Referat Manajemen Pasien Kritis
Referat Manajemen Pasien Kritis
Referat Manajemen Pasien Kritis
Dis
usu
n oleh:
Anjani Khoirrunnissa Utami 1102017029
Pembimbing:
dr. Uus Rustandi, Sp.An-KIC
dr. Ruby Satria Nugraha, Sp.An, M.Kes
dr. Rizky, Sp.An
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
2
Penyakit kritis adalah proses yang mengancam jiwa dengan tanpa adanya intervensi
medis diperkirakan akan mengakibatkan kematian atau morbiditas yang signifikan. Keadaan
ini merupakan akibat dari suatu proses patofisiologis yang melibatkan gangguan pernapasan,
kardiovaskular, dan neurologis. Penatalaksanaan yang tidak efektif atau kegagalan untuk
melakukan intervensi secara tepat waktu dapat menyebabkan kegagalan multi organ dan
kematian meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sistem organ yang terlibat . Maka
dari itu, perawatan yang optimal, cepat dan professional sangat diperlukan untuk
menstabilkan keadaan pasien kritis8. Seringkali tidak terdapat gejala atau tanda bermakna
yang menunjukkan indikator awal penyakit kritis, karena tubuh pasien masih dapat
mengkompensasi perubahan fisiologis abnormal untuk waktu yang lama. Penilaian dalam
mengidentifikasi pasien kritis dapat menggunakan Early Warning System (EWS) dan ABCD
E (Penilaian Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan Exposure)5,10.
Critical care management adalah perawatan khusus yang diberikan kepada pasien den
gan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa dan yang membutuhkan perawatan lebih komp
rehensif. Intensive Care Unit (ICU) merupakan bagian dari Critical Care dan suatu bagian or
ganisasi rumah sakit yang memiliki entitas yang berbeda dalam aktivitas perawatan klinis 1,4. I
CU digunakan untuk memantau dan mendukung fungsi vital yang terancam atau gagal pada p
asien kritis, yang memiliki penyakit yang berpotensi membahayakan kehidupan, sehingga tin
dakan diagnostik dan terapi medis atau bedah yang memadai dapat dilakukan untuk meningk
atkan hasil dan prognosis pasien1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Penyakit Kritis
Penyakit kritis adalah proses yang mengancam jiwa dengan tanpa adanya intervensi
medis diperkirakan akan mengakibatkan kematian atau morbiditas yang signifikan. Keadaan
ini merupakan akibat dari suatu proses patofisiologis yang melibatkan gangguan pernapasan,
kardiovaskular, dan neurologis. Penatalaksanaan yang tidak efektif atau kegagalan untuk
melakukan intervensi secara tepat waktu dapat menyebabkan kegagalan multi organ dan
kematian meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sistem organ yang terlibat . Maka
dari itu, perawatan yang optimal, cepat dan professional sangat diperlukan untuk
menstabilkan keadaan pasien kritis8
5
Gambar 2. Alur Pengkajian Pasien10
6
Gambar 2. Top Five Early and Late Signs of Physiological Deterioration9
*Interpretasi Skor NEWS (tabel 1.): 0, 1 – 4 termasuk pada clinical risk yang low, Sk
or 5 – 6 termasuk pada clinical risk yang medium, Skor 7 atau lebih termasuk pada cli
nical risk yang High.
7
Tabel 2. National Early Warning Score-2 9
8
Tabel 4. Interpretasi Skor NEWS 9
9
Gambar 3. Lembar skoring NEWS (NHS.co.uk)
10
Tabel 5. Modified Early Warning Score (MEWS)1
11
Level 3 Pasien yang membutuhkan bantuan pern
apasan lanjutan, atau bantuan pernapasan
dasar bersama-sama dengan dukungan se
tidaknya dua sistem organ. Tingkat ini m
encakup semua pasien kompleks yang m
embutuhkan dukungan untuk kegagalan
multi-organ.
12
Pencatatan menggunakan status khusus pasien kritis yang meliputi diag
nosis lengkap yang menyebabkan dirawat di Critical Care Unit, data tanda vit
al, pemantauan fungsi organ khusus (jantung, paru, ginjal, dan sebagainya) sec
ara berkala, jenis dan jumlah asupan nutrisi dan cairan, catatan pemberian obat,
serta jumlah cairan tubuh yang keluar dari pasien 6.
Pencatatan nilai-nilai pengukuran tanda vital secara berkala dilakukan
minimal 1 jam sekali dengan interval sesuai kondisi pasien6.
Pemantauan umum meliputi:
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi tensi, nadi, suhu, respirasi,
dan SpO2
b. Pemeriksaan fisik meliputi sistem saraf, sistem kardiovaskular, sist
em respirasi, sistem gastrointestinal, sistem traktus urinarius, dan si
stem lokomotif.
c. Balance cairan dilakukan setiap 3 – 6 jam, diperhitungkan intake d
an output cairan.
d. Evaluasi CVP (Central Venous Pressure), dengan melakukan Flui
d Challenge Test.
e. Pemeriksaan Laboratorium, meliputi:
Analisa gas darah
Gula darah
Darah rutin
Elektrolit
Ureum, Kreatinin
Keton darah sesuai indikasi
Keton urine sesuai indikasi
Hemostasis lengkap sesuai indikasi
SGOT/SGPT sesuai indikasi
Pemeriksaan lain bila dibutuhkan
15
2.2.5 Indikasi Masuk ICU
Pelayanan di ICU membutuhkan tindakan resusitasi jangka panjang yang meli
puti dukungan hidup untuk fungsi fungsi vital seperti Airway (fungsi jalan napas), Bre
athing (fungsi pernapasan), Circulating (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fun
gsi organ lain, disertai dengan diagnosis dan terapi definitif1.
Prosedur masuk dan keluar ICU telah ditetapkan oleh rumah sakit namun dala
m pelaksanaan prosedur masuk ICU, indikasi masuk ICU, kontraindikasi masuk ICU
dan kriteria keluar ICU sangat perlu di sosialisasikan dan di pahami kepada seluruh te
naga di Rumah sakit baik perawat di IGD, ruangan rawat biasa, IBS, laboratorium, da
n lainnya agar tidak menjadi konflik dalam proses masuk dan keluar pasien ICU1,4. Ke
luarga juga perlu mendapat edukasi sebelum pasien masuk ke ICU dengan prosedur, r
esiko, dan biaya perawatan di ICU. Dalam keadaan yang terbatas, pasien yang memer
lukan terapi intensif (prioritas 1) lebih didahulukan dibandingkan dengan pasien yang
hanya memerlukan pemantauan intensif (prioritas 2) penilaian objektif atas berat dan
prognosis penyakit hendaknya digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentu
kan prioritas masuk ICU 6
a. Pasien prioritas 1
16
Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi int
ensif dan tertitrasi, seperti dukungan / bantuan ventilasi, alat penunjang fungsi org
an / sistem yang lain, infus obat obat vasoaktif / inotropik, obat anti artimia, serta
pengobatan lain secara kontinyu dan tertitrasi. Sebagai contoh antara lain : sepsis
berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa,
hipoksemia, infark miokard akut. Terapi pada golongan prioritas 1 umumnya tidak
mempunyai batas6.
b. Pasien prioritas 2
Kelompok pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU,
sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera. Contoh pasie
n yang menderita penyakit dasar jantung paru gagal ginjal akut dan berat atau pasi
en yang telah mengalami pembedahan mayor. Terapi pada golongan pasien priorit
as 2 tidak mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa berubah6.
c. Pasien prioritas 3
Kelompok pasien ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kese
hatan sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya, atau penya
kit akutnya secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manf
aat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien dengan keganasan
metastatik disertai peyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan nafas ata
u pesien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit aku
t berat. pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan a
kutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resus
itasi jantung6.
d. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU, indikasi
masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan catatan bahwa p
asien-pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU a
gar fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1 (s
atu), 2 (dua), 3 (tiga)6. Pasien yang tergolong demikian antara lain:
a. Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup y
ang agresif dan hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini tidak menyingkir
kan pasien dengan perintah “DNR (Do Not Resuscitate)”. Sebenarnya pasien-p
asien ini mungkin akan mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang tersedi
a di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.
17
b. Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
c. Pasien yang telah dipastikan mengalami batang otak namun hanya karena kepe
ntingan donor organ, maka pasien dapat dirawat di ICU. Tujuan perawatan di I
CU hanya untuk menunjang fungsi organ sebelum dilakukan pengambilan org
an untuk donasi6.
19
Monitoring dan evaluasi pasien di ICU dimaksud untuk menindaklanjuti dan
menentukan faktor-faktor yang potensial berpengaruh agar dapat diupayakan penanga
nan efektif. Indikator pelayanan ICU yang digunakan adalah sistem skoring prognosis
dan keluaran di ICU. Sistem skoring prognosis dibuat dalam 24 jam pasien masuk ke
ICU. Contoh sistem skoring menurut Pedoman ICU yang dikeluarkan oleh Perdici tah
un 2010 adalah APACHE II (Acute Phsyiologic dan Chronic Health Evaluation), SA
PS II (Simplified Acute Physiologic Score), dan MODS (Multiple Organ Dysfunction
Score). Rerata nilai skoring prognosis dalam periode tertentu dibandingkan dengan ke
luaran aktualnya. Pencapaian yang diharapkan adalah angka mortalitas yang sama ata
u lebih rendah dari angka mortalitas terhadap rerata nilai skoring prognosis6.
Parameter yang digunakan pada APACHE II adalah suhu tubuh, rerata tekana
n darah arteri, laju nadi, laju pernafasan, oksigenasi, pH darah arteri, kadar natrium se
rum, kadar kalium serum, kadar kreatinin, hematokrit, leukosit, skala koma glasgow,
umur, dan keadaan penyakit kronis. Setiap parameter memiliki bobot nilai masing-ma
sing 6.
Parameter yang digunakan pada SAPS II adalah umur, laju nadi, tekanan dara
h sistolik, suhu tubuh, rasio PaO2/FiO2, jumlah urin selama 24 jam, kadar urea serum,
nilai leukosit, kadar kalium serum, kadar natrium serum, kadar bikarbonat serum, kad
ar bilirubin serum, skala koma glasgow, keadaan kesehatan kronis, dan indikasi masu
k ICU 6.
Sistem penilaian perawatan kritis, seperti APACHE II didasarkan pada hubung
an ini. Pasien yang menderita serangan jantung atau yang meninggal di rumah sakit u
mumnya memiliki nilai fisiologis abnormal yang tercatat juga pada periode sebelumn
ya, seperti halnya pasien yang memerlukan transfer ke ICU. Temuan ini telah menyeb
abkan tanda-tanda vital utama dimasukkan ke dalam penilaian Early Warning Score
(EWS). EWS merupakan sistem yang berbeda menggunakan berbagai kombinasi para
meter termasuk pernapasan, saturasi oksigen, denyut nadi, tekanan darah, suhu dan tin
gkat kesadaran serta indikator lainnya, seperti keluaran urin dan nyeri. Tanda vital yan
g diukur pasien dibandingkan dengan satu set nilai referensi, dengan pengukuran di at
as atau di bawah titik yang ditentukan yang digunakan sebagai pemicu eskalasi. Form
at bervariasi tetapi banyak yang menggunakan pendekatan serupa, memberikan poin u
ntuk berbagai tingkat kekacauan fungsi yang berbeda. Peningkatan atau penurunan le
bih lanjut kemudian dapat dilacak dengan perubahan dalam EWS yang direkam dari
waktu ke waktu, sehingga EWS yang digunakan dengan cara ini digambarkan sebagai
20
‘track and trigger system'. Banyak sistem lintasan dan pemicu yang berbeda telah dik
embangkan dan dikategorikan secara luas sebagai sistem parameter tunggal atau multi
parameter, sistem skor berbobot agregat atau kombinasi respon, dengan National Earl
y Warning Score (NEWS) yang diterbitkan pada tahun 2012 dan direvisi pada tahun 2
017, sekarang banyak digunakan di Inggris Raya dan di tempat lain1.
2. Indikasi Keluar
a. Pasien yang tidak lagi membutuhkan pemantauan yang ketat
b. Pasien yang cenderung memburuk dan atau memerlukan pemantauan
dan alat bantu invasive sehingga perlu pindah ke ICU
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Bersten, A., Handy, J. Critical Care Outreach and Rapid Respinse Systems on Oh’s In
tensive Care Manual Ed 8. Elsevier: www.elsevier.com. 2019. p11.
2. Intensive Care Society. Guidelines For The Provision Of Intensive Care Services Ed 2.
The Faculty of Intensive Care Medicine. 2019. p9.
3. Brown A et al. Recognition of the critically ill patient and escalation of therapy. Anae
sthesia and intensive care medicine. https://doi.org/10.1016/j.mpaic.2018.11.011
4. Butterworth, J., Mackey, D., Wasnick, J. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiolog
y Ed 6. McGraw-Hill: Lange. 2018.
5. Bennett K, et al. Recognizing the critically ill patient. Anaesthesia and intensive care
medicine. http://dx.doi.org/10.1016/j.mpaic.2015.10.001
6. Indonesian Society of Intensive Care Unit. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU.
http://perdici.org/pedoman-ICU/PERDICI
7. Indonesian Society of Intensive Care Unit. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan HC
U. http://perdici.org/pedoman-HCU/PERDICI
8. Mselle, L. Msengi, Halima. Caring Critically III patients in the General Wards In Tan
zania : Experience of Nurses and Physicians. International Journal of Critical Care an
d Emergency Medicine. http://dx.doi.10.23937/2474-3674/1510047. 2018
9. NHS UK. National Early Warning Score: Standardising the Assessment of Acute-Ilne
ss Severity in the National Health System United Kingdom. United Kingdom: RCP L
ondon https://www.rcplondon.ac.uk/projects/outputs/national-early-warning-score-ne
ws-2. 2017
10. Robertson, L., Al-hadad, M. Recognizing The Critically Ill Patient. https://www.anaes
thesiajournal.co.uk/article/S1472-0299(12)00266-/abstract. 2013
11. Sheperd, S. Stretch, Benjamin. Criteria for Care Intensive Care Unit Admission and S
everity of Ilness. Surgery, https://doi.org/10.1016/j.mpsur. 2020.11.004
23
12. Thim, Troels. Vinther, Niels. et all. Initial Assessment and Treatment with The Airwa
y, Breathing, Circulation, Disability, Exposure (ABCDE) Approach. International Jou
rnal of General Medicine. https://doi.org/10.2147/IJGM.S28478
24