13 Tokoh Sosiologi Di Dunia Dan Teorinya
13 Tokoh Sosiologi Di Dunia Dan Teorinya
13 Tokoh Sosiologi Di Dunia Dan Teorinya
Lengkap
Sosiologi merupakan ilmu sosial yang mempelajari mengenai perilaku sosial antara
kelompok dengan kelompok lainnya ataupun dari individu dengan individu lainnya.
Manusia merupakan makhluk sosial yang mana sehari-harinya akan selalu berkaitan
dengan hubungan sosial. Sebagai sebuah bidang studi tentu saja cakupan dari ilmu
sosiologi ini sangat lah luas.
Tak hanya mempelajari bagaimana pengaruh orang terhadap orang lain namun juga
pada bidang-bidang lainnya. Di dalam sebuah bidang studi tentu saja terdapat tokoh-
tokoh di dalamnya yang memiliki peran dalam mengembangkan bidang ilmu tersebut.
Nah berikut ini beberapa tokoh-tokoh sosiologi dunia dengan teori nya dalam ilmu
sosiologi, sebagai berikut:
Merupakan seorang filsuf asal Inggris sekaligus pemikir dari teori liberal
klasik yang terkemuka. Meskipun sebagian besar dari karya-karya nya menuliskan
tentang politik namun dirinya lebih dikenal dengan julukan ” Bapak Darwinisme
Sosial”. Spencer menganalisis masyarakat dengan mengibaratkan sebagai sistem
evolusi. Beberapa teori yang ditemukan dalam Herbet Spencer dalam perumusannya
sebagai tokoh sosiologi:
Menurut Specer, objek sosiologi yang utama adalah keluarga, agama, politik,
industri, serta pengendalian sosial. Termasuk pula di dalamnya yaitu masyarakat
setempat, pembagian kerja, asosiasi, pelapisan sosial, ilmu pengetahuan, dan
penelitian mengenai keindahan dan kesenian.
Di tahun 1879, Specer mengemukakan mengenai teori Evolusi Sosial yang
sampai saat ini masih digunakan meskipun banyak mengalapi perubahan. (baca
juga: Fungsi Bahasa Daerah)
Specer meyakini jika masyarakat mengalami evolusi, dari yang awalnya
merupakan masyarakat primitif dan kemudian menjadi masyarakat Industri.
Sebagai organisme, manusia berevolusi sendiri terlepas dari tanggung jawab dan
kemauannya serta dibawah suatu hukum. (baca juga: Ciri-Ciri Kapitalisme)
Pada masyarakat primitif, mereka dipersatukan dengan ikatan moral yang kuat serta
memiliki hubungan yang terjalin yang dinamakan Solidaritas Mekanik. Sedangkan
untuk masyarakat modern, kesadaran kolektif tersebut menurun dikarenakan adanya
ikatan dengan pembagian kerja yang rumit serta saling ketergantungan yang disebut
Solidaritas Organik, sebagai berikut landasan politik dari Emile Durkheim sebagai
tokoh sosiologi yang dia rumuskan:
Ilmu sosiologi Marxis lebih menjelaskan mengenai kapitalisme yang mana produksi
komoditas dapat mempengaruhi keseluruhan dari pengejaran keuntungan. Hal ini
karena nilai-nilai produksi telah meresap ke segala bidang hidup. Tingkat keuntungan
yang didapat akan menentukan berapa banyak layanan yang akan diberikan. Hal inilah
yang dimaksudkan oleh Marx jika infrastruktur ekonomi akan sangat menentukan
suprastruktur. (baca juga: Manfaat Perdagangan Internasional)
Teori yang dikemukakan oleh Max Weber tidak sependapat dengan Marx,
yang mana menyatakan jika ekonomi menjadi kekuatan pokok perubahan sosial. Dari
karyanya yaitu “Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme”, Weber berpendapat jika
kebangkitan pandangan suatu religius tertentu (Protestanisme) lah yang membawa
masyarakat menuju perkembangan kapitalismen. Kaum Protestan yang memiliki
tradisi Kalvinis menyatakan jika kesuksesan finansial menjadi tanda utama jika Tuhan
berpihak pada mereka. Sehingga untuk mendapatkan tanda ini, maka mereka akan
menjalani gaya hidup yang hemat, rajin menabung, serta menginvestasikan
keuntungannya agar bisa mendapatkan modal yang banyak. (baca juga: Macam-
Macam Ras Di Indonesia)
Pandangan lainnya dari Weber adalah mengenai perilaku individu yang bisa
mempengaruhi masyarakat secara luas, hal ini lah yang dinamakan sebagai Tindakan
Sosial. Menurutnya, tindakan sosial bisa dipahami asalkan kita dapat memahami ide,
niat, nilai, serta kepercayaan sebagai bentuk dari motivasi sosial. Pendekatan inilah
yang dinamakan Verstehen. (baca juga: Ciri-Ciri Negara Maju)
Salah satu karyanya yang cukup terkenal adalah mengenai Filsafat Uang. Simmel
memang dikenal sebagai ahli sosiologi yang sikapnya cenderung menentang
modernisasi atau yang dikenal dengan bervisi pesimistik.
Pandangan ini sering dikenal dengan Pesimisme Budaya. Menurutnya,
modernisasi membuat manusia tumbuh dan berkembang tanpa kualitas karena
terjebak dengan rasionalitasnya sendiri. (baca juga: Bencana Alam Di Indonesia)
Selain itu gejala monetisasi yang berlangsung di berbagai aspek kehidupan nyatanya
dapat membelenggu masyarakat terutama pada hal pembekuan kreativitas individu,
bahkan dalam hal ini dapat mengubah kesadaran. Hal ini dikarenakan adanya uang
yang menjadi alat pembayaran namun kekuatan dapat menjadi pembebas manusia atas
manusia. Sehingga uang tak hanya dijadikan sebagai alat namun sebagai tujuan. (baca
juga: Bentuk Penyimpangan Sosial)
7. Ferdinand Tonnies (1855-1936)
Ferdinand Tonnies telah mengkaji bentuk dan pola ikatan sosial serta
organisasi yang mana menghasilkan klasifikasi sosial. Menurut Tonnies, masyarakat
memiliki sifat gemeinschaft atau gesselschaft. Masyarakat gemeinschaft merupakan
masyarakat yang memiliki hubungan sosial yang tertutup, dihargai oleh setiap
anggotanya, serta didasar atas kepatuhan sosial dan hubungan kekeluargaan.
Herbert Marcuse, seorang ilmuwan Jerman yang juga anggota dari Mazhab
Frankurt ini menjadi terkenal di tahun 1960an dikarenakan adanya dukungan kepada
gerakan radikal dan antikemapanan. (baca juga: Permasalahan Lingkungan Hidup)
Berikut beberapa paham yang ditemukan dalam teori Herbert Marcuse dalam
keterangannya sebagai berikut:
Von Wiese yang merupakan ilmuwan asal Jerman menyatakan jika sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat empiris dan berdiri sendiri. Objek
sosiologi sendiri merupakan penelitian terhadap hubungan antara manusia dengan
manusia lainnya yang menjadi kenyataan sosial. Sehingga menurutnya objek khusus
dari ilmu sosiologi merupakan proses sosial atau interaksi sosial. Penelitian
selanjutnya difokuskan kepada struktur sosial yang mana menjadi saluran dari
hubungan manusia.
Berikut arti dari perumusan dan beberapa teori penting dalam tokoh Leopold Von
Wiese sebagai tokoh dalam sosiologi:
Ahli sosiologi asal Italia ini merupakan salah satu orang pemikir kunci dari
pendefinisian ulang perdepatan tentang kelas dan kekuasaan. Konsep nya adalah
mengenai Hegemoni yang mana mendiskusikan tentang kompleksitas dari masyarakat
modern.
Berikut beberapa landasan teori yang diajarkan Antonio Gramsi dalam masa
terkenalnya sebagai tokoh dalam sosiologi:
Gramsci berpendapat jika kaum Borjouis memiliki kuasa bukan karena adanya
paksaan namun dikarenakan adanya persetujuan, pemebntukan aliansi politik
dengan kelompok lainnya serta bekerja secara ideologis agar dapat mendominasi
di dalam masyarakat. (baca juga: Kenampakan Alam)
Ide tentang hegemoni (memenangkan kekuasaan atas dasar persetujuan
masyarakat) ini memang menjadi hal yang menarik dikarenakan di kenyataannya
individu selalu memiliki reaksi serta mendefinisikan ulang mengenai masyarakat
dan kebudayaan di tempat mereka berada.
Ide-ide dari Gramsci ini memang banyak memiliki pengaruh pada studi
mengenai kebudayaan populer.
Berikut beberapa teori yang ditemukan dalam perumusannya Lester Frank Ward
dalam dia menjadi tokoh dalam sosiologi:
Ward meyakini jika masyarakat kuno dapat ditandai dengan kesederhanan dan
kemiskinan moral.
Sedangkan pada masyarakat modern dapat ditandai dengan hal yang lebih
kompleks, bahagia, serta mendapatkan kebebasan yang berlebih.
Sosiologi terapan meliputi kesadaran dalam menggunakan ilmu pengetahuan
ilmiah yang digunakan untuk dapat mencapai kehidupan masyarakat menjadi
lebih baik dari sebelumnya. (baca juga: Peninggalan Sejarah Hindu Budha)
Pareto memang dikenal akan kriteria efisiensi ekonominya, bahkan dirinya juga
diakui sebagai pendiri ilmu sosiologi di abad ke 20 bersama dengan Durkheim
dan Weber.
Penekanan teori pareto lebih kepada akar-akar hukum yang ada di sumber-sumber
yang menentang analisis mengenai rasional ortodoks dan pembangunanya yang
membenarkan logis di atas pondasi non-logos.
Di dalam karyanya yang berjudul “The Mind and Society” , Pareto mencoba
menyangkan pernyataan Marxisme dengan menggunakan eksistensi kasl
penguasa atau yang dikenal dengan kelompok elite.
Pareto menyatakan jika kaum elite tak perlu mendapat posisi dikarenakan
supremasi ekonomisnya serta perubahan sosial dan politik dapat terjadi
dikarenakan sirkulasi kaum elite yang tidak didukung dengan faktor-faktor
ekonomi