ASKEP GEA - Raya Ma'tan-Dikonversi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 70

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GASTROENTERITIS (GEA)

DISUSUN OLEH : RAYA MA’TAN (C1814201142)

TINGKAT : II C

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

MAKASSAR
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Adapun
judul makalah yang akan dibahas adalah “Asuhan Keperawatan Pada Gastroenteritis”.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat berguna bagi kami sendiri dan orang lain, guna
memperluas wawasan ilmu dan meningkatkan prestasi dalam belajar.

Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan tugas ini. Akhir kata tak ada gading yang tak retak, kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk bisa jadi evaluasi yang berguna
sehingga dapat belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Makassar, 22 Juli 2020


BAB I
PENDAHULUAN

1. LATA R BELAKANG

Gastroenteritis seringkali dianggap penyakit biasa dan dianggap sepele penanganannya.


Pada kenyataannya gastorenteritis dapat meyebabkan gangguan sistem atau komplikasi yang
sangat membahayakan bagi penderita. Beberapa diantaranya adalah gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit, syok hipovelemia,dan gangguan orang lainnya bila tidak ditangani
dengan baik akan menyababkan kematian. Dengan demikian kita penting untuk mengetahui
lebih lanjut tentang diare,dan dampak yang akan terjadi bila tidak dapat ditangani.

Pada kasus gangguan pemenuhan keseimbangan elektrolit, sebenarnya masih ada diagnosa
yang dapat saja muncul. Akan tetapi pada kasus ini difokuskan pada masalah diare sehingga
tindakan lebih banyak diarahkan pada dehidrasi klien .

2. RUMUSAN MASALAH
a. Apa saja bagian bagian dari konsep dasar medis pada penyakit gastroenteritis?
b. Apa saja bagian bagian dari konsep dasar keperawatan pada penyakit
gastroenteritis ?

3. TUJUAN
a. Mengetahui konsep dasar medis pada penyakit gastroenteritis
b. Mengetahui konsep dasar keperawatan pada penyakit gastroenteritis
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS

1. DEFENISI

Gastroenteritis (GE) adalah peradangan yang terjadi padalambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan atau tanpadisertai muntah (Sowden, et all, 1996).

Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung danintestinal yang disebabkan oleh
bakteri yang bermacam-macam, virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).

Gastroenteritis adalah defekasi encer lebih dari 3x sehari denganatau tanpa darah dan
lendir dalam tinja, terjadi secara mendadak danberlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan
anak yang sebelumnyasehat (Mansjoer Arif, 2000).

Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kalisehari pada bayi dan lebih
dari 3 kali sehari pada anak dengankonsistensi encer, dapat berwarna hijau/ dapat pula
bercampur lendir dandarah/ lendir saja. (Ngastiyah, 2005)

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan(faring), kerongkongan,


lambung usus halus, ususbesar, rectum dan anus.
Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energy, menyerapzat-zat gizi kedalam aliran
darah, serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan, yaitu :
1. Mulut

Mulut merupakan bagian pertama saluran cerna. Bagian atas mulut dibatasi oleh
palatum, sedangkan pada bagian bawah dibatasi oleh mandibula, lidah, dan
struktur lain dari dasar mulut. Bagian lateral mulut dibatasi oleh pipi. Sementara
itu, bagian depan mulut dibatasi oleh bibir dan bagian belakang oleh lubang yang
menuju faring.
Rongga mulut atau nama lainnya rongga bukal atau rongga oral mempunyai
beberapa fungsi yaitu menganalisis material makanan sebelum menelan, proses
mekanis dari gigi, lidah, dan permukaan palatum, lubrikasi oleh sekresi saliva, dan
digesti pada beberapa material karbohidrat dan lemak
a. Lidah
Lidah tersusun atas otot yang dilapisi, pada bagian atas dan samping oleh
membrane mukosa. Lidah menempati rongga mulut dan melekat secara
langsung pada epiglotis dalam faring. Lidah diinervasi oleh berbagai saraf.
Bagian sensorik diinervasi oleh nevrus lingualis, yang merupakan cabang saraf
kranial V (trigeminal). Nevrus ini menginervasi dua pertiga anterior lidah
untuk pengecapan. Saraf kranial VII (fasialis) meninervasi dua pertiga anterior
untuk rasa kecap. Saraf kranial IX (glosofaringeal) meginervasi sepertiga
posterior untuk raba dan rasa kecap. Sementara itu, inervasi motorik dilakukan
oleh saraf kranial XII(hipoglosus). Fungsi utama lidah meliputi :
1) Proses mekanik dengan cara menekan, melunakkan, dan membagi
material;
2) Melakukan manipulasi material makanan di dalam rongga mulut dan
melakukan fungsi dalam proses menelan;
3) Analisis sensori terhadap karakteristik material, suhu, dan reseptor rasa;
serta
4) Menyekresikan mukus dan enzim.
b. Gigi
Pertumbuhan gigi merupakan proses fisiologis dan dapat menyebabkan salvias
yang berlebihan serta rasa tidak nyaman (nyeri). Manusia mempunyai dua set
gigi yang tumbuh sepanjang masa kehidupan mereka. Set pertama adalah gigi
primer (gigi susu atau desisua) yang bersifat sementara dan tumbuh melalui
gusi selama tahun pertama serta kedua kehidupan. Gigi susu berjumlah 5 buah
pada setiap setengah rahang (jumlah seluruhnya 20), muncul (erupsi) pada
sekitar 6 bulan sampai 2 tahun. Gigi susu berangsur tanggal pada usia 6
sampai 12-13 tahun, kemudian diganti secara bertahap oleh gigi tetap (gigi
permanen) pada orang dewasa. Set kedua atau set gigi permanen berjumlah 8
buah pada setiap setengah rahang (jumlahnya seluruhnya 32) dan mulai
tumbuh pada usia sekitar 6 tahun. Pada usia 25 tahun ditemukan semua gigi
permanen, dengan kemungkinan pengecualian dari gigi molar ketiga atau gigi
sulung.
Sebuah gigi mempunyai mahkota, leher, dan akar. Mahkota gigi menjulang di
atas gigi, lehernya dikelilingi gusi, dan akarnya berada di bawahnya. Gigi
dibuat dari bahan yang sangat keras, yaitu dentin. Di dalam pusat strukturnya
terdapat rongga pulpa. Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan
serabut saraf. Bagian gigi yang menjulang di atas gusi ditutupi email, yang
jauh lebih keras daripada dentin.
2. Esophagus

Esophagus adalah saluran berotot dengan panjang sekitar 25 cm dan diameter


sekitar 2 cm yang berjalan menembus diafragma untuk menyatu dengan lambung
di taut gastroesofagus. Fungsi utama dari esofagus adalah membawa bolus
makanan dan cairan menuju lambung.
Merupakan saluran otot yang membentang dari kartilago krikoid sampai kardia
lambung. Esophagus dimulai di leher sebagai sambungan faring, berjalan ke
bawah leher dan toraks, kemudian melalui crus sinistra diagfragma memasuki
lambung. Secara anatomis bagian depan esophagus berbatasan dengan trachea dan
kelenjar tiroid, jantung, dan diafragma. Dibagian belakang esophagus berbatasan
dengan kolumne vertebra, sementara ditiap sisi berbatasan dengan paru-paru dan
pleura. Bagian tersempit esophagus bersatu dengan faring. Area ini mudah
mengalami cidera akibat instrument, seperti bougi, yang dimasukkan ke dalam
esophagus.
3. Lambung
Lambung adalah bagian dari saluran pencernan yang dapat mekar paling banyak.
Terletak terutama di daerah epigastrik, dan sebagian di sebelah kiri daerah
hipokondriak dan umbilikal. Lambung terdiri dari bagian atas yaitu fundus, batang
utama, dan bagian bawah yang horizontal, yaitu antrum pilorik. Lambung
berhubungan dengan esofagus melalui orifisium atau kardia, dan dengan
duodenum melalui orisium pilorik. Lambung terletak di bawah diafragma, di
depan pankreas. Dan limpa menempel pada sebelah kiri fundus.
Fungsi utama lambung adalah menyimpan makanan untuk pencernaan didalam
lambung, deudenum, dan saluran cerna bawah, mencampur makanan dengan
sekresi lambung hingga membentuk campuran setengah cair (kimus) dan
meneruskan kimus ke deudenum .
4. Usus Halus

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap kehati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri
dari lapisan mukosa (sebelahdalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot
memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus
duabelas jari (duodenum), ususkosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Usus halus terbagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Panjang usus halus
saat lahir 300-350 cm, meningkat sekitar 50% selama tahun pertama kehidupan.
Saat dewasa panjang usus halus mencapai ± 6 meter.
Duodenum merupakan bagian terpendek usus, sekitar 7,5-10 cm, dengan diameter
1-1,5 cm. Jejenum terletak diantara duodenum dan ileum. Panjang jejunum 2,4 m.
panjang ileum sekitar sekitar 3,6 m. Ileum masuk sisi pada lubang ileosekal, celah
oval yang dikontrol oleh sfinker otot.
5. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus duabelas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya keusus kosong (jejunum). Usus
duabelas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya
oleh selaput peritoneum. pH usus duabelas jari yang normal berkisar pada derajat
sembilan. Pada usus duabelas jari terdapat dua muara saluranya itu dari pancreas
dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan kedalam usus duabelasjari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk kedalam duodenum melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang
bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal
kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
6. Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usushalus, di antara usus
duabelas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).Pada manusiadewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 12 meter adalah bagian usus kosong.
Usus kosong dan usus penyerapan
Digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong
berupa membrane mucus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan dari usus.
7. Usus Penyerapan (Illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam empedu.
8. UsusBesar (kolon)
Kolon mempunyai panjang sekitar 90-150 cm, berjalan dari ileum ke rektum.
Secara fisiologis kolon menyerap air, vitamin, natrium, dan klorida, serta
mengeluarkan kalium, bikarbonat, mukus, dan menyimpan feses serta
mengeluarkannya. Selain itu, kolon merupakan tempat pencernaan karbohidrat
dan protein tertentu, maka dapat menghasilkan lingkungan yang baik bagi bakteri
untuk menghasilkan vitamin K.
Usus besar berfungsi mengeluarkan fraksi zat yang tidak diserap, seperti zat besi,
kalium, fosfat yang ditelan, serta mensekresi mukus, yang mempermudah
perjalanan feses. Usus besar berjalan dari katup ileosekal ke anus. Panjang usus
besar bervariasi, sekitar ± 180 cm. Usus besar dibagi menjadi bagian sekum,
kolon asenden, kolon transversum, kolon desensen, dan kolon sigmoid. Sekum
adalah kantong besar yang terletak pada fosa iliaka kanan. Sekum berlanjut ke
atas sebagai kolon asenden. Dibawah lubang ileosekal, apendiks membuka ke
dalam sekum.
9. Hati

Hati merupakan kelenjar paling besar dalam tubuh dengan berat ±1300-1550 g.
hati merah cokelat, sangat vascular, dan lunak. Hati terletak pada kuadran atas
kanan abdomen dan dilindungi oleh tulang rawan kosta. Bagian tepi bawah
mencapai garis tulang rawan kosta. Tepi hati yang sehat tidak teraba. Hati
dipertahankan posisinya oleh tekanan organ lain di dalam abdomen dan
ligamentum peritoneum.
10. Pankreas
Merupakan organ panjang pada bagian belakang abdomen atas,memiliki struktur
yang terdiri atas kaput (didalam lengkungan duodenum), leher pankreas, dan
kauda (yang mencapai limpa). Pancreas merupakan organ ganda yang terdiri atas
dua tipe jaringan, yaitu jarinagan sekresi interna dan eksterna.
11. Peritoneum

Peritoneum ialah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.


Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi
dinding rongga abdominal, dan peritoneum viseral, yang meliputi semua organ
yang berada di dalam rongga itu.
Fisiologi saluran cerna terdiri atas rangkaian proses memakan atau ingesti
makanan dan skresi getah pencernaan kedalam sistem pencernaan. Getah
pencernaan membantu pencernaan atau digesti makanan. Hasil pencernaan akan
diabsorbsi kedalam tubuh, berupa zat gizi.
12. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rectum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang
lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja
masuk kedalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rectum karena penumpukan material di dalam rectum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan keusus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi
untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus.

3. Etiologi
Faktor infeksi diare menurut Ngasityah (2016) .
1. Faktro Presipitasi
a. Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare
b. Infeksi bakteria : vibrio, E.coli ,salmonellacampilobaster
c. Infeksi virus :Rostavirus, Calcivirus,Entrovirus ,Adenovirus,Astrovirus
d. Infeksi parasite : cacing, protozoa (entamoba histolica, giardia lambia), jamur
(candida aibicans).
e. Infeksi parenteral : infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti Tonsilitas,
bronkopneumonia, ensevalitis, meliputi:
f. Faktor malabsorbi : karbohidrat, lemak, protein
g. Faktor makanan : basi, racun,alergi
h. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas
2. Faktor Predisposisi
a. Usia
i. Anak-anak <5 Tahun
Balita atau anak-anak belum memiliki daya tahan tubuh yang kuat
sehinggah mudah terserang infeksi atau virus
ii. Lansia
Lansia cenderung mengalami penurunan daya tahan tubuh, sehingga lebih
mudah terinfeksi gastroenteritias
b. Faktor Imun (Hipersensitifitas, AIDS, Penderita Kanker yang sedang
menjalani Kemoterapi)

4. KLASIFIKASI
1. Gastroenteritis akut
Gastroenteritis akut atau Diare akut adalah diare yang diakibatkan oleh virus yang
bernama rotavirus yang di tandai dengan buang air besar lembek/cair yang
frekuensinya biasa 3 kali dalam sehari dan berlangsung dalam 14 hari. Virus tersebut
meruoakan virus usus patogen yang menjadi penyebab utama diare akut pada anak-
anak. Diare jenis ini adalah diare yang sangat sering terjadi. Salah satu penyebab
diare akut adalah banyaknya mengkomsumsi minuman beralkohol dan bersoda.
Gastroenteritis akut atau diare akut sering disertai dengan demam, sakit kepala,
muntah dan sakit perut. Untuk orang dewasa diare ini kadang-kadang bisa sembuh
tanpa pengibatan. (Anon. 2017)
2. Gastroenteritis kronik
Gastroenteritias akut yang umumnua bersifat menahun, diantaranya diare akut dan
akut disebut gastroenteritis sebakut (diare persiten). Gastroenteritis kronik adalah
diare yang hilang timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti
penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama
diare kronik ini lebih dari 30 hari.( Sudaryat, 2016)
3 Disentri
Jenis diare disentri ini didefenisikan dengan diare yang disertai adanya darah dalam
feses, yang menyebabkan anoreksia, menurunya berat bdan dengan cepat, serta
terjadi kerusakan mukosa usus yang di sebabkan bakteri invavise. Diare disentri juga
membutuhkan penanganan khusus karena antibiotik mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap penyakit. Disentri merupakan 10-15% dari kejadian diare pada anak di
bawah umur 5 Tahun, namun mwnyebabkan 25% kematian oleh diare tersebut.
Disentri mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan dan keadaan
gizi pada anak daripada diare akut. ( Adawiyah, 2017)
4. Diare persisten
Diare persisten adalah diare akut dengan atau tanpa disertai darah berlanjut 14 hari
atau lebih. Jika terdapat dehidrasi sedang atau berat diklasifikasikan berat atau
kronik. Diare persisten menyebabkan kehilangan berat badan karena pengeluaran
volume feses dalam jumlah yang banyak dan beresiko mengalami diare. Diare
persisten di bagi menjadi dua yaitu : diare persisten berat dan diare persisten tidak
berat atau ringan. Diare persisten berat merupakan diare yang berlangsung selama
lebih dari 14 hari, dengan tanda dehidrasi sehingga anak memerlukan pearawatan di
rumah sakit. Sedangkan persiten diare tidak berat atau ringan merupakam diare yang
berlangsung selama 14 hari atau lebih yang tidak menunjukkan tanda dehidrasi.
(Aniani, 2016).

5. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar gastroenteritis disebabkan oleh infeksi virus. Ada dua jenis virus yang
menjadi penyebab utama gastroenteritis, yaitu Norovirus dan Rotavirus. Selain kedua
jenis virus ini, gastroenteritis juga bisa disebabkan oleh Adenovirus dan Astrovirus.

Penularannya dapat terjadi melalui kontak langsung, misalnya saat berjabat tangan
dengan penderita atau tidak sengaja menghirup cipratan air liur yang keluar saat
penderita bersin. Virus juga dapat menular melalui makanan, minuman, dan benda
yang telah terkontaminasi virus.
Kebiasaan tidak mencuci tangan setelah buang air atau sebelum makan juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya gastroenteritis. Oleh karena itu, usahakan untuk
selalu mencuci tangan sebelum makan atau setelah beraktivitas di luar ruangan.

Selain virus, gastroenteritis juga dapat disebabkan oleh:

• Bakteri, seperti Campylobacter bacterium.


• Parasit, seperti Entamoeba histolytica dan Crystosporidium.
• Obat-obatan tertentu, seperti antibiotik, antasida, atau obat kemoterapi.
• Logam berat, seperti timbal, arsen, atau merkuri, yang terhirup dari udara atau
terkandung dalam air mineral.

PATHWAY

ETILOGI

Predisposisi presipitasi

Faktor usia ( pada ank- Faktor makanan ( basi Faktor malabsorpsi


anak dan lansi ) beracun atau alergi) (karbohidrat , lemak
dan protein )

Daya tahan tubuh masih lemah Makanan tidak dapat


dan daya tahan tubuh sudah diabsorpsi Tekanan osmotik
menurun sehingga mudah meningkat
terserang virus dan bakteri

Pergeseran air dan


Hiperparistaltik
elektrolit kerongga
Virus dan bakteri usus
masuk kedalam tubuh
dan berkembang dalam
usus
Kemampuan
Isi rongga usus
mengabsorpsi menurun
meningkat

Virus atau bakteri


masuk kedalam
dinding usus halus
DIARE

Hipersekresi air dan


elektrolit usus
meningkat

Inflamasi saluran pernapasan


BAB sering dengan konsistensi encer

Pengeluran
Kulit disekitar elektrolit Frekuensi Mual dan
Agen pirogenik
anus lecet dan berlebih defekasi muntah
iritasi meningkat

Terjadi kemerahan Dehidrasi Suhu tubuh Intake tidak


BAB encer
dan gatal pada area meningkat adekuat
dengan atau
anus
tampah darah

Dx : kekurangan
Dx : resiko volume cairan Dx : hipertermi Dx :
kerusakan integrasi Dx : diare
NOC : ketidakseimbang
kulit NOC :
Keseimbangan NOC : termuregulasi an nutrisi kurang
NOC:status cairan keseimbangan dari kebutuhan
peradangan cairan NIC :perawatan tubuh
NIC : manajemen demam
NIC : manajemen cairan NIC : NOC : ketidak
peradanga pada manajemen seimbangan
anus cairan nutrisi

NOC : status
nutrisi

NIC : manajemen
nutrisi
6. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda umum : keadaan umum gelisah/lemah/koma, rasa haus, turgor kulit abdomen
menurun
2. Tanda tambahan : ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mulut, dan lidah
3. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti nafas cepat dan
dalam (asidosis metabolic), kembung (hipokalemia), kejang (hipo atau
hepernatremia)
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi :
1. Dehidrasi ringan : kehilangan cairan kurang dari 5% berat badan.
a. Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
b. Keadaan umum baik
c. Haus, sadar, gelisah
d. Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa
mulut dan bibir basah
e. TD normal, RR normal dan nadi normal, status mental normal.
f. Turgor abdomen baik, bising usus normal.
g. Mukosa sedikit kering.
h. Urin sedikit mengurang
i. Akral hangat.
2. Dehidrasi sedang : kehilangan cairan antara 5-9 % berat badana.
a. Apabila didaptkan 2 tanda utama ditambahkan 2 atau lebih tambahan
b. Keadaan umum gelisah
c. Ubub-ubun besar sedikit cekung mata sedikit cekung, air mata kurang, mukosa
mulut dan bibir sedikit kering
d. Haus meningkat.
e. Nadi cepat dan lemah, TD normal, RR cepat.
f. Turgor menurun, akral hangat
g. Setatus mental normal sampai lesu.
h. Keluaran urin mengurang.
3. Dehidrasi berat : kehilangan cairan lebih dari 10 % berat badana.
a. Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambahkan 2 atau lebih tambahan
b. Kesadaran menurun, lemas, takikardi, ektremitas dingin.
c. Nadi capat dan halus kadang takteraba, TD menurun.
d. Haus meningkat.
e. Keluaran urin tidak ada.
f. Ubun-ubun cekung, mata sangat cekung, air mata ada, mukosa mulut dan bibir
sangat kering
g. Turgor sangat kurang dan akral dingin

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan tinja.
Tes tinja untuk mengetahui makroskopi dan mikroskopi, baik kuman
penyebab, tes resistensi terhadap berbagai antibiotic serta mengetahui pH dan
kadar gula jika diduga ada intoleransi glukosa.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau
astrup,bila memungkikan.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
2. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum
Untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan
pada penderita diare kronik.
3. Pemeriksaan darah
a. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan
fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
b. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Doudenal Intubation
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik.
8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dan pengobatan diare


Pengobatan utama yang dibutuhkan adalah minum cairan yang cukup. Pada penderita
yang muntah harus minum sedikit demi sedikit untuk mengatasi dehidrasi, yang
selanjutnya bisa membantu menghentikan muntahnya. Muntah yang berlangsung
terus dan terjadi dehidrasi berat diperlukan infus cairan dan elektrolit. Anak-anak
lebih cepat jatuh dalam keadaan dehidrasi, mereka harus diberi larutan garam dan
gula, cairan yang biasa digunakan seperti minuman bersoda, teh, minuman olahraga
dan sari buah, tidak tepat diberikan pada anak-anak penderita diare. Muntah yang
berat dapat diberikan suntikan atau supositoria. Jika gejalanya membaik, penderita
secara bertahap mendapatkan makanan lunak seperti gandum, pisang, bubur nasi,
selai apel dan roti panggang. Jika makanan tersebut tidak menghentikan diare setelah
12-24 jam dan bila tidak terdapat darah pada tinja, berarti ada infeksi bakteri yang
serius
Dalam garis besarnya pengobatan diare dapat dibagi dalam:
1. Pengobatan kausatif
Pengobatan yang tepat terhadap kausatif diare diberikan setelah kita mengetahui
penyebabnya yang pasti. Jika kausal diare ini penyakit parenteral, diberikan
antibiotik sistemik. Jika tidak terdapat infeksi parenteral, sebenarnya antibiotik
baru boleh diberikan kalau pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan
bakteri patogen. Karena pemeriksaan untuk menemukan bakteri ini kadang-
kadang sulit atau hasil pemeriksaan datang terlambat, antibiotika dapat diberikan
dengan memperhatikan umur penderita, perjalanan penyakit, sifat tinja dan
sebagainya.
2. Pengobatan simptomatik
a. Antiemetik
Obat antiemetik seperti chlorpromazine (largactil) terbukti selain mencegah
muntah juga dapat mengurangi sekresi dan kehilangan cairan bersama tinja.
Pemberian dalam dosis adekuat (sampai dengan 1mg/kg BB/hari) sekiranya
cukup bermanfaat. Tetapi pada anak obat antiemetik seperti chlorpromazine
dan prochlorperazine mempunyai efek sedatif, menyebabkan anak tidak mau
mengkonsumsi cairan. Oleh karena itu antiemetik tidak digunakan pada anak
yang diare.
b. Antipiretik
Obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal dan aspirin) dalam dosis
(2mg/th/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan panas yang terjadi
sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi penyerta juga mengurangi
sekresi cairan yang keluar bersama tinja.
3. Pengobatan Cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dengan memperhatikan derajat dehidrasi dan
keadaan umum:
a. Tanpa Dehidrasi
1) Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT diberikan 5-
10 mL/kg BB setiap diare cairan atau berdasarkan usia.
Cairan Rehidrasi Oral (CRO) Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-
ORS, tia1 liter mengandung osmolalitas 333 mOsm/L, glukosa 20 g/L,
kalori 85 cal/L. Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90 mEq/L,
kalium 20 mEq/L, klorida 80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L.
Ada beberapa cairan rehidrasi oral:
a) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan
glukosa, yang dikenal dengan nama oralit. Kebutuhan cairan yang
spesifik pada tiap kelompok umur dapat dilihat
b) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di
atas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di
rumah dan lain-lain, disebut CRO tidak lengkap.
2) Pasien Dapat Dirawat Dirumah, Kecuali Apabila Terdapat Komplikasi
Lain (Tidak Mau Minum, Muntah Terus Menerus, Diare Frekuen Dan
Profus)
b. Dehidrasi ringan-sedang
1) Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75 mL/kg
BB dalam 3 jam untuk mengganti kehilang cairan yang telah terjadi dan
sebanyak 5-10 mL/kg BB setiap diare cair.
2) Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap
diberikan minum walaupun telah diberikan denngan cara sedikit demi
sedikit atau melalui pipa nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan
adalah ringer laktat atau KaEN 3B atau NaCl dengan jumlah cairan
dihitung berdasarkan berat badan. Status hidrasi dievaluasi secara berkala.
3) Pasien dipantau di Puskesmas/ Rumah Sakit selama proses rehidrasi
sambil member edukasi tentang melakukan rehidrasi kepada orang tua.
c. Dehidrasi berat
1) Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat
100 mL/kgBB. Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP), pada umumnya
digunakan cairan Ringer laktat, formula tetesan yang saat ini dianjurkan
adalah berdasarkan penatalaksanaan diare menurut WHO. Selama
pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan evaluasi jumlah
cairan yang keluar bersama tinja dan muntah, perubahan tanda-tanda
rehidrasi. Evaluasi sangat perlu karena jika tidak ada perbaikan sama
sekali maka tatalaksana pemberian cairan harus diubah (kecepatan tetesan
harus ditingkatkan). Sebaliknya kalau terdapat gejala overhidrasi,
kecepatan tetesan harus dikurangi. Setelah tanda dehidrasi hilang, terapi
pemeliharaan harus dimulai dengan jalan pemberian CRO dan makanan
kembali diberikan.
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
a. Hipernatermia (Na >155m Eq/L)
Koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan pemberian cairan
dekstrose 5% ½salin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebihdari 1- mEq per
hari karena bisa menyebabkan edema otak
b. Hiponatremia (Na <30 mEq/L)
Kadar natrium diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai, apabila masih
dijumpai hiponatremia dilakukan koreksi sbb : Kadar Na koreksi (mEq/L) =
125 – kadar Na serum = 0.6 x berat badan; diberikan dalam 24 jam
d. Hiperkalemia (K>5mEq/L)
Koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukosa 10% sebanyak 0.5-1
ml/ kg BB i.v secara perlahan-lahan dalam 5-10 menit; sambil dimonitor irama
jantung dengan EKG
e. Hipokalemia (K<3,5 mEq/L)
Koreksi dilakukan menurut kadar kalium :
1) Kadar K2,5-3,5 mEq/L, berikan KCL 75 mEq/kg BB per oral per hari
dibagi 3 dosis
2) KadarK<2,5mEq/L,berikanKClmelaluidripintravenadengandosis:
a) 3,5-kadarKterukurxBB(kg)x0,4+2mEq/kgBB/24jamdalam4jampertama
b) 3,5 - kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB dalam 20
jam berikutnya
5. Seng
Seng terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi buang air
besar dan volume tinja sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi.
6. Nutrisi
Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan. Makanan
diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6 x sehari) rendah serat, buah
buahan diberikan terutama pisang.
7. Medikamentosa
a. Antibiotik
Antibiotic diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri (diare berdarah) atau
kolera pemberian antibiotic yang tidak rasional akan mengganggu
keseimbangan flora usus sehingga dapat memperpanjang lama diare dan
clostridium difficile akan tumbuh yang menyebabakan diare sulit
disembuhkan. Selain itu pemberian antibiotic yang tidak rasional dapat
mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotic. Untuk disentri basiler,
antibiotic diberikan sesuai dengan data sensitivitas setempat bila tidak
memungkinkan dapat mengacu kepada data publikasi yang dipakai saat ini
yaitu kotrimoksazol sebagai lini pertama, kemudian sebagai lini kedua. Bila
kedua antibiotic tersebut sudah resisten maka lini tiga adalah sefisim.
b. Antiparasit
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis merupakan obat pilihan untk
amuba vegetative
8. Terapi
Terapi pada diare dapat berupa non farmakologis dan farmakologis :
a. Terapi non farmakologis
Pasien sebaiknya mengkonsumsi makanan-makanan yang tinggi kalori, tinggi
protein, diet lunak tidak merangsang, bila tidak tahan laktosa diberikan rendah
laktosa, bila maldigesti lemak diberikan rendah lemak. Bila penyakit chron
dan kolitis ulserosa diberikan rendah serat pada keadaan akut. Minum yang
banyak dan bila perlu infus untuk mencegah dehidrasi.
b. Terapi farmakologis
1) Bila sesak nafas dapat diberikan oksigen, infus untuk memberikan cairan
dan elektrolit.
2) Pemberian antibiotika apabila terdapat infeksi
3) Bila penyebab penyakit berupa amoeba/parasit/giardia dapat diberikan
metronidazol.
4) Apabila pasien alergi terhadap makanan/obat/susu, dapat diobati dengan
menghentikan makanan/obat penyebab alergi tersebut.
5) Keganasan/polip diobati dengan pengangkatan kanker/polip.
6) TB usus diobati dengan OAT
7) Diare karena kelainan endokrin, diobati dengan kelainan endokrinnya.
8) Malabsorbsi di atasi dengan pemberian enzim.
9) Kolitis diatasi sesuai jenis kolitisnya.

9. KOMPLIKASI
a. Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutamapadalanjutusiadananak-anak.Padadiareakutkarenakolera,kehilangan
cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok hipovolemik.
Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya hipokalemia
dan asidosismetabolic.
b. Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok
hipovolemiksudahtidakdapatdiatasilagi,dapattimbulnekrosistubularakutginjal
dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi
bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal
tidak tercapai.
c. Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh EHEC.
Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-
14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi EHEC dengan
penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya dengan penggunaan antibiotik
masih kontroversial.
d. Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut, merupakan
komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien
Guillain – Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya.
Pasien menderita kelemahan motorik dan mungkin memerlukan ventilasi
mekanis. Mekanisme penyebab sindrom Guillain – Barre belum diketahui.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua
data-data dikumpulkan secara sistematis gunamenentukan status kesehatan
klien saat ini. Pengkajian dilakukan secara komperhensifterkiat dengan
aspek biologis, psikologis, social maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian
adalah mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Metode
utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara,
observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostic
1. Identitas klien.
Gastroenteritis dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang balita atau anak-anak karena
belum memiliki daya tahan tubuh yang kuat, sehingga mudah terserang
infeksi, lansia cenderung mengalami penurunan daya tahan tubuh, sehingga
lebih mudah terinfeksi flu perut atau gastroenteritis.
2. Keluhan utama.

Pada anak dengan gastrointesritis gejala utama gastroenteritis


adalah diare dan muntah. Gejala ini akan muncul 1-3 hari setelah terinfeksi,
gejala biasanya berlangsung selama 1-2 hari, namun juga bisa berlangsung
hingga 10 hari.
3. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang.

Yang harus dikaji adalah mual muntah, demam, penurunan nafsu makan
dan sakit perut.

2) Riwayat kesehatan dahulu.

Yang harus dikaji antara lain penyakit anak sebelumnya, apakah pernah
dirawat di RS sebelumnya, obat-obatan yang digunakan sebelumnya,
riwayat alergi, riwayat operasi sebelumnya atau kecelakaan dan imunisasi
dasar.

3) Riwayat kesehatan keluarga.


Yang harus dikaji adalah riwayat penyakit gastrointeritis dalam keluarga dan
kebiasaan jajan anak dan makanan yang dikonsumsi.

4. pengkajian pola kesehatan


a) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

Adanya kebiasaan jajan sembarangan , malas mencuci tangan sebelum


makan dan setelah buang air besar dapat meningkatkan risiko terjadinya
gastroenteritis.

b) Pola nutrisi dan metabolik


Klien biasanya akan mengalami penurunan berat badan , mual-mual
dan membran mukosa pucat .
c) Pola eliminasi
Terjadi diare yang tidak diperkirakan, Urine berwarna pekat atau
gelap, frekuensi urin sedikit dan sering merasa haus .
d) Pola aktivitas dan latihan
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan karena mudah kelelahan, pasien
terlihat lemah dan adanya pembatasan aktivitas sehubung dengan efek
dari penyakit yang diderita .
e) Pola tidur dan istirahat
Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
f) Pola presepsi dan kognitif
Terjadi perubahan pada indera pengencap klien karena saliva terasa
pahit yang menyebabakan terjadinya kurang nafsu makan
g) Pola presepsi dan konsep diri

Klien menjadi ketergantungan dengan orang lain adanya kebiasaan


diare yang tiba-tiba sehingga membutuhkan bantuan orang lain. Klien
mengalami rasa cemas yang berlebihan tentang keadaan dirinya
sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.

h) Pola peran dahubungan dengan sesama


Masalah berhubungan dengan orang lain sehubung dengan kondisi
yang dialami sehinggaklian kurang akrab dengan orang disekitarnya .
i) Pola reproduksi dan seksualitas
Adanya rasa kurang bergairah melakukanhubungan seks dengan
pasangan karena penyakit yang sedang diderita.
j) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stess
Sebelum MRS : klien kalau stress sukaberbagi masalah dengan orang
terdekat
Sesudah MRS : klien kalau stress lebih memilih untuk menyimpannya
sendiri.
k) Pola sistem nilai dan kepercayaan
Sebelum MRS : klien rutin beribadah, dan tepat waktu.
Sesudah MRS : klien biasanya tidak tepat waktu beribadah.

B. Diagnosa
Diagnosa keerawatan yang mungkn muncul pada pasien gastroenteritis yaitu:
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output
cairan yang berlebihan.
2. Penurunan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual dan muntah
3. Ketidaknyamanan berhubungan dengan kram/nyeri abdomen.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB.

C. INTERVENSI
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output
cairan yang berlebihan.
Intervensi :
a. Oberservasi tanda vital
Rasional : Vital sign dapat dipengaruhi cairan.
b. Observasi tanda-tanda dehidrasi.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat dehidrasi.
c. Ukur balance cairan
Rasional : Balance cairan seimbang, dehidrasi teratasi.
d. Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan banyak minum air
putih (2.000–2.500 cc/hari).
Rasional : Minum banyak dapat mengurangi dehidrasi.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi cairan,
pemeriksaan Lab. Elektrolit.
Rasional: Terapi cairan disesuaikan dengan dehidrasi.

2. Penurunan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual dan muntah
Intervensi :
a. Kaji pola nutrisi dan perubahan yang terjadi.
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan status nutrisi klien.
b. Timbang BB klien
. Rasional : Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pasien.
c. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.
Rasional : Bila penyebab diketahui, maka solusi untuk pemenuhan
nutrisi dapat segera teratasi.
d. Beri diet dalam kondisi hangat, porsi kecil tapi sering.
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
e. Kolaborasi dengan tim gizi.
Rasional : Untuk memenuhi nutrisi sesuai dengan diet.

3. Ketidaknyamanan berhubungan dengan kram/nyeri abdomen.


Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : TTV normal, nyeri berkurang.
b. Kaji tingkat rasa nyeri.
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri.
c. Atur posisi nyaman.
Rasional : Memberikan kenyamanan bagi klien.
d. Beri kompres hangat pada abdomen.
Rasional : Mengurangi nyeri.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
Rasional : Mengurangi nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga dan klien.
Rasional : Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga
tentang penyakit.
b. Beri pengetahuan tentang penyakit.
Rasional : Memberikan pemahaman tentang penyakit lebih detil.
c. Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan pada klien.
Rasional : Membantu klien dalam kesembuhan.

5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB.


a. Kaji kerusakan kulit atau iritasi setiap BAB.
Rasional : Untuk mengetahui tanda-tanda iritasi pada kulit misal :
kemerahan pada luka.
b. Ajarkan selalu cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti pakaian
Rasional : Untuk mempertahankan teknik aseptic atau antiseptik.
c. Hindari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab.
Rasional : Untuk menghindari pada daerah anus terdapat kuman,
bakteri, karena bakteri suka daerah yang lembab.
d. Observasi keadaan kulit.
Rasional : Pada daerah ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan
memerlukan pengobatan lebih intensif.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat.
Rasional : Untuk membantu memulihkan kondisi badan.

D. DISCHARGE PLANNING
1. Jelaskan pada pasien apa saja penyebab diare.
2. Ajarkan cara mencegah diare dan penularannya.
3. Tekankan pada pasien untuk memperhatikan pola makannya.
4. Hindari makanan dan minum yang terkontaminasi.
5. Anjurkan pasien menggunakan obat-obat yang diresepkan.
6. Anjurkan pasien untuk berolahaga.
7. Ajarkan mengenai tanda-tanda dehidrasi.
Konsep Tumbuh Kembang Anak

Pengertian Tumbuh Kembang

Secara alamiah, setiap individu hidup akan melalui tahap pertumbuhan dan
perkembangan, yaitu sejak embrio sampai akhir hayatnya mengalami
perubahan ke arah peningkatan baik secara ukuran maupun secara
perkembangan. Istilah tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang
sifatnya saling berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Pengertian mengenai pertumbuhan dan
perkembangan adalah sebagai berikut : Pertumbuhan adalah perubahan dalam
besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel organ, maupun individu yang
bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pon, kilogram), ukuran panjang (cm,
meter), umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan
nitrogen tubuh) (Adriana, 2013). Perkembangan (development) adalah
bertambahnya skill (kemampuan) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari
proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel
tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai
hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 2012).

Pertumbuhan dan perkembangan secara fisik dapat berupa perubahan ukuran


besar kecilnya fungsi organ mulai dari tingkat sel hingga perubahan organ
tubuh. Pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak dapat dilihat dari
kemampuan secara simbolik maupun abstrak, seperti berbicara, bermain,
berhitung, membaca, dan lain-lain.

Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Berdasarkan beberapa teori, maka proses tumbuh kembang anak dibagi


menjadi beberapa tahap (Depkes, 2006), yaitu:
a. Masa prenatal atau masa intra uterin (masa janin dalam kandungan). Masa
ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:

1) Masa zigot/mudigah, yaitu sejak saat konsepsi sampai umur


kehamilan 2 minggu.

2) Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12


minggu. Sel telur/ovum yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi
suatu organism, terjadi diferensiasi yang berlangsung dengan cepat,
terbentuk sistem organ dalam tubuh.

3) Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir


kehamilan. Masa janin ini terdiri dari 2 periode yaitu:

➢ Masa fetus dini, yaitu sejak umur kehamilan 9 minggu


sampai trimester ke 2 kehidupan intra uterin. Pada masa ini
terjadi percepatan pertumbuhan, alat tubuh telah terbentuk
dan mulai berfungsi.
➢ Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa
ini pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan
fungsi organ. Terjadi transfer imunoglobin G (Ig G) dari
darah ibu melalui plasenta. Akumulasi asam lemak esensial
omega 3 (docosa hexanic acid) dan omega 6 (arachidonic
acid) pada otak dan retina. Trimester pertama kehamilan
merupakan periode terpenting bagi berlangsungnya
kehidupan janin. Pada masa ini pertumbuhan otak janin
sangat peka terhadap lingkungan sekitarnya. Gizi kurang
pada ibu hamil, infeksi, merokok dan asap rokok, minuman
beralkohol, obat-obatan, bahan-bahan toksik, pola asuh,
depresi berat, faktor psikologis seperti kekerasan terhadap ibu
hamil dapat menimbulkan pengaruh buruk bagi pertumbuhan
janin dan kehamilan.
Agar janin dalam kandungan tumbuh dan berkembang menjadi anak
sehat, maka selama hamil ibu dianjurkan untuk:
• Menjaga kesehatannya dengan baik.
• Selalu berada dalam lingkungan yang menyenangkan.
• Mendapat asupan gizi yang adekuat untuk janin yang
dikandungnya.
• Memeriksakan kehamilan dan kesehatannya secara teratur ke
sarana kesehatan.
• Memberi stimulasi dini terhadap janin.
• Mendapatkan dukungan dari suami dan keluarganya.
• Menghindari stress baik fisik maupun psikis.

b. Masa bayi (infancy) umur 0-11 bulan.


Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:
1) Masa neonatal, umur 0-28 hari.

Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi


perubahan sirkulasi darah serta mulai berfungsinya organ-organ.
Masa neonatal dibagi menjadi dua periode:

• Masa neonatal dini, umur 0-7 hari.


• Masa neonatal lanjut, umur 8-28 hari.
2) Masa post neonatal, umur 29 hari sampai 11 bulan.
Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses
pematangan berlangsung secara terus-menerus terutama
meningkatnya fungsi sistem saraf. Selain itu untuk menjamin
berlangsungnya proses tumbuh kembang optimal, bayi
membutuhkan pemeliharaan kesehatan yang baik termasuk
mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan, diperkenalkan pada
makanan pendamping ASI sesuai dengan umurnya, mendapatkan
imunisasi sesuai jadwal serta mendapatkan pola asuh yang sesuai.
Masa ini juga masa dimana kontak ibu dan bayi berlangsung sangat
erat, sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam mendidik anak
sangat besar.

c. Masa anak toddler (umur 1-3 tahun).


Pada periode ini kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat
kemajuan dalam perkembangan motorik kasar dan motorik halus serta
fungsi ekskresi. Periode ini juga merupakan masa yang penting bagi anak
karena pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada masa balita akan
menentukan dan mempengaruhi tumbuh kembang anak selanjutnya.
Setelah lahir sampai 3 tahun pertama kehidupannya (masa toddler),
pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan
terjadi pertumbuhan serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya sehingga
terbentuk jaringan saraf dan otak yang kompleks. Jumlah dan pengaturan
hubungan antar sel saraf ini akan sangat mempengaruhi kinerja otak mulai
dari kemampuan belajar berjalan, mengenal hurup hingga bersosialisasi.
Pada masa ini perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas,
kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan
merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral dan
dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini sehingga setiap
kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi dan
ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia
dikemudian hari.
d. Masa anak pra sekolah (umur 3-6 tahun).
Pada masa ini pertumbuhan berlangsung stabil. Aktivitas jasmani
bertambah seiring dengan meningkatnya keterampilan dan proses berfikir.
Pada masa ini selain lingkungan di dalam rumah, anak mulai
diperkenalkan pada lingkungan di luar rumah. Anak mulai senang bermain
di luar rumah dan menjalin pertemanan dengan anak lain. Pada masa ini
anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra dan sistem reseptor
penerima rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga anak
mampu belajar dengan baik.
e. Masa anak sekolah (6-12 tahun)
Pada masa ini pertumbuhan dan pertambahan berat badan mulai
melambat.Tinggi badan bertambah sedikitnya 5 cm per tahun.Anak mulai
masuk sekolah dan mempunyai teman yang lebih banyak sehingga
sosialisasinya lebih luas.Mereka terlihat lebih mandiri.Mulai tertarik pada
hubungan dengan lawan jenis tetapi tidak terikat. Menunjukkan kesukaan
dalam berteman dan berkelompok dan bermain dalam kelompok dengan
jenis kelamin yang sama tetapi mulai bercampur.
f. Masa anak usia remaja (12-18 tahun)
Pada remaja awal pertumbuhan meningkat cepat dan mencapai
puncaknya.Karakteristik sekunder mulai tampak seperti perubahan suara
pada anak laki-laki dan pertumbuhan payudara pada anak perempuan.
Pada usia remaja tengah, pertumbuhan melambat pada anak perempuan.
Bentuk tubuh mencapai 95% tinggi orang dewasa.Karakteristik sekunder
sudah tercapai dengan baik.Pada remaja akhir mereka sudah matang secara
fisik dan struktur dan pertumbuhan organ reproduksi sudah hampir
komplit. Pada usia ini identitas diri sangat penting termasuk didalamnya
citra diri dan citra tubuh. Pada usia ini anak sangat berfokus pada diri
sendiri, narsisme (kecintaan pada diri sendiri) meningkat. Mampu
memandang masalah secara komprehensif. Mereka mulai menjalin
hubungan dengan lawan jenis dan status emosi biasanya lebih stabil
terutama pada usia remaja lanjut.

a. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget

1). Tahap sensori motor (0-2 tahun).

Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga
dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Pada tahap ini anak mampu
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi dengan cara melihat,
mendengar, menyentuh dan aktivitas motorik. Semua kegiatan yang
dilakukan berfokus pada mulut (oral).

2). Tahap pra operasional (2-7 tahun)

Anak mampu mengoperasionalisasikan apa yang dipikirkan melalui


tindakan sesuai dengan pikirannya. Pada saat ini anak masih bersifat
egosentris. Pikirannya masih transduktif, artinya menganggap semua
sama. Contoh: seorang pria di keluarga adalah ayah maka semua pria
adalah ayah. Ciri lain adalah masih berkembangnya pikiran animisme
dimana anak selalu memperhatikan adanya benda mati. Contoh apabila
anak terbentur benda mati maka ia akan memukul kembali ke arah
benda tersebut.

3). Tahap kongkret (7-11 tahun).

Anak sudah dapat memandang realistis dan mempunyai anggapan sama


dengan orang lain. Sifat egosentris mulai hilang karena ia mulai sadar
akan keterbatasan dirinya. Tetapi sifat realistik ini belum sampai ke
dalam pikiran sehingga belum dapat membuat suatu konsep atau
hipotesis.

4). Formal operasional (lebih dari 11 tahun sampai dewasa).

Pada tahap ini anak sudah membentuk gambaran mental dan mampu
menyelesaikan aktivitas yang ada dalam pikirannya, mampu menduga
dan memperkirakan dengan pikirannya yang abstrak.

b. Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmud Freud Menurut Freud, dalam


perkembangannya anak akan melewati beberapa tahap dalam hidupnya, yaitu:

1). Tahap oral (0-1 tahun)

Pada masa ini kepuasan dan kesenangan anak didapat melalui kegiatan
menghisap, menggigit, mengunyah atau bersuara.Ketergantungan pada
orang di sekelilingnya sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk
mendapatkan rasa aman.Masalah yang sering terjadi pada masa ini
adalah masalah penyapihan dan makan.

2). Tahap anal (1-3 tahun).

Kepuasan anak didapatkan pada saat pengeluaran tinja. Anak akan


menunjukkan keakuannya dan sangat egoistik dan narsisistik yaitu cinta
terhadap dirinya sendiri. Pada saat ini anak juga mulai mempelajari
struktur tubuhnya.Tugas yang dapat dilakukan adalah latihan
kebersihan. Masalah yang sering terjadi pada fase ini adalah sifatnya
yang obsesif, pandangan sempit, introvert atau ekstrovet impulsive
yaitu dorongan untuk membuka diri, tidak rapi, kurang pengendalian
diri.

3). Tahap oedipal/phalik (3-5 tahun).

Pada tahap ini kepuasan anak terletak pada rangsangan autoerotic yaitu
merabaraba, merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya
dan mulai suka pada lawan jenis. Anak laki-laki cenderung suka pada
ibunya daripada ayahnya demikian juga sebaliknya anak perempuan
suka sama ayahnya.

4). Tahap laten (5-12 tahun).

Kepuasan anak mulai terintegrasi.Anak masuk dalam masa pubertas


dan berhadapan langsung dengan tuntutan sosial seperti menyukai
hubungan dengan kelompoknya atau sebaya.Dorongan libido mulai
mereda. 5). Tahap genital (lebih dari 12 tahun). Kepuasan anak pada
masa ini akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang
matang terhadap lawan jenis.

c. Perkembangan Psikososial Menurut Erikson

1). Tahap percaya vs tidak percaya (0-1 tahun).

Pada tahap ini bayi membentuk rasa percaya kepada seseorang baik
orang tua maupun orang yang mengasuhnya atau perawat yang
merawatnya.Kegagalan atau kesalahan dalam mengasuh atau merawat
pada tahap ini dapat menimbulkan rasa tidak percaya pada anak.

2). Tahap kemandirian (otonomi) vs rasa malu dan ragu (1-3


tahun/toddler).

Pada tahap ini anak sudah mulai mencoba mandiri dalam tugas tumbuh
kembangnya seperti fungsi motorik dan bahasa, mulai latihan jalan
sendiri dan belajar berbicara. Pada tahap ini pula anak akan merasakan
malu apabila orang tua terlalu melindungi dan tidak memberikan
kemandirian atau kebebasan pada anak bahkan menuntut anak dengan
harapan yang tinggi.
3). Tahap inisiatif vs rasa bersalah (4-6 tahun/pra sekolah)

Pada tahap ini anak mulai berinisiatif dalam belajar mencari


pengalaman baru secara aktif melalui aktivitasnya. Apabila anak
dilarang atau dicegah maka akan tumbuh perasaan bersalah pada
dirinya.

4). Tahap rajin vs rendah diri (6-12 tahun/sekolah)

Anak selalu berusaha mencapai segala sesuatu yang diinginkan dan


berusaha mencapai prestasinya sehingga pada usia ini anak rajin
melakukan sesuatu. Apabila harapan tidak tercapai, kemungkinan besar
anak akan merasakan rendah diri.

5). Tahap identitas vs kebingungan peran (masa remaja/adolesen).

Pada tahap ini terjadi perubahan pada anak khususnya perubahan fisik,
kematangan usia dan perubahan hormonal. Anak akan menunjukkan
identitas dirinya seperti “siapa saya”. Apabila kondisi ini tidak sesuai
dengan suasana hati maka kemungkinan akan terjadi kebingungan
dalam peran.

6). Tahap keintiman dan pemisahan/isolasi (dewasa muda).

Anak mencoba berhubungan dengan teman sebaya atau kelompok


masyarakat dalam kehidupan sosial untuk menjalin keakraban. Apabila
anak tidak mampu membina hubungan dengan orang lain, maka
kemungkinan ia akan menarik diri dari anggota atau kelompoknya.

7). Tahap generasi dan penghentian (dewasa pertengahan).

Individu berusaha mencoba memperhatikan generasi berikutnya dalam


kegiatan di masyarakat dan melibatkan diri dengan maksud agar
lingkungan menerimanya. Apabila terjadi kegagalan pada tahap ini
maka akan terjadi penghentian/stagnasi dalam kegiatan atau
aktivitasnya.

8). Tahap integritas dan keputusasaan (dewasa lanjut).


Pada tahap ini individu memikirkan tugas-tugas dalam mengakhiri
kehidupan. Perasaan putus asa akan mudah timbul karena kegagalan
dalam melakukan aktivitasnya.
IMUNISASI PADA ANAK

1. Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar Vaksin BCG Vaksin BCG & pelarut

Deskripsi: Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung


Mycrobacterium bovis hidup yang dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin), strain
paris.
Indikasi: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis.
Cara pemberian dan dosis:
• Dosis pemberian: 0,05 ml, sebanyak 1 kali.
• Dis untikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio
musculus deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05 ml. Efek
samping: 2–6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan
timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi
ulserasi dalam waktu 2–4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan
menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2–10 mm.
Penanganan efek samping:
• Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres dengan cairan
antiseptik.
• Apabila cairan bertambah banyak atau koreng semakin membesar
anjurkan orangtua membawa bayi ke ke tenaga kesehatan. Vaksin DPT –
HB – HIB Vaksin DPT-HB-HIB (Sumber: www.biofarma.co.id)
Deskripsi: Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk pencegahan
Vaksin DPT – HB – HIB

Deskripsi: Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk pencegahan terhadap


difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus
influenzae tipe b secara simultan.

Cara pemberian dan dosis:

• Vaksin harus disuntikkan secara intramuskular pada anterolateral


paha atas.
• Satu dosis anak adalah 0,5 ml.

Kontra indikasi: Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau
kelainan saraf serius .

Efek samping: Reaksi lokal sementara, seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan
pada lokasi suntikan, disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar
kasus. Kadang-kadang reaksi berat, seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel),
dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah
pemberian.

Penanganan efek samping:

• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI


atau sari buah). • Jika demam, kenakan pakaian yang tipis
• . Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. • Jika
demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal
6 kali dalam 24 jam). • Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan
air hangat. • Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi ke dokter.

Vaksin Hepatitis B

Deskripsi: Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-
infecious, berasal dari HBsAg.

Cara pemberian dan dosis:

• Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, secara intramuskuler, sebaiknya pada


anterolateral paha.
• Pemberian sebanyak 3 dosis.
• Dosis pertama usia 0–7 hari, dosis berikutnya interval minimum 4 minggu
(1 bulan). Kontra indikasi: Penderita infeksi berat yang disertai kejang.

Efek Samping: Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di
sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya
hilang setelah 2 hari.

Penanganan Efek samping:

• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI).


• Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal
6 kali dalam 24 jam).
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.

Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine [OPV])

Deskripsi: Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis
tipe 1, 2, dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan.

Indikasi: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.

Cara pemberian dan dosis: Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes)
sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4
minggu.

Kontra indikasi: Pada individu yang menderita immune deficiency tidak ada efek
berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit.

Efek Samping: Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral. Setelah
mendapat vaksin polio oral bayi boleh makan minum seperti biasa. Apabila
muntah dalam 30 menit segera diberi dosis ulang. Penanganan efek samping:
Orangtua tidak perlu melakukan tindakan apa pun.
Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV)

Deskripsi: Bentuk suspensi injeksi.

Indikasi: Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak


immunocompromised, kontak di lingkungan keluarga dan pada individu di mana
vaksin polio oral menjadi kontra indikasi.

Cara pemberian dan dosis:

• Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis


pemberian 0,5 ml.
• Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus diberikan pada
interval satu atau dua bulan
• . IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuai dengan
rekomendasi dari WHO.
• Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi diberikan 2 suntikan berturut-
turut dengan interval satu atau dua bulan.

Kontra indikasi:

• Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis progresif.


• Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya.
• Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu sampai sembuh.
• Alergi terhadap Streptomycin.

Efek samping: Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi,
dan bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa
bertahan selama satu atau dua hari.

Penanganan efek samping:

• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI).


• Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal
6 kali dalam 24 jam)
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.

Vaksin Campak

Deskripsi: Vaksin virus hidup yang dilemahkan.

Indikasi: Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.

Cara pemberian dan dosis: 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri
atas atau anterolateral paha, pada usia 9–11 bulan.

Kontra indikasi: Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau


individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
Efek samping: Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan
kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah vaksinasi.

Penanganan efek samping:

• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau


sari buah).
• Jika demam kenakan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal
6 kali dalam 24 jam).
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
• Jika reaksi tersebut berat dan menetap bawa bayi ke dokter.

2. Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat
kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan
diberikan kepada anak usia bawah tiga tahun (Batita), anak usia sekolah dasar, dan
wanita usia subur, jenis imunisasi lanjutan :

Vaksin DT

Deskripsi: Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu mengandung toksoid


tetanus dan toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat.
Indikasi: Pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus pada anak-
anak. Cara pemberian dan dosis: Secara intra muskular atau subkutan dalam,
dengan dosis 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun.
Kontra indikasi: Hipersensitif terhadap komponen dari vaksin.

Efek Samping: Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan
yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
Penanganan Efek samping:
• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum anak lebih banyak
• Jika demam, kenakan pakaian yang tipis
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal
6 kali dalam 24 jam)
• Anak boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.

Vaksin Td

Deskripsi: Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu mengandung toksoid


tetanus dan toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat.
Indikasi: Imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri pada individu mulai usia 7
tahun.
Cara pemberian dan dosis: Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan
dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.
Kontra indikasi: Individu yang menderita reaksi berat terhadap dosis sebelumnya.
Efek samping: Pada uji klinis dilaporkan terdapat kasus nyeri pada lokasi
penyuntikan (20–30%) serta demam (4,7%)
Vaksin TT

Deskripsi: Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu dalam vial gelas,
mengandung toksoid tetanus murni, terabsorpsi ke dalam aluminium fosfat.
Indikasi: Perlindungan terhadap tetanus neonatorum pada wanita usia subur.
Cara pemberian dan dosis: secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan
dosis 0,5 ml.
Kontra indikasi:
• Gejala-gejala berat karena dosis TT sebelumnya.
• Hipersensitif terhadap komponen vaksin.
• Demam atau infeksi akut.
Efek samping: Jarang terjadi dan bersifat ringan seperti lemas dan kemerahan
pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
Penanganan efek samping:
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Anjurkan ibu minum lebih banyak
PENGAMATAN KASUS

I. Pengkajian :

An.p berusia 4 tahun, berjenis kelamin perempuan, agamakristen katolik ,


suku toraja. Pasien merupakan anak dari pasangan Tn. P usia 45 tahun dan Ny.
M usia 42 tahun . pasien datang keRS dengan keluhan BAB lebih dari 4x
dalam sehari dengan konsistensi feses yang cair, pasien kurang nafsu makan
dan jarang menghabiskan makanannya. Pasien mengeluh gatal sekitar rectum
setelah BAB .

KAJIAN KEPERAWATAN ANAK

NamaMahasiswa Yang Mengkaji: Raya Ma’tan NIM: C1814201142


Unit : Autoanamnese :

Kamar : Alloanamnese :

Tgl masuk RS : 24 juli 2020 Tgl pengkajian : 24 juli 2020

A. Identifikasi
1. Pasien
Nama initial : An.R Warganegara : Indonesia

Umur : 4 tahun Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia

Jeniskelamin : perempuan Pendidikan : belum sekolah

Agama/ suku : katolik/toraja Alamatrumah : jln. BTN TNI AL no.7

2. Orang Tua
NamaBapak : Tn. P NamaIbu : Ny. M

Umur : 45 tahun Umur : 42 tahun

Alamat : jln.BTN TNI AL no.7 Alamat : BTN TNI AL no.7

B. Data Medik
1. Diagnosamedik
Saat masuk : Gastroenteritis

Saat pengkajian : Gastronteritis


2. Riwayat Kehamilan Ibu / Kelahiran dan Neonatal : Ibu mengatakan tidak ada kelainan
saat hamil, proses kelahiran normal, cukup bulan dan berat badan 2,6 kg

3. BUGAR: ibu mengatakan anaknya langsung menangs saat lahir


4. Kelainanbawaan/ Trauma kelahiran : Ibu pasien mengatakan bahwa tidak memiliki
riwayat penyakit menular dan bawaan didalam keluarga Seperti
Hepatitis,Hiv,Pneumonia,dll

5. RiwayatTumbuhKembangsebelumsakit:
• Mulai tengkurap : usia 3 bulan
• Mulai merangkak : usia 7 bulan
• Mulai duduk : usia 9 bulan
• Mulai berjalan : usia 12 bulan
• Mulai bicara : usia 19 bulan
6. RiwayatAlergi : ibu pasien mengatakan anaknya tidak memiliki alergi
7. CatatanVaksinasi
Jenis Vaksin I II III
BCG Baru lahir - -
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan - -
Hepatitis B 12 jam setelah lahir 1 bulan 3 bulan

8. Test Diagnostik
a. Laboratorium: -
b. USG: ibu pasie mengatakan pernah melakukan USG pada usia kehamilan 6 bulan

c. Lain-lain: -
9. Therapi: -
C. KeadaanUmum
1. KeadaanSakit
Pasien tampak sakit ringan / Sedang / berat / tidak tampak sakit

Alasan: pasien tampak lemah, semua kebutuhan pasien dibantu oleh keluarga dan
perawat juga terpasang Nacl 20 tetes/menit

2. Tanda-Tanda Vital
a. Kesadaran :
Skalakoma scale /pediatric coma scale

1) Responmotorik :6
2) Responbicara :5
3) Responmembukamata :4
Jumlah : 15

Kesimpulan : komposmentis

b. Tekanandarah : 100/60 mmHg


MAP : 70 mmHg

Kesimpulan : composmentis

c. Suhu : 37,50C di oral axilla rectal


d. Pernapasan: 19 x/menit
Irama : teratur kusmaul cheynes-stokes

Jenis : dada perut

e. Nadi : 137 x/menit


Irama : teratur tachicardi bradichardi

Kuat lemah

f. Hal yangmencolok : tidak ada


3. Pengukuran
a. Tinggi badan : 76 cm c. Lingkar kepala : 55 cm
b. Berat badan : 11 kg d. Lingkar dada : 59 cm
Kesimpulan :

4. Genogram
keterangan :
: laki-laki

: perempuan

: laki-laki meninggal

: perempuan meninggal

: klien

D. Pengkajian Pola Kesehatan


1. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
a. Keadaan sebelum sakit : Keluarga mengatakan kesehatan itu penting untuk dijaga
b. Keadaan sejak sakit : Keluarga mengatakan bila anak sakit segera dibawa
kepuskesmas akan tetapi saat sakit sekarang keluarga tidak membawanya akibat
kondisi yang tidak memungkinka
c. Riwayat penyakit saat ini : gastroenteritis
1) Keluhanutama : diare
2) Riwayatkeluhanutama : BAB lebih dari 4x dalam sehari dengan
konsistensi feses yang cair, pasien kurang nafsu makan dan jarang
menghabiskan makanannya dan merasa lemas .
d. Riwayat penyakit yang pernah dialami: pasien pernah mengalami penyakit demam
dan flu .
e. Riwayat kesehatan keluarga : Ibu pasien mengatakan bahwa tidak memiliki
riwayat penyakit menular dan bawaan didalam keluarga Seperti
Hepatitis,Hiv,Pneumonia,dll
f. Pemeriksaanfisik :
1) Kebersihan rambut : tampak bersih
2) Kulit kepala : tampak bersih dan tidak ada ketombe
3) Kebersihan kulit : tampak bersih
4) Kebersihan rongga mulut : rongga mulut tampak kotor dan bibir tampak
kering
5) Kebersihan genetalia / anus : tampak merah karena sering digaruk akibat gatal
saat selesai BAB
2. PolaNutrisidanMetabolik
a. Keadaan sebelum sakit : Keluarga mengatakan pola makan anak teratur 3 kali
sehari atau bahkan lebih dengan porsi banyak dan habis , anak tersebut
mengkonsumsi air 6-7 gelas perhari ,anak sering mengkonsumsi makanaan pedas

Keadaan sejak sakit : Keluarga mengatakan nafsu makan anak menjadi kurang dan
kadang tidak habis, serta anak masih konsumsi makanan pedas tetapi tidak sesering
sebelum sakit

Observasi : tampak pasien kurang bertenaga dan terbaring lemas diranjang


Pemeriksaanfisik : pasien tampak lemah kerena pasien kurang nafsu makan

1) Keadaan rambut : tampak bersih


2) Hidrasi kulit : tidak terdapat dehidrasi kulit
3) Palpebra/conjungtiva : mata cekung
4) Sclera : tidak ikterik
5) Hidung : tampak simetris , tidak ada polip, tidak ada secret
6) Ronggamulut : tidak ada sariawan gusi : tidak terdapat pembengkakan
7) Gigi : tampak caries gigi pada anak
8) Kemampuan mengunyah keras : pasien mampu menguyah
9) Lidah : tampak kotor dan kemerahan
10) Pharing : tidak ada peradangan
11) Kelenjargetahbening : tidak ada pembengkakan
12) Kelenjarparotis : tidak ada pembengkakan
13) Abdomen
▪ Inspeksi : tampak datar
▪ Auskultasi : Peristaltik usus 37 x/menit
▪ Palpasi : turgor kembali lebih dari 3 detik
▪ Perkusi : suara timpani diseluruh lapang perut
▪ Ascites Positif Negatif
14) Kulit :
▪ Edema : Positif Negatif
▪ Icterik : Positif Negatif
▪ Tanda-tanda radang : negatif
15) Lesi : tidak ada lesi

3. PolaEliminasi
a. Keadaansebelumsakit : Keluarga pasien mengatakan anak tidak mengalami
gangguan pada pola eliminasi , BAB 1 kali sehari

Keadaansejaksakit : Keluarga mengatakan anak BAB lebih dari 4 kali dalam


sehari ,dengan frekuensi feses yang banyak serta konsistensi feses yang cair.

Observasi : tampak pasien lemas , terpasang infus Nacl


a. PemeriksaanFisik :
1) PalpasiKandungKemih : Penuh Kosong
2) MulutUretra : tidak ada peradangan
3) Anus :
▪ Peradangan : tidak ada
▪ Hemoroid : tidak ada
▪ Fistula : tidak ada
4. Pola Aktivitas dan Latihan
a. Keadaan Sebelum Sakit : ibu klien mengtakan bahwa aktivitas anaknya sama
seperti anak-anak seumurannya, suka bermain
b. KeadaanSejakSakit : ibu klien mengtakan bahwa aktifitas anaknya mulai
berkurang oleh mudah kelelahan, klien terlihat lemah dan adanya pembatasan
aktivitas sehubung dengan efek dari penyakit yang diderita .
c. Observasi :
1) AktivitasHarian :
0 : mandiri
▪ Makan :2
▪ Mandi :2 1 : bantuan dengan alat
▪ Pakaian : 2
▪ Kerapihan : 0 2 : bantuan orang
▪ Buang air besar : 0 3 : bantuan alat dan orang
▪ Buang air kecil : 0
▪ Mobilisasi di tempat tidur : 0 4 :bantuanpenuh
▪ Kesimpulan : pasien masih dibantu untuk kegiatan yang belum
dapat dilakukannya sendiri
2) Anggota gerak yang cacat : tidak ada
3) Fiksasi : tidak ada
4) Tracheostomi : tidak ada
b. PemeriksaanFisik:
1) Perfusi pembuluh perifer kuku : perfusi kembali dalam waktu 1 detik
2) Thorax danpernapasan
▪ Inspeksi:
Bentukthorax : tampak bentuk thorax normal
Sianosis : tidak ada
Stridor : tidak ada
▪ Auskultasi : vesikular
Suara napas : normal
Suara ucapan : normal
Suara tambahan : tidak ada suara tambahan
3) Jantung
▪ Inspeksi :
Ictus cordis : tidak ada pembesaran
▪ Palpasi :
Ictus cordis : tidak ada pembesaran
▪ Auskultasi :
Bunyijantung II A : tunggal ( ICS II linea sternalis dekstra )
Bunyijantung II P : tunggal ( ICS II linea sternalis sinistra )
Bunyijantung I T : tunggal ( ICS II linea sternalis dekstra )
Bunyijantung I M : tunggal ( ICS II linea mid clavicularis
sinistra )
Bunyijantung II iramagallop : tidak ada
Murmur : tidak terdapat suara murmur
HR : 105 x/menit
Bruit : Aorta : tidak ada
A.Renalis : 110 x/menit
A. Femoralis : 115 x/menit
4) Lengan dan tungkai
▪ Atrofiotot : Positif Negatif
▪ Rentang gerak : baik dan sama antara kiri dan kanan
Kaku sendi : tidak ada

▪ Uji kekuatan otot : 4 (Bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan
atau melawan tahanan perawat)

▪ Refleks fisiologi : +
▪ Refleks patologi : +
Babinski : Kiri : Positif Negatif

Kanan: Positif Negatif


▪ Clubing jari-jari : tidak ada
5) Columna vertebralis:
▪ Inspeksi : Kelainanbentuk : tidak ada
▪ Palpasi : Nyeri tekan : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Brudzinski : tidak ada Kernig sign : tidak ada

5. PolaTidurdanIstirahat
a. Keadaansebelumsakit : Keluarga mengatakan sebelum sakit anak tidur teratur
lebih dari 7 jam setiap malam,serta anak sering tidur siang

Keadaansejaksakit : Keluarga mengatakan selama sakit jam tidur anak menjadi


berkurang

b. Observasi : tampak pasiem lemas dan mengantuk


Ekspresi wajah mengantuk : Positif Negatif
Banyak menguap : Positif Negatif
Palpebra inferior berwar nagelap : Positif Negatif

6. PolaPersepsiKognitif
a. Keadaansebelumsakit : Keluarga mengatakan saat BAB tidak merasakan nyeri
sama sekali
Keadaansejaksakit: Keluarga mengatakan saat BAB anak tersebut merasakan
nyeri dan sering merasa haus

b. Observasi: tampak pasien meringis akibat nyeriyang dialaminya


c. PemeriksaanFisik :
1) Penglihatan
▪ Cornea : tidak adanya pembengakan, keruh maupun menebal
▪ Pupil : tampak isokor
▪ Lensamata : jernih, tidak terdapat warna keruh atau katarak
2) Pendengaran
▪ Pina : tampaks imetris
▪ Kanalis : normal berwarna keabuan dan tampak bersih , tidak ada cairan
dn gelembung udara
▪ Membran timpani : tampak utuh
▪ Test pendengaran : pasien dapat mendengar dari jaran 6m
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
a. Keadaansebelumsakit : Ibu pasien mengatakan anaknya cukup percaya diri,
Ibunya mengatajkan bahwa ia sering memberikan pujian pada anaknya agar mau
melakukan sesuatu yang diminatinya
Keadaansejaksakit : Tampak pasien meminta pada ibunya untuk segerah pulang,
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya lebih banyak diam dari biasanya
b. Observasi : tampak pasien gelisah
1) Kontak mata : pasien menatap mata jika diajak berbicara
2) Rentang perhatian : tampak anak mampu menyebut angka dengan jarak 5m
3) Suara dan cara bicara : tidak gagap saat bicara dan suara jelas
c. Pemeriksaanfisik :
a) Kelainan bawaan yang nyata : tidak ada
b) Abdomen :
Bentuk : tampak datar
Banyangan vena : tidak tampak
Benjolanmassa : tidak ada
8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
a. Keadaan sebelum sakit : Ibu pasien mengatakan anaknya cepat bergaul dengan
teman sebayanya
b. Keadaan sejak sakit : Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya tampak takut dengan
perawat
c. Observasi : tampak pasien takut jika diajak berbicara dan lebih banyak diam
9. PolaReproduksi dan Seksualitas
a. Keadaan sebelum sakit : tidak ada kelainan pada lobang vagina, vagina bersih ,
anak berumur 4 tahun dan belum mentruasi
b. Keadaan sejak sakit : tidak ada perubahan
c. Observasi : tampak daerah seksualitas bersih dan tidak ada kelainan
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stres
a. Keadaan sebelum sakit : Keluarga mengatakan anak selalu terlihat ceria
b. Keadaan sejak sakit : Keluarga mengatakan anak sangat tampak cemas,dan gelisah

c. Observasi : tampak pasien selalu ingin ditemani oleh ibunya


11. PolaSistem Nilai Kepercayaan
a. Keadaan sebelum sakit : pasien sudah diajarkan berdoa dan sudah tahu berdoa
sendiri
b. Keadaan sejak sakit : keluarga pasien mengatakan bahwa pasien selalu berdoa
sebelum meminum obat
c. Observasi : tampak adanya kita suci disamping pasien

TandaTanganMahasiswa Yang Mengkaji


ANALISA DATA

NO Hari/tggl Data Etiologi Mas. Kep

1. 24/7/20 DS:ibu klien mengatakan BAB - Hilang cairan dan Kekurangan volume
lebih dari 4 kali dalam elektrolit berlebihan cairan
sehari,dengan konsistensi feses
cair
DO:
- peristaltik usus 37×/
menit
- Turgo kulit lebih dari 3
detik
- Kulit tampak kering

2
24/7/20 DS:ibu klien mengatakan bahwa - Ketidakmampuan Ketidakseimbangan
nafsu makan anak mejadi kurang mengabsorpsi nutrien nutrisi kurang dari
dan tidak habis kebutuhan tubuh
DO:
- BB sebelum sakit : 13 kg
BB selama sakit :11 kg

- Frekuensi BAB
3 24/7/20 DS:ibu klien mengatakan Kerusakan integritas
meningkat
anaknya sering mengeluh gatal kulit
sekitat rectum setelah BAB
DO:
- Tampak daerah sekitar
anus berwarna
kemerahan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kekurangan volume cairan b/d hilangnya cairan dan elektrolitberlebih


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient
3. Kerusakan integritas kulit b/d frekuensi BAB meningkat

INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa NIC NOC

1. Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen elektrolit


cairan b/d hilangnya selama 3×24 jam diharapkan anak tidak
a. Monitor
cairan dan elektrolit kekurangan cairan,dengan kriteria hasil
manifestasi
berlebihan
a. Keseimbangan cairan ketidakseimbanga
1. Keseimbangan intake dan n elektrolit
output dalam 24 jam b. Monitor
2. Tidak ada tanda tanda kehilangan cairan
dehidrasi,elastisitas turgo (misalnya
kulit baik muntah,diare,kerin
gat)
c. Monitor TTV
klien
d. Timbang BB
harian dan pantau
gejala
e. Berikam suplemen
elektrolit
tambahan yang
diresepkan
f. Monitpr reaksi
klien terhadap
terapi elektrolit
yang diresepkan
g. Tawarkkan buah
buah segar atau
jus buah
h. Dorong keluarga
untuk membantu
anak makan
i. Kolaborasi
pemberian
intravena jika
diinstrusikan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nutrisi


2 Ketidakseimbangam
3×24 jam diharapkan anak nutrisi anak
nutrisi kurang dari a. Tentukan jumlah
terpenuhi,dengan kriteria hasil :
kebutuhan tubuh kalori dan jenis
b/d a. Adanya peningkatan BB ideal nutrisi yang
ketidakmampuan b. Bising usus dalam batas normal dibutuhkan untuk
mengabsorbsi c. Tidak adanya tanda tandss malnutrisi memenuhi
nutrient d. Status gizi persyaratan gizi
1. Asupan gizi b. Monitor kalori dan
2. Asupan makanan asupan makanan
3. Asupan cairan c. Tawarkan
makaman ringan
yang padat gizi
d. Monitor
kecenderungan
terjadinya
penurunan dsn
kenaikan BB
e. Kaji adanya alergi
makanan
f. Anjurkan kepada
keluarga untuk
membuat catatan
makanan harian
g. Anjurkan kepada
anak untuk amakn
dalam porsi kecil
dan sering
h. Sajikan makanan
dalam keadaan
hangat dan
menarik
i. Timbaang BB
anak sesuai
periodic
j. Kolaborasikan
dengan ahli gizi
tentang pemberian
nutrisi yang tepat
k. Informasikam
kepada keluarga
tentang manfaat
dari nutrisi

3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Monitor


Kerusakan 3×24 jam diharapkan kulit klien tidak keadekuatan BAB
integritas kulit b/d teriritasi,deenga hasil : b. Berikan obat hang
frekuensi BAB
diresepkkan untuk
meningkat a. Kontinensial usus
diare (mis
1. Meempertahankan kontrol
pengeluaran feses loperamide,atropin
2. Memantau jumlah dan e)
konsistensi fesès c. Cuci area
b. Status nutrisi perineum deengan
1. Asupan gizi sabun dan air dan
2. Asupan makanan keringkam
3. Asupan vitamin sepenuhnya setiap
c. Tidak ada luka atau lesi selesai BAB
Mampu melindungi kulit dan d. Jelaskan kepada
mempertahankan kelembapan kulit keluarga penyebab
anus anak lecet
dan kemerahan
e. Kolaborasikan
pemberian obar
cream pada daerah
yang lecet (
misalnya salep
ottogenta )
Manajenem nutrisi

a. Tentukam jumlah
kalori dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan
b. Monitor kalori dan
asupan makanan
c. Tawarkan
makanna ringan
yang padat gizi
Manajemen cairan

a. Monitor TTVklien
b. Jaga intake ataj
asupan yang
adekuat dan catat
output pasien
c. Tawarkan
makaman yang
mengandung buah
buahan

IMPLEMENTASI

Tanggal Diagnosa Jam Implementasi Nama


Perawat

24/07/2020 I, II 08:00 Memantau tanda kekurangan cairan Raya


Hasil : ibu klien mengatakan anaknya masih Ma’tan
BAB 4x sehari
Klien masih tampak lemah
Mengkaji status nutrisi klien dan tanda-tanda
vital
Hasil : ibu klien mengatakan anaknya mulai
ada nafsu makan , mukosa bibir masih kereng
TTV : TD: 100/60 mmHg, S: 37°C , P: 19
x/menit dan N: 128x/menit

I, III 08:10 Mengajurkan klien banyak minum air putih


Raya
Hasil : ibu klien mengatakan klien sudah
minum air putih yang lumayan banyak Ma’tan
Kaji daerah sekitar anus
Hasil: tampak adanya peradangan, kulit sekitar
anus berwarna kemerahan dengan adanya
sedikit luka akibat garukan

I, II 09:00 Mengajarkan ibu klien mengenalitanda-tanda Raya


kekurangan cairan
Ma’tan
Hasil : ibu klien mengatakan paham apa yang
diajarkan oleh perawat dan klien tampak
kooperatif

Menganjurkan klien untuk makan sedit tapi


sering

Hasil: tampak pasien mulai makan makanan


yang memiliki konsisitensi cair : bubur

Kolaborasi pemberian terapi : infus RL 30 Raya


I,II,III 10:00
Hasil : klien tampak kooperatif ma’tan
Membantu pasien makan
Hasil: ibu klien mengatakan anakanya mulai
nafsu makan , pasien makan sebanyak 3sendok

Anjurkan kepada ibu klien untuk selalu


membersihkan dan mengeringkan daerah anus
setiap kali selesai BAB

Hasil: ibu klien melakukan apa yang telah


dianjurkan

Berikan salep pada daerah anus setelah Raya


III 11:00 dibersihkan Ma’tan

Hasil : tampak ibu klien mengoleskan salep


pada daerah uang mengalami peradangan
25/07/2020 II, I, III 08:00 Mengkaji status nutrisi klien dan tanda-tanda Raya
vital Ma’tan

Hasil : ibu klien mengatakan anaknya mulai


ada nafsu makan , mukosa bibir masih kering

TTV : TD: 100/60 mmHg, S: 36,7°c , P: 18


x/menit dan N: 120x/menit

Memantau tanda kekurangan cairan


Hasil : ibu klien mengatakan anaknya masih
BAB 3X sehari
Kaji daerah sekitar anus
Hasil: tampak adanya peradangan, kulit sekitar
anus berwarna kemerahan dengan adanya
sedikit luka akibat garukan

Raya
II,III 09:00 Mengidentifikasi perubahan berat badan
Ma’tan
terakhir

Hasil : ibu klien mengatakan bahwa sejak klien


jarang makan berat badanya turun 2 kg

Sebelum sakit BB: 13 kg


Setelah sakit : 11 kg

Anjurkan kepada ibu klien untuk selalu


membersihkan dan mengeringkan daerah anus
setiap kali selesai BAB

Hasil: ibu klien melakukan apa yang telah


dianjurkan

Menganjurkan klien untuk makan sedit tapi


II,I,III 9:00
sering Raya
Hasil: tampak pasien mulai makan makanan Ma’tan
yang memiliki konsisitensi cair : bubur

Mengajurkan klien banyak minum air putih


Hasil : ibu klien mengatakan klien sudah
minum air putih yang banyak
Berikan salep pada daerah anus setelah
dibersihkan

Hasil : tampak ibu klien mengoleskan salep


pada daerah uang mengalami peradangan

II,I 11:30 Membantu pasien makan Raya


Ma’tan
Hasil: ibu klien mengatakan anakanya mulai
nafsu makan , pasien makan sebanyak 6
sendok

Kolaborasi pemberian terapi : infus RL 30


Hasil : klien tampak kooperatif

26/07/2020 III, II 08:00 Kaji daerah sekitar anus Raya


Ma’tan
Hasil: tampak adanya peradangan, kulit sekitar
anus berwarna kemerahan dengan adanya
sedikit luka akibat garukan

Mengkaji status nutrisi klien dan tanda-tanda


vital

Hasil : ibu klien mengatakan anaknya mulai


ada nafsu makan , mukosa bibir masih kering

TTV : TD: 100/60 mmHg, S: 36,7°c , P: 18


x/menit dan N: 120x/menit
III,I,II 08:40 Anjurkan kepada ibu klien untuk selalu Raya
membersihkan dan mengeringkan daerah anus Ma’tan
setiap kali selesai BAB

Hasil: ibu klien melakukan apa yang telah


dianjurkan

Memantau tanda kekurangan cairan


Hasil : ibu klien mengatakan anaknya masih
BAB 2X sehari
Menganjurkan klien untuk makan sedit tapi
sering

Hasil: tampak pasien mulai makan makanan


yang memiliki konsisitensi semi padat

Raya
III,II,I 09:15 Berikan salep pada daerah anus setelah
Ma’tan
dibersihkan

Hasil : tampak ibu klien mengoleskan salep


pada daerah uang mengalami peradangan

Membantu pasien makan

Hasil: ibu klien mengatakan nafsu makan


anaknya sudah baik, pasien makan sebanyak 1
porsi

Kolaborasi pemberian terapi : infus RL 30


Hasil : klien tampak kooperatif
EVALUASI

Tanggal / Jam Diagnosa Evaluasi

24 juli 2020 / 13:30 I, II,III S : klien mengatakan masih merasa lemas,


BAB 4x sehari, BAB masih cair tapi
konsistensi tidak terlalu encer

O : klien masih tampak lemah

A: masalah belum teratasi :

• BAB klien terlalu encer lagi , dan


klien sudah minum air putih
banyak

P : intervensi dilanjutkan

• Menganjurkan klien untuk minum


yang banyak
• Kolaborasi pemberian terapi infus
RL

S : ibu klien mengatakan jika anaknya


meneluh mulutnya kering , dan tidak ada
nafsu makan

O : klien tampak lemah,mukosa mulut


kering, pasien tampak tidak menghabiskan
makanannya, hanya sebanyak 3 sendok

A : masalah belum teratasi

P :lanjutkan intervensi

• Anjurkan makan tapi sering


• Lakukan perawatan
kebersihan mulut dengan
membantu klien gosok gigi

S : ibu klien mengatkan jika peradangan


masih ada

O : kemerahan masih ada, klien rewel


karena peradangan
A : masalah belum teratasi

A : masalah belum teratasi

P :pertahankan intervensi

• Anjurkan untuk selalu


memperhatikan kenersihan daerah
anus
• Memberikan salep setelah
daerahdibersihkan dan juga
dikeringkan

25 juli 2020 / 12:00 II,I,III S : ibu klien mengatakan jika anaknya


mengeluh mulutnya terasa kering, mulai
ada nafsu makan

O : klien tampak lemah, mukosa mulut


kering, pasien tampak tidak menghabiskan
makanannya , hanya 6 sendok

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

• Ajurkan makan sedikit tapi sering


• Lakukan peawatan kebersihan
mulut dengan membantu pasien
gosok gigi

S : klien mengatakan masih mersa lemas,


BAB 3x sehari, BAB masih cair tapi
konsistensi tidak terlalu encer

O : klien masih tampak lemas

A : masalah teratasi sebagian

• BAB klien masih encer dan selalu


anjurkan klien ntuk minum air putih
yg banyak
P : intervensi dilanjutkan

• Menganjurkan klien untuk minum


yang banyak
• Kolaborasi pemberian RL

S : ibu klien mengtakan jika peradangan


masih ada

O : kemerahan belum menghilang, klien


masih rewel

A: masalah belum teratasi

P : pertahankan intervensi

• Anjurkan klien untuk selalu


memperhatikan kebersihan daerah
anus
• Memberikan salep setiap selesai
membersihkan dan mengeringkan
daerah peradangan

26 juli 2020 / 13 : 00 III,II,I S : ibu klien mengatakan jika peradangan


sudah membaik

O : kemerahan mulai menghilang, klien


sudah tidak rewel dan tidak menggaruk
area anus

A : masalah teratasi sebagian

P: pertahankan intervensi :

• Anjurkan untuk tetap


memperhatikan kebersihan daerah
anus
• Memberikan salep setelah derah
peradangan dibersikan dan telah
dikeringkan

S : klien mengatakan jika bibir anaknya


mulai lembab. Mulut tidak kering lagi, dan
sudah nafsu makan

O : klien tampak mulai ceria dan


beraktivitas , mukosabibir lembab,pasien
tampak sudah menghabiskan 1 porsi
makananya

A : masalah teratasi

P : pertahankan intervensi

• Anjukan anak makan sedikit tapi


sering
• Tetap lkukan kebersihan mulut
dengan membantu pasien gosok
gigi

S : klien tampak sudah ceria, BAB 2x


sehari, BAB memiliki konsistensiyang
sudah padat

O : klien tampak ceria

A : masalah teratasi

• BAB klien memiliki


konsistensiyang sudah padat dan
tetap anjurkan untu minum air putih
yang banyak

P: intervensi dipertahankan

• Menganjurkan klien untun minum


banyak
• Kolaborasi pemberian terapi RL

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Diare adalah kondisi dimana terjafi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari),
serta perubahan dalam isi (lebih dari 200gr/hari) dan konsistensi feses (cair). Hal ini biasa
dihubungkan dengan dorongan ketidaknyamanan perianal, inkotinensia atau kombinasi dari
faktor-faktor ini. Adanya kondisi yang menyebabkan perubahan sekresi usus, absorbs
muscosal atau motilitas dapat menimbulkan diare. Jadi, defenisi diare dibuat berdasarkan
masa feses dan kandungan air yang melebihi biasanya

SARAN

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-
sumber yang lebh banyak yang tentunya dapat di pertanggungjawabkan.

Anda mungkin juga menyukai