Skripsi Mia '22-1
Skripsi Mia '22-1
Skripsi Mia '22-1
Disusun Oleh:
Mia Kurnia Putri (2011A0152)
Aprin Rusmawati, M. Kep. (0720048605)
i
HUBUNGAN KEPATUHAN PENERAPAN PEWS DENGAN RESPONSE TIME
DAN KESELAMATAN PASIEN DI RSIA MUHAMMADIYAH
KOTA PROBOLINGGO
Diajukan Oleh:
Mia Kurnia Putri
2011A0152
Kediri, 27-05-2022
Dosen Pembimbing
MENGETAHUI,
Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia
ii
Hubungan Kepatuhan Penerapan PEWS dengan Response Time dan
Keselamatan Pasien di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo
Oleh:
Mia Kurnia Putri
2011A0152
DOSEN PENGUJI
Ketua Penguji
Anggota Penguji
Joko Sutrisno, M. Kes. (Penguji 2)
MENGETAHUI,
Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia
iii
ABSTRAK
1 2
Mia Kurnia Putri , Aprin Rusmawati, S.Kep.Ns.,M.Kep.
¹Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia
²Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan
iv
ABSTRACT
1 2
Mia Kurnia Putri , Aprin Rusmawati, S.Kep.Ns.,M.Kep.
¹Institute of Health Sciences STRADA Indonesia
²Faculty of Nursing and Midwifery
v
DAFTAR ISI
vi
E. Hasil Uji Statistik ....................................................................................................... 50
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................................... 52
A. Kepatuhan Penerapan PEWS .................................................................................. 52
B. Response Time dan Keselamatan Pasien .............................................................. 55
C. Hubungan Kepatuhan Penerapan PEWS dengan Response Time dan
Keselamatan Pasien. .................................................................................................. 58
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 60
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 60
B. Saran .............................................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 62
INFORMED CONSENT .................................................................................................. 64
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN .............................................................. 65
LEMBAR OBSERVASI KEPATUHAN PEWS ...................................................... 66
LEMBAR OBSERVASI RESPONSE TIME UGD ................................................ 67
CEK LIST KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN............................................ 68
CEK LIST RESIKO JATUH ......................................................................................... 69
DOKUMENTASI ............................................................................................................... 70
LAMPIRAN 1 ...................................................................................................................... 71
LAMPIRAN 2 ...................................................................................................................... 72
LAMPIRAN 3 ...................................................................................................................... 73
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
2015 mengharuskan setiap rumah sakit memiliki sistem respon yang optimal
pertama kali sejak tahun 1997 oleh James Paget di Norfolk, Inggris dan
juga dapat menentukan tingkat perawatan dan ruang dimana anak akan
penurunan klinis, dan menginisiasi respon klinis yang tepat waktu dan sesuai.
1
ketidaktepatan dalam respon klinis. Hal tersebut akan memperburuk kondisi
pasien yang dapat meningkatkan angka kematian pasien (Qolbi et al, 2020).
2015 terdapat 850 kematian per 100.000 pasien setiap tahunnya. Dari 576
kematian yang dilaporkan oleh National Patient Safety Agency and Learning
Nation’s Third Biggest Killer in 2013 yaitu 251.000 pasien per tahun di USA
(2013) di Indonesia belum ada data tentang angka kematian di seluruh rumah
sakit yang disebabkan karena perburukan yang tidak diketahui sejak awal dan
di rumah sakit. Setiap tahun lebih dari 500.000 anak dan dewasa mengalami
henti jantung dan kurang dari 25% selamat. Studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti pada bulan agustus 2021 dengan metode observasi dan pengumpulan
SNARS Edisi 1.1 tahun 2019. Maka dari itu, tenaga kesehatan khususnya
mengikuti seminar dan workshop tentang Pediatric Early Warning Score agar
2
dapat mengimplementasikan dengan baik. Penggunaan PEWS sebagai sistem
yang sangat penting, karena penundaan dalam memulai tindakan yang tepat
Setiap rumah sakit telah memiliki regulasi PEWS yang harus dipatuhi
note pasien tetapi tidak segera mengambil tindakan pada pasien sesuai
mencatat skor PEWS tetapi tidak dianalisis dan tidak segera dilaporkan pada
DPJP. Menurut Erni (2017) perawat cenderung fokus pada keluhan pasien dan
melaksanakan EWS hanya sebesar 53% dan 2,2%. Kepatuhan perawat sebagai
tenaga dengan jumlah dan tugas paling banyak di rumah sakit (R. Kemenkes,
3
pelaksanaan PEWS. Saat ini RSIA Muhammadiyah Kota probolinggo sudah
pasien dewasa, PEWS (Pediatric Early Warning Score) untuk pasien anak-
untuk kebidanan. Setiap hasil observasi akan dicoding sesuai dengan tabel
tingkatannya.
dalam melaksanakan PEWS. Hal ini terlihat dari kinerja perawat yang masih
lalai dalam penanganan pasien. Perawat tidak melakukan EWS sesuai dengan
kondisi pasien bahkan angka kematian yang tidak diantisipasi di rumah sakit
formulir-formulir lainnya yang ada di rekam medis yang harus diisi. Jika ada
lain tanpa menuliskan kembali di lembar PEWS yang ada. Selain itu, di rawat
4
inap masih ada kejadian pasien tiba-tiba penurunan kesadaran. Oleh karena itu
dengan response time dan keselamatan pasien sehingga dapat menjadi evaluasi
bagi rumah sakit untuk mempersiapkan tenaga medis lebih baik lagi agar
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
5
penerapan metode Pediatric Early Warning Score (PEWS) dengan
lebih tepat dan cepat, serta juga dapat menjadi referensi untuk
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Probolinggo.
b. Bagi Responden
c. Bagi Institusi
6
E. KEASLIAN PENELITIAN
NAMA-TAHUN TUJUAN PENELITIAN METODE HASIL PENELITIAN PERBEDAAN
PENELITIAN
Dyah Restuning Untuk mengetahui Deskriptif kuantitatif Tingkat pengetahuan sebagian Variabel penelitiannya
Prihati-2019 pengetahuan perawat tentang dengan pendekatan besar perawat dengan early yaitu variabel independen
early warning score dalam survey. warning score dalam penilaian dalam penelitian ini
penilaian dini kegawatan dini kegawatan pasien kritis adalah pengetahuan
pasien kritis. dikategorikan cukup. perawat tentang early
warning score dan
variabel dependen adalah
penilaian dini kegawatan
pasien kritis., dengan
menggunakan rancangan
desain deskriptif
kuantitatif. Sampel dalam
penelitian ini diambil
dengan menggunakan
teknik total sampling dan
populasinya seluruh
perawat yang bekerja di
ruang Nakula 2 dan 3
sebanyak 39 perawat di
RSUD K.R.M.T.
Wongsonegoro Semarang.
Tati, Kardina, Sari, Untuk mengetahui faktor- Cross sectional Ada hubungan masa kerja Variabel penelitiannya
Abdy-2020 faktor yang berhubungan perawa dengan respon time yaitu faktor-faktor yang
dengan response time pasien pasien di IGD RS. berhubungan dengan
di IGD RS. Grandmed. Grandmed dengan nilai respon time pasien,
signifikan 0,006. dengan menggunakan Uji
7
Ada hubungan beban kerja Chi-Square. Desain yang
perawat dengan respon time digunakan adalah
pasien di IGD RS. Grandmed observasi analitik dengan
dengan nilai signifikan 0,002. pendekatan cross
Tidak ada hubungan sarana sectional, sampel yang
dan prasarana dengan respon diambil adalah seluruh
time pasien di IGD RS. perawat IGD yaitu 30
Grandmed dengan nilai orang dengan kriteria: 1)
signifikan 0,187. perawat yang bekerja di
IGD, 2) tingkat
pendidikan minimal D3,3)
masa kerja minimal 3
bulan atau telah selesai
melaksanakan masa
training.
Cerly, Ni Luh- Untuk mengetahui faktor- Deskriptif korelasi, Hasil penelitian secara statistik Variabel penelitiannya
2020 faktor yang berhubungan desain cross sectional membuktikan ada hubungan yaitu faktor-faktor yang
dengan kepatuhan yang bermakna antara berhubungan dengan
pelaksanaan monitoring pelatihan, pengetahuan, kepatuhan pelaksanaan
early warning score. motivasi dan sikap dengan monitoring early warning
kepatuhan pelaksanaan score dengan sampel 109
monitoring EWS dengan p- responden perawat di RS
value < 0,05. X Swasta Jakarta diambil
Tidak ada hubungan secara purposive
yang bermakna antara usia, sampling, metode
tingkat pendidikan, masa kerja penelitian deskriptif
dengan kepatuhan pelaksanaan korelasi, desain cross
monitoring EWS dengan p- sectional .
value > 0,05.
Janwar, Marisa, Menggambarkan Deskriptif analisis Perawat di rumah sakit swasta Variabel penelitiannya
Oberlin-2019 pengetahuan perawat tentang di bagian timur yaitu pengetahuan
8
EWS di RS swasta yang Indonesia memiliki tingkat perawat tentang EWS di
berada di Indonesia bagian pengetahuan yang memadai RS swasta yang berada di
timur. dari EWS. Kondisi ini Indonesia bagian timur,
mungkin sebagai metode deskriptif
hasil partisipasi perawat dalam kuantitatif, dengan sampel
pelatihan yang dilaksanakan 48 perawat di RS swasta
sebulan sekali. di Indonesia Timur,
menggunakan
analisis deskriptif.
Jonathan, Gilny, Untuk menganalisis respon Deskriptif analisis Respon time di IGD RS Variabel penelitiannya
Florida-2015 time di IGD RS Advent Advent Bandung untuk yaitu respon time di IGD
Bandung. penanganan kasus bulan RS Advent Bandung
Januari-Mei 2015 yang sesuai dalam kurun waktu lima
standar (<5 menit) adalah 1775 bulan, Januari-Mei 2015.
kasus atau 58% dan yang tidak Secara keseluruhan
menurut standar (>5 menit) tercatat 3037 kasus
adalah 1262 kasus atau 42%, menggunakan uji statistik
dengan waktu respon rata-rata Kruskal-Wallis Anova.
6 menit 25 detik.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan Perawat
1. Definisi Kepatuhan
Kepatuhan dengan kewaspadaan mengandung arti bahwa tenaga
kesehatan memiliki kesadaran untuk memahami dan menggunakan
peraturan kesehatan yang berlaku, mempertahankan tertib dengan
pelayanan kesehatan dan menegakkan kepastian kewaspadaan standar.
Adapun ciri-ciri seseorang yang berperilaku sesuai dengan aturan
kepatuhan yang berlaku dapat dilihat dari perilaku yang diperbuatnya,
disenangi oleh masyarakat pada umumnya, tidak menimbulkan kerugian
bagi diri sendiri dan orang lain, tidak menyinggung perasaan orang lain,
menciptakan keselarasan, mencerminkan sikap sadar dan patuh dan
mencerminkan kepatuhan dengan standar kesehatan. Perilaku patuh
mencerminkan sikap patuh dengan standar kewaspadaan yang harus
ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga,
masyarakat, terutama pada lingkungan pelayanan kesehatan bangsa
(Kemenkes, 2013).
Kepatuhan adalah suatu perilaku manusia yang taat dengan aturan,
perintah, prosedur dan disiplin. Kepatuhan perawat adalah perilaku
perawat sebagai seorang yang profesional dengan suatu anjuran, prosedur
atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati (Widarti, 2014).
2. Faktor-Faktor Kepatuhan
a. Faktor Internal
1) Karakteristik Perawat
Karakteristik perawat merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki
seseorang yang pekerjaannya merawat klien sehat maupun sakit
(Cahyono, 2015). Karakteristik perawat meliputi variabel
demografi yaitu umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat
pendidikan (Smet, 2012).
10
2) Kemampuan
Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan yang meliputi
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan
intelektual mempunyai peran yang besar dalam pekerjaan yang
rumit, sedangkan kemampuan fisik mempunyai peranan penting
untuk melakukan tugas yang menuntut stamina, kecekatan,
kekuatan dan keterampilan (Suryoputri, 2011).
3) Motivasi
Motivasi adalah konsep yang menggambarkan kondisi interistik
yang merangsang perilaku tertentu, dan respon instrinsik yang
menampakkan perilaku manusia. Respon instrinsik ditopang oleh
sumber energi, yang disebut motif yang dapat diartikan sebagai
kebutuhan, keinginan, atau dorongan. Motivasi diukur dengan
perilaku yang dapat diobservasi dan dicatat (Julianto, 2014).
Motivasi dapat mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan
suatu pekerjaan yangmenjadi tugas dan tanggung jawabnya.
Motivasi adalah daya penggerak didalam diri orang untuk
melakukan aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu
(Uno, 2014).
Motivasi adalah rangsangan, dorongan, dan ataupun pembangkit
tenaga yang dimiliki seseorang atau sekelompok masyarakat yang
mau berbuat dan bekerja sama secara optimal melaksanakan
sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Suryoputri, 2011).
Motivasi dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi
instrinsik yang timbulnya suatu proses yang ada dalam diri individu
sendiri, dan motivasi ekstrinsik timbulnya karena adanya
rangsangan dari luar individu. Fungsi dari motivasi dalam
hubungannya dengan perilaku adalah sebagai penggerak untuk
mendorong manusia bertindak menuju kearah perwujudan suatu
tujuan (Uno, 2014).
11
Karakteristik umum dari motivasi adalah tingkah laku yang
bermotivasi digerakkan dimana pendorongnya kebutuhan dasar,
memberi arah, menimbulkan intensitas bertindak, efektif, dan
merupakan kunci untuk pemuas kebutuhan (Uno, 2014).
4) Persepsi
Persepsi setiap orang khususnya perawat tentang pelaksanaan
Early Warning Score System akan diterima, dimaknai, dan diingat
secara selektif sehingga kepatuhan perawat dalam pelaksanaan
akan berbeda (Suryoputri, 2011).
5) Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang dengan objek melalui
indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, pengecap, peraba)
(Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan orang dengan objek mempunyai intensitas atau
tingkat yang berbeda-beda yang dapat dibagi kedalam enam tingkat
pengetahuan yaitu:
a) Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu
materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa
seseorang itu tahu adalah menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan dan menyatakan.
b) Memahami artinya kemampuan untuk menjelaskan dan
menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang
diketahui dengan memberikan contoh dan menyimpulkan.
c) Penerapan yaitu kemampuan untuk menggunakan atau
mengaplikasikan materi yang telah dipelajari pada situasi dan
kondisi nyata.
d) Analisis artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek
kedalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih didalam suatu
struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain.
e) Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
12
f) Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian dengan
suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah
ada atau disusun sendiri. Pengetahuan dapat diukur dengan
wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan, meliputi:
a) Tingkat pendidikan
b) Pengalaman
c) Sumber informasi
d) Lingkungan
e) Sosial ekonomi
f) Umur, (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan dibagi menjadi tiga yaitu pengetahuan baik (skor
76-100%), pengetahuan cukup (Skor 56-75%), pengetahuan kurang
(skor 0-55%) (Notoatmodjo, 2010).
13
dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran beban kerja diartikan
sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi
dan efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang jabatan
yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik
hubungan jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik
manajemen lainnya.
3) Karakteristik kelompok
Kelompok adalah unit komunitas yang terdiri dari dua orang
atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan pemikiran serta
integritas antar anggota yang kuat. Karakteristik kelompok adalah
adanya interaksi, adanya struktur, kebersamaan, adanya tujuan, ada
suasana kelompok, dan adanya dinamika interdependensi
(Suryoputri, 2011).
Anggota kelompok melaksanakan peran tugas, peran
pembentukan, pemeliharaan kelompok, dan peran individu.
Anggota melaksanakan hal ini melalui hubungan interpersonal.
Tekanan dari kelompok sangat mempengaruhi hubungan
interpersonal dan tingkat kepatuhan individu karena individu
terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok
meskipun sebenarnya individu tersebut tidak menyetujui
(Suryoputri, 2011).
4) Karakteristik lingkungan
Apabila perawat harus bekerja dalam lingkungan yang terbatas
dan berinteraksi secara konstan dengan staf lain, pengunjung, dan
tenaga kesehatan lain. Kondisi seperti ini yang dapat menurunkan
motivasi perawat dengan pekerjaannya, dapat menyebabkan stress,
dan menimbulkan kepenatan (Julianto, 2014).
5) Pola Komunikasi
Pola berkomunikasi dengan profesi lain yang dilakukan oleh
perawat akan mempengaruhi tingkat kepatuhannya dalam
melaksanakan tindakan. Aspek dalam komunikasi ini adalah
ketidakpuasan dengan hubungan emosional, ketidakpuasan dengan
14
pendelegasian maupun kolaborasi yang diberikan (Suryoputri,
2011).
6) Keyakinan
Keyakinan tentang kesehatan atau perawatan dalam sistem
pelayanan kesehatan mempengaruhi kepatuhan perawat dalam
melaksanakan peran dan fungsinya (Smet, 2012).
7) Dukungan sosial
Dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan,
maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang diterima individu dari
orang lain ataupun kelompok (Sarafino, 2008). Bentuk dukungan
sosial ada lima yaitu:
a) Dukungan emosi
b) Dukungan penghargaan
c) Dukungan instrumen
d) Dukungan informasi
e) Dukungan kelompok
c. Kriteria Kepatuhan Perawat
Menurut Kemenkes (2013) kriteria kepatuhan dibagi menjadi tiga
yaitu:
1) Patuh adalah suatu tindakan yang taat baik dengan perintah ataupun
aturan dan semua aturan maupun perintah tersebut dilakukan dan
semua benar.
2) Kurang patuh adalah suatu tindakan yang melaksanakan perintah
dan aturan hanya sebagian dari yang ditetapkan dan dengan
sepenuhya namun tidak semuanya.
3) Tidak patuh adalah suatu tindakan mengabaikan atau tidak
melaksanakan perintah atau aturan sama sekali untuk mendapatkan
nilai kepatuhan yang lebih akurat atau terukur maka perlu
ditentukan angka atau nilai dari tingkat kepatuhan tersebut,
sehingga bisa dibuatkan ranking tingkat kepatuhan seseorang.
Tingkat kepatuhan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu:
a) Patuh: 75%-100%
15
b) Kurang patuh : 50%-75%
c) Tidak patuh : <50%
B. Konsep Early Warning Score System
1.Definisi Early Warning Score System
Early Warning Score System (EWSS) adalah sebuah sistem skoring
fisiologis yang digunakan di unit medikal bedah sebelum pasien
mengalami kondisi kegawatan (Duncan & McMullan, 2012). Pendeteksian
dini dilakukan untuk melacak atau menemukan pasien yang mengalami
perburukan kondisi dengan menilai dan menganalisis tanda-tanda vital
dalam parameter fisiologis sesuai dengan hasil scoring (Kyriacos et al,
2011). Sistem ini menggunakan konsep pendekatan proaktif untuk
meningkatkan keselamatan pasien dan hasil klinis pasien yang lebih baik
dengan standarisasi pendekatan asesmen dan mengadopsi pendekatan ini
dari Royal College of Physicians-National Health Service (2012). Royal
College of Physicians mengungkapkan kegunaan EWS untuk
menstandarisasikan penilaian dengan keparahan penyakit akut di rumah
sakit maupun pra-rumah sakit. EWS digunakan juga sebagai instrument
untuk mengetahui kondisi klinis pasien dan memantau perburukan
fisiologis sehingga dapat dilakukan respon klinis tepat waktu dan
kompeten (Arigaet al, 2020). Perawat harus memperhatikan respon klinis
yang diberikan dalam penilaian perubahan fisiologis yang terdiri dari
kecepatan pemberian respon, kompetensi pemberi respon, frekuensi
monitoring klinis serta fasilitas yang mendukung sehingga respon yang
diberikan sesuai dan terjamin (Arigaet al, 2020).
2. Ruang Lingkup Early Warning Score
EWS disusun berdasarkan kumpulan dari penilaian dan pengukuran
sistem fisiologis (Arigaet al, 2018). Hal ini rutin dilakukan ketika pasien
baru atau pasien yang sedang dalam masa pengawasan di rumah sakit.
EWS terdiri dari 7 parameter yang terdiri dari pernafasan, saturasi oksigen,
tekanan darah sistolik, nadi, tingkat kesadaran, suhu dan tambahan skor 2
jika pasien menggunakan alat bantu nafas. Alat bantu nafas yang diberikan
bertujuan untuk mempertahankan saturasi oksigen pasien. Formulir EWS
16
dikutip dari sumber National Early Warning Score (NEWS). Penilaian
EWS juga dilakukan pada anak. Penggunaan dan penerapan EWS pada
anak bertujuan untuk memantau perubahan kompleks sejak dini yang
terjadi pada pasien anak di rumah sakit. Menurut The Irish Pediatric Early
Warning Score (PEWS) (The Irish Pediatric, 2019). Pada ibu hamil
digunakan pengkajian EWS dengan MOEWS (Modified Obstetric Early
Warning Score) yang terdiri dari 7 parameter fisiologis yaitu tekanan
darah sistolik, tekanan darah diastol, pernafasan, denyut jantung, saturasi
oksigen, suhu dan tingkat kesadaran. Sistem pengkajian ini diadopsi dari
The Irish Maternal Early Warning Score (IMEWS) yang bertujuan untuk
mengurangi angka kematian ibu serta meningkatkan kriteria hasil klinis
yang baik (Nair et al. 2018).
3. Algoritma/ Tatalaksana Early Warning System
EWS dapat digunakan untuk mengasesmen penyakit akut, mendeteksi
penurunan klinis, dan menginisiasi respon klinis yang tepat waktu dan
sesuai (Kolic et al. 2014). EWS dapat diimplementasikan untuk pengkajian
prehospital pada kondisi akut oleh first responder seperti pelayanan
ambulans, pelayanan kesehatan primer, puskesmas untuk mengoptimalkan
komunikasi kondisi pasien sebelum diterima rumah sakit tujuan (Royal
Collage of Physicians, 2017). Parameter fisiologis yang dinilai pada EWS
terdiri dari:
a. National Early Warning Score (NEWS)
Sebuah pendekatan sistematis yang menggunakan skoring untuk
mengidentifikasi perubahan kondisi sesorang sekaligus menentukan
langkah selanjutnya yang harus dikerjakan. Penilaian ini dilakukan
pada orang dewasa (berusia lebih dari 16 tahun), tidak untuk anak-
anak dan ibu hamil.
17
Tabel 1.1 Parameter Fisiologis National Early Warning Score (NEWS)
Ketentuan dan perencanaan yang harus dilakukan:
1) Semua petugas kesehatan yang merekam data atau menilai skor
NEWS 2 harus dilatih dalam penggunaannya.
2) Semua staf yang menggunakan NEWS 2 harus memahami
pentingnya skor berkaitan dengan respon untuk menanggapi tanda
dari NEWS dan sifat dari respons klinis yang diperlukan.
3) Pasien dengan skor NEWS sedang (5-6), petugas yang merespon
harus memiliki kompetensi klinis yang ditetapkan, dalam
penilaian dan penanganan pasien kritis akut.
4) Pasien dengan skor NEWS 2 total 7 atau lebih harus mendapatkan
respon DPJP minimal spesialis yang mempunyai keterampilan
perawatan kritis, termasuk manajemen saluran napas.
5) Harus ada kesepakan atau standar prosedur operasional berkaitan
respon waktu dengan laporan pasien kritis dimana respon ini
harus bisa sampai mengesampingkan tugas-tugas lainnya.
6) Hasil skoring NEWS harus tercatat dengan baik secara
berkelanjutan walaupun pasien dilakukan perawatan lanjutan di
ICU dengan monitoring invasif maupun non invasive.
7) Dalam keadaan ini untuk memastikan data lengkap perlu
monitoring secara terus menerus dengaan meminimalkan data
terlewat, misalnya untuk skor NEWS 2 dengan total 5 atau lebih
bisa dilakukan setiap jam.
18
8) Pada pasien skor NEWS 7 atau lebih dokter penanggung jawab
pelayanan harus mempertimbangkan segala kemungkinan
termasuk CPR (Cardiopulmonry resucitation ataupun
penggunaan ventilasi mekanik (ventilator).
Tabel 1.2 Skor NEWS dan Respon Klinis yang Diberikan
3 dengan sedang Harus segera dievaluasi oleh perawat Perawat lapor kepada tim Min 1 jam
parameter yang Kompeten. medis apakah memerlukan
tungggal tindakan medis .
5-6 Sedang Harus segera melakukan tinjauan Perawat berkolaborasi Min 1 jam
mendesak oleh klinisi yang terampil dengan tim/pemberian
dengan kompetensi dalam penilaian assesmen kegawatan
penyakit akut di bangsal biasanya oleh meningkatkan perawatan
dokter atau perawat dengan dengan fasilitas monitor
mempertimbangkan Apakah eskalasi yang lengkap.
perawatan ke tim, perawatan kritis
Diperlukan (yaitu tim penjangkauan
perawatan kritis).
≥7 Tinggi Harus segera memberikan penilaian Berkolaborasi dengan tim Bad set
daruratsecaraklinisolehtim medis/pemberian monitor/
penjangkauan/critical care outreach assesmen kegawatan/ every time
dengan kompetensi penanganan pasien jika perlu pindah ruang
kritis dan biasanya terjadi transfer ICU
pasien ke area perawatan dengan alat
bantu.
b. Pediatric Early Warning System (PEWS)
Alat monitoring yang dianggap mampu membantu perawat dalam
memantau dan mengontrol kondisi anak, sehingga dapat memberikan
laporan secepat mungkin kepada dokter mengenai perburukan kondisi
anak. PEWS juga dapat menentukan tingkat perawatan dan ruang
dimana anak akan dirawat. Digunakan pada pasien anak/ pediatrik (
Berusia saat lahir-16 tahun). PEWS dapat digunakan untuk untuk
mengasesmen penyakit akut, mendeteksi penurunan klinis, dan
menginisiasi respon klinis yang tepat waktu dan sesuai. PEWS juga
19
dapat diimplementasikan untuk asesmen prehospital pada kondisi akut
oleh first responder seperti pelayanan ambulans, pelayanan kesehatan
primer, Puskesmas untuk mengoptimalkan komunikasi kondisi pasien
sebelum diterima rumah sakit tujuan. PEWS tidak digunakan pada
pasien dewasa lebih dari 16 tahun, pasien dengan Cyanotic heart
Desease , misalkan TOF (Tetralogi Of Fallot). Prosedur:
20
SKOR RESPON KLINIS
0-1 Catat pada rekam medis
Lakukan observasi rutin setiap 4 jam
2 Catat pada rekam medis
Lakukan observasi rutin setiap 3 jam
3 Catat pada rekam medis
Laporkan kepada dokter jaga ruangan/ DPJP
Dokter jaga ruangan Assesmen ulang
Dokter jaga ruangan DPJP
Lakukan observasi rutin setiap 2 jam
4 Catat pada rekam medis
Laporkan dokter jaga ruangan/ DPJP
Dokker jaga ruangan Asseemen ulang
Dokter jaga ruangan DPJP
Laporkan kepada DPJP
KIE keluarga
5–6 Catat pada rekam medis
Laporkan kepada DPJP
DPJP Asessmen ulang
KIE keluarga
21
Parameter 0 1 2 3
-Alert -Cenderung tidur -- Gelisah -Lethagic
-Sadar -Rewel -- Respon nyeri
Perilaku menurun
-Sesuai keadaan
sebelum sakit
-Merah -Pucat -Sianosis -Sianosis
-Capilary refill 1- -Capilary refill > -Capilary refill > 4 -Capilary refill > 5
2 detik 3 detik detik detik
Kardio -Takhikardi 30
-Takhikardi
vaskuler diatas normal.
-20 diatas
parameter normal. -Bradikardi
22
Nilai MOEWS Frekuensi Monitoring Respon Klinis
0 Minimal 8 jam Pantau sesuai parameter pada MOEWS.
Minimal 4-6 jam 1. Asesmen segera oleh pj shift bidan/kepala tim.
1-4 2. Tentukan jika perubahan frekuensi monitoring diperlukan.
(Resiko Ringan) 3. Tentukan jika perawatan yang lebin advance dibutuhkan.
4. hubungi DPJP dan dokter jaga untuk review.
Minimal tiap 1 jam 1. Review oleh dokter jaga.
5-6 2. Laporkan hasil review ke DPJP.
(Resiko Sedang) 3. Tentukan jika perawatan yang lebin advance dibutuhkan.
4. Lakukan implementasi sesuai prioritas.
Monitoring tiap 15-30 menit 1. Review oleh dokter jaga.
>7 (kontinyu) 2. Laporkan hasil review ke DPJP.
(Resiko Tinggi) 3. Tentukan jika perawatan yang lebin advance dibutuhkan.
4. Lakukan implementasi sesuai prioritas.
5. Pertimbangkan untuk perawatan ICU.
23
Langkah-langkah Penerapan PEWS berdasarkan Stony Brook
University Medical Center (2012) adalah:
a. Cek kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.
b. Setiap parameter kemudian diberikan skor sesuai PEWS.
c. Jumlahkan semua skor kemudian tentukan kategori PEWS.
d. Lakukan tatalaksana pasien sesuai Algoritma PEWS.
Menurut Sarim (2016) keuntungan menggunakan PEWS ini adalah:
a. Meningkatkan kualitas deteksi dini dan resusitasi pasien kritis.
b. Menurunkan angka kejadian henti jantung di rumah sakit setelah
intervensi.
c. Penurunan angka transfer emergency yang tidak direncanakan
ke ICU.
d. Penurunan jumlah pasien ICU dan lama perawatan di rumah
sakit.
e. Penurunan angka mortalitas dan morbiditas post operatif di
rumah sakit.
f. Meningkatkan angka harapan hidup paska henti jantung di
rumah sakit.
Peran perawat dalam penerapan Pediatric Early Warning Score
menurut National Health Service (2012), yaitu:
a. Sebagai pemberi layanan kesehatan (care giver) bertanggung
jawab dengan kondisi pasien selama 24 jam dan memantau
kondisi klinis pasien secara langsung.
b. Berkewajiban untuk melakukan dokumentasi dengan benar.
c. Menjaga komunikasi agar tetap berjalan secara
berkesinambungan.
d. Berpikir kritis dengan dengan mengembangkan dan melakukan
penelitian dapat meninjau dan mengevaluasi sistem skoring
yang telah diterapkan.
e. Memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dengan
mengikuti algoritma EWS tang sudah berstandarisasi.
24
4. Tujuan Pediatric Early Warning System
Tujuan utama penggunaan PEWS adalah untuk memastikan
pengkajian yang akurat pada parameter klinis pasien yang berpedoman
perhitungan skor dan memberikan intervensi sesuai pedoman sistematis
yang telah distandarisasi, meminimalkan terjadinya kegawatan tiba-tiba
dan perburukan kondisi pasien, sebagai alat komunikasi informasi yang
universal terkait kondisi klinis pasien baik antar shif maupun antar
ruangan (Duncan, 2012).
5. Parameter Pediatric Early Warning System
Masing-masing parameter akan dikonversikan dalam bentuk angka,
dimana makin tinggi nilainya maka makin abnormal keadaan pasien
sehingga menjadi indikasi untuk dilakukan tindakan pertolongan sesegera
mungkin. Format penilaian PEWS dilakukan berdasarkan pengamatan
status fisiologi pasien. Pengamatan ini dilakukan oleh perawat dan dokter.
Pengkajian EWS dilakukan pada pasien baru di IGD dan Ruang Rawat
Inap.
Menurut Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM
Yogyakarta (2018), pemeriksaan 7 parameter klinis meliputi:
a. Respiratory Rate
Pernafasan manusia adalah proses alamiah yang terjadi pada
kondisi normal, dia akan mempunyai efek kompensasi meningkat
pada kondisi beberapa hal diantaranya ketakutan, nyeri, stres, kondisi
hypercapneu, asidosis metabolik, gangguan sistem saraf pusat. Bila
sudah dalam taraf lanjut maka akan diikuti penurunan laju pernafasan
dan kemudian terjadinya henti jantung.
b. Saturasi Oksigen
Merupakan pengukuran kadar oksigen dalam darah dengan nilai
normal 97-100%. Pengurangan oksigen dapat menyebabkan distress
pernafasan, organ disfungsi dan kematian. Saturasi oksigen tergantung
pada pernapasan dan fungsi kardiovaskuler sehingga pasien yang
mengalami hypoxia perlu diberikan oksigen tambahan untuk
mencapai target saturasi.
25
c. Suplemen Oksigen
Perlu diingat bahwa pada orang yang telah membutuhkan
suplemen oksigen, berati dia sudah dalam kondisi memerlukan
perhatian atau pengawasan bukan pasien seperti pada umumnya.
Pemberian suplemen oksigen ini bertujuan untuk meningkatkan
saturasi oksigen, sehingga dianggap distribusi kebutuhan oksigen
untuk metabolisme di perifer mencukupi, walaupun faktor lain
stabilnya hemodinamik juga mempengaruhi hal ini. Hati-hati pada
pasien yang sudah terbiasa dengan fungsi pernafasan dalam kondisi
hiperkapni misalnya COPD/PPOK, menjaga kisaran saturasi oksigen
dalam interval 88-92% lebih bijak, hal ini dikarenakan mereka sudah
terbiasa dalam kondisi hiperkapneu. Bila diterapi dengan oksigen
tinggi dalam kondisi normokapneu maka ada kemungkinan akan
terjadi gagal nafas atau apneu pada pasien ini.
Meskipun COPD adalah penyebab paling umum yang
menyebabkan gagal nafas, ada beberapa hal yang juga menyebabkan
kondisi hiperkapneu misalnya: obesitas morbid, deformitas dinding
dada atau gangguan neuromuskuler. Untuk semua pasien ini, awal
target pada kisaran saturasi oksigen 88-92%, disarankan menunggu
ketersediaan hubungan gas darah (AGD) dengan kanul 24 % atau
masker venturi 28 %. Untuk pasien lain yang kondisi normal bisa
menggunakan target saturasi antara 96-100%.
d. Heart rate atau denyut jantung
Heart rate atau denyut nadi mempunyai arti klinis yang penting, hal
ini dikarenakan sering memberikan gambaran kompensasi yang
dilakukan oleh jantung dalam menjaga hemodinamik. Nadi yang
meningkat (takikardi) sering disebabkan karena faktor nyeri, takut, stres,
kekurangan cairan, penurunan tekanan darah, demam, sepsis, maupun
kekurangan cairan. Keadaan lainnya bisa karena aritmia, gangguan
metabolik, hipertiroid, intoksikasi obat simpatomimetik, antikholinergik
narkoba. Kondisi naiknya denyut nadi perlu mendapatkan perhatian
dikarenakan akan membutuhkan oksigen yang besar untuk jantung, bila
26
hal ini tidak terpenuhi bisa mengakibatkan terhentinya fungsi jantung.
Kondisi menurunnya denyut nadi (Bradikardi) juga merupakan indikator
yang penting, hal ini bisa diakibatkan fungsi kompensasi yang melemah
maka akan diikuti penurunan denyut jantung, bila hal ini tidak
mendapatkan perhatian atau intervensi maka bisa akan dikuti dengan
berhentinya fungsi jantung. Bradikardi juga bisa disebabkan karena
faktor obat (beta blocker), neostigmin, maupun obat sedasi yang terlalu
dalam, hipotermi, depresi SSP, hipotiroidisme ataupun blokade jantung.
e. Tekanan Darah Sistolik
Tekanan darah sistolik yang tinggi merupakan salah satu faktor
yang mungkin akan memunculkan kelainan kardiovaskuler, baik
serangan jantung mendadak, stroke maupun kondisi akut lainnya.
Tetapi tidak kalah pentingnya menilai perburukan atau penurunan
tekanan darah sistolik juga merupakan salah satu tanda perburukan
suatu penyakit. Hipotensi mungkin menunjukkan suatu keadaan
perburukan pada kekurangan cairan, gangguan pengisian jantung,
sepsis, gangguan pompa jantung, gangguan irama jantung, depresi
SSP (Susunan Saraf Pusat), hipoadreanlisme, penggunaan obat-
obatan, syok anafilaktik. Oleh karena itu bila mendapati orang dengan
tensi sitolik < 100 mmHg, perlu mendapatkan perhatian sampai
dipastikan semua parameter fisiologis dalam kondisi normal.
Sedangkan orang yang mempunyai tekanan sistolik > 200 mmHg
perlu dinilai faktor psikologis apakah terdapat faktor kesakitan, takut,
stres atau memang mempunyai riwayat penyakit darah tinggi. Bila
memang riwayat darah tinggi juga memerlukan perhatian efek
komplikasi organik pada organ yang berhubungan dengan sistem
kardiovaskuler. Tekanan darah diastolik tidak menjadikan penilaian
khusus dalam NEWS tetapi perlu mendapat perhatian bila terjadi
peningkatan yang tiba-tiba.
f. Temperatur
Temperatur mempunyai peranan yang penting dalam menilai
kondisi orang, baik dia dalam kondisi pireksia / hipertermi maupun
27
hipotermi. Bisa disebabkan oleh faktor infeksi atau sepsis bisa juga
karena faktor kekuragan cairan pada pasien.
g. Tingkat Kesadaran
Menggunakan penilaian cepat AVPU yaitu Alert (sadar penuh),
Verbal (memberikan respon hanya dengan rangsangan suara), Pain
(memberikan respon hanya dengan rangsangan nyeri) dan
Unresponsive (tidak memberikan respon dengan rangsangan nyeri
atau sering disebut dengan kondisi tidak sadar).
C. Konsep Response Time
1. Definisi Response Time
Response time adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk
mendapatkan akses pelayanan kegawatdaruratan dengan cepat dan tepat
dengan mutu pelayanan yang terjamin sebagai upaya menurunkan angka
kematian dan kecacatan (SPGDT, 2016).
Response time merupakan kecepatan waktu penanganan yang dimulai dari
permulaan pasien mengalami suatu kejadian kegawatdaruratan sampai
pasien mendapatkan respon dari petugas dan diberikan tindakan. Response
time bagi pasien yang mengalami henti jantung yaitu ≤ 5 menit, sedangkan
bagi pasien dengan kasus kegawatan medis yaitu ≤ 10 menit (Kemenkes
RI, 2015).
2. Waktu Tanggap dalam Penanganan Kegawatdaruratan
Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan penderita gawat
darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai baik
pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana. Pasien yang tidak
mendapat pertolongan kegawatdaruratan dengan segera dapat terjadi
kematian, kecacatan ataupun kerusakan organ-organ. Terjadinya kasus
pasien meninggal disebabkan oleh keterlambatan dalam penanganan
primer (Mohammadi, 2015). Response time pada sistem realtime yaitu
waktu dari saat kejadian kegawatdaruratan sampai instruksi pertama rutin
layanan dieksekusi, disebut juga dengan event response time. Sasarannya
adalah meminimalkan waktu tanggap angka keterlambatan pelayanan
pertama kegawatdaruratan (emergency response time rate), dapat dihitung
28
dengan hitungan menit dan dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya
yaitu jumlah tenaga. Dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat apabila
waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata-rata standar yang ada
(Firmansyah, 2013).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Response Time
Kecepatan dan ketepatan dalam penanganan pasien gawat darurat
memerlukan standar pelayanan yang sesuai dengan kompetensi dan
kemampuan sehingga dapat menjamin pelayanan dengan response time
yang cepat dan tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana,
prasarana, sumber daya manusia dan managemen rumah sakit sesuai
standar (Taryono, 2018). American College of Emergency Physician
(2008) dalam Medscape (2020) menuliskan bahwa ada beberapa faktor
yang mempengaruhi response time dalam penanganan kegawatdaruratan
yaitu kondisi yang tidak terprediksi, baik keadaan pasien maupun jumlah
pasien yang dirawat, keterbatasan sumber daya dan waktu, serta adanya
saling ketergantungan yang sangat tinggi diantara profesi kesehatan yang
bekerja di ruang perawatan. Menurut Duncan & McMullan (2012)
beberapa faktor yang mempengaruhi response time perawat dalam
pelayanan kegawatdaruratan yaitu keterampilan perawat dan beban kerja
perawat, juga usia, jenis kelamin, lama kerja, latar belakang pendidikan
dan pengetahuan.
4. Prosedur Pengukuran Respon Time
Pengukuran sebuah standar pelayanan dapat dievaluasi dari waktu ke
waktu dan dipakai sebagai tolak ukur prestasi dengan perubahan dari
standar yang telah ditetapkan sebelumnya dengan memperhatikan
hubungan kerjasama para pelaksana pelayanan dari tenaga kesehatan dan
tenaga lain yang bekerja di rumah sakit. Kecepatan pelayanan merupakan
indikator standar pelayanan mutu rumah sakit dalam pengukuran response
time demi terselenggaranya pelayanan yang cepat, responsive dan mampu
menyelamatkan pasien gawat darurat, dengan memperhatikan keselamatan
pasien dan keefektifan pelayanan rumah sakit (Doyle, 2015). Prosedur
pengukuran response time dalam penelitian yang dilakukan oleh Eko
29
Widodo (2015) dengan cara observasi yaitu teknik pengumpulan data
dimana data tidak hanya diukur dari sikap responden (angket dan
wawancara) namun juga dapat digunakan merekam berbagai situasi dan
kondisi. Dalam prosedur ini, untuk menghitung waktu yang dibutuhkan
perawat pertama kali saat menemukan penurunan kondisi pasien di ruang
rawat inap hingga melakukan tindakan awal dengan menggunakan Jam
dinding (arloji). Cara menghitung waktu tanggap seorang petugas
kesehatan pada kasus kegawatan medis dengan response time maksimal 10
menit yaitu dimulai saat perawat menemukan nilai skor PEWS ≥ 4
kemudian melakukan asesmen segera, melaporkannya pada dokter jaga,
eskalasi perawatan dan terapi, konsultasi pada DPJP sampai memindahkan
pasien ke area yang lebih sesuai dengan kondisi pasien untuk dilakukan
monitoring secara ketat (Carberry, 2014). Sedangkan cara menghitung
waktu tanggap seorang petugas kesehatan pada pasien yang mengalami
henti jantung dengan response time maksimal 5 menit yaitu dimulai saat
perawat menemukan bahwa nadi karotis pasien tidak teraba, memanggil
tim code blue, melakukan RJP dengan high quality sampai tim code blue
tiba di lokasi kejadian. Tujuan dari response time adalah terselenggaranya
pelayanan yang cepat, responsive dan mampu menyelamatkan pasien
gawat darurat yang membutuhkan pertolongan (Rose, 2012).
D. Keselamatan Pasien
1. Definisi Keselamatan Pasien
Menurut Vincent (2008), keselamatan pasien didefinisikan sebagai
penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari hasil tindakan yang buruk
atau injuri yang berasal dari proses perawatan kesehatan (Kemenkes,
2017).
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
30
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (Permenkes, 2011).
Keselamatan pasien didefinisikan sebagai penghindaran, pencegahan
dan perbaikan dari hasil tindakan yang buruk atau injuri yang berasal dari
proses perawatan kesehatan. Keselamatan pasien terkait dengan "kualitas
perawatan", namun kedua konsep tersebut tidak identik. Keselamatan
merupakan bagian penting dari kualitas. Sampai saat ini, kegiatan untuk
mengelola kualitas tidak terfokus secukupnya pada masalah keselamatan
pasien. Australia telah menjadi salah satu pelopor pelaporan kejadian
dalam praktik umum, dan studi oleh Badan Ancaman dengan Keselamatan
Pasien Australia (Threats to Australian Patient Safety/TAPS) adalah salah
satu analisis insiden keselamatan pasien yang paling komprehensif di
dunia internasional (Australian Commision on Safety and Quality in
Health Care, 2010). TAPS dan penelitian lainnya telah mengidentifikasi
dua jenis insiden keselamatan pasien yang luas:
a. Insiden terkait dengan proses perawatan, termasuk proses administrasi,
investigasi, perawatan, komunikasi dan pembayaran. Ini adalah jenis
kejadian umum yang dilaporkan (berkisar antara 70% - 90%
tergantung pada penelitian).
b. Insiden terkait dengan pengetahuan atau keterampilan praktisi,
termasuk diagnosis yang tidak terjawab atau tertunda, perlakuan salah
dan kesalahan dalam pelaksanaan tugas.
(Kemenkes, 2017)
Adapun istilah insiden keselamatan pasien yang telah dikenal secara
luas berikut definisinya yaitu:
a. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) / Patient Safety Incident adalah
setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dan lain-lain)
yang tidak seharusnya terjadi.
b. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event adalah suatu
kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada
31
pasien karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak
(omission), bukan karena underlying disease atau kondisi pasien.
c. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss adalah suatu insiden yang
belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak menyebabkan cedera
pada pasien.
d. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke
pasien, tetapi tidak menimbulkan cedera, dapat terjadi karena
“keberuntungan” (misal: pasien terima suatu obat kontra indikasi
tetapi tidak timbul reaksi obat), atau “peringanan” (suatu obat dengan
reaksi alergi diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotumnya).
e. Kondisi Potensial Cedera (KPC) / reportable circumstance adalah
kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbukan cedera, tetapi
belum terjadi insiden.
f. Kejadian Sentinel (Sentinel Event) yaitu suatu KTD yang
mengakibatkan kematian atau cedera yang diharapkan atau tidak dapat
diterima seperti: operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata
“sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (misalnya
Amput asi pada kaki yang salah, dan sebagainya) sehingga pencarian
fakta dengan kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius
pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
(Kemenkes, 2017)
2. Tujuan Keselamatan Pasien
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit dengan pasien dan
masyarakat.
c. Menurunnya KTD di Rumah Sakit.
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD.
(Adventus et al, 2019)
3. Standar Keselamatan Pasien
a. Hak pasien
32
b. Mendidik pasien dan keluarga.
c. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan.
d. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program. peningkatan keselamatan pasien.
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
(Permenkes, 2011)
4. Sasaran Keselamatan Pasien
a. Ketepatan identifikasi pasien.
b. Peningkatan komunikasi yang efektif.
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai.
d. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi.
e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan
f. Pengurangan risiko pasien jatuh.
(Permenkes, 2011)
5. Peran perawat dalam Keselamatan Pasien
Penerapan keselamatan pasien di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh
peran perawat. Hal ini karena perawat merupakan komunitas terbesar di
rumah sakit dan perawat adalah orang yang paling dekat dengan pasien.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar
pelayanan dan SOP yang ditetapkan.
b. Menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan
keperawatan.
c. Memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan
yangdiberikan.
d. Menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian
pelayanan kesehatan.
33
e. Menerapkan komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarganya.
Peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah dengan kejadian
tidak diharapkan.
f. Mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dankeluarga.
Kewajiban perawat secara umum dengan keselamatan pasien adalah
a. Mencegah malpraktek dan kelalaian dengan mematuhi standart.
b. Melakukan pelayanan keperawatan berdasarkan kompetensi.
Menjalin hubungan empati dengan pasien.
c. Mendokumentasikan secara lengkap asuhan. Teliti, obyektif dalam
kegiatan. Mengikuti peraturan dan kebijakan institusi. Peka dengan
terjadinya cedera
6. Kriteria Monitoring dan Evaluasi Keselamatan Pasien
a. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
dengan susunan organisasi sebagai berikut:
Ketua: dokter
Anggota : dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya.
b. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan
pelaporan internal tentang insiden.
c. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia.
d. Rumah sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit
dan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah
sakit.
e. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis
berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat
pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.
E. Kerangka Konsep
Kerangka Konseptual adalah visualisasi hubungan antara berbagai
variabel, yang dirumuskan oleh peneliti sesudah membaca berbagai teori
yang ada dan kemudian menyusun teorinya sendiri yang akan digunakan
34
sebagai landasan untuk penelitian (Wibowo, 2014). Kerangka penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
perawat tentang pendeteksian dini perburukan pasien dengan menggunakan
Pediatric Early Warning Score (PEWS).
KEPATUHAN
Keterangan:
: Tidak diteliti
: Diteliti
35
F. Hipotesis
Hipotesa adalah jawaban sementara dengan masalah penelitian yang
kebenarannya harus diuji secara empiris (Trias Nurlela, 2015). Hipotesis pada
penelitian ini adalah ada hubungan antara kepatuhan penerapan PEWS
dengan response time dan keselamatan pasien di RSIA Muhammadiyah Kota
Probolinggo.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
pengambilan dari semua variable dilakukan pada satu waktu yang bersamaan.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari hubungan kepatuhan
37
B. Kerangka Kerja
Populasi
Seluruh perawat di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo
Teknik sampling
Teknik total sampling
Responden
Perawat
Instrumen penelitian
Regulasi EWS, rencana tindak lanjut, lembar observasi, jam dinding, buku
register
Kesimpulan/Hasil
Ada korelasi antara kepatuhan penerapan PEWS dengan response time
dan
keselamatan pasien di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo.
38
C. Populasi, sampel, sampling
1. Populasi
dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu, jelas dan lengkap
3. Teknik Sampling
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel dan
39
ini digunakan jika jumlah populasi relatif kecil yaitu kurang dari 100
sebanyak 32 orang.
D. Rancangan Penelitian
E. Variabel Penelitian
40
F. Definisi Operasional
41
G. Pengumpulan dan Pengolahan Data
EWS, rencana tindak lanjut, lembar observasi, jam dinding, buku register.
Probolinggo.
a. Data primer
b. Data sekunder
4. Pengolahan Data
diantaranya:
42
a. Editing
isian pada lembar pengumpulan data sudah cukup baik sebagai upaya
b. Coding
a) Kode 1: Patuh :3
a) Kode 1: Patuh :3
43
c. Scoring
a) Patuh : 75-100
a) Patuh : 75-100
d. Tabulating
yang dibutuhkan.
a. Hubungan univariat
44
metode statistik univariat digunakan untuk mengidentifikasi variabel
dependen/terikat.
b. Hubungan bivariat
adalah uji Chi Square. Uji Chi Square adalah salah satu uji statistik
H. Etika Penelitian
1. Informed Consent
45
mereka harus mendatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak
yang harus ada dalam Informed Consent antara lain: partisiasi responden,
3. Confidentility (kerahasiaan)
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian yang dilaksanakan selama bulan
frekuensi.
di ruang UGD, Ruang Anak, Perinatologi dan NICU. UGD terdiri dari 8
kapasitas 27 tempat tidur dan terdapat ruang isolasi, perinatologi dan NICU
terdiri dari 13 perawat. Dalam satu bulan pasien anak yang rawat inap rata-
rata 200 sampai 300 pasien, dengan berbagai jenis diangnosa penyakit.
B. Karakteristik Responden
1. Tingkat pendidikan
November 2021.
47
2. Lama kerja
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi lama kerja responden di Ruang Anak, UGD,
Berdasarkan tabel diatas diperoleh data lama kerja responden 1-5 tahun
C. Karakteristik Variabel
November 2021.
48
No. Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Response time Cepat 25 78
Tidak cepat 7 22
Total 32 100
2. Keselamatan pasien Patuh 25 78
Kurang patuh 5 16
Tidak patuh 2 6
Total 32 100
keselamatan pasien diperoleh hasil bahwa cepat tanggap dan patuh pada
time dan keselamatan pasien dari 32 responden perawat di ruang anak, UGD,
yang patuh penerapan PEWS dengan response time cepat dan dan patuh
49
E. Hasil Uji Statistik
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value Df sided)
a
Pearson Chi-Square 32.000 2 .000
Likelihood Ratio 33.621 2 .000
Linear-by-Linear Association 27.679 1 .000
N of Valid Cases 32
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value Df sided)
a
Pearson Chi-Square 45.333 4 .000
Likelihood Ratio 36.590 4 .000
Linear-by-Linear Association 28.340 1 .000
N of Valid Cases 32
sebesar 0,000 yang artinya lebih kecil dari pada nilai (α: 0,05) sehingga
terima H1: ada hubungan antara kepatuhan PEWS dengan response time dan
keselamatan pasien.
KEPATUHAN
PATIENT
PENERAPAN
SAFETY
PEWS
**
KEPATUHAN PENERAPAN Pearson Correlation 1 .956
PEWS
Sig. (2-tailed) .000
N 32 32
**
PATIENT SAFETY Pearson Correlation .956 1
Sig. (2-tailed) .000
N 32 32
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji spearman rho diperoleh nilai p
(signifikansi) 0,000 dimana lebih rendah dibandingkan dengan nilai (α: 0,05)
sehingga terima H1: ada hubungan antara kepatuhan PEWS dengan penerapan
keselamatan pasien dan juga diperoleh nila keeratan hubungan sebesar 0,956 yang
50
bermakna antara variable kepatuhan PEWS dan penerapan keselamatan pasien
51
BAB V
PEMBAHASAN
(78%), kurang patuh sebesar 6 (19%), dan yang tidak patuh 1 (3%).
dengan suatu anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau
suatu alat atau instrumen yang dapat dipakai untuk mendeteksi perubahan
fisiologi yang dialami pasien seperti tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran
angka kelangsungan hidup pada pasien yang mengalami henti jantung (Royal
sehingga dapat dilakukan respon klinis tepat waktu dan kompeten (Arigaet al,
52
mendukung sehingga respon yang diberikan sesuai dan terjamin (Arigaet al,
2020).
pasien (PAP) yang wajib diberlakukan sejak Januari 2018, dimana elemen
staf klinis yang dilatih untuk mampu menggunakan PEWS, adanya bukti staf
mengetahui kondisi perburukan pasien lebih awal dan dapat dilakukan respon
keputusan direktur pada tanggal 8 Oktober 2019. Setiap hari Kepala ruangan/
kepala tim/ kepala jaga di ruang perawatan pasien membagi tanggung jawab
pasien kepada perawat pelaksana yang berdinas saat itu. Setiap perawat
53
Saat pasien datang ke UGD, response time rate selama 1 menit serta
Setelah itu menggunakan tabel dibawah untuk menilai skor respon klinis.
diukur adalah 3 parameter yang terjadi pada keadaan umum, kardio vaskuler
skor respon klinis adalah dengan menjumlahkan nilai yang didapat dari
masing- masing parameter fisiologis pada tabel PEWS diatas. Setiap hasil
penilaian skor respon klinis PEWS pasien yang dilakukan oleh perawat
UGD langsung lapor ke dokter jaga. Kepala ruangan/ kepala tim/kepala jaga
penilaian skor respon klinis yang didapat. Dimana setiap hasil observasi dari
3 parameter ini akan dicoding sesuai dengan tabel yang ditetapkan, kemudian
penerapan PEWS biasanya perawat yang hanya mencatat skor PEWS sebagai
observasi rutinitas tetapi tidak dianalisis dan tidak segera dilaporkan pada
DPJP, perawat yang cenderung fokus pada keluhan pasien sehingga lalai
Disamping itu, perawat yang kurang patuh dalam penerapan PEWS karena
kurangnya pengawasan oleh bagian keperawatan. Oleh sebab itu perlu adanya
54
peningkatan program pelatihan atau sosialisasi khususnya mengenai
pelatihan mengenai penerapan PEWS sesuai SOP. Selain itu perlu adanya
keperawatan pada setiap waktu dan kepada setiap pasien. Perawat yang
kurang tanggap dan tidak patuh dalam menjalankan tugasnya sesuai SOP
akan dipantau dan dibimbing oleh kepala ruangan serta akan ditegur bila
perawat dengan response time cepat dan response time tidak cepat sebanyak 7
25 (78%), kurang patuh sebanyak 5 (16%) dan tidak patuh ada 2 (6%).
Response time bagi pasien yang mengalami henti jantung yaitu ≤ 5 menit,
beban kerja perawat, usia, jenis kelamin, lama kerja, latar belakang
55
(emergency response time rate), dapat dihitung dengan hitungan menit dan
dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya yaitu jumlah tenaga. Dikatakan
tepat waktu atau tidak terlambat apabila waktu yang diperlukan tidak
penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari hasil tindakan yang buruk atau
Keselamatan pasien menjadi isu global yang paling penting saat ini dimana
sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi
pada pasien. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
56
Warning Scores harus dimiliki oleh perawat untuk pemantauan kondisi pada
2019:242).
Mengacu pada hasil dan teori diatas bahwa sebagian besar perawat patuh
terhadap penerapan PEWS dan masih ada perawat yang kurang patuh dan
tidak patuh karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi response time
sumber daya dan waktu, serta adanya saling ketergantungan yang sangat
tinggi diantara profesi kesehatan yang bekerja di ruang perawatan dan perlu
pasien di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh peran perawat. Hal ini karena
orang yang paling dekat dengan pasien sehingga perawat harus mematuhi
patuh dalam menjalankan tugasnya sesuai SOP akan dipantau oleh kepala
ruangan dan akan ditegur bila tidak ada perubahan yang lebih baik serta
sekali.
57
C. Hubungan kepatuhan penerapan PEWS dengan response time dan
keselamatan pasien.
sebesar 0,000 yang artinya lebih kecil dari pada nilai (α: 0,05) sehingga
terima H1: ada hubungan antara kepatuhan PEWS dengan response time dan
keselamatan pasien.
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji spearman rho diperoleh nilai p
(signifikansi) 0,000 dimana lebih rendah dibandingkan dengan nilai (α: 0,05)
erat sekali.
Mengacu pada teori dan hasil penelitian diatas, menurut peneliti perawat
adalah perawat. Perawat sebagai bagian penting dari rumah sakit dituntut
tertentu, untuk itu dibutuhkan pendidikan yang sesuai agar dapat berjalan
58
dengan baik. Pengetahuan perawat yang baik sangat diperlukan untuk
melakukan pengkajian dan mengobsevasi tanda vital agar dapat menilai dan
Score dilakukan untuk sistem pemantauan fisiologis pada pasien, agar tidak
perawat, karena seseorang tidak dapat memberikan tindakan yang cepat, tepat
dan akurat kalau dia tidak mengetahui pengkajian kegawatan, hal itu seiring
kesehatan.
59
BAB VI
A. KESIMPULAN
B. SARAN
2. Bagi Perawat
5. Peneliti Selanjutnya
pasien.
61
DAFTAR PUSTAKA
62
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 10.(2015).Standar
Pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Khusus.Jakarta: Kemenkes RI.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 19.(2016).Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu.Jakarta: Kemenkes RI.
Setiyawan, I Made Karma dkk.(2020).Validitas Modified Pediatric Early Warning
System/Score di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah.Intisari Sains Medis,
11(3), 1443-1450.
Pagala, Iriyanto dkk.(2017).Perilaku Kepatuhan Perawat Melaksanakan SOP
Terhadap Kejadian Keselamatan Pasien di Rumah Sakit X Kendari.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, Vol. 12/No. 1, 138-149.
Prihati, Dyah Restuning & Maulidta Karunianingtyas Wirawati.(2019).
Pengetahuan Perawat tentang Early Warning Score dalam Penilaian Dini
Kegawatan Pasien Kritis.Jurnal Keperawatan, Vol. 11/No. 4, 237-242.
Widiastuti, L.(2017).Efektifitas Early Warning Score dalam Deteksi
Kegawatdaruratan di Trauma Center RUMKITAL Dr. Midiyato S
Tanjung Pinang.Jurnal Keperawatan, 7(2), 775-781.
Wahyudi, Payzar dkk.(2014).Gambaran Skor Pediatric Early Warning Score
(PEWS) pada Pola Rujukan Pasien Anak di Instalasi Gawat Darurat,
JOM PSIK, Vol. 1/No. 2, 1–8.
63
INFORMED CONSENT
Kepada Yth.
Calon Responden Penelitian
Di RSIA Muhammadiyah
Kota Probolinggo
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Fakultas Ilmu
Kesehatan Program Studi S-1 Keperawatan IIK STRADA INDONESIA.
64
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Probolinggo, 15-11-2021
Peneliti Responden
65
LEMBAR OBSERVASI
KEPATUHAN PENERAPAN PEDIATRIC EARLY WARNING SCORE
Data Responden
Inisial : Perawat S
Masa kerja : 5 tahun
Pendidikan : D III Keperawatan
No. Standar Prosedur Operasional Dilakukan Tidak
dilakukan
1. Perawat mengisi identitas pasien, tanggal dan jam observasi.
2. Perawat melakukan hand hygiene.
3. Perawat mengucapkan salam kepada pasien/ keluarga pasien.
4. Perawat menjelaskan bahwa akan dilakukan penilaian keadaan
umum pasien.
5. Perawat menilai tingkat kesadaran pasien.
6. Perawat menilai sianosis/CRT pasien.
7. Perawat menghitung frekuensi nadi pasien.
66
LEMBAR OBSERVASI RESPONSE TIME DI UGD
Kecepatan Kategori
Waktu
Waktu pasien Selisih Cepat
No. Nama Pasien respon dari Tidak cepat
datang ke UGD waktu
petugas UGD
1. An. Buhori 06.45 06.45 -
2. An. M. Zhafran 07.00 07.01 1 menit
3. An. Mikayla 07.30 07.30 -
4. An. Faisal 08.50 08.51 1 menit
5. An. M. Ilham 13.10 13.10 -
6. An. M. Raihan 13.19 13.19 -
7. An. M. Farhan 18.10 18.11 1 menit
8. An. Ahmad hanif 19.00 19.01 1 menit
9. An. Xherdan 21.20 21.21 1 menit
10. An. Shafiyah 22.39 22.40 1 menit
11. An. Ayyash 23.40 23.41 1 menit
12. An. Ainur Nur 23.50 23.50 -
13. An. M. Rizal 00.05 00.06 1 menit
14. An. Arsya Prima 04.35 04.35 -
15. An. Zelda Fari 09.22 09.22 -
16. An. Ahmad 09.30 09.31 1 menit
17. An. M. Fatah 22.50 22.51 1 menit
18. An. Adiba 23.15 23.15 -
19. An. M. Ali 23.20 23.21 1 menit
20. An. Gazula Ursa 06.20 06.21 1 menit
67
Cek List Ketepatan Identifikasi Pasien
Ruang : Anak
Tanggal : November 2021
1. An. Zainal
2. An. M Raja
3. An. Elvano
4. An. M. Husein
6. An. Al-Asyam
8. An. M. Sultan
68
Cek List Resiko Jatuh
Ruang : Anak
Tanggal : November 2021
Tanda Resiko Jatuh Tanda Resiko Jatuh pada Pasang Pengaman Bed Meja Pasien Dekat
pada Gelang Bed Pasien dengan Bed Pasien
NO Nama Pasien
Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Terpasang Tidak Ya Tidak
Terpasang
1. An. Zainal
2. An. M Raja
3. An. Elvano
4. An. M. Husein
6. An. Al-Asyam
8. An. M. Sultan
69
DOKUMENTASI
70
LAMPIRAN 1
71
LAMPIRAN 2
72
LAMPIRAN 3
LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN SKRIPSI
“HUBUNGAN KEPATUHAN PENERAPAN PEWS DENGAN RESPONSE
TIME DAN KESELAMATAN PASIEN”
1. Bagi….
2. Bagi….
3. Dst
3. 06/05/21PEWS dan EWS sama atau tidak definisinya? harus
konsisten dalam penulisan/penggunaan istilah PEWS
atau EWS.
Bila fokus pada PEWS, berarti latar belakang yang
73
disampaikan terkait dengan PEWS.
Tambahkan jurnal penelitian terkait topik yg diambil
oleh penelitian sebagai bahan referensi. Rumusan
masalah: Gunakan kalimat tanya
4. 09/07/21 BAB 1
EWS yang benar singkatan dari Early Warning
System atau Early Warning Score?
Tambahkan keaslian penelitian, masukkan jurnal2
penelitian terkait dg EWS ( minimal 3 jurnal
nasional dan 2 jurnal internasional).
BAB 2
Literatur yang digunakan maksimal 10 tahun.
Tabel 1.5 Skor Modified Obstetric Early Warning
Score (MOEWS): Tulis ulang agar penulisan rapi.
Keselamatan pasien: Konsep teori terlalu sedikit,
tambahkan indicator/parameter keselamatan
pasien.
Kerangka konsep yang diteliti diberi garis lurus,
yang tidak diteliti garis putus2.
Ada pengaruh kepatuhan penerapan Pediatric
Early Warning Score terhadap respon time dan
keselamatan pasien di RSIA Muhammadiyah Kota
Probolinggo.
5. 09/08/21
BAB 2 referensi yang digunakan maksimal 10
tahun.
susunan penulisan bab 3 dapat menyesuaikan dg
template berikut.
6. 15/09/21
BAB 3 Bila menggunakan random sampling,
kriteria inklusi dan eksklusi dihilangkan semua.
Sebaiknya pakai random sampling saja krn jumlah
populasi sudah diketahui.
Skala data disinkronkan, tdk boleh menggunakan
parametrik dan non parametrik secara bersamaan
krn tdk bisa di uji statistic.
Dijelaskan secara rinci pelaksanaannya seperti apa,
score yg diberikan, koding yg digunakan, dsb.
Lengkapi lampiran2, Daftar Pustaka, Informed
consent, Kuesioner/lembar observasi Dll.
Tuliskan jumlah populasinya.
Masukkan rumus penghitungan sampel sesuai
tehnik sampling.
7. 16/09/21 ACC
8. 08/02/2022 BAB 4 Penulisan isi bab semua menggunakan spasi
2.
Kategori disesuaikan dg definisi operasional di Bab
3 (di Bab 3 dituliskan kategori Baik dan tidak baik).
Hasil uji statistic konsultasikan dengan Pak Alfian.
9. 11/03/2022 BAB 5 Teori dan opini kurang banyak, kaitkan
hasil penelitian dg jurnal2 penelitian sebelumnya
kemudian lengkapi dg opini dari peneliti. Lnjutkan
bab 6.
74
Lengkapi lampiran2 (dokumentasi/foto saat
penelitian, abstrak bhs Indonesia, dll).
10. 17/05/2022
Kepatuhan penerapan PEWS:
Tambahkan opini/solusi peneliti untuk perawat
yang kurang dan tidak patuh.
Response time dan keselamatan pasien:
Response time yang tidak cepat belum
dirinci pervariable biar tidak
dimasukkan,
bingung.
Tambahkan solusi untuk yang responnya
kurang dan keselamatan pasien yang kurang
dan tidak patuh.
Semua ceklist dan lembar observasi mohon diisi
sesuai dengan hasil yang didapatkan atau bisa
dibuatkan rekapitulasinya.
11. 27/05/2022
Acc, tinggal menambahkan abstrak bahasa inggris dan
dokumentasi (foto) saat penelitian.
75