Hakikat Hukuman Dalam Pendidikan Islam

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

HAKIKAT HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Sindi Sahputri

Anggi Ratulangi

Fadli Abidin Harahap

MAN Simalungun

Jl. Asahan Kerasaan I, Kec.Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun


Sumetera Utara 21186

[email protected] [email protected]
[email protected]

Abstract

The word punishment comes from the word law which means rules or customs
that are officially considered binding and strengthened by the government or
authorities. Punishment means torture and so on given to people who break the
rules, and so on. On the other hand, punishing means giving punishment to others;
giving torture and other people are allowed to suffer for the actions they have
done. The purpose of Islamic education is to form or create worshipers, form a
pious personality, and become the Caliph of Allah on Earth; In an effort to
develop children's individuality and individuality, this is explained
comprehensively in Islam. In Islam, children's rights and child protection efforts
are truly protected and respected. All from the outside in the direction of
preparing a quality, moral, intellectual, spiritual generation.

Keywords 1. Punishment
Keywords 2. Islamic Education

Pendahuluan

Dalam dunia pendidikan, hukuman diberikan kepada peserta didik yang


telah melanggar aturan dan berbuat kesalahan . Hukuman diberikan
bertujuan untuk menyadarkan peserta didik untuk tidak melakukan
kesalahan yang sama. Hukuman bukan bermakna siksaan ataupun
penderitaan. Hukuman yang diberikan harus berlandaskan undang-undang.
Seorang pendidik tidak boleh semena-mena dalam menentukan hukuman
untuk peserta didiknya. Jika pendidik memberikan hukuman yang terlalu
berat justru itu akan membuat peserta didik tumbuh rasa dendam di
hatinya. Sehingga dengan begitu, peserta didik begitu membara untuk
membalaskan dendamnya kepada gurunya.

Di Indonesia, tak jarang kita temui kasus dimana seorang siswa tega
mencelakai gurunya hanya karena diberi hukuman yang mungkin
memberatkan bagi dirinya. Maka, sebagai pendidik seharusnya memahami
aturan terkait hakikat hukuman dalam pendidikan, termasuk pendidikan
Islam. Seorang pendidik yang menanamkan nila-nila Islam dalam setiap
proses pengajaran dan pembelajarannya tentua ia tidak akan memberikan
atau menjatuhkan hukuman dengan amat berat. Dalam Islam pun kita
diajarkan untuk selalu menyayangi dan mengasihi sesama makhluk di
muka bumi. Pemberian hukuman yang berat akan membuat peserta didik
bersifat anarkis. Hal itu dikarenakan mereka yang senantiasa diberikan
hukuman bak fisik maupun non fisik yang terlalu memberatkan atau
bahkan menjatuhkan mental peserta didik tersebut. Oleh sebab itu, dalam
makalah ini kami membahas terkait hakikat hukuman dalam pendidikan
Islam mula dari pengertian, tujuan sampai kepada bentuk-bentuk
hukuman.

Metode Penelitian

Metode kajian pustaka meliputi observasi tidak langsung atau


melihat melalui platform web, internet dan sumber lainnya. Lalu,
berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang dituang menjadi body-note,
lalu melihat fakta-fakta yang ada sesuai dengan judul yang ditentukan.

Hasil dan Pembahasan

A. Pengetian Hukuman (Punishment)

Kata hukuman berasal dari kata hukum yang artinya aturan atau ketentuan
yang dianggap sah, mengikat dan dikuatkan oleh pemerintah maupun penguasa.
Hukuman dapat berarti siksaan dan sebagainya, hukuman diberikan jika seseorang
tersebut berbuat kesalahan atau melanggar aturan. Di sisi lain, menghukum
bermakna memberi hukuman kepada orang lain; memberi siksaan dan orang lan
dibiarkan menderita atas perbuatan yang telah diperbuatnya. (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1995)

Menurut Ahmad Tafsir hukuman sebagai sesuatu zat yang menyakitkan bagi
jiwa dan raga. Sedangkan Al Rasyidin mendefinisikan bahwa hukuman adalah
perlakuan tidak baik yang diberikan pada seseorang sebagai konsekuensi logis
yang diterimanya atas suatu kesalah atau perbuatan yang tidak baik (amal al-
Syaii’ah) yang telah dilakukannya. (Ahmad Tafsir, 1994)

Dalam kamus bahasa Inggris kata punishment berasal dari kata “punish” yang
artinya menghukum. Menghukum siapa saja yang berbuat kesalahan dengan
maksud agar pelaku jera dengan perbuatannya. Menghukum untuk menyadarkan
kepada si pelaku ataupun peserta didik untuk tidak melakukan kesalahan yang
melanggar aturan atau kesalahan yang sama. Menghukum peserta didik supaya
mereka menjadi manusia yang jauh lebih baik ke depannya. Menghukum peserta
didik agar mereka selalu berperilaku dengan menanamkan nilai-nilai Islam dalam
kehidupannya. Dengan diberikan hukuman, peserta didik diharapkan menjadi
patuh, taat, dan berperilaku sesuai dengan aturan yang ada.

Sementara pengertian punishment menurut Elizabeth B. Hurlock (Elizabeth B


Hurlock, 1978), bahwa punishment ialah punishment means to impose a penalty
on a person for fault offense or violation or retaliation (Punishment ialah
memberikan siksaan kepada seseorang karena suatu kesalahan atau pelanggaran
sebagai balasannya).

Istilah hukuman bermaksud untuk membuat individu kea rah perubahan yang
lebih baik setelah individu tersbeut melakukan kesalah atau perilaku yang
melanggar aturan. Hal ini bertujuan agar perilaku tidak baik terseut tidak terulang
kembali nantinya. Punishment (hukuman) bermaksud untuk meminimalisir
perilaku atau perbuatan yang tidak baik. (Elizabeth B Hurlock, 1978)
Dalam bahasa keseharian, punishment diartikan sebagai sanksi ataupun
hukuman. Hukuman bermakna balasan berupa siksa diberikan kepada orang-orang
jika melanggar peraturan, dan lain sebagainya. Sedangkan sanksi diartikan : 1)
pertanggungjawaban (hukuman, tindakan-tindakan, dan lain-lain), 2) Perbuatan-
perbuatan (terkait perekonomian dan lainnya) sebagai bentuk pemberian hukuman
kepada suatu negara. 3) Hukuman; a. ganjaran negative, yakni ganjaran seperti
penderitaan maupun pembebanan ditentukan berdasarkan hukuman; b. ganjaran
positif, yakni seperti anugerah maupun hadiah yang diberikan berdasarkan
ketentuan hukum.

Sementara itu, Ngalim Purwanto berpendapat bahwa punishment adalah


penderitaan yang diberikan oleh (guru, orang tua, dan lain sebagainya) dengan
sengaja setelah terjadinya suatu pelanggaran. (M. Ngalim Purwanto, 1995)
Pendapat lain diberikan oleh Suwarno dalam bukunya Pengantar Ilmu Pendidikan
menyatakan punishment yaitu tindakan memberi atau mengadakan penderitaan
kepada anak atau peserta didik yang menjadi wanggung jawab kita dalam
mengajarkannya, menuntunnya, mengarahkannya, membimbingnya ke arah yang
lebih baik. Pendidik yang meberikan hukuman secara sengaja dengan tujuan agar
penderitaan hukuman tersebut benar-benar dirasakannya, yang mengarah pada
arah perbaikan. (Suwarno, 1985)

Berdasarkan beberapa definisi punishment di atas dapat disimpulkan bahwa


punishment adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah perbuatan atau tingkah
laku agar sesuai dengan perilaku yang sewajarnya di muka umum. Dalam hal ini,
punishment (hukuman) ketika seseorang menampakkan perilaku yang tidak
diharapkan atau seeseorang tersebut tidak memberikan suatu perilaku yang
diharapkan sebagaimana mestinya. (Syaiful Bahri Djamarah, 2010)

Dalam pendidikan Islam, punishment dikenal dengan istilah “tarhib” yang


berarti larangan melakukan kekeliruan serta pemberian sanksi berpa hukuman
akibat pelanggaran dan kesalahan yang dilakukan, dengan maksud menvegah
perilaku yang negative. Tarhib berarti ancaman akibat dosa yang diperbuat,
bertujuan mennghindari kejahatan. (Ramayulis, 2012)

Istilah punishment dalam bahasa Arab diistilahkan dengan iqab, jaza’ dan uqubah
bisa berarti balasan. Kata ‘iqab dalam Al-qur’an terdapat sebantak 24 kali,
diantaranya terdapat dalam Q.S Al-Imran ayat 11:

‫ وا هلل شد يدالعقاب‬,‫ کذبوابٲياتنا ڧٲخذھم هللا بذذ نوبھم‬,‫کدٲب ٲل ڧرعون والذين من قبلھم‬
‫۝‬۱۱

(Keadaan mereka) seperti keadaan pengikut Fir’aun dan orang-orang yang


sebelum mereka. Mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Allah menyiksa
mereka disebabkan dosa-dosanya. Allah sangat berat hukuman-Nya.

Isi kandungan Q.S Al-Imran ayat 11 berdasarkan tafsir Kemenag RI:

Keadaan mereka yang selalu mendustakan agama Allah dan azab yang diturunkan
kepada mereka seperti keadaan pengikut fir’aun dan orang-orang kafir yang hidup
sebelum mereka. Mereka semua yang mendustakan ayat-ayat kami yang tertulis
dalam kitab suci dan/atau terbentang di alam raya. Mereka mendustakan ayat-ayat
Allah, maka dengan itu Allah menyiksa mereka karena dosa-dosa yang telah
diperbuatnya. Hukuman dari Allah sangat berat. Jika fir’aun dan pengikutnya
yang amat berkuasa dan gagah perkasa saja dapat dikalahkan serta mendapat
siksaan duniawi dan ukhrawi, apalagi orang yang tidak mencapai tingkat
keperkasaan semacam itu. Karena itu katakannlah wahai Muhammad, kepada
orang-orang yang kafir dari kalangan Yahudi dan lainnya yang memandang
kemenanganmu atas Perang badar dengan seelah mata, kamu pasti akan
dikalahkan dunia dan mati dalam keadaan kafir, lalu digiring ke dalam neraka
jahannam sebagai tempat tinggal kamu. Dan itulah seburuk-buruknya tempat
tinggal.
Jika kita perhatikan ayat di atas, jelas bahwa ‘iqab umunya didahului oleh
kata syadid (yang paling, amat dan sangat), dan keseluruhannya menunjukkan arti
keburukan dan azab yang amat menyedihkan.

Penjelasan ayat tersebut dapat dipahami, bahwa kata ‘iqab ditujukan kepada
balasa dosa sebagai akibat perbuatan jahat yang dilakukan manusia. Makna ‘iqab
sedikit berbeda dengan tarhib, dimana ‘iqab berunjuk pada aktivitas memberikan
hukukam seperti menampar, memukul, dan lain sebagainya. Sementara tarhib
berupa ancaman pada anak didik bila melakukan kesalahan yang melanggar
aturan. (Binti Maunah, 2009)

Istilah hukuman dalam Islam lainnya yakni ta’zir. Ta’zir secara bahasa ialah
ta’dib atau memberi pelajaran. Pengertian ta’zir juga diartikan Ar Rad wa Al
Man’u, yang berarti menolak dan mencegah. Makna ta’zir sebagai ta’dib atau
memberi pelajaran sebagaimana pendepatan Imam Al-Mawardi, sebagai berikut:
(Ali Al-Mawardi, 1989)

ُ ‫ع ِڧي َھا ا ْل ُحد ُْود‬ َ ٌ‫َوالت َّ ْع ِزي ُْرت َأ ْ ِديْب‬


ِ ‫ع َل ذ ُ نُ ْو‬
ْ ‫ب لَ ْم ت ُ ْش َر‬

Ta’zir itu adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum
ditentukan hukumannya oleh syara.

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kata ta’zir itu adalah hukuman yang
disyariatkan untuk suatu kejahatan yang tidak ada had untuknya. (Muwafiquddin
Ibnu Qudamah, 1997). Ta’zir dirujukkan kepada ulil amri, orangtua atau pendidik
baik penentuan serta pelaksanaannya. Dalam menentukan hukuman, penguasa
atau pendidik hanya menentukan hukuman secara global saja, maksudnya
pembuat undang-undang tidak menentukan hukuman bagi masing-masing ta’zir,
melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman, mulai dari yang seringan-
ringannya sampa pad ayang seerat-beratnya. (Ahmad Wardi Muslich, 2005)

Berdasarkan penjelasan dari beberapa definisi punishment (hukuman) di atas,


dapat dipahami bahwa punishment merupakan salah satu metode atau alat
pendidikan memiliki banyak istilah atau sinonimnya, yakni hukuman, sanksi,
tarhib, dan jaza’, ‘uqubah, iqab, ta’zir dan terdapat istilah lainnya yang merujuk
dalam konteks yang sama.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukuman (punishment) adalah


suatu tindakan edukatif yang dilakukan oleh pendidik secara sadar dan disengaja
kepada peserta didik berupa tindakan yang menimbulkan “perasaan tidak enak”
atau “perasaan tidak nyaman” akibat kesalahan yang dibuat peserta didik itu
sendiri, perbuatan negative yang tidak mematuhi aturan yang berlaku.

Banyak para ahli berpendapat bahwa dalam dunia pendidkan menggunakan


kata hukuman kurang tepat jika dimaksudkan sebagai siksaan dan penderitaan
yang diberikan dengan unsur kesengajaan oleh seorang pendidik kepada peserta
didiknya. Hukuman tidak merupakan siksaan, penderitaan, nestapa yang diberikan
dengan sengaja kepada peserta didik, namun punishment adalah metode atau alat
yang diperuntukkan untuk menghentikan perilaku negative pada anak. (Suwarno,
1985)

Satu hal yang menjadi alasan lain yang mengatakan bahwa istilah hukuman
kurang tepat dimaksudkan sebagai penderitaan, nestapa maupun siksaan yang
siksaan yang diberikan secara sengaja oleh pendidik kepada anak didiknya. Karna
peserta didik ialah orang yang menjalankan proses pembelajaran di sekolah
“bukan orang jahat” bukan pula “tersangka” terlebih lagi “terdakwa”. Istilah
sanksi bermakna memberikan tindakan tegas lebih sesuai dalam konteks
pendidikan apalagi pendidikan islam. Penerapan punishment (hukuman) harus
dilakukan dengan hati-hati melalui kajian dan pertimbangan yang matang supaya
tujuan dari punishment (hukuman) itu sendiri benar-benar tercapai.

B. Tujuan Hukuman ( Punishment)

Seperti yang kita ketahui bahwa hukuman atau punishment adalah suatu
tindakan yang akan diberilan kepada individu atau kelompok yang apabila
melakukan suatu kesalahan, pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan dalam
bentuk pembinaan atau perbaikan tingkah laku yang bertujuan agar tidak terulang
atau dilakukan di kemudian hari. Dengan demikian sama halnya pada penerapan
punishment, namun pada perbedaan ini dapat disikapi dengan apa yang
sebenarnya menjadi tujuan dari pemberian hukuman atau punishment. Artinya
punishment juga mengarah pada tujuan adanya punishment tersebut. (Hajar, 1413
H)

Berikut tujuan dari pemberian hukum dalam pendidikan islam ialah :

1) Untuk memperbaiki setiap individu guna menyadari kesalahannya,


seingga tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
2) Untuk melindungi si pelaku supaya tidak melanjutkan suatu tindakan yang
salah dan berperilaku buruk dan tidak sopan.
3) Untuk melindungi masyarakat luar dari suatu perbuatan yang salah sebagai
salah satu contoh yaitu tindakan seperti asusila, criminal, abnormal, dan
lain sebagainya. (Kartini Kaartono, 1992)

Selain itu, menurut Asma Hasan Fahmi mengatakan bahwa pemberian


hukuman memiliki arti yang positif, karena ditujukan dalam memperoleh suatu
perbaikan dan arahan, bukan karena untuk membalas dendam, oleh sebab itu,
orang islam sangat ingin mengetahui sifat dan perilaku dari seorang anak sebelum
menghukum anak tersebut, apakah mereka ingin memperbaiki kesalahan mereka
sendiri atau mereka akan melupakan kesalahan dan tidak akan membeberkan
rahasia kepada mereka.

Menurut Emile Durkheim dalam dunia pendidikan ada beberapa teori


pencegahan. Pada teori ini pula hukuman merupakan salah satu cara yang
digunakan untuk mencegah suatu pelanggaran terhadap setiap peraturan. Dalam
suatu pendidikan menghukum anak bertujuan agar anak tidak akan mengulangi
suatu kesalahannya dan untuk mencegah agar anak yang lain tidak menirunya.
(Emile Durkheim, 1990)
Adapun menurut pendapat Gunnings, Konstan, dan Scheler bahwa tujuan dari
punishment adalah untuk membuat peserta didik tersentuh hatinya dan sadar akan
setiap kesalahan atau perbuatan yang dibuatnya, sehingga pemberian punishment
ini juga bertujuan untuk membangkitkan motivasi pada mereka untuk tidak
melakukan kesalahan lagi. Pemberian hukuman juga menampilkan bahwa ada
beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh peserta didik aka tetapi perlu
diperhatikan lagi dengan cara yang efektif dengan cara memperhatikan psikilogis
dari anak tersebut. Menurut pendapat Athiyah al-Abrasyi bahwa tujuan dari
punishment itu sendiri ialah sebagai bimbingan ( al-irsyad) dan perbaikan ( al-
ishlah), bukan sebagai hardikan ( al-zajr) atau balas dendam ( al- intiqam).
(Mohammad 'Atiyah Al-abrasy, 1969)

Menurut Abdur Rahman Shalih Abdullah, hukuman termasuk suatu hal yang
berperan sebagai badan yang membenahi dan pelaku dosa dibuat jera. Hal ini
diartikan bahwa pemberian hukuman bertujuan untuk memperbaiki kesalahan
yang diperbuat peserta didik. Sedangkan memberikan rasa jera kepada peserta
didik juga merupakan bentuk dari punishment itu sendiri.

Tujuan dari memberikan hukuman adalah untuk mencegah, memeriksa, dn


memberi kesadaran pada diri seseorang supaya mereka dapat mengerti atau
memahami kesalahan yang diperbuat serta memperbaiki dan tidak melakukan
kesalahan yang sama di lain waktu atau keseampatan.

Menurut Purwanto (2006), tujuan dari pemberian hukuman diantaranya


sebagai berikut :

1) Teori Pembalasan
Pada teori ini memberikan hukuman dilakukan karena adanya pemblasan
dendam kepada pelanggaran yang sudah seseorang itu lakukan. Pada teori
ini tentu tidak dianjurkan untuk digunakan dalam pendidikan di sekolah.
2) Teori Perbaikan
Pada teori ini pemberian hukuman dilakukan untuk mengatasi suatu
kejahatan. Jadi dalam teori perbaikan ini ialah untuk memperbaiki si
pelaku pelanggaran supaya tidak berbuat kesalahan itu lagi.
3) Teori Perlindungan
Menurut teori ini, pemberian hukuman dilakukan agar melindungi
masyarakat dari perbuatan ataupun tindakan yang tidak wajar. Dengan
adanya punishment ini, masyarakat dapat terlindungi dari kejahatan yang
dilakukan oleh pelanggar.
4) Teori Ganti Kerugian
Menurut teori ini, pemberian hukuman dilakukan untuk menggantikan
suatu kerugian ataupun kerusakan yang terjadi akibat kejahatan atau
pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggar itu. Pemberian hukuman ini
dilakukan dalam masyarakat ataupun pemerintahan. Di dalam proses
pendidikan , teori ini masih belum bisa di aplikasikan di sekolah,
dikarenakan masih banyak anak atau pelaku pelanggaran yang merasa
tidak bersalah atau tidak melakukan kesalahan karena sudah dilakukannya
punishment dengan cara mengganti kerugian dari pelanggaran itu.
5) Teori Menakut-nakuti
Dalam teori ini, hukuman diberikan kepada si pelanggar bermaksud untuk
memunculkan rasa takut akibat kesalahan yang diperbuat oleh si
pelanggar. Sehingga si pelanggar akan dihantui ole rasa takut akibat
kesalahan yang telah dilakukan dan tidak akan mengulangi kesalahan yang
sama.

Berdasarkan dari penjelasan tujuan hukuman diatas dapat disimpulkan bahwa


tujuan dari pemberian hukuman dalam pendidikan islam bertujuan untuk
memperbaki suatu kesalahan yang sudah dilakukan anak-anak. Selan itu pula,
pemberian hukuman juga diartikan sebagai upaya preventif, serta sebagai suatu
pengajaran terhadap peserta didik yang tidak berbuat kesalahan.
Dengan demikian punishment dapat berdampak posituf kepada kejiwaan
peserta didik. Apabila seorang guru melakukan sebuah aturan dalam pemberian
punishment maka akan memberikan dampak yang positif. Namun sebaliknya
apabila guru tidak memakai kaidah dalam pendidikan, terkhusus pada pendidikan
islam, maka ia kan bertindak sesukanya dan tentunya pemberian hukuman akan
berdampak negative atau tidak baik yang akan berdampak pada guru itu sendiri.
Maka dari itu, alangkah baiknya guru berhati-hati dalam pemberian hukuman.

Dengan kata lain punishment atau pemberian hukuman itu sangatlah penting
dalam proses pendidikan. Yang mana dalam proses pendidikan sudah pasti ada
peraturan yang harus dipatuhi ataupun ditaati oleh semua pihak dan peserta didik.
Peraturan yang tentu saja harus ada punishment nya untuk setiap orang yang
melanggar peraturan tersebut.

Menurut Soe Cowley punishment memiliki banyak manfaat diantaranya adalah :


1. Membuat peserta didik tetap mematuhi setiap batasan yang sudah ditetapkan
oleh guru.
2. Membuat aturan menjadi jelas dan memberikan punishment yang sesuai
dengan aturan
3. Pemberian hukuman juga membantu mengajarkan tata karma social kepada
siswa baik itu peraturan tertulis dan tidak tertulis serta kode moral yang
berlaku di lingkungan masyarakat. (Soe Cowley, 2011)

Punishment berperan juga sebagai kendali atas setiap perbuatan peserta didik.
Selanjutnya, fungsi punishment sebagai acuan dalam mengajarkan etika sosial dan
etika akademis. Karenanya praktek dari pemberian hukuman itu juga
membutuhkan rancangan dan pemahaman yang menyeluruh agar tujuan dari
punishment itu sudah benar terwujud.

C. Bentuk-bentuk Hukuman (Punishment)

Islam mengajarkan manusia dalam berbagai aspek kehidupan melalui


panduan-panduan yang lengkap begitupun dalam aspek pendidikan. Ajaran islam
yang menamankan akhlak mulia, mendidik anak-anak, membiasakan mereka
bersifat baik, jujur, sopan santun, amanah, menghormati orang tua dan guru serta
transformasi nila-nila kebaikan lainnya. Pendidik akan melakukan berbagai cara
dalam mentransfer nila-nilai baik ini, termasuk merealisasikan punishment.

Punishment sebagai bentuk metode atau alat pendidikan diklasifikasikan


dalam dua bentuk, yakni bentuk fisik dan bentuk non fisik. (Al-Rasyidin, 2008)
Pendapat Haidar juga mengklasifikasikan punishment dalam dua bentuk yakni
bentuk kejiwaan dan bentuk fisik. (Haidar Putra Daulay, 2014) Sedangkan
Ibrahim Amini membagi ke dalam dua jenis hukuman yakni hukuman fisik dan
hukuman non fisik. (Ibrahim Amini, 2006)

Menurut Purwanto, (M. Ngalim Purwanto, 1995) punishment dibagi ke dalam dua
macam, antara lain:

1. Hukuman preventif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan tujuan supaya


tidak terjadi atau jangan sampai terjadi pelanggaran sehingga hal itu
dilakukan sebelum pelanggaran tersebut dilakukan.
2. Hukuman represif, yaitu hukuman diberikan karena adanya pelanggaran,
atau karena dosa yang diperbuat. Jadi hukuman diberikan setelah
terjadinya pelanggaran atau kesalahan.

Menurut Schaefer (Charles Schaefer, 1996) bentuk-bentuk sanksi sebagai berikut:

1. Restitusi, dimana membuat siswa melakukan perbuatan yang tidak


menyenangkan.
2. Deprivasi, dimana mengeluarkan siswa dari kesenangannya ataupun
kegemamarannya.
3. Siswa ditimpakan kesakitan berbentuk kejiwaan dan fisik kepada siswa.

Pemberian hukuman dibagi ke dalam 2 jenis menurut Syaikh Muhammad bin


Jamil Zainu (Syaikh Muhammad bin Jamid Zainu, 2005), antara lain :
1. Pemberian hukuman yang dilarang, misalnya memukul wajah, perkataan
buruk, menendang dengan kaki, kekerasan yang berlebihan, dan
sebagainya.
2. Pemberian hukuman mendidik yang bermanfaat, misalnya memberi
nasehat atau pengarahan, membentak, mengerutkan wajah, menyindir,
teguran, pukulan ringan, dan lain sebagainya.

Penerapan punishment dari kedua bentuk di atas, telah dijelaskan dalam Al-
qur’an. Punishment dalam bentuk fisik contohnya bagi pencuri: tangannya
dipotong, bagi pembunuh: dibunuh, bagi pezina: dirajam, dan sebagainya.
Begitupun, punishment dalam bentuk punishment non fisik, diberikan Allah
sebutan-sebutan yang tidak baik, bagi mereka yang melanggar syariat-Nya, seperti
sebutan munafik, kafir, fasik, musyrikin, khasirin, dan sebagainya sebagai
konsekuensinya atas perbuatan yang melanggar aturan yang telah ada. Nerakalah
yang Allah hadiahkan kepada orang-orang yang telah melanggar syariat-Nya
sebagai bentuk hukuman. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua orang yang
melakukan kesalah dimasukkan ke dalam neraka, Allah masih memberikan
kesempatan kepada orang-orang yang berbuat kesalahan untuk bertobat dan
menyesali perbuatannya. Dibuat-Nya manusia menyadari kesalahannya dengan
melalui berbagai tahapan seperti melalui perantara diberikan nasehat, peringatan,
ujian, musibah sehingga pada akhirnya apabila mereka tidak juga menyadari
kesalahannya barulah neraka yang menjadi hukumannya.

Dalam dunia pendidikan, hukuman diberikan melewati banyak pertimbangan.


Tidak semua kesalahan berakhir dengan hukuman. Terlebih lagi hukuman fisik
yang hanya akan menyakiti badan anak serta menimbulkan rasa sakit hati. Jika hal
seperti ini terjadi, akan timbul kondisi ketegangan kronis, sewaktu-waktu dapat
meledak menjadi fight respon atau pemberontakan pada anak. Tak jarang terdapat
kasus dimana siswa balik menyelakai gurunya karena hukuman yang diberikan
gurunya kepada siswa tersebut.
Sehingga dalam hal ini tidak ada larangan dalam menghukum, jika cara yang
digunakan dalam meberikan hukuman harus tepat. Hukuman diadakan bukan
untuk balas dendam, tetapi untuk memperbaki perilaku anak yang berbuat salah
serta melindungi anak yang lain dari kesalahan yang sama.

Perlu diingat bahwa memberikan hukuman perlu pertimbangan yang matang,


apalgi hukuman yang bersifat fisik. Hukuman fisik belum tentu “manjur” untuk
membasmi penyakit serta melenyapkannya. Sebaliknya mungkin akan bertambah
parah penyakit tersebut. Hukuman moral memberikan pengaruh besar bagi diri
anak, tentu jauh lebih efektif dari hukuman fisik. Hukuman dengan kekerasan
akan berdampak pada anak-anak menjadi kasar, sehingga ketika berada di luar
rumah mereka (anak-anak) tindakan dan perkataannya pun kasar. Sebagaimana
menuut psiko-analisa menyatakan bahwa hukuman jasmani pada anak kecil akan
berdampak ketika mereka sudah dewasa bersifat sadistis atau masokistis. (Sikun
Pribadi, 1987)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tidak


ada larangan dalam memberikan hukuman, namun hukuman merupakan
alternative lain jika anak tetap saja melakukan kesalahan. Jika hukuman terpaksa
harus diberikan maka pendidik harus mempertimbangkan segala sesuatu supaya
hukuman yang diberikan efektif sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai. Tetapi,
yang perlu kita ketahui bahwa pendidik tidak bisa memberikan hukuman semena-
mena terhadap anak didiknya. Hal ini karena, akan berdampak pada mentalis anak
dan sikap perilaku anak didik tersebut kepadanya. Oleh sebab itu, pendidik wajib
memahami terkait hakikat hukuman dalam pendidikan Islam.

Kesimpulan

Dalam pendidikan Islam istilah hukuman (punishment) dikenal dengan istilah


“tarhib” yang berarti larangan melakukan kekeliruan serta pemberian sanksi berpa
hukuman akibat pelanggaran dan kesalahan yang dilakukan, dengan maksud
menvegah perilaku yang negative. Tujuan diberikannya hukuman dalam
pendidikan Islam, agar peserta didik menyadari kesalahannya, sehingga peserta
didik tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Juga bertujuan untuk
menjadikan peserta didik berperilaku baik serta menjauhkan peserta didk dari
tindakan-tindakan seperti asusila, criminal, abnormal, dan lain sebagainya.
Adapun bentuk-bentuk hukuman secara garis besar terbagi menjadi 2 bentuk
yakni bentuk fisik dan bentuk non fisik berdasarkan pendapat para ahli.

Referensi

Hanum, Azizah. 2018. Filsafat Pendidikan Islam (Sebuah Pengantar). Medan:


CV. Scientifik Corner Publishing.

Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Rasyidin, Al. 2008. Falsafah Pendidikan Islami, Membangun Kerangka Ontologi


Epistomologi, dan Axiologi Praktik Pendidikan. Bandung: Citapustaka Media
Perintis.

Purwanto, M. Ngalim. 1995. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Suwanto. 1985. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Baru.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif:
Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta.

Ramayulis. 2012. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Binti Maunah. 2009. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Yogyakarta: Teras.

Ahmad Wardi Muslich. 2005. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta:
Sinar Grafika Offset.
Asma Hasan Fahmi. 1979. Sejarah Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.

Anda mungkin juga menyukai