Makalah Resistensi Antibiotik Dan Mikosis Pada Manusia: Dosen Pengampu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

RESISTENSI ANTIBIOTIK DAN MIKOSIS PADA MANUSIA

Dosen Pengampu :
Abdul Majid, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMB

Disusun Oleh:
Hardiani Dwi Suvianty (R011221069) - KETUA
Maghfiratunnisa S (R011221071)
Intan Ayu Purnama (R011221099)
Rara Manuella Borong M (R011221047)
Malna Desviana Novita M (R011221085)
Feby Safitri (R011221093)

PRODI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Resistensi Antibiotik dan Mikosis Pada Manusia” dengan tepat pada waktunya.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu di kelas kami, dalam
hal ini Ners Abdul Majid, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.,KMB dan terima kasih juga
kepada teman-teman yang telah membuat makalah ini, baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
sudilah kiranya pembaca memberikan masukan dan saran sehingga proposal
penelitian ini dapat lebih baik kedepannya. Akhir kata dari kami, kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi siapa saja
yang memerlukannya di masa yang akan datang.

Makassar, 21 Februari 2023

Penulis,

Kelompok III

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL.....................................................................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Resistensi Antibiotik dan Penggunannya......................................................
B. Etiologi Resistensi Antibiotik......................................................................................
C. Pencegahan Resistensi Antibiotik...............................................................................
D Definisi Mikosis dan Klasifikasi Mikosis .……………………………...7
E. Etiologi Mikosis Pada Manusia …………………………………………..9
F. Manifestasi Mikosis Pada Manusia………………………………………10
G. Pengobatan Mikosis Pada Manusia……………………………………....11
BAB III PENUTUP
A. Simpulan....................................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Resistensi antibiotika merupakan salah satu masalah kesehatan di
masyarakat yang sangat penting untuk diselesaikan. Resistensi antibiotika
terjadi ketika bakteri tidak merespon obat untuk membunuhnya. Hal
tersebut merupakan tantangan kompleks kesehatan masyarakat global
dimana tidak ada strategi sederhana yang akan sukses menyelesaikan
munculnya penyebaran organisme penyebab infeksi yang menjadi resisten
terhadap antibiotika yang ada. Resistensi antibiotik adalah kondisi dimana
bakteri atau virus memiliki mekanisme pertahanan terhadap antibiotik
yang diberikan. Resistensi antibiotik akan memperparah kondisi infeksi
bakteri atau virus pada manusia. Di Amerika serikat Terhitung selama
2013 terdapat 25.000 kematian disebabkan oleh resistensi antibiotik.
Sedangakan di Eropa mencapai 28.000 jumlah kematian akibat resistensi
antibiotik. Mekanisme terjadinya resistensi antibiotik salah satunya
disebabkan oleh penularan langsung melalui makanan hasil olahan hewan
seperti daging, telur, dan susu (Hellen, 2015).
Mikosis adalah infeksi jamur. Mikosis dibagi menjadi empat
kategori yaitu: (1) superfisialis, (2) subkutaneus, (3) sistemik, dan (4)
oportunistik. Mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk di
negara tropis. Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur superfisial yang
disebabkan oleh kolonisasi jamur atau ragi. Angka kejadian mikosis
superfisialis diperkirakan sekitar 20-25% dari populasi dunia dan
merupakan salah satu bentuk infeksi yang paling sering pada manusia.
Mikosis superfisialis meliputi dermatofitosis, Pityriasis Versicolor (P.
Versicolor), Malassezia Folliculitis dan kandidiasis superfisialis (Rosida
dan Ervianti, 2017). P. Versicolor memiliki angka kejadian yang tinggi di

iv
negara tropis, yaitu mencapai 40% (Gupta dan Foley, 2015). Penyebab P.
Versicolor adalah jamur Malassezia furfur (M. furfur) (Devendrappa dan

Javed, 2018). Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan


udara yang lembab. Udara yang lembab dapat memicu terjadinya infeksi
jamur kulit. Penyebab infeksi jamur kulit dibedakan menjadi non-
dermatofita dan dermatofita. Untuk membedakan penyebabnya, maka
dilakukan pemeriksaan dengan KOH dan juga kultur.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari resistensi antibiotik dan bagaimana cara
penggunannya?
2. Jelaskan etiologi resistensi antibiotik !
3. Jelaskan bagaimana cara pencegahan resistensi antibiotik!
4. Apa definisi dan klasifikasi mikosis?
5. Jelaskan etiologi mikosis pada manusia!
6. Apa manifestasi mikosis pada manusia?
7. Jelaskan bagaimana pengobatan mikosis pada manusia!

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari resistensi antibiotik dan cara
penggunannya.
2. Untuk mengetahui etiologi dari resistensi antibiotik.
3. Untuk memahami bagaimana cara pencegahan resistensi antibiotik.
4. Untuk mengetahui definisi mikosis dan klasifikasi mikosis.
5. Untuk mengetahui etiologi mikosis pada manusia.
6. Untuk mengetahui manifestasi mikosis pada manusia
7. Untuk memahami bagaimana cara pngobatan mikosis pada manusia

v
vi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Resistensi Antibiotik dan Penggunannya


Antibiotik (anti : lawan, bios : hidup) merupakan zat-zat kimia
yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang mampu menghambat
pertumbuhan atau mematikan kuman, namun memiliki toksisitas yang
rendah bagi manusia (Tjay and Rahardja, 2015). Resistensi antibiotik alias
kekebalan terhadap antibiotik, adalah kemampuan bakteri untuk menahan
efek dari obat, akibatnya bakteri tidak mati setelah pemberian antibiotik
dan fungsi obat tersebut tidak berkerja sama sekali pada tubuh. Antibiotik
yang membunuh bakteri disebut bakterisidal, sedangkan antibiotik yang
menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik.
Secara singkatnya, Antibiotik adalah segolongan senyawa yang
terbuat secara alami maupun buatan, yang tujuannya untuk menekan atau
menghentikan proses biokimia di dalam tubuh bakteri. Obat ini biasa
digunakan untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh kuman
berupa bakteri.
Resistensi adalah suatu sikap yang menunjukkan kemampuan
untuk bertahan, berusaha melawan, menentang, atau upaya oposisi pada
umumnya. World health organization (2015) mendefinisikan resistensi
antibiotik adalah kondisi dimana bakteri menjadi kebal terhadap antibiotic
yang awalnya efektif untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri tersebut.
Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal
yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia
atau bahan lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati
infeksi. Bakteri yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak,

vii
menimbulkan lebih banyak bahaya. Kepekaan bakteri terhadap kuman
ditentukan oleh

kadar hambat minimal yang dapat menghentikan perkembangan


bakteri (Bari, 2008).

B. Etiologi Resistensi Antibiotik


Resistensi antibiotik utamanya disebabkan oleh penggunaannya
yang meluas dan kurang tepat (irrasional). Penggunaan antibiotik yang
tidak sampai habis juga menyebabkan bakteri tidak mati secara
keseluruhan dan masih ada yang bertahan hidup. Bakteri yang masih
bertahan hidup tersebut dapat menciptakan bakteri baru yang resisten dan
dapat menyebar. Resistensi antibiotik adalah kensekuensi dari penggunaan
antibiotik yang keliru dan perkembangan dari mikroorganisme tersebut,
keadaan tersebut juga karena adanya mutasi atau resistensi gen yang
didapat sehingga terjadi resistensi terhadap antibiotik. Terdapat beberapa
faktor penyebab resistensi:
1. Konsumsi Antibiotik Secara Berlebihan
Penyebab resistensi antibiotik yang pertama adalah mengonsumsi
antibiotik secara berlebihan dalam upaya pemberantasan penyakit.
Penting untuk diketahui bahwa mengonsumsi antibiotik sebaiknya
dilakukan saat benar-benar membutuhkannya. Semakin sering
dikonsumsi, semakin besar kemungkinan bakteri menjadi resisten. Hal
ini mengakibatkan antibiotik tidak mampu mengatasi bakteri tertentu
di kemudian hari.

2. Penggunaannya yang irrasional


Penggunaan antibiotik yang kurang tepat merupakan salah satu
pemicu resistensi antibiotik. Penggunaan irrasional dapat berasal dari
pasien, dimana pasien tidak meminum obat sesuai dengan durasi yang
telah ditentukan dapat dikonsumsi lebih lama atau lebih cepat. Selain

viii
itu Antibiotik yang sebenarnya tidak diperlukan tubuh namun diminum
karena peresepan yang tidak tepat justru dapat menyebabkan
kekebalan kuman terhadap bakteri. Hal ini tentunya merugikan karena
diperlukan

antibiotik baru yang dapat menggantikan antibiotik yang telah


resisten, padahal perkembangan resistensi antibiotik lebih cepat
dibanding dengan penelitian antibiotik dan antibiotik baru tersebut
biasanya jauh lebih mahal.

3. Kurangnya pemahaman dari pasien


Kesalah pahaman yang sering terjadi pada pasien bahwa antibiotik
bisa digunakan untuk mengobati berbagai penyakit infeksi bahkan
yang diakibatkan oleh virus sekalipun, contohnya pemberian antibiotik
pada pasien Influenza. Pada pasien yang berekonomi menengah-atas
sering meminta jenis antibiotik yang terbaru dan termahal walaupun
tidak dibutuhkan sedangkan pada pasien dengan ekonomi menengah
kebawah cenderung kesulitan untuk bisa mendapatkan pengobatan
sesuai dengan regimen yang diberikan (Handayani, Siahaan and
Herman, 2018) (Humaida, 2014).

4. Mutasi Bakteri Resisten Secara Alami


Penyebab resistensi antibiotik yang terakhir adalah mutasi bakteri
resisten secara alami. Jika kondisi tersebut terjadi, mengonsumsi
antibiotik dapat membuat bakteri resisten semakin kebal. Kebalnya
bakteri resisten bukan hanya terjadi karena mengonsumsi antbiotik
saja, tetapi juga dikarenakan menerima gen resistensi dari bakteri lain.

5. Pengawasan
Lemahnya penngawasan dari pemerintah mengenai distribusi dan
penggunaan antibiotik. Misalnya mudahnya masyarakat untuk
mendapatkan antibiotik walau tanpa resep dokter. Selain itu, komitmen

ix
pihak terkait mengenai meningkatkan mutu obat dan pengendalian
infeksi.

Akibat resistensi antibiotik terhadap kuman menyebabkan hal yang fatal.


Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang kebal terhadap
pengobatan mengakibatkan bertambah lamanya seseorang menderita suatu
penyakit, meningkatnya resiko kematian dan semakin lamanya masa rawat
inap di rumah sakit. Ketika pengobatan menjadi lambat bahkan gagal,
pasien dapat menjadi inang kuman (carrier). Hal inilah yang
memungkinkan resistensi terjadi pada lebih banyak orang.

C. Pencegahan Resistensi Antibiotik


Pencegahan utama dari kasus resistensi antibiotik adalah terapi
yang rasional. Penggunaan antibiotika secara rasional diartikan sebagai
pemberian antibiotika yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat
dosis, dan waspada terhadap efek samping antibiotika.
1. Penegakan diagnosis infeksi
Sebelum pemberian antibiotik, pasien harus tegak diagnosis infeksi
baik secara klinis maupun pemeriksaan mikrobiologi. Gejala panas
bukan merupakan satu-satunya alasan diagnosis infeksi bakteri.

2. Pemeriksaan kuman penyebab


Pemeriksaan kuman penyebab beserta antibiotik dapat membantu
pemilihan antibiotik secara tepat sehingga pengobatan yang
diberikan dapat rasional.

3. Pertimbangan perlu atau tidak antibiotik diberikan


Antibiotik diberikan pada kasus infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Untuk kasus infeksi yang disebabkan oleh virus maka dalam
pengobatannya digunakan antivirus, sedangkan untuk kasus infeksi
yang disebabkan oleh jamur maka digunakan antifungi sehingga

x
antibiotik tidak tepat bila digunakan pada kasus infeksi selain oleh
bakteri.

4. Penentuan dosis, lama terapi, dan cara pemberian


Dosis, lama terapi dan cara pemberian yang tidak tepat dapat
meningkatkan kejadian resistensi sehingga dalam peresepan sangat
penting untuk mempertimbangkan dosis, lama terapi dan cara
pemberian yang tepat.

5. Edukasi pada masyarakat


Edukasi bahwa tidak semua jenis penyakit dapat disembuhkan
dengan penggunaan antibiotik. Selain itu, bila pasien yang menerima
terapi antibiotik sudah merasakan perbaikan maka pasien tidak boleh
langsung menghentikan penggunaan antibiotik.

6. Regulasi Undang-Undang
Untuk mencegah penggunaan antibiotik yang semakin meluas,
pembatasan penggunaan antibiotik melalui pengobatan sendiri oleh
masyarakat diatur melalui Undang-Undang.

D. Definisi Mikosis dan Klasifikasi Mikosis


Mycoses atau mikosis adalah infeksi jamur yang umum terjadi
pada kulit dan organ dalam tubuh. Mycoses terjadi ketika jamur yang
menyerang tubuh manusia terlalu banyak, ini membuat sistem kekebalan
tubuh kewalahan dan tidak bisa melawannya. Beberapa jamur yang hidup
secara alami di dalam tubuh manusia juga hidup di udara, tanah, air, dan
tumbuhan. Terkadang, jamur ini dapat menyebabkan masalah kulit seperti
ruam atau benjolan. Jenis infeksi jamur yang sangat umum adalah tinea
dan candida atau candidiasis. Tinea adalah jamur yang menyerang kulit,

xi
sedangkan candida adalah jamur yang dapat menginfeksi organ dalam
tubuh.
Mikosis dalam secara umum dibagi menjadi 2 macam, yaitu
mikosis primer dan mikosis oportunistik. Mikosis primer adalah infeksi
jamur pada orang sehat, dengan daya tahan tubuh yang normal. Infeksi
dapat terjadi apabila terdapat paparan jamur patogen dalam jumlah yang
banyak. Mikosis
oportunistik terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh yang
lemah, misalnya karena terapi kanker, menderita Human
Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV)
AIDS), transplantasi organ, atau pasca operasi (Perfect, 2003).
Berdasarkan jenis dan lokasi infeksi, mikosis dapat diklasifikasikan
menjadi 2 jenis, yaitu mikosis superfisial dan mikosis profunda.
1. Mikosis superfisial
Mikosis Superfisial adalah infeksi jamur superfisial yang
disebabkan oleh kolonisasi jamur. Angka kejadian mikosis superfisal
diperkirakan sekitar 20-25% populasi dunia dan salah satu bentuk
infeksi yang sering menginfeksi manusia (Shieke dan Garg, 2012).
Mikosis superfisial cukup banyak diderita penduduk negara tropis.
Indonesia dengan iklim tropis. Indonesia dengan iklim tropis
disertai suhu dan kelembapan tinggi membuat pertumbuhan jamur,
sehingga diperkirakan insidensi penyakit ini cukup tinggi di
masyarakat (Adiguna, 2013).
Selain iklim yang mendukung, higiene sebagian masyarakat yang
masih kurang, adanya sumber penularan dari lingkungan, penggunaan
obat- obatan seperti antibiotik, kortikosteroid, dan sitostatika yang
meningkat, adanya penyakit kronis dan penyakit sistemik lainnya
seperti diabetes, keganasan, infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV), trauma, dan maserasi juga dapat memudahkan penetrasi jamur.
Kemungkinan lain tingginya prevalensi mikosis superfisialis juga
dipengaruhi oleh lama pengobatan, kepatuhan pasien terhadap

xii
pengobatan, banyaknya kasus yang resistan terhadap obat antijamur
serta adanya efek samping yang ditimbulkan oleh obat antijamur
sistemik (Siregar, 2012).

2. Mikosis Profunda
Mikosis profunda disebut dengan mikosis dalam. Mikosis profunda
adalah infeksi jamur yang menyerang organ tubuh manusia seperti
perut, paru- paru, tulang, dan sistem saraf pusat (SSP). Pada
umumnya, infeksi jamur ini masuk ke tubuh melalui saluran
pernapasan, saluran pencernaan, dan pembuluh darah.
Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan
oleh jamur dengan gejala klinis tertentu di bawah kulit misalnya
traktus intestinalis, traktus respiratorius, traktusurogenital, susunan
kardiovaskular, susunan saraf sentral, otot, tulang, dan kadang kulit.
Mikosis profunda biasanya terlihat dalam klinik sebagai penyakit
kronik dan residif. Manifestasi klinis morfologik dapat berupa tumor,
infiltrasi, peradangan vegetatif, ulkus, sinus, tersendiri maupun
bersamaan (Baddley, 2003).

E. Etiologi Mikosis Pada Manusia


Mikosis disebabkan oleh jenis jamur yang berbeda-beda. Berikut
adalah penyebab mikosis berdasarkan jenisnya:
- Mikosis luar
Beberapa jenis jamur yang menyebabkan mikosis jenis ini meliputi:
1. Malassezia furfur, penyebab pityriasis versicolor atau panu
2. Trichophyton atau Microsporum, penyebab tinea atau kurap.
3. Candida, penyebab candidiasis.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
mikosis luar, yaitu:
1. Tinggal di lingkungan yang lembap
2. Mengeluarkan keringat berlebih (hiperhidrosis)

xiii
3. Sering memakai pakaian yang ketat
4. Memiliki daya tahan tubuh lemah

- Mikosis organ dalam


Mikosis organ dalam dapat terjadi pada orang yang tidak
mengalami penurunan sistem kekebalan. Biasanya, mikosis ini terjadi
jika tubuh
terpapar jamur dalam jumlah banyak, misalnya karena tinggal di
wilayah yang banyak penderita infeksi jamur.
Cara masuknya jamur ke dalam tubuh berbeda-beda, tetapi
biasanya masuk melalui sistem pernapasan. Beberapa jenis jamur yang
dapat menyebabkan mikosis primer adalah Coccidioides immitis,
Histoplasma capsulatum, Blastomyces dermatitidis, dan
Paracoccidioides brasiliensis.
Pada seseorang yang mengalami penurunan sistem kekebalan
tubuh, infeksi jamur biasanya menyerang organ paru-paru. Mikosis
organ dalam yang menyerang orang dengan daya tahan tubuh lemah
disebut dengan mikosis oportunistik.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan penurunan sistem imun
adalah:
1. Menderita HIV/AIDS.
2. Menderita diabetes.
3. Baru menerima organ donor.
4. Sedang menjalani kemoterapi untuk pengobatan kanker.
5. Mengonsumsi obat-obatan imunosupresan untuk penyakit
autoimun.

Selain paru-paru, jamur dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut


atau alat-alat medis yang menempel di tubuh ketika dirawat di rumah
sakit. Jenis infeksi jamur yang masuk kategori ini adalah aspergillosis,

xiv
candidiasis, hyalohyphomycosis, phaeohyphomycosis, kriptokokosis,
dan zigomikosis.

F. Manifestasi Mikosis Pada Manusia


Gejala mikosis cukup, beragam tergantung dari jenis penyakitnya.
Pada panu, gejala yang muncul berupa bercak putih (hipopigmentasi) atau
lebih tua (hiperpigmentasi) yang mungkin gatal pada bagian tubuh.
Pada kurap gejala berupa ruam merah gatal yang dapat melebar.
Infeksi jamur pada kuku berupa kuku yang menebal, rapuh dan cacat.
Infeksi pada vagina berupa keputihan yang gatal. Gejala pada
infeksi jamur yang dalam dan sistemik dapat bervariasi, seperti:
- Pada paru-paru: demam, batuk, nyeri otot, nyeri kepala
- Pada darah (sepsis): demam, menggigil, mual, detak jantung cepat
- Pada selaput otak (meningitis): nyeri kepala persisten, kaku leher,
sensitif ketika melihat cahaya

G. Pengobatan Mikosis Pada Manusia


Pengobatan dari mikosis tergantung dari penyebabnya. Secara
umum, pengobatan infeksi jamur kulit harus merupakan kombinasi antara
pemakaian obat jamur (anti-fungal), baik diminum atau topikal, serta
menjaga kebersihan dan kekeringan.
Pemberian obat jamur (anti-fungal), dapat dilakukan lewat suntikan
untuk mengobati infeksi jamur yang lebih serius. Bahkan pengobatan
dapat berlangsung sampai beberapa bulan,misalnya :
1) Pitiriasis Versikolor
Pada kelainan yang kecil, dapat diberikan pengobatan lokal
(topikal) dengan preparat salisil (tinktur salisil spiritus), preparat
derivat imidazol (salep mikonazol, isokonazol, salep klotrimazol,
ekonazol), krem terbinafin 1%, solusio siklopiroks 0,1% dan tolnaftat
bentuk tinktur atau salep. Shampo yang mengandung anti-mikotik juga
dapat dipakai seperti selenium sulfid 2,5%, ketokonazol 2% dan zinc

xv
pyrithione. Shampo dioleskan pada lesi selama 5-10 menit kemudian
dicuci sampai bersih. Pemakaian shampo satu kali dalam sehari selama
2 minggu dan dapat diulang satu atau dua bulan kemudian. Bila
kelainan meliputi hampir seluruh tubuh, digunakan obat oral yaitu
ketokonazol 200 mg per hari selama 5-7 hari, flukonazol 400 mg dosis
tunggal dan diulang dalam satu minggu serta itrakonazol 200 mg per
hari selama 5-7 hari memberikan hasil yang baik. Agar pengobatan
berhasil baik, infeksi ulang harus dicegah, misalnya dengan merendam
baju pada air hangat agar semua spora jamur mati.

2) Otomikosis
Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan adalah serumen yang
diambil dengan kapas usap steril atau usap kulit liang telinga.
Diagnosis otomikosis ialah dengan menemukan hifa atau spora jamur
penyebab pada kotoran telinga dengan cara pemeriksaan langsung
sediaan KOH 10%. Untuk identifikasi jamur penyebab, bahan klinis
perlu dibiak pada agar saboraud lalu diperiksa morfologi koloni yang
tumbuh pada biakan. Pengobatan otomikosis yang utama adalah
mengeluarkan kotoran liang telinga dan menjaga kebersihan liang
telinga. Bila perlu dapat diberikan obat lokal anti jamur ke dalam liang
telinga penderita, setelah dilakukan irigasi untuk membersihkan
serumen dan kotoran lain.
3) Piedra dan Onikomikosis
Pengobatan piedra hitam dan piedra putih ialah dengan memotong
rambut yang terkena infeksi atau mencuci kepala setiap hari dengan
shampo yang mengandung antimikotik seperti ketokonazol 2%.
Onikomikosis membutuhkan pengobatan yang lama, biasanya selama
beberapa bulan, karena pergantian kuku memerlukan waktu sekitar 6
bulan. Pengobatan onikomikosis sebaiknya dilakukan dengan obat
yang berbentuk cairan agar obat dapat masuk ke sela-sela rongga kuku
yang rapuh. Caranya dengan mengoleskan tinktur anti-jamur (misalnya

xvi
larutan azol) pada kuku yang sakit selama beberapa bulan, sampai
kuku yang baru bebas jamur dan tumbuh sempurna seluruhnya. Untuk
mempercepat pertumbuhan, sebaiknya kuku yang sakit digunting
pendek. Pengobatan lain ialah dengan derivat azol yang diberikan
secara oral. Ketokonazol dapat diberikan 1x400 mg/hari untuk pasien
dengan berat bada 60 kg atau lebih selama 7-10 hari berturut-turut
setiap bulan selama 3-4 bulan.

4) Dermatofitosis
Biasanya kelainan berbatas tegas sehingga dapat diobati secara
topikal yaitu dengan larutan spiritus atau salep yang mengandung
bahan fungistatik (fungisida) dan keratinolitik, misalnya sulfur dan
asam salisilat. Obat topikal baru mengandung derivat azol, misalnya
mikonazol, klotrimazol, ketokonazol, bifonazol, dan obat lain misalnya
naftilin, terbinafin, siklopiroksolamin, dan amorolfin. Bila penyakit
menahun, batas kelainan menjadi tidak tegas terutama bila terdapat
infeksi sekunder oleh kuman karena garukan. Obat oral dapat
diberikan bersama topikal untuk mempercepat dan menjangkau
seluruh jamur. Obat oral pertama ialah griseofulvin, kemudian disusul
derivat azol, misalnya ketokonazol dan itrakonazol. Pengobatan dapat
diberikan tiap hari atau dengan cara pulse dosing satu kali seminggu.
Kepastian jarak pengobatan masih perlu ditentukan.

xvii
BAB III

SIMPULAN

A. Simpulan
Resistensi antibiotik alias kekebalan terhadap antibiotik, adalah
kemampuan bakteri untuk menahan efek dari obat, akibatnya bakteri
tidak mati setelah pemberian antibiotik dan fungsi obat tersebut tidak
berkerja sama sekali pada tubuh. Resistensi antibiotik adalah
kensekuensi dari penggunaan antibiotik yang keliru dan perkembangan
dari mikroorganisme tersebut, keadaan tersebut juga karena adanya
mutasi atau resistensi gen yang didapat sehingga terjadi resistensi
terhadap antibiotik. Terdapat beberapa faktor penyebab resistensi,
yaitu konsumsi antibiotik secara berlebihan, penggunaannya yang
irrasional, kurangnya pemahaman dari pasien, mutasi bakteri resisten
secara alami, dan pengawasan. pencegahan resistensi antibiotik.
penegakan diagnosis infeksi, pemeriksaan kuman penyebab,
pertimbangan perlu atau tidak antibiotik diberikan, penentuan dosis,
lama terapi, dan cara pemberian, edukasi pada masyarakat, dan
regulasi UU.
Mycoses atau mikosis adalah infeksi jamur yang umum terjadi
pada kulit dan organ dalam tubuh. Mycoses terjadi ketika jamur yang
menyerang tubuh manusia terlalu banyak, ini membuat sistem
kekebalan tubuh kewalahan dan tidak bisa melawannya. Beberapa
jamur yang hidup secara alami di dalam tubuh manusia juga hidup di
udara, tanah, air, dan tumbuhan.

B. Saran

xviii
Penggunaan antibiotik tidak boleh digunakan secara berlebihan
karena jika penggunaanya berlebihan maka akan mengakibatkan

resistensi terhadap antibiotik dan juga dapat menimbulkan efek


samping pada seseorang yang menggunakannya. Penggunaan
antibiotik yang berlebihan juga dapat memperparah kondisi infeksi
bakteri atau virus pada manusianya. Jadi, gunakanlah antibiotik
secukupnya saja dan jika diperlukan agar tidak terjadi resistensi
antibiotik pada manusia.
Mikosis pada manusia yang disebabkan oleh jamur dapat diatasi
dengan cara mengubah beberapa kebiasaan kita dalam kehidupan
sehari-hari salah satunya seperti saat udara terasa panas maka
sebaiknya kita menggunakan pakaian yang dapat menyerap keringat
dan seringlah untuk menyeka keringat. Jika tidak mempunyai pakaian
yang dapat menyerap keringat setidaknya saat sampai dirumah maka
segerahlah untuk mengganti dan membersihkan tubuh.

xix
DAFTAR PUSTAKA

Charisma, A.M 2019 𝘉𝘜𝘒𝘜 𝘈𝘑𝘈𝘙 𝘔𝘐𝘒𝘖𝘓𝘖𝘎𝘐 . Surabaya : Airlangga University


press (18-19)

Jayapura, D. K. (2018, Mei 17). Resistensi Antibiotik. Retrieved from


dinkes.jayapurakab.go.id: https://dinkes.jayapurakab.go.id/resistensi-
antibiotik/

Putra, A. R. (2019). Identification Of Esbl - E. Coli USING VITEK-2 METHOD.


Journal of Basic Medicine Veterinary, 1-2.

Bari SB, Mahajan BM, dan Surana SJ. 2008. Resistance to Antibiotic: A
Challenge in Chemotherapy. Indian Journal of Pharmaceutical Education
and Research, 42(1): 3-11.

Handayani, RS, Siahaan, S dan Herman, MJ 2017, 'Resistensi Antimikroba dan


Penerapan Kebijakan Pengendalian di Rumah Sakit di Indonesia', Jurnal
Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Volume. 1, No. 2,
hlm. 131–140, diakses 9 Oktober 2018.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/jpppk/article/download/
8101/5464

Antibiotik dan Resistensi Antibiotik. (2021). Dalam Muntasir, W. S. Abdulkadir,


& I. A. Harun. Yogyakarta: Rizmedia Pustaka Indonesia.

Utami, E. R. (2011). ANTIBIOTIKA, RESISTENSI, DAN RASIONALITAS


TERAPI. Antibiotika, Resistensi, 191-198

Tjay T.H. and Rahardja K., 2015, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek - Efek Sampingnya, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, pp. 523–
531.

xx
Trasia, R. F. (2022). Pilihan Pengobatan Mikosis Superfisialis dan Profunda di
Indonesia. Journal Pharmaceutical Care and Sciences, 2(2), 7-11.

xxi

Anda mungkin juga menyukai