidikan terhadap 4 sarana IF. PT
Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical
Industries saat ini dalam status penyidikan dan telah
dilakukan penetapan tersangka. Terhadap PT Ciubros
Farma tengah dilakukan proses penyidikan dan masih
dilakukan pemeriksaan saksi dan ahli, untuk selanjutnya
dilakukan penetapan tersangka. Sementara terhadap PT
Samco Farma, masih dilakukan investigasi dan
pendalaman informasi, serta pemeriksaan saksi-saksi
untuk segera dapat menetapkan tersangka. Penyidikan
terhadap 2 sarana lain, yaitu PT Afi Farma dan CV Samudra
Chemical, telah berproses bersama antara BPOM dan
Bareskrim Polri. BPOM berkoordinasi dengan pihak terkait
seperti Kepolisian dan Kejaksaan Agung untuk dukungan
kelancaran proses penindakan dan penegakan hukum
sehingga dapat memberikan efek jera bagi pelaku
kejahatan.

40
E. Proses Kajian Kausalitas

Pada tanggal 21 Oktober – 15 Desember 2022, BPOM


menerima 68 laporan KTD dari 15 provinsi. BPOM
menindaklanjutinya dengan (1) berkoordinasi dengan focal
point farmakovigilans di UPT BPOM, (2) kajian kausalitas
laporan KTD bersama tim ahli, (3) relaunching aplikasi e-
MESO kepada tenaga kesehatan, dan (4) studi kasus
kontrol untuk mengetahui hubungan GGA dan penggunaan
sirop obat.

Kementerian Kesehatan telah menjelaskan bahwa


penyebab terjadinya gagal ginjal akut atau Acute Kidney
Injury (AKI) belum diketahui dan masih memerlukan
investigasi lebih lanjut bersama BPOM, Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI), dan pihak terkait lainnya.

Adanya cemaran EG dan DEG dalam produk obat sirop


belum dapat disimpulkan bahwa penggunaan sirop obat
tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal
akut, karena selain penggunaan obat, masih ada beberapa
faktor risiko penyebab kejadian gagal ginjal akut seperti
infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem
inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom
peradangan multisistem pasca COVID-19. Oleh sebab itu,
maka diperlukan pengkajian hubungan sebab akibat antara
KTD dengan produk obat dilakukan dengan melakukan
analisis kausalitas.

41
F. Identifikasi GAP pada sistem jaminan keamanan dan
mutu obat sebagai upaya upaya transformasi sistem
untuk memperkuat sistem jaminan keamanan dan
mutu obat.

Dalam pengawasan obat di peredaran khususnya terkait


dengan kasus KTD GGA pada anak, BPOM telah
mengidentifikasi adanya GAP dalam sistem jaminan
keamanan dan mutu obat dari hulu ke hilir, antara lain:

1. pemasukan bahan pelarut yang merupakan komoditi


non-lartas yang tidak melalui pengawasan dan tidak
memiliki Surat Keterangan Impor (SKI) BPOM;

2. tidak adanya ketentuan batas cemaran EG/DEG dalam


produk obat jadi pada Farmakope Indonesia maupun
internasional;

3. kondisi maturitas IF yang beragam, yang harus dijadikan


dasar untuk penetapan kebijakan yang berdampak pada
masyarakat luas dan ekonomi);

4. shortage (kelangkaan) bahan baku obat dan perbedaan


harga antara pelarut pharmaceutical
grade dengan chemical grade dalam periode tertentu
yang dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan, sehingga
perlu membangun kemandirian bahan baku pelarut;

5. sistem pelaporan Monitoring Efek Samping Obat


(MESO) tidak digunakan oleh tenaga Kesehatan;

42
6. tidak adanya efek jera dari perkara hukum selama ini
pada kasus kejahatan obat dan makanan (karena belum
pernah ada bukti yang menyebabkan kematian).

Untuk menindaklanjuti GAP analisis terkait pemasukan


bahan pelarut yang merupakan komoditi non-lartas yang
tidak melalui pengawasan dan tidak dipersyaratkan Surat
Keterangan Impor (SKI), BPOM melakukan tindak lanjut
dengan memasukan HS Code PG dan PEG ke dalam lartas
Badan POM. Penambahan HS Code PG, PEG dan bahan
pharmaceutical grade lainnya yang dibatasi kadar EG dan
DEG seperti Butilen glikol dan Hydrogenated starch
hydrolysate dalam lampiran Peraturan BPOM 26/2022
tentang Pengawasan Bahan Obat dan Makanan ke Dalam
Wilayah Indonesia dan ketentuan pelaksanaanya yaitu
Keputusan Kepala BPOM Nomor 246 Tahun 2022 tentang
Daftar Bahan Obat dan Makanan yang Dibatasi
Pemasukannya ke Dalam Wilayah Indonesia (diundangkan
14 November 2022) dengan tanggal berlaku 30 hari sejak
diundangkan (berlaku sejak tanggal 15 Desember 2022).

Dengan diatur dalam Peraturan BPOM ini maka pemasukan


bahan PG, PEG dan bahan pelarut pharmaceutical grade
lainnya yang dibatasi kadar EG dan DEG akan diawasi
pemasukannya oleh BPOM melalui mekanisme SKI post
border. Dimana apabila ada pemasukan PG, PEG dan
bahan pelarut pharmaceutical grade lainnya yang dibatasi
kadar EG dan DEG, LNSW akan memberi notifikasi ke

43
BPOM melalui e-bpom sesuai kriteria importir/barang dari
BPOM. Selanjutnya berdasarkan notifikasi di e-bpom,
BPOM melakukan evaluasi pemasukannya sebelum
barang beredar.

G. Revisi Regulasi

BPOM melakukan review dan perkuatan terhadap regulasi


obat dan makanan terkait cemaran EG dan DEG mulai dari
regulasi pengawasan pre market hingga post market
meliputi pemasukan bahan tambahan, standar dan/atau
persyaratan mutu dan keamanan (Farmakope Indonesia)
yang diterbitkan oleh Kemenkes.

Beberapa regulasi yang disusun dan direvisi sebagai tindak


lanjut analisis GAP yaitu:

a. Revisi PerKa BPOM No. 24 Tahun 2017 tentang


Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.

b. Revisi PerBPOM No. 34 Tahun 2018 tentang


Pedoman CPOB.

c. Revisi PerBPOM No. 2 Tahun 2022 tentang


Pelaporan Kegiatan Industri Farmasi dan Pedagang
Besar Farmasi.
d. Revisi Keputusan Kepala BPOM Nomor
HK.02.02.1.2.02.22.77 tahun 2022 tentang
Perubahan Atas Keputusan Kepala BPOM No.

44
HK.02.02.1.2.12.21.475 tahun 2021 tentang
Pedoman Sampling dan Pengujian Obat dan
Makanan.
e. Keputusan Kepala BPOM yang mengatur petunjuk
pelaksanaan kualifikasi pemasok bahan obat
sebagai ketentuan pelaksana dari Pedoman CDOB.

Upaya transformasi sistem untuk memperkuat sistem


jaminan keamanan dan mutu obat di Indonesia perlu
dilakukan, antara lain melalui penguatan BPOM menjadi
lebih independen dalam melaksanakan tugas dan fungsi
sebagai regulator dan pengawas obat dan makanan.
Peningkatan peran, tugas, dan fungsi BPOM, selain terkait
aspek kesehatan, juga pada aspek ekonomi-industri-
perdagangan dan penegakan hukum untuk melindungi
masyarakat dari kejahatan terkait obat dan makanan, perlu
perkuatan legal payung hukum berupa Undang-Undang
dan perkuatan kelembagaan.

H. Koordinasi dengan Kemenkes, IDAI, Polri, Kejaksaan,


Badan Regulatory Negara Lain, Stakeholder hingga
WHO

Dalam rangka penanganan kasus Kejadian Tidak


Diinginkan (KTD) Gagal Ginjal Akut (GGA) dan pencegahan
agar kasus ini tidak terjadi lagi, BPOM telah melakukan
komunikasi dengan World Health Organization (WHO)
melalui WHO Global Surveillance and Monitoring

45
System (GSMS) dalam bentuk Medical Product Alert terkait
penanganan kasus KTD GGA.

BPOM juga menjalin komunikasi terkait standar uji cemaran


EG/DEG pada produk jadi dan metode pengujian dengan
United States FDA, Thailand FDA, Saudi Arabia FDA,
dan National Medical Products Administration (NMPA)
China.

BPOM juga telah berkoordinasi dengan pihak terkait seperti


Kepolisian dan Kejaksaan Agung untuk dukungan
kelancaran proses penindakan dan penegakan hukum
sehingga dapat memberikan efek jera bagi pelaku
kejahatan. BPOM berkoordinasi secara intensif dengan
Kementerian Kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, dan
pihak terkait lainnya dalam rangka pengawasan keamanan
obat (farmakovigilans) yang beredar dan digunakan untuk
pengobatan di Indonesia.

I. Upaya Peningkatan Maturitas Industri Farmasi melalui


pembinaan

Saat ini, tingkat maturitas Industri farmasi masih perlu


ditingkatkan, utamanya pada 24% Industri farmasi yang
tingkat maturitasnya minimal. Untuk itu, BPOM akan
melakukan prioritas pembinaan pada Industri farmasi
tersebut. Selanjutnya, untuk dapat menggambarkan
maturitas IF yang lebih komprehensif, maka penilaian

46
maturitas IF, selain penerapan CPOB juga akan mencakup
kriteria rekam jejak industri, penerapan
farmakovigilans, Good Registration
Management (Manajemen Registrasi yang Baik), dan Good
Clinical Practice (Cara Uji Klinik yang Baik).

Industri Farmasi sebagai pemegang izin edar obat


bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan khasiat
produk, termasuk mutu bahan baku yang digunakan, serta
wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan, dan
mutu obat selama obat diedarkan dan wajib melaporkan
hasilnya kepada BPOM. IF harus mematuhi ketentuan,
standar, dan regulasi yang berlaku antara lain Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 5
tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko, dan Peraturan BPOM Nomor 24 Tahun
2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.

BPOM menegaskan agar pelaku usaha, termasuk


produsen dan distributor bahan baku obat untuk konsisten
dalam menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), serta
mematuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan
yang telah ditetapkan, baik secara nasional maupun
internasional.

47
Belajar dari kasus KTD GGA dan adanya bukti tindak
kejahatan pemalsuan bahan baku obat, IF harus selalu
menegakkan sistem jaminan keamanan dan mutu obat
secara konsisten. BPOM bekerja sama dengan asosiasi
profesi, meminta komitmen industri farmasi, Gabungan
Perusahaan Farmasi Indonesia, dan International
Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) untuk:

a. memenuhi persyaratan mutu produk sesuai dengan


peraturan perundang-undangan, termasuk
melakukan kualifikasi pemasok bahan baku;

b. melakukan penjaminan mutu produk selama beredar


di jalur distribusi sampai ke konsumen;

c. melaporkan kepada BPOM apabila terjadi KTD yang


diduga disebabkan produk obat, sebagai early
warning pencegahan dan penanggulangan KTD;

d. melakukan penarikan produk secara sukarela jika


terdapat produk yang tidak memenuhi ketentuan,
terutama jika terbukti terkait dengan KTD; dan

e. meningkatkan pembinaan anggota asosiasi dalam


menjaga mutu obat guna perlindungan kesehatan
masyarakat dan keberlangsungan usaha IF.

48
J. Farmakovigilans (PV)

BPOM mendorong tenaga kesehatan dan industri farmasi


untuk aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian
tidak diinginkan pasca penggunaan obat sebagai bagian
dari pencegahan kejadian tidak diinginkan yang lebih besar
dampaknya melalui Pusat Farmakovigilans/MESO Nasional
melalui aplikasi e-MESO Mobile. BPOM juga berkoordinasi
secara intensif dengan Kementerian Kesehatan, sarana
pelayanan kesehatan, dan pihak terkait lainnya dalam
rangka pengawasan keamanan (farmakovigilans) obat
yang beredar dan digunakan untuk pengobatan di
Indonesia.

K. Melaksanakan patroli siber (cyber patrol)

BPOM secara berkesinambungan melaksanakan patroli


siber (cyber patrol) pada platform situs, media sosial, dan
e-commerce untuk menelusuri penjualan produk yang
dinyatakan tidak aman. Sampai dengan 26 Oktober 2022,
BPOM telah berkoordinasi dengan Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Asosiasi
E-Commerce Indonesia (idEA) untuk melakukan penurunan
(takedown) konten terhadap 6001 link yang teridentifikasi
melakukan penjualan sirop obat yang dinyatakan tidak
aman.

49
L. Investigasi Sumber Bahan Baku

Dalam perkembangan penindakan yang dilakukan BPOM,


dapat teridentifikasi beberapa pihak yang
memanfaatkan gap (celah) dalam sistem jaminan
keamanan dan mutu dari hulu ke hilir, serta kelalaian pihak
industri dalam menjalankan tanggung jawab pengawasan
dan penjaminan mutu produk, sehingga kejahatan tidak
tercegah pada saat masuknya pasokan bahan baku atau
eksipien pada rantai produksi.

BPOM melakukan intensifikasi pemeriksaan dan


penelusuran sumber bahan baku pelarut pada sirop obat
yang terbukti mengandung cemaran EG dan DEG melebihi
ambang batas. Berdasarkan hasil pengujian terhadap
bahan baku tambahan, yang digunakan pada produk sirop
obat yang sudah dinyatakan melebihi batas cemaran EG
dan DEG, terbukti menggunakan Propilen Glikol yang
mengandung cemaran EG dan DEG melebihi batas yang
dipersyaratkan.

BPOM melakukan serangkaian pemeriksaan dalam rangka


penelusuran terhadap distributor-distributor pemasok
bahan baku pelarut Propilen Glikol (salah satu bentuk
produk turunan alkohol seperti halnya EG dan DEG) ke
Industri Farmasi yang melakukan produksi sirop obat yang
Tidak Memenuhi Syarat (TMS).

50
BPOM melakukan penindakan terhadap industri farmasi
yang memproduksi produk obat menggunakan bahan baku
Propilen Glikol mengandung EG dan DEG di atas ambang
batas dan distributor yang menyalurkan bahan baku
tersebut.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM melakukan


pengamanan dan penyitaan terhadap barang bukti kedua
industri tersebut dan melakukan pendalaman pemeriksaan
ke CV Budiarta sebagai pemasok bahan baku.

BPOM akan melakukan rencana tindak lanjut dengan


melaksanakan gelar perkara bersama Bareskrim Polri guna
menetapkan tersangka, melakukan pemeriksaan saksi-
saksi lain, meminta keterangan Ahli Pidana dan Ahli
Farmasi. Tim gabungan juga terus melakukan penyelidikan,
penyidikan lanjutan terhadap distributor bahan kimia yang
diduga telah memasok bahan baku kepada CV Budiarta,
dan menyelesaikan berkas perkara.

M. Aktif Memberi Himbauan kepada Masyarakat

BPOM mengajak masyarakat untuk menggunakan obat


secara aman dan selalu memperhatikan hal-hal:

a. Menggunakan obat secara sesuai dan tidak melebihi


aturan pakai;

51
b. Membaca dengan seksama peringatan dalam
kemasan;
c. Menghindari penggunaan sisa obat sirop yang sudah
terbuka dan disimpan
lama;
d. Melakukan konsultasi kepada dokter, apoteker atau
tenaga kesehatan lainnya apabila gejala tidak
berkurang setelah 3 (tiga) hari penggunaan obat bebas
dan obat bebas terbatas pada upaya pengobatan
sendiri (swamedikasi);
e. Melaporkan secara lengkap obat yang digunakan pada
swamedikasi kepada tenaga kesehatan;
f. Melaporkan efek samping obat kepada tenaga
kesehatan terdekat atau melalui aplikasi layanan
BPOM Mobile dan e-MESO Mobile.

N. Pembaharuan Informasi terkait hasil pengawasan


sirop obat dalam KTD GGA

Dalam rangka meningkatkan pemahaman stakeholder dan


masyarakat mengenai penanganan kasus cemaran
EG/DEG pada sirop obat, Badan POM telah menerbitkan
dan akan terus memperbarui informasi lainnya melalui
halaman resmi Badan POM.

52
53
BPOM menghimbau masyarakat agar lebih waspada,
menggunakan produk obat yang terdaftar yang diperoleh
dari sumber resmi, dan selalu ingat Cek KLIK (Kemasan,
Label, Izin Edar, dan Kadaluarsa) sebelum membeli atau
menggunakan obat.

Hingga 29 Desember 2022, Badan POM telah


mengeluarkan sebanyak 13 Penjelasan Publik dan 1 Siaran
Pers melalui website Badan POM yaitu www.pom.go.id

Tabel 2. Penjelasan dan Siaran Pers Badan POM terkait


Cemaran EG/DEG

TANGGAL JUDUL DOKUMEN LINK

12 Oktober Penjelasan Badan https://www.pom.go.id/


2022 POM RI tentang new/view/more/klarifik
Sirup Obat Batuk asi/155/Penjelasan-
yang Tercemar Etilen BPOM-RI-Tentang-
Sirup-Obat-Untuk-
Glikol dan Dietilen
Anak-Di-Gambia--
Glikol di Gambia
Afrika-Yang-
(Penjelasan-1) Terkontaminasi-
Dietilen-Glikol-Dan-
Etilen-Glikol.html

15 Oktober Penjelasan Badan https://www.pom.go.id/


2022 POM RI tentang new/view/more/klarifik
Penjelasan BPOM RI asi/156/Penjelasan-
tentang Sirup Obat BPOM-RI-Tentang--
Sirup-Obat-Untuk-
Untuk Anak di
Anak-Di-Gambia--
Gambia, Afrika yang
Afrika--Yang-

54
TANGGAL JUDUL DOKUMEN LINK

Terkontaminasi Terkontaminasi-
Dietilen Glikol Dan Dietilen-Glikol-Dan-
Etilen Glikol Etilen-Glikol.html
(Penjelasan ke-2)

19 Oktober Penjelasan Badan https://www.pom.go.id/


2022 POM RI Tentang Isu new/view/more/klarifik
Obat Sirup yang asi/157/Penjelasan-
BPOM-RI-Tentang-Isu-
Berisiko
Obat-Sirup-yang-
Mengandung
Berisiko-Mengandung-
Cemaran Etilen
Cemaran-Etilen-Glikol-
Glikol (EG) dan -EG--dan-Dietilen-
Dietilen Glikol (DEG) Glikol--DEG-.html
(Penjelasan ke-3)

20 Oktober Penjelasan Badan https://www.pom.go.id/


2022 POM RI Tentang new/view/more/klarifik
Informasi Keempat asi/158/INFORMASI-
KEEMPAT-HASIL-
Hasil Pengawasan
PENGAWASAN-
BPOM Terhadap
BPOM-TERHADAP-
Sirup Obat yang
SIRUP-OBAT-YANG-
Diduga Mengandung DIDUGA-
Cemaran EG dan MENGANDUNG-
DEG (Penjelasan CEMARAN-ETILEN-
ke-4) GLIKOL--EG--DAN-
DIETILEN-GLIKOL--
DEG-.html

23 Oktober Penjelasan Badan https://www.pom.go.id/


2022 POM RI Tentang new/view/more/klarifik
Informasi Kelima asi/160/Penjelasan-
BPOM-RI-Tentang-

55
TANGGAL JUDUL DOKUMEN LINK

Hasil Pengawasan Informasi-Kelima-


BPOM Terkait Sirup Hasil-Pengawasan-
Obat yang Tidak BPOM-Terkait-Sirup-
Menggunakan Obat-yang-Tidak-
Propilen Glikol, Menggunakan-
Polietilen Glikol, Propilen-Glikol--
Sorbitol, dan/atau Polietilen-Glikol--
Sorbitol--dan-atau-
Gliserin/Gliserol
Gliserin-Gliserol.html
(Penjelasan Ke-5)

27 Oktober Penjelasan Badan https://www.pom.go.id/


2022 POM RI tentang new/view/more/klarifik
Informasi Keenam asi/162/Penjelasan-
BPOM-RI-Tentang-
Hasil Pengawasan
Informasi-Keenam-
BPOM terkait Sirup
Hasil-Pengawasan-
Obat yang Tidak
BPOM-Terkait-Sirup-
Menggunakan Obat-Yang-Tidak-
Propilen Glikol, Menggunakan-
Polietilen Glikol, Propilen-Glikol--
Sorbitol, dan/atau Polietilen-Glikol--
Gliserin/Gliserol Sorbitol--dan-atau-
(Penjelasan Ke-6) Gliserin-Gliserol.html
Catatan: Lampiran
dinyatakan tidak
berlaku lagi
sebagaimana
disebutkan pada
penjelasan Kedelapan
dan Kesembilan

56
TANGGAL JUDUL DOKUMEN LINK

1 November Siaran Pers BPOM https://www.pom.go.id/


2022 RI 1 November 2022 new/view/more/pers/6
– Tindakan Tegas 64/Tindakan-Tegas-
BPOM-dan-Bareskrim-
BPOM dan
Polri-Terhadap-
Bareskrim Polri
Industri-Farmasi--
Terhadap Industri
Produsen-Sirup-Obat-
Farmasi Produsen yang-Tidak-Memenuhi-
Sirup Obat yang Standar-dan-atau-
Tidak Memenuhi Persyaratan-
Standar dan/atau Keamanan--Khasiat--
Persyaratan dan-Mutu.html
Keamanan, Khasiat,
dan Mutu

6 November Penjelasan Badan https://www.pom.go.id/


2022 POM RI Nomor new/view/more/klarifik
HM.01.1.2.11.22.240 asi/163/PENJELASAN
Tanggal 6 November -BPOM-RI-NOMOR-
2022 tentang HM-01-1-2-11-22-240-
Pencabutan Izin Edar TANGGAL-6-
Sirup obat Produksi NOVEMBER-2022-
PT Yarindo TENTANG-
Farmatama, PT PENCABUTAN--IZIN-
Universal EDAR-SIRUP-OBAT-
pharmaceutical PRODUKSI-PT-
Industries, dan PT Afi YARINDO-
Farma (Penjelasan FARMATAMA--PT-
Ke-7) UNIVERSAL-
PHARMACEUTICAL-
INDUSTRIES--DAN-
PT-AFI-FARMA.html

57
TANGGAL JUDUL DOKUMEN LINK

9 November Penjelasan BPOM https://www.pom.go.id/


2022 RI Nomor new/view/more/klarifik
HM.01.1.2.11.22.178 asi/164/PENJELASAN
Tanggal 9 -BPOM-RI-NOMOR-
November 2022 HM-01-1-2-11-22-178-
tentang TANGGAL-9-
Perkembangan Hasil NOVEMBER-2022-
Pengawasan Sirup TENTANG--
Obat dan PERKEMBANGAN-
Penindakan Bahan HASIL-
Baku Propilen Glikol PENGAWASAN-
yang Mengandung SIRUP-OBAT-DAN-
Cemaran EG dan PENINDAKAN-
DEG Melebihi BAHAN-BAKU-
Ambang Batas PROPILEN-GLIKOL-
(Penjelasan Ke-8) YANG-
MENGANDUNG-
CEMARAN-EG-DAN-
DEG-MELEBIHI-
AMBANG-BATAS.html

17 Penjelasan BPOM https://www.pom.go.id/


November RI Nomor new/view/more/klarifik
2022 HM.01.1.2.11.22.179 asi/165/PENJELASAN
Tanggal 17 -BPOM-RI-NOMOR-
November 2022 HM-01-1-2-11-22-179-
Tentang Informasi TANGGAL-17-
Kesembilan NOVEMBER-2022-
Perkembangan Hasil TENTANG-
Pengawasan Dan INFORMASI-
Penindakan Terkait KESEMBILAN-
Sirup Obat Yang PERKEMBANGAN-
Mengandung HASIL-

58
TANGGAL JUDUL DOKUMEN LINK

Cemaran Etilen PENGAWASAN-DAN-


Glikol/Dietilen Glikol PENINDAKAN-
(Penjelasan Ke-9) TERKAIT-SIRUP-
OBAT-YANG-
MENGANDUNG-
CEMARAN-ETILEN-
GLIKOL-DIETILEN-
GLIKOL-.html

1 Desember Penjelasan BPOM https://www.pom.go.id/


2022 RI Nomor new/view/more/klarifik
HM.01.1.2.12.22.184 asi/166/PENJELASAN
Tanggal 1 -BPOM-RI--NOMOR-
Desember 2022 HM-01-1-2-12-22-184-
Tentang Informasi TANGGAL-1-
Kesepuluh DESEMBER-2022--
Perkembangan Hasil TENTANG--
Pengawasan Terkait INFORMASI-
Sirup Obat Yang KESEPULUH-
Mengandung PERKEMBANGAN-
Cemaran Etilen HASIL-
Glikol/Dietilen Glikol PENGAWASAN-
(Penjelasan Ke-10) TERKAIT-SIRUP-
OBAT-YANG-
MENGANDUNG-
CEMARAN-ETILEN-
GLIKOL-DIETILEN-
GLIKOL.html

7 Desember Penjelasan BPOM https://www.pom.go.id/


2022 RI Nomor new/view/more/klarifik
HM.01.1.2.12.22.186 asi/167/PENJELASAN
Tanggal 7 -BPOM-RI-NOMOR-

59
TANGGAL JUDUL DOKUMEN LINK

Desember 2022 HM-01-1-2-12-22-186-


Tentang Pencabutan TANGGAL-7-
Izin Edar Sirup Obat DESEMBER-2022-
Produksi PT Rama TENTANG-
Emerald Multi PENCABUTAN-IZIN-
Sukses (PT REMS) EDAR-SIRUP-OBAT--
(Penjelasan Ke-11) PRODUKSI-PT-
RAMA-EMERALD-
MULTI-SUKSES--PT-
REMS-.html

22 Penjelasan BPOM https://www.pom.go.id/


Desember RI Nomor new/view/more/klarifik
2022 Hm.01.1.2.12.22.189 asi/168/PENJELASAN
Tanggal 22 -BPOM-RI-NOMOR-
Desember 2022 HM-01-1-2-12-22-189-
Tentang TANGGAL-22-
Perkembangan DESEMBER-2022-
Daftar Sirup Obat TENTANG-
Yang Memenuhi PERKEMBANGAN-
Ketentuan DAFTAR-SIRUP-
Berdasarkan Data OBAT-YANG-
Registrasi Dan MEMENUHI-
Verifikasi Hasil KETENTUAN-
Pengujian Bahan BERDASARKAN-
Baku (Penjelasan DATA-REGISTRASI-
Ke-12) DAN-VERIFIKASI-
HASIL-PENGUJIAN-
BAHAN-BAKU.html

60
TANGGAL JUDUL DOKUMEN LINK

29 Penjelasan BPOM https://www.pom.go.id/


Desember RI Nomor new/view/more/klarifik
2022 HM.01.1.2.12.22.191 asi/170/PENJELASAN
Tanggal 29 -BPOM-RI-NOMOR-
Desember 2022 HM-01-1-2-12-22-191-
Tentang Tambahan TANGGAL-29-
176 Sirup Obat Yang DESEMBER-2022-
Memenuhi Ketentuan TENTANG-
Berdasarkan Data TAMBAHAN-176-
Verifikasi Hasil SIRUP-OBAT-YANG-
Pengujian Bahan MEMENUHI-
Baku (Penjelasan KETENTUAN-
Ke-13) BERDASARKAN-
DATA-VERIFIKASI-
HASIL-PENGUJIAN-
BAHAN-BAKU.html

61
III. PENUTUP

Dalam penanganan kasus cemaran Etilen Glikol dan Dietilen


Glikol (EG/DEG) yang ditemukan dalam sirop Obat sejak
Oktober 2022, BPOM telah melakukan langkah-langkah
antisipatif, seperti intensifikasi surveilans mutu produk,
penelusuran dan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan
distribusi, hingga pemberian sanksi administratif kepada
Industri Farmasi berupa pencabutan sertifikat CPOB dan
Pedagang Besar Farmasi berupa pencabutan sertifikat CDOB
atas ketidaksesuaian/pelanggaran terhadap standar dan
peraturan, dan pencabutan izin edar obat, termasuk
melakukan verifikasi pemastian mutu terhadap sirop obat yang
beredar. Kegiatan verifikasi pemastian mutu tersebut dilakukan
dalam rangka mendukung ketersediaan sirop obat yang
bermutu dan aman di masyarakat. Upaya-upaya penindakan
juga terus dilakukan terhadap sarana produksi dan distribusi
jika terdapat unsur pidana bidang kesehatan.

BPOM melakukan komunikasi publik yang efektif dengan


melakukan kolaborasi dalam kerangka pentahelix (Pemerintah,
pelaku usaha, akademisi, komunitas masyarakat, dan media)
serta memberikan informasi yang akurat, benar, dan valid
untuk membangun konsumen cerdas dan berdaya untuk
melindungi diri dari obat yang berisiko terhadap kesehatan.

62
TIM EDITOR

1. Norita Kesuma, S.Si, Apt, M.Sc.


2. Novi Haryanti, S.Farm, Apt.,M.Farm
3. Hetty Rieskaliana, S.Si, Apt
4. dr. I.G.A. Ayu Putu Sri Darmayani
5. Dra. Hariati Wiratningrum, Apt, M.Si
6. Annisa Kamil, S.Farm, Apt
7. Liska Ramdanawati, M.Si
8. Shinta Ayu Nurfaradilla, S.Farm, Apt.
9. Reni Tania, S.Farm, Apt
10. Vina Angerina Panjaitan, S.Si
11. Yuly Proboningrum, S.Farm, Apt.
12. Meysa Intan Permatasari, S.Farm, Apt.

63

Anda mungkin juga menyukai