Kelompok 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, DAN SEJARAH

PERKEMBANGAN ILMU (U’LUM) AL-QURAN

OLEH

ABDUL AZIZ (11950111664)

ABDUL WAHID (11950114939)

KELAS A

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2020

i
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan makalah dari mata kuliah Studi Al-qur’an dengan
judul “Pengertian, ruang lingkup, dan sejarah perkembangan al-qur’an”. Makalah
ilmiah ini penulis susun dengan bantuan dari berbagai pihak . Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang sudah berkontribusi di
dalam pembuatan makalah ini.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Studi Al-qur’an, Pak Syarifuddin,M.Ag., yang telah memberikan
bimbingan kepada penulis agar dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca, agar makalah ini nantinya
dapat menjadi makalah yang lebih baik dan benar. Akhir kata, penulis berharap
semoga makalah tentang “Pengertian, ruang lingkup, dan sejarah perkembangan
ilmu (u’lum) Al-qur’an) ” dapat memberi manfaat kepada pembaca.

Pekanbaru, 4 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..............................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.........................................................................3
1.3 Tujuan...........................................................................................3

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ’Ulum al-Qur’an.........................................................4


2.2 Pengertian perkembangan ’Ulum al-Qur’an.................................6
2.3 Ruang lingkup pembahasan ’Ulum al-Qur’an..............................11
2.4 Urgensi ‘Ulumul Alquran dalam menafsirkan Alquran Islam.....15
BAB 3 PENUTUP

3.1 Simpulan.......................................................................................17
3.2 Saran.............................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Qur’an sebagai kalam Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, melalui malaikat Jibril, merupakan kitab suci umat Islam yang akan tetap
terpelihara sepanjang masa.
Salah satu ayat di dalam al-Qur’an menjelaskan bahwa al-Qur’an benar-
benar dijamin dan tetap terpelihara dan sebagai petunjuk, sebagaimana dalam
firman Allah SWT, yang berbunyi :

َ ُ‫ِإنَّا نَحْ ُن نَ َّز ْلنَا ال ِّذ ْك َر َوِإنَّا لَهُ لَ َحافِظ‬


‫ون‬
Artinya : Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an , dan Kami benar-
benar memeliharanya. (QS:15:9).”

Disamping itu al-Qur’an juga sebagai mukjizat Islam yang abadi dimana
semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya.
Allah SWT menurunkan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, demi
membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya ilahi, dan
membimbing mereka kejalan yang lurus. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas
bagi para sahabat tentang ayat-ayat al-Qur’an yang mereka terima, mereka
langsung menanyakannya kepada Rasulullah saw.
Demikianlah cara para sahabat memahami ayat-ayat al-Qur’an dimana
mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah saw. dan langsung
menjelaskannya kepada para sahabat. Setelah Rasulullah saw. meninggal, para
sahabat meneruskan tradisi memahami makna-makna al-Qur’an dan tafsirnya
sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Kemudian dilanjutkan oleh
murid-murid para sahabat dari kalangan tabi’in.            
Al-Qur’an yang di dalamnya banyak mengandung ayat-ayat yang bersifat
Global. Mutlak dan Am, memberi peluang dan dorongan para ulama terdahulu

1
sampai sekarang untuk mempelajari dan terus menggali ilmu-ilmu dan
pemahaman terhadap al-Qur’an.             
Untuk memahami, menerjemahkan dan menafsirkan al-Qur’an tidak
cukup dengan penguasaan bahasa Arab saja, tetapi lebih dari itu harus pula
menguasai ilmu-ilmu penunjang lainnya. Hasbi Ash-Shiddieqy menekankan untuk
dapat memahami al-Qur’an dengan sempurna diperlukan benar-benar adanya
ilmu-ilmu al-Qur’an”. Itulah sebabnya diperlukan penyelam yang terjun ke
dalamnya untuk mempelajari al-Qur’an agar dapat mengambil mutiara permata al-
Qur’an  dari dasarnya.

Jika telah jelas bahwa Alquran dan hadis Rasul adalah pedoman hidup
yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan
sumber akhlaqul karimah dalam ajaran Islam. Alquran dan sunnah Rasul adalah
ajaran yang paling muliah dari segala ajaran manapun hasil renungan dan ciptaan
manusia. Sehinga telah menjadi keyakinan (aqidah) Islam bahwa akal dan naluri
manusia harus tunduk mengikuti petunjuk dan pengarahan Alquran dan As-
Sunnah. Dari pedoman itulah diketahui kriteria mana perbuatan yang baik dan
mana yang buruk.

Dengan demikian ketidaktahuan dan kesalapahaman terhadap makna-


makna al-Qur’an dan pemahaman tentang ayat-ayat yang kontroversi dapat
dihindari. Karena biasanya kontroversi timbul sebab ketidakmampuan memahami
makna ayat-ayat al-Qur’an. Berdasarkan hal-hal tersebut, kemunculan dan
pembahasan tentang ilmu-ilmu al-Qur’an secara luas dan mendalam sangatlah
diperlukan. Ilmu-ilmu al-Qur’an ini diharapkan menjadi suatu kebutuhan ummat
manusia agar dapat menyingkap pesan-pesan (ayat-ayat) Allah swt. Menjabarkan
dan mendiskusikannya sebagai suatu kontribusi bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, adapun perumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apa Pengertian ’Ulum al-Qur’an ?
2. Bagaimana  perkembangan ’Ulum al-Qur’an?
3. Apa Ruang lingkup pembahasan’Ulum al-Qur’an?
4. Bagaimana Urgensi ‘Ulumul Alquran dalam menafsirkan Alquran
Islam ?

1.3 Tujuan
Makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Untuk Pengertian ’ulum al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui perkembangan ’Ulum al-Qur’an.
3. Untuk mengetahui ruang lingkup pembahasan ’Ulum al-Qur’an.
4. Untuk mengetahui urgensi Ulumul Alquran dalam menafsirkan
Alquran Islam.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ’Ulum al-Qur’an


Ungkapan ”Ulum al-Qur’an” berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari
dua kata, yaitu ”Ulum” dan ”al-Qur’an”. Kata ”Ulum” merupakan bentuk jamak
dari kata ”ilmu”, yang berarti ilmu-ilmu. Dan juga bentuk masdhar yang artinya
pemahaman dan pengetahuan. ’Ilm itu sendiri maknanya al-fahmu wa al-idrak
(pemahaman dan pengetahuan ). Kemudian, pengertiannya dikembangkan kepada
kajian berbagai masalah yang beragam dengan standar ilmiah. Kata ’Ilm juga
berarti idrakus syai’ bihaqiqatihi ( mengetahui sesuatu dengan sebenarnya).
[
Kata ’Ulum adalah bentuk jamak  dari kata ’ilm, sebagai bentuk verbal –
noun dari bahasa arab dengan akar kata ’alima- ya’lamu-’ilman, yang beraarti
’mendapatkan atau mengetahui sesuatu dengan jelas’ atau ”menjangakau sesuatu
denggan keadaannya yang sebenarnya.” Ia berasal dari akar kata dengan huruf-
huruf ’a, l, m, yang berarti asrun  bi al-syai’ yatamayyazu bihi ’an gairihi,
(keunggulan yang menjadikan sesuatu berbeda dengan yang lainnya, atau sesuatu
yang jelas”, bekas (hati, pikiran, pekerjaan, tingkah laku dan karya-karya)
sehingga sesuatu itu terlihat dan diketahui sedemikian jelas, tanpa menimbulkan
sedikitpun keraguan.

Ulum Al-Qur’an adalah ilmu yang membahas masalah-masalah yang


berhubungan dengan Al-Qur’an dari segi asbab an-nuzul (sebab-sebab turunnya
Al-Qur’an), pengumpulan dan penerbitan Alquran, pengetahuan tentang surat-
surat Makkiyyah dan dan Madaniyyah, an-nasikh wal mansukh dan sebagainya.
Ilmu ini  dinamakan juga dengan Usul At-Tafsir (dasar-dasar tafsir), karena yang
dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang
mufassir sebagai sandaran dalam menafsirkan Alquran.

Sedangkan ”al-Qur’an” menurut ulama ushul, fiqih, dan ulama bahasa


adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang lafazh-

4
lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang
diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-
Fatihah sampai surat an-Nas, dengan demikian, secara bahasa, ’ulum al-Qur’an
adalah ilmu-ilmu (pembahasan-pembahasan) yang berkaitan dengan al-Qur’an.

Adapun definisi ’Ulum al-Qur’an secara istilah para ulama memberikan


redaksi yang berbeda-beda, sebagai berikut :
1.    Menurut Manna’ Al-Qaththan
”Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an
dari sisi inforsmasi tentang Azbab An-Nuzul, kodifikasi dan tertib penulisan al-
Qur’an, ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah dan ayat-ayat yang diturunkan di
Madinah dan hal-hal lain yang berkaitan dengan al-Qur’an.”

2.    Menurut Az-Zarqani”.


”Beberapa pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an, dari sisi turunnya,
urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, Nasikh, Manzukh, dan
penolakan hal-hal yang biasa menimbulkan keraguan terhadapnya serta hal-hal
lain”.

3.    Menurut Abu Syahbah ;


”Sebuah ilmu yang memiliki banyak obyek pembahasan yang berhubungan
dengan al-Qur’an, mulai proses penurunan, urutan penulisan, kodifikasi, cara
membaca, penafsiran, kemukjizatan, Nasikh – mansukh, muhkam-muntasyabih,
sampai pembahasan – pembahasan lain”.

4.    Menurut Al-Suyuhti  :


’ Ulum al-Qur’an ialah suatu ilmu yang membahas tentang keadaan    al-Qur’an
dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna-maknanya baik yang berhubungan
dengan lafal-lafalnya maupun yang berubungan dengan hukum-hukumnya dan
sebagainya”.

5
Para Mutakallimin menetapkan, bahwa hakikat Al-Qur-an ialah : ”makna
yang berarti pada zat Allah”.
Ulama-ulama Mu’tazilah berpendapat, bahwa hakikat Al-Qur’an
ialah ;huruf-huruf dan suara yang dijadikan Allah yang setelah berwujud lalu
hilang dan lenyap.

Kata Al-Ghazaly dalam Al-Mustashfa : ”Hakikat Al Qur’an ialah : Kalam


yang berdiri pada dzat Allah, suatu sifat yang qadim dari antara sifat-sifat-Nya.
Dan kalam itu lafadh mustarak, dipergunakan untuk lafadh yang menunjuk
kepada makna, sebagaimana untuk makna yang ditunjuk oleh lafadh.

Dari definisi-definisi ’Ulum al-Qur’an tersebut di atas, maka kita dapat


mengambil kesimpulan bahwa ’Ulum al-Qur’an adalah suatu ilmu yang lengkap
dan mencakup semua bidang ilmu yang ada hubungannya dengan al-Qur’an baik
berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun berupa ilmu-ilmu ahasa Arab
seperti ilmu I’rabil Qur’an dan sebagainya.

’Ulum al-Qur’an adalah berbeda dengan suatu ilmu yang merupakan


cabang dari ’Ulum al-Qur’an, misalnya ilmu Tafsir yang menitikberatkan
pembahasannya pada penafsiran ayat-ayat al-Qur’an. Ilmu Qiraat menitikberatkan
pembahasannya pada cara membaca lafal-lafal al-Qur’an khusus dalam ilmu
tajwid seperti, akharijulhuruf, ikhfa, izhar, idgam, iklab, mad dan sebagainya.
Sedangkan ’Ulum al-Qur’an membahas al-Qur’an dari segala segi yang ada
relevansinya dengan al-Qur’an. Artinya semua pembahasan yang berkaitan
dengan al-Qur’an di sebut ’Ulum al-Qur’an. Oleh karena itu diberi nama ’Ulum
al-Qur’an dengan menggunakan bentuk jama’ bukan ilmu Qur’an dengan bentuk
mufrad.  

2.2 Perkembangan Ulumul Qur’an


Jika berbicara perkembangan ulumul Qur’an, tentu bahasannya sangat luas
dan paling tidak memerlukan referensi yang lengkap. Untuk itu, Penulis

6
membahasnya pada bagian-bagian yang dianggap terkait langsung dengan
perkembangan ulumul Qur’an.

      Al-Qura’anul Karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizat selalu
diperkkuat oleh kemajuan ilmu pengetahun. Ia ditirunkan Allah kepada
Rasulullah, Muhammad s.a.w untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang
gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka kejalan lurus. Rasulullah
s.a.w. menyampaikan Quran kepada para sahabatnya- orang-orang Arab asli
sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri mereka. Apabila mereke
mengalami ketidakjelasan dalam memahami suatu ayat, mereka menanyakannya
kepada Rasulullah s.a.w.

              Nabi saw. Bagi para sahabat adalah sebagai mahaguru dan sumber ilmu.
Hanya kepada Nabi, mereka menanyakan segala sesuatu yang tidak mereka
pahami termasuk makna atau pengertian ayat-ayat Alquran. Sebagai ilustrasi,
berikut ini dikemuakakan beberapa contoh :

a) Sahabat bertanya kepada Nabi saw. Mengenai makna gayrul magdhubi


’alaihim wa ladhdhallin yang terdapat dalam surat Al-Fatihah, Nabi saw
menjawab : Nabi saw. Menjawab ; magdhubi ’alaihim adalah orang-orang
Yahudi sedangkan dhallin adalah orang-orang Nasrani.”

b) Setelah turun Surah Al-An’am ayat 82; al-ladziina aamanu walam yalbisu
imaahum bidzulmin ula’ika lahumul amnu walahum muhtadin. Para sahabat
bertanya kepada Nabi: ”Ya Rasul, siapa di anata kami yang tidak menzalimi
(adz-dzulm) dirinya?” Maka Rasul menjawab dengan menafsirkan kata adz-
dzulm dalam ayat itu kepada Asy syirik, Nabi menunjuk kepada ayat yang
terdapat dalam surah Luqman, yaitu ”inna Asy-Syirika ladzulmun ’adzim.”

c) Abdullah bin Umar mengatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi
saw kemudian bertanya tentang makna as-sabil yang terdapat QS. Ali Imran

7
(3) : 93). Maka Rasulullah saw. Menjawab, as-sabil artinya bekal (az-zad) dan
kedatangan (ar-rihlah).

Wahyu Allah kepada Nabi-NabiNya, ialah : pengetahuan-pengetahuan


yang ”Allah tuangkan ke dalam jiwa Nabi, yang Allah kehendaki agar mereka
sampaikan  kepada manusia untuk menujuki mereka  dan memperbaiki mereka di
dalam dunia serta membahagiakan mereka di dalam akhirat”. Nabi, sesudah
menerima wahyu itu, mempunyai kepercayaan yang penuh, bahwa yang
diterimanya itu adalah dari pada Allah.

Manusia sebagai makhluk yang sempurna sekaligus sebagai makhluk


yang memiliki banyak permasalahan sangat pantas mendapat petunjuk berupa Al-
Qur’an dari Allah swt. untuk dijadikan sebagai pedoman dalam mengelola dan
mengatur alam semesta beserta isinya.
Untuk lebih teratur dan terkoordinir, Allah mengutus Rasulullah saw.
menyampaikan ayat-ayat Al-Qur’an kepada manusia. Selain itu, agar Al-Qur’an
tetap terjaga dan terpelihara dalam setiap waktu dan kesempatan. Karena sebagai
petunjuk bagi manusia untuk membuka serta menggali rahasia ilmu pengetahuan
dan teknologi baik yang terkandung dalam perut bumi maun yang terdapat di jagat
raya yang sangat luas. Sebagai bukti dari kebenaran Al-Qur’an, telah  ditemukan
berbagai kebenaran ilmiah yang digali dari Al-Quran.

Nabi mengetahui dan memahami semua ayat Alquran, karena Allah telah
mengajarkan kepadanya. Allah swt. berfirman :

‫ك َو َرحْ َمتُ ۥهُ لَهَ َّمت‬ َ ‫َولَ ْواَل فَضْ ُل ٱهَّلل ِ َعلَ ْي‬
‫ك ِمن‬ َ َ‫ون ِإٓاَّل َأنفُ َسهُ ْم ۖ َو َما يَضُرُّ ون‬ َ ‫ض ُّل‬ ِ ُ‫وك َو َما ي‬ َ ‫ض ُّل‬ ِ ُ‫طَّٓاِئفَةٌ ِّم ْنهُ ْم َأن ي‬
َ ‫ب َو ْٱل ِح ْك َمةَ َو َعلَّ َم‬
َ ‫ك َما لَ ْم تَ ُكن تَ ْعلَ ُم ۚ َو َك‬
‫ان‬ َ َ‫ْك ْٱل ِك ٰت‬
َ ‫نز َل ٱهَّلل ُ َعلَي‬ َ ‫َش ْى ٍء ۚ َوَأ‬
َ ‫فَضْ ُل ٱهَّلل ِ َعلَ ْي‬
‫ك َع ِظي ًما‬

8
Terjemahannya :Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya
kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk
menyesatkanmu. tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan
mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. dan (juga karena)
Allah telah menurunkan kitab dan Hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan
kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar
atasmu.(QS. An-Nisa’ (4) : 113).

        Penjelasan di atas menunjukkan bahwa ulumul quran mulai tumbuh


semenjak masa Nabi. Rasul adalah mufasir awwal.  Akan tetapi, penafsiran Nabi
terhadap ayar-ayat tersebut tidak ditulis secara resmi oleh para sahabat.
Penafsiran Nabi hanya disampaikan kepada sahabat yang lain dan tabi’in dengan
periwayatan dari mulut ke mulut. Ada beberapa sebab kenapa panfsiran Nabi,
sebagai bagian dari ulumul quran, tidak ditulis para sahabat, yaitu :

a) Ada larangan dari Rasul menulis sesuatu selain Alquran, karena


dikhawatirkan perhatian para sahabat menjadi terbagi ; tidak sepenuhnya
kepada Alquran, padahal penurunan Alquran masih berlangsung. Atau
khawatir tercampurnya dengan sesuatu yang bukan Alquran.
b) Para sahabat tidak merasa perlu menulisnya, sebab mereka  orang-orang yang
dhabit, dan jika ada prblem mereka bisa langsung bertanya kepada Nabi saw.
c) Banyak para sahabat yang tidak pandai menulis.

          Tercatat dalam sejarah bahwa ternyata Ulumul Quran telah ada pada masa
Nabi Muhammad saw. namun ketika itu belum ditulis seperti sekarang ini, karena
dikhawatirkan bercampur baur dengan hadis. Lagi pula ketika itu komunikasi dan
koordinasi dengan Nabi saw. berjalan secara efektif serta terorganisir dengan baik
di bawah bimbingan langsung oleh Rasulullah saw.

              Pada masa khalifa Usman bin Affan wilayah Islam sudah semakin luas,
banyak non Arab memeluk Islam. Terjadi interaksi dan asimilasi antara orang-

9
orang arab dengan orang ajam. Mereka yang telah memeluk Islam, ingin
mempelajari Alquran sebagai sumber  utama ajaran  Islam. Padahal Alquran pada
masa itu ditulis dalam berbagai naskah yang berbeda penulisan dan bacaannya
antara yang satu dengan yang lain. Maka untuk menghindari perbedaan itu dan
menjaga agar Alquran tetap utuh serta bisa  dipelajari, Usman memerintahkan
agar Alquran ditulis dalam suatu mushaf dan selainnya harus dimusnahkan.
Pekerjaan ini melahirkan suatu ilmu yang dikenal dengan ilmu rasm al-qur’an
atau ilmu rasmi al-usmani, yang selanjutnya menjadi salah satu kajian dalam
ulumul quran.

     Pada masa usman atau abad pertama hijiriyah ulmul quran belum
dibukukan, baru diajarkan secara lisan atau dari mulut ke mulut para sahabat.Pada
abad ketiga mulailah ditulis kajian khusus ulumul quran yang terasing dari buku
hadis. Di antara tokoh dan karya yang dihasilkan pada abad III adalah sebagai
berikut :
a) Ali bin Madini (234 H) guru Al-Bukhari denga karyanya ilmu Asbab An-
Nuzul.
b) Abi  Ubaidillah bin Al-Qasim bin Salam dengan karyanya An-Nasikh wa
Al-Mansukh dan Al-Qiraa’at wa Fadha’il Qur’an.
c) Al-Haris bin Asad Al-Muhasabi (165-243 H) dengan karyanya Fahm Al-
Qur’an wa Ma’anihi. Buku ini memperbicangkan An-Nasikh wa Al-
Mansukh, Uslub Al-Qur’an, Al-Muhkam wa Al-Mutasyabih dan Fadha’il
Al- Qur’an.
d) Muhammad bin Ayyub (294 H). Karyanya ialah Maa Nuzila bi Makkah
wa Maa Nuzila bi Al-Madinah.
e) Muhammad bin Khalaf bin Al-Marzaban (309 H) Al-Hawi fi Ulumul Al-
Qur’an.
Dalam bidang tafsir ditulis pula buku Al-Jami’ Al-Bayan, yang dianggap buku
tafsir menumental  (Ajjal At-Tafsir). Buku ini dikarang oleh Ibnu Jarir Ath-
Thabari (310 H).[
              Pada abad ke-4 kajian ulumul quran semakin pesat. Pada abad ini ditulis
pula buku Ajaa’ib ’Ulumul Qur’an oleh Al-Anbari (328 H), yang berisi tentang

10
keutamaan Al-Qur’an, turunya Alquran dengan tujuh huruf, penulisan mushaf dan
bilangan surah, ayat dan kalimat Alquran. Pada abad  ini juga ditulis buku tentang
gharib al-qur’an oleh As-Jastani (330 H).

              Al-Qur’an pada hakekatnya menempati posisi sentral dalam studi-studi


keislaman, di samping berfungsi sebagai petunjuk Al-Qur’an juga berfungsi
sebagai pembeda antara yang haq dengan yang bathil. Ia menjadi tolok ukur dan
pembeda antara kebenaran dan kebatilan, termasuk dalam penerimaan atau
penolakan dalam setiap berita yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.

              Kenyataan di atas mengundang ulama membahas aspek metode yang terbaik
guna memahami atau menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Salah satu jawaban yang
disepakati adalah perlunya disusun ilmu-ilmu pengetahuan yang dengannya dapat
ditafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan baik, serta dapat mengeksplorasi
kandungannya yang berfungsi sebagai petunjuk dalam kehidupan umat manusia.
Ilmu yang demikian ini disebut ilmu tafsir atau ’Ulumul al-Qur’an.

              Sejarah perkembangan ulumul al-Qur’an dapat dipetik beberapa makna


yang terkandung di dalamnya, antara lain ; Pertama, dengan kerja keras menggali
ilmu-ilmu al-Qur’an yang dilakukan oleh para fuqaha dapat memberi motifasi
pada generasi sekarang dan mendatang agar lebih fokus mengembangkan ilmu-
ilmu al-Qur’an. Kedua, bahwa ternyata al-Qur’an adalah sebagai sumber ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ketiga, menggali ilmu-ilmu al-Qur’an harus memiliki
tiga kecerdasan, yakni ; IQ, EQ dan SQ.

11
2.3 Ruang Lingkup Pembahasan ”Ulumul Qur’an.
Kitab suci Alquran memuat dua hal yang berbeda ; pertama, memuat keaslian
pernyataan yang tertuju pada waktu tertentu (karakter bumi), kedua, memuat
penjelasan tentang tawaran informasi yang bersifat transenden dan bernilai abadi
bagi para pemeluknya kapanpun waktunya (aspek/karakter surga).
Konsekuensinya di satu sisi, manakala seseorang mufassir berbicara mengenai
paradigma penafsiran Alquran, maka secara inheren ia tidak dapat melepaskan diri
dari status Alquran yang merupakan ungkapan-ungkapan wahyu Tuhan yang
memiliki kemampuan serba Maha (transenden). Walaupun di sisi lain, para pakar
tafsir sepakat untuk menjadikan setiap hasil penafsiran bersifat zhanni ad-dilalah.
Yakni, penafsiran memiliki kekuatan kebenaran yang relatif lebih besar dengan
tetap memegang asumsi tentang masih adanya kekeliruan yang mungkin saja
terjadi akibat keterbatasan wawasan sang mufassir. Itu mengindikasikan setiap
hasil penafsiran bisa saja memenrima autokritik sepanjang didasari atas frame-
frame penafsiran Alquran yang kuat.

 Pembahasan ‘Ulum al-Qur’an sangat luas  al-Imam al-Sayuthi dalam


bukunya ‘al-Itqan fi ‘ Ulum  al-Qur’an, menguraikan sebanyak 80 cabang, dan
setiap cabang masih dapat diperinci lagi menjadi beragam cabang lagi. Menurut
Dr. M. Quraish Shihab, materi-materi cakupan ‘Ulum fsirt al-Qur’an dapat dibagi
dalam 4 (empat) komponen : (1) Pengenalan Terhadap al-Qur’an, (2) Kaidah-
kaidah tafsir, (3) Metode-metode tafsir, (4) Kitab-Kitab tafsir dan para mufassir.

            Komponen pertama (Pengenalan terhadap al-Qur’an) mencakup : (a)


Sejarah al-Qur’an, (b) Rasm al-Qur’an, (c) I’jaz al-Qur’an, (d) Munasabah al-
Qur’an, (e) qushah al-Qur’an, (f) jadal al-Qur’an, (g) aqsam al-Qur’an, (h) amtsal
al-Qur’an,(i) nasikh dan mansukh, (j) muhkam dan mutasyabih, (k) al-qiraat, dan
sebagainya.

            Komponen kedua (Kaida-kaidah tafsir) mencakup : (a)  ketentuan-


ketentuan yang harus diperhatikan dalam menafsirkan al-Qur’an, (b) sistematika
yang hendaknya ditempuh dalam menguraikan penafsiran, dan (c) patokan-

12
patokan khusus yang membantu pemahaman ayat-ayat al-Qur’an,baik dari ilmu-
ilmu bantu, seperti bahasa dan ushul fiqhi, maupun yang ditarik langsung dari
penggunaan al-Qur,an. Sebagai contoh, dapat  dikemukakan kaidah-kaidah berikut
: (a) kaidah ism dan fi’il, (b) kaidah ta’rif dan tankir, (c) kaidah istifham dan
macam-macamnya, (d) ma’aniy al-huruf seperti : asa; la’alla, in, iza; dan lain-
lain, (e) kaidah su’al dan jawab, (f) kaidah pengulangan, (g) kaidah perintah
sesudah larangan, (h) kaidah penyebutan nama dalam kishah, (j) kaidah
penggunaan kata dan uslub al-Qur’an, dan lain-lain.

            Komponen ketiga (metode-metode tafsir) mencakup metode-metode


tafsir yang dikemukakan oleh ulama mutaqaddim dengan ketiga coraknya : al-
ra’yu, al-ma’tsur, al-isyariy, disertai penjelasan tentang syarat-syarat diterimanya
suatu penafsiran serta metode pengembangannya, dan juga mencakup juga metode
mutaakhir dengan keempat macamnya : tahliliy, ijmaliy, muqarran, maudhu’iy

                   Komponen keempat (kitab tafsir dan para mufassir) mencakup
pembahasan tentang kitab-kitab tafsir baik yang lama maupun yang baru, yang
berbahasa arab, inggeris, atau indonesia, dengan mempelajari biografi, latar
belakang dan kecenderungan pengarangnya, metode dan prinsip-prinsip yang
digunakan, srta keistimewaan dan kelemahannya.

              Sedang pemilihan kitab atau pengarang disesuaikan dengan berbagai


corak atau aliran tafsir yang selama ini dikenal, seperti corak : Fiqhi, sufi; ‘ilmi,
bayan, falsafi, adabi, ijtima’iy, dan lain-lain.” Dari uraian diatas menggambarkan
bahwa “ulumul al-Qur”an mencakup bahasan yang sangat luas, antara lain ilmu
nuzul al-Qur’an, asbab al-nuzul, qiraat, ilmu an-nasikh wa al-mansukh dan ilmu
fawatih as-suwar serta masih banyak yang lainnya. Karena begitu luasnya
cakupan kajian ulumul quran, maka para ulama harus mengakhiri definisi yang
mereka buat dengan ungkapan “dan lain-lain”. Ungkapan ini menunjukkan, kajian
ulumul quran tidak hanya hal-hal yang disebutkan dalam definisi itu saja, tetapi
banyak hal yang secara keseluruhan tidak mungkin disebutkan dalam definisi.
Ibnu Arabi (w 544 H), seperti yang dikutip oleh Az-Zarkasyi, menyebutkan,

13
ulumul quran mencakup 77.450 ilmu sesuai dengan bilangan kata-katanya. Hal itu
sesuai dengan pendapat sebagian kaum salaf, yang melihat bahwa setiap kata
dalam al-Quran mempunyai makna lahir dan bathin, selain itu terdapat pula
hubungan-hubungan dan susunan-susunannya. Maka dengan demikian, ilmu ini
tidak terkira banyaknya dan Allah sajalah yang mengetahuinya secara pasti.

         Dari sekian banyak cakupan ulumul quran, maka yang menjadi induk atau
focus utamanya adalah tauhid, tadzkir (peringatan), dan hokum. Tauhid mencakup
banyak hal, antara lain pengetahuan tentang mahluk, sang pencipta, dan segala
sesuatu yang berkaitan dengannya. Yang termasuk dalam tadzkir adalah al-wa’d
(janji balasan kebajikan), al-wa’id (janji ancaman),surge dan neraka serta
penyucian lahir dan bathin. Sedangkan hukum mencakup beban (takalif) berupa
perintah, larangan, hal yang bermanfaat, dan hal-hal yang dapat mendatangkan
kemudharatan.

          Secara garis besar ulumul quran itu dapat dikategorikan menjadi dua
macam, yaitu ilmu-ilmu yang yang diistimbatkan dari al-Quran, yang kemudian
dapat dipedomani oleh manusia dalam menjalani kehidupan ini. Termasuk dalam
kategori ini, misalnya ilmu fiqh, ushul, tafsir, balaghah, kaidah-kaidah bahasa,
akidah, akhlak, dan sejarah. Dan yang kedua, ilmu-ilmu yang menjadi syarat atau
alat untuk memahami al-quran. Yang dimaksud dengan istilah ulumul Quran
dalam kajian ini adalah yang terakhir ini. Hal tersebut mencakup antara lain
sebagai berikut : 

a) Ilmu Nuzul al-Qur’an” Kajian ini mencakup penyampaian quran  dari  Allah   
kepada  Nabi Muhammad,  Al-makki  wa  Al-  madani, ayat paling awal dan
paling akhir diturunkan, ayat     yang         turun dimalam  hari (al-layliyah),
yang turun diwaktu siang (al-nahariyah), ayat yang turun dalam perjalanan,
ayat yang turun ketika Nabi berada ditempat tinggalnya, ayat yang turun
ketika Nabi berada dalam perjalanan dan ayat yang berulang kali turunnya.

14
b) Ilmu Qira’ah, Hal ini mencakup cara memulai bacaan, membaca wakaf, mad,
idgam, dan lain sebagainya. Termasuk juga dalam kajian ini perbedaan para
ulama dalam membacanya, ada bacaan mutawatir, ahad, masyhur, dan syazz
c) Kajian tentang makna alquran yang berhubungan dengan hukum, seperti lafal
‘am yang tetap dalam keumumannya, ‘am yang telah ditakhsiskan, Manthiq,
mafkhum, muthlaq, muqayyad, dan lain sebagainya.
d) Kajian tentang makna alquran yang berkaitan dengan lafal, seperti ijaz, ithnab,
musawa, qashar, dan lain-lain.”

        Dengan demikian, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Ulumul
quran itu mencakup ilmu-ilmu  bahasa arab dan segala kajian. Yang berkaitan
dengan ajaran islam. Bahwa As-Sayuti berpendapat,bahwa ilmu jiwa, ilmu falaq,
ilmu astronomi, dan lain sebagainya juga termasuk ulumul quran. Hal itu
didasarkan pada firman Allah swt : 

Ž‫ك‬ Žِ Žُ‫ ف‬Ž‫ َأ ْن‬Ž‫ن‬Žْ Ž‫ ِم‬Ž‫ ْم‬Ž‫ ِه‬Ž‫ ْي‬Žَ‫ ل‬Ž‫ َع‬Ž‫ ا‬Ž‫ ًد‬Ž‫ ي‬Ž‫ ِه‬Ž ‫ش‬
َ Ž Žِ‫ ب‬Ž‫ ا‬Ž Žَ‫ ْئ ن‬Ž‫ج‬Žِ Ž‫ َو‬Žۖ Ž‫ ْم‬Ž‫ ِه‬Ž ‫س‬Ž Žَ Ž‫ ٍة‬Ž‫ ُأ َّم‬Ž‫ ِّل‬Ž‫ ُك‬Ž‫ ي‬Žِ‫ ف‬Ž‫ث‬ Žُ Ž‫ َع‬Ž‫ ْب‬Žَ‫ ن‬Ž‫ َم‬Ž‫و‬Žْ Žَ‫ ي‬Ž‫و‬Žَ
Ž‫ ٍء‬Ž‫ي‬
Žْ Ž ‫ش‬Žَ Ž‫ ِّل‬ŽŽ‫ ُك‬Žِ‫ ل‬Ž‫ا‬ŽŽً‫ن‬Ž‫ ا‬Žَ‫ ي‬Ž‫ ْب‬Žِ‫ ت‬Ž‫ب‬ Žَ Ž‫ا‬ŽŽَ‫ ت‬Ž‫ ِك‬Ž‫ ْل‬Ž‫ ا‬Ž‫ك‬ Žَ Ž‫ ْي‬Žَ‫ ل‬Ž‫ َع‬Ž‫ ا‬Žَ‫ ن‬Ž‫ ْل‬Ž‫ َّز‬Žَ‫ ن‬Ž‫ َو‬Žۚ Ž‫ ُؤ اَل ِء‬Žَ‫ه‬Žٰ Ž‫ى‬Žٰ Žَ‫ ل‬Ž‫ َع‬Ž‫ ا‬Ž‫ ًد‬Ž‫ ي‬Ž‫ ِه‬Ž‫َش‬
Žَ Ž‫ ي‬Ž‫ ِم‬Žِ‫ ل‬Ž‫ ْس‬Ž‫ ُم‬Ž‫ ْل‬Žِ‫ ل‬Ž‫ى‬Žٰ Ž‫ َر‬Ž‫ ْش‬Žُ‫ ب‬Ž‫ َو‬Žً‫ ة‬Ž‫ َم‬Ž‫ح‬Žْ Ž‫ر‬Žَ Ž‫و‬Žَ Ž‫ ى‬Ž‫ ًد‬Žُ‫ ه‬Ž‫و‬Žَ
   Ž‫ن‬

          
Terjemahannya : (dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap
umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan
kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.(QS. An-Nahl
(16) : 89.

2.4 Urgensi Ulumul Alquran Dalam menafsirkan Alquran.

Ulumul qur’an mempunyai erat kaitannya erat dengan tafsir, di mana tafsir
merupakan salah satu kajian dalam ulumul quran. Dan dalam menafsir Alquran,
ulumul quran lainnya sangat diperlukan oleh seorang mufassir. Dengan

15
menguasainya, mufassir terbantu dalam memahami ayat-ayat tersebut. Maka
urgensi ulumul quran dalam memahami ayat-ayat Alquran sama dengan urgensi
ulumul hadis dalam memahami hadis; sebagaimana hadis tidak akan dapat
dikuasai dan dipahami tanpa menguasai ilmu hadis terlebih dahulu, seperti itu
pulalah Alquran tidak akan dapat dipahami tanpa mengetahui ulumul quran.

         Terkait dengan penafsiran, para sahabat Nabi saw. berusaha menafsirkan


Alquran sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing, namun demikian di
antara mereka yang saling menyalahkan, justru perbedaan kemampuan itulah yang
membuat mereka termotivasi untuk memperoleh hasil yang terbaik.

          Para sahabat senantiasa melanjutkan kegiatan mereka dalam


menyampaikann makna-makna Qur’an dan penafsiran ayat-ayat berbeda-beda di
antara mereka, sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam
memahami dan karena adanya perbedaan  lama dan tidaknya mereka hidup
bersama Rasulullah saw. Hal yang demikian diteruskan oleh murid-murid mereka,
yaitu para tabi’in.

            Bahasa Alquran mengandung uslub-uslub yang berbeda dengan bahasa


lainnya, terutama bahasa non-Arab, seperti ungkapan sumpah, amtsal, dan lain
sebagainya. Seseorang tidak akan dapat memahami uslub-uslub itu, jika dia tidak
mempelajarinya. Kajian terhadapnya merupakan bagian dari pemahaman ulumul
quran.  Seseorang, misalnya akan menemui kesulitan memahami ayat-ayat yang
menganndung sumpah tersebut, jika tidak dipelajari, demikian pula amtsal. Kedua
hal ini termasuk dalam kajian ulmul quran, yang disebut dengan ilmu aqsam
Alquran dan ilmu amtsal Alquran. Dengan demikian, jelaslah bahwa ulmul quran
adalah merupakan kunci memahami Alquran.

            Urgensi ulumul quran dalam penafsirannya secara lebih jelas terlihat pada
ilmu asbab an nuzul dan an-nasikh wa mansukh, tanpa menguasai ilmu ini, orang
bisa salah dalam memahami ayat-ayat Alquran, terutama ayat-ayat yang khusus
diturunkan untuk menjawab kasus-kasus tertentu yang tidak boleh dihukum yang

16
kandungannya digeneralisasi untuk semua kasus, seperti firman Allah dalam
Surah Al-Ma’idah (5) ayat 93 dan juga firman Allah swt. berikut :

Žَ ‫ هَّللا‬Ž‫ ِإ َّن‬Žۚ Žِ ‫ هَّللا‬Žُ‫ ه‬Ž‫ج‬Žْ Ž‫و‬Žَ Ž‫ َّم‬Žَ‫ث‬Žَ‫ ف‬Ž‫ا‬Ž‫ و‬Žُّ‫ ل‬Ž‫و‬Žَ Žُ‫ ت‬Ž‫ ا‬Ž‫ َم‬Žَ‫ ن‬Ž‫ َأ ْي‬Žَ‫ ف‬Žۚ Ž‫ب‬
Žُ Ž‫ ِر‬Ž‫ ْغ‬Ž‫ َم‬Ž‫ ْل‬Ž‫ ا‬Ž‫و‬Žَ Ž‫ق‬
ُ Ž‫ ِر‬Ž‫ ْش‬Ž‫ َم‬Ž‫ ْل‬Ž‫ ا‬Žِ ‫ هَّلِل‬Ž‫و‬Žَ
Ž‫ ٌم‬Ž‫ ي‬Žِ‫ ل‬Ž‫ َع‬Ž‫ ٌع‬Ž‫س‬Žِ Ž‫ ا‬Ž‫و‬Žَ
Terjemahannya : Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun
kamu menghadap di situlah wajah Allah[83]. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.(QS. Al-Baqarah (2) ayat 115.

            Ayat ini, secara umum tanpa melihat asbab an-nuzul-nya, berarti “bahwa
seseorang, dalam shalatnya, boleh dan sah menghadap kemana saja, karena semua
yang ada ini kepunyaan Allah”. Jika ayat ini dipahami seperti iu, maka ia terlihat
kontradiktif dengan Surah Al-Baqarah (2) ayat 143-144, yang memerintahkan
umat Islam agar dalam shalat menghadap kiblat, yaitu Ka’bah. Sebenarnya ayat di
atas hanya berlaku pada kasus tertentu yang sama dengan  asbab an-nuzul-nya.

            Setelah menganalisa uraian tentang urgensi ulumul Alquran dalam


menafsirkan Alquran Penulis dapat menyimpulkan bahwa hubungan antara ilmu
ulumul quran dan tafsir Al-quran sangat erat kaitannya. Karena dengan keduanya
dapat memudahkan menafsirkan dan menta’wilkan ayat-ayat al-Quran baik yang
muhkan maupun yang mutasyabih.  

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya dalam
makalah ini dapat disimpulkan:
1. Ulum Al-Qur’an adalah ilmu yang membahas masalah-masalah yang
berhubungan dengan Al-Qur’an dari segi asbab an-nuzul (sebab-sebab
turunnya Al-Qur’an), pengumpulan dan penerbitan Alquran, pengetahuan
tentang surat-surat Makkiyyah dan dan Madaniyyah, an-nasikh wal mansukh
dan sebagainya.
2. Ulumul quran mulai tumbuh semenjak masa Nabi. Rasul adalah mufasir
awwal.  Akan tetapi, penafsiran Nabi terhadap ayar-ayat tersebut tidak ditulis
secara resmi oleh para sahabat. Penafsiran Nabi hanya disampaikan kepada
sahabat yang lain dan tabi’in dengan periwayatan dari mulut ke mulut.
3. Karena begitu luasnya pembahasan tentang ’ulum al-Qur’an, maka Dr. M.
Quraisy Shihab membagi kedalam empat komponen, (1) Pengenalan terhadap
al-Qur’an, (2) kaidah-kaidah tafsir, (3) metode-metode tafsir, (4) kitab-kitab
tafsir dan para mufassir.

3.2 Saran
1. Kepada para pembaca disetiap jenjang pendidikan dan dari  segala status
sosial lainnya agar kiranya banyak membaca al-Qur’an yang dapat bernilai
ganda baik kehidupan dunia maupun akhirat.
2. Karena al-Qur’an merupakan pedoman hidup, sudah seharusnya kepada
pemerintah melalui kantor, dinas dan badan penyelenggara pendidikan
formal dan informal agar kiranya pendidikan al-Qur’an dimasukkan dalam
kurikulum pendidikan dasar, menengah dan atas serta perguruan tinggi
sehingga suasana kehidupan qur’ani dapat menyeluruh dan menyentuh
lapisan bawah.
3. Perlu pemerataan pembangunan dan pengelolaan pusat studi al-Qur’an
sehingga kajian studi al-qur’an lebih merata kesetiap daerah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah M. Yamin. 2007 . Studi Akhlak dalam  Perspektif Alquran. Cet. I,


Pekan Baru : Amzah.

Anwar, Abu. 2002 ‘Ulumul Qur’an, Sebuah Pengantar .Cet. I; Pekanbaru:


Amzah.

Anwar, Rosihan. 2007 .Ilmu al-Qur’an. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia.

Ash-Shabuhi, Mummad Ali. 1999. at-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an. terj. Aminuddin,


Mutiara Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Cet. Bandung: Pustaka Setia

Ash-Shiddiq, Hasbi. 1992. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir. Cet.


XV; Jakarta: Bulan Bintang

As-Shalih, Subhi. 1985.  Mabahits fi ’Ulumil Qur’an. Terj. Tim Pustaka Firdaus,
Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an. Cet. XVI; Jakarta: Pustaka Firdaus

Az-Zarqani. 1972 ..Manahil al-Irfan, Jilid I. Beirut; Daral-Fikr

Al-Hafidz  W. Ahsin . 2008. Kamus Ilmu Alquran. Cet. III, Wonosobo.

Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an  dan terjemahnya. Cet. V; Bandung:  


CV. Diponegoro.

Departemen Agama RI. 1990. Tafsir Ilmu Tafsir. Cet. II; Jakarta: Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam

Ibrahim. 1985. al-Mu’jamul Wasith Jilid II. Cet. III; Kairo: Darul Handasiah

Mardan. 2009. al-Qur’an, Sebuah Pengantar Memahami al-Qur’an Secara Utuh,


Jakarta: Pustaka Mapan

 Rosadisastra Andi. 2007. Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial. Cet. I;
Jakarta: Amzah

Syadali, Ahmad. 1997. ‘Ulumul Qur’an I. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia

Syauqi Nawawi, Rif’at. 1992. Pengantar Ilmu Tafsir. Cet.II; Jakarta: Bulan
Bintang.

Thoba’ Thoba’i. 1977. Mengungkap Rahasia al-Qur’an. Terj. Jakarta: Mizan

19

Anda mungkin juga menyukai