Fraktur Suprakondiler Humerus Pada Anak

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

FRAKTUR SUPRAKONDILER HUMERUS PADA ANAK

1.1 Anatomi Humerus


Pada anak-anak, daerah suprakondilar terdiri dari tulang tipis yang lemah
yang terletak di humerus distal. Daerah ini dibatasi di posterior oleh fossa olecranon,
di anterior oleh fossa coronoideus dan di kedua sisi oleh ridge supracondylar masing-
masing. Pegunungan supracondylar medial dan lateral berakhir ke masing-masing
kondilus dan epikondilus. Trochlea biasanya dimiringkan 4° valgus pada pria dan 8°
valgus pada wanita (carrying angle). Trochlea juga diputar 3-8° secara eksternal,
menghasilkan rotasi eksternal lengan saat ditekuk hingga 90°.1
Baik area suprakondilar, kondilus dan epikondilus menimbulkan perlekatan
berbagai otot yang bertanggung jawab untuk perpindahan dan rotasi fragmen distal.
Struktur neurovaskular terletak di dekat daerah suprakondilar. Arteri brakialis yang
sering terlibat dalam fraktur supracondylar humerus terletak di sepanjang aspek
antero-medial humerus distal hanya superfisial dari otot brakialis. Struktur neurologis
utama ekstremitas atas (nervus medianus, radial, dan ulnaris) juga berhubungan erat
dengan regio supracondylar.1
1.2 Definisi
Fraktur Suprakondiler Humerus adalah fraktur yang terjadi di siku, di bagian
distal humerus, tepat diatas dari epikondilus humerus. Fraktur ini dihubungkan
dengan terjadinya beberapa komplikasi yaitu Volksmann iskemia, malunion, atau
gangguan neurovaskuler.2
1.3 Etiopatofisiologi
Proses osifikasi humerus distal terjadi pada usia yang berbeda. Yang pertama
muncul adalah capitulum pada usia 1 tahun. head radius dan epikondilus medial
mulai mengeras pada usia 4-5 tahun, diikuti oleh epifisis troklea dan olekranon pada
usia 8-9 tahun. Kondilus lateral umumnya yang terakhir muncul pada usia sekitar 10
tahun. Daerah suprakondilar mengalami remodeling antara usia 6 sampai 7 tahun dan
biasanya lebih tipis dengan korteks yang lebih ramping, yang merupakan predisposisi
daerah ini untuk fraktur. Saat siku dipaksa ke dalam ekstensi, olekranon berfungsi
sebagai titik tumpu dan memfokuskan tekanan pada humerus distal yang
menyebabkan fraktur.1
1.4 Klasifikasi
Berdasarkan system klasifikasi Gartland yang dimodifikasi, fraktur
suprakondiler humerus pada anak dapat dibagi menjadi1:
a. Tipe I: tidak ada displacement.
b. Tipe II: Displaced dengan angulasi, tetapi mempertahankan bagian
korteks posterior tetap intak. Pada tipe ini dibagi menjadi II A (angulasi)
dan II B (angulasi disertai rotasi)
c. Tipe III: displaced total dan kurang berartinya bagian korteks yang masih
intak, tetapi memiliki periosteal hinge yang masih intak. Tipe ini juga
dibagi menjadi tipe III A (bagian medial dari periosteal yang masih intak,
sehingga fragmen distal berotasi ke posteromedial) dan III B (bagian
lateral dari periosteal yang masih intak, sehingga fragmen distal berotasi
ke posterolateral)
d. Tipe IV: tidak memiliki periosteal hinge dan tidak stabil baik saat fleksi
dan ekstensi dengan kata lain memiliki ketidak stabilan di setiap arah
gerak.

Gambar 1. Klasifikasi Gartland a) tipe I; b) tipe II; c) tipe III.2


1.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam kasus di mana ada riwayat klasik jatuh pada tangan yang
hiperekstensi diikuti oleh nyeri dan pembengkakan pada siku dengan
hilangnya fungsi ekstremitas atas, onset nyeri menjadi pertimbangan
khusus. Sangat penting untuk memastikan apakah rasa sakit disebabkan
oleh fraktur atau karena iskemia otot yang memiliki onset lambat
(beberapa jam setelah cedera).1,2
2. Pemeriksaan fisik
Penilaian awal harus ditujukan untuk menyingkirkan trauma sistemik
terkait dan keterlibatan neurovaskular. Presentasi klinis adalah siku
bengkak yang menyakitkan sehingga pasien ragu-ragu untuk bergerak,
ketika riwayat pasien termasuk trauma energi tinggi atau jatuh dari
ketinggian yang signifikan. Pemeriksaan ortopaedi segera di Unit Gawat
Darurat diindikasikan dalam keadaan berikut: bila tidak ada nadi radialis,
tanda iskemia pada tangan (ekstremitas pucat dan dingin); pembengkakan
berat di lengan bawah dan/atau siku, kulit mengkerut atau memar di
bagian depan, cedera terbuka, dan cedera saraf.1,2
Denyut nadi radialis dan ulnaris harus dipalpasi pada pergelangan tangan
dari ekstremitas yang cedera. Dalam kasus pulseless, tanda-tanda perfusi
lain harus diperiksa yaitu, warna (tangan harus merah muda), suhu,
pengisian kapiler dan saturasi oksigen pada oksimeter. Ultrasonografi
dengan aliran Doppler harus dilakukan pada anak-anak dengan bukti
cedera vaskular (misalnya, penurunan atau tidak adanya denyut nadi
radialis).1,2
Jika keterlibatan neurologis ditemukan, itu memerlukan evaluasi dan
dokumentasi yang cermat seperti ketika pertama kali terlihat, tingkat
keterlibatan dan kemungkinan perkembangan/regresi gejala. Saraf median
bersama dengan arteri brakialis melintasi sendi siku. Anterior
Interosseous Nerve Branch (AION) dari saraf median paling rentan untuk
terlibat dalam perpindahan postero-lateral dari fragmen fraktur distal.1,2
Sindrom AION pada anak-anak dan remaja sebagian besar hadir dengan
nyeri lengan proksimal diikuti oleh kelemahan di tangan tanpa defisit
sensorik. Sebuah "tanda OK" yang lemah dapat diperoleh pada
pemeriksaan fisik. Saraf radialis berjalan di antara otot brakialis dan
brakioradialis sebelum menyilang siku dan menembus otot supinator.
cedera saraf radial paling sering terjadi ketika fragmen fraktur distal
berotasi ke postero-medial. Hal ini terjadi karena fragmen fraktur
proksimal tergeser ke lateral. Saraf ulnaris rentan terhadap cedera berikut
jenis fleksi fraktur suprakondilar sebagai saraf melintasi siku posterior
epikondilus medial. Jika keterlibatan neurologis/vaskular muncul setelah
manipulasi atau penempatan bidai, seseorang harus mempertimbangkan
manipulasi ulang segera.1,2
Kerutan, cekungan dan/atau ekimosis pada kulit tepat di anterior humerus
distal mungkin menunjukkan reduksi yang sulit mungkin akibat fakta
bahwa fragmen proksimal yang berotasi ke anterior telah menembus otot
brakialis dan mungkin juga lapisan subkutan.1,2
Gambar 2. A) kerutan kulit pada fossa antekubiti harus memperingatkan
adanya fraktur tenaga tinggi dengan transeksi otot dan bisep. B) fraktur
tipe III. Ketika fraktur terdisplace, “deformitas berbentuk huruf S” dan
lebam biasanya muncul, dan kemungkinan cedera neurovascular dan
sindrom kompartmen harus diperhatikan. C) yang dikatakan “deformitas
berbentuk huruf S” muncul pada fraktur akibat hiperekstensi.2

3. Penunjang
Pemeriksaan radiologi standar dari ekstremitas yang cedera harus
mencakup Antero-Posterior (AP) dan lateral siku dan situs lain dari
deformitas, nyeri, atau nyeri tekan. Karena hubungan antara fraktur
suprakondilar dengan fraktur lengan bawah, klinisi juga harus
mendapatkan gambaran radiografi AP dan lateral lengan bawah.
Radiografi harus diperoleh hanya setelah analgesia yang tepat dan splint
pada ekstremitas untuk menghindari cedera neurovaskular atau
eksaserbasi oleh fragmen fraktur.1,2
Sudut (sikap varus atau valgus dari humerus dan siku distal) dievaluasi
pada tampilan AP dengan melihat Baumann’s angle. Radiografi siku
kontralateral harus digunakan untuk perbandingan, jika diperlukan, karena
sudut Baumann bervariasi di antara semua individu.1,2
Pada tampilan lateral, parameter radiologis berikut dicari: (a) Garis
humerus anterior; (b) garis koronoid; (c) fish tail sign; (d) Tanda bantalan
lemak; (Anterior dan Posterior). Tanda bantalan lemak positif
menunjukkan fraktur tersembunyi ketika tidak ada garis fraktur radiologis
yang jelas.1,2

Gambar 3. Gambaran X-ray fraktur suprakondilar Gartland tipe I.1


1.6 Penatalaksanaan
1. Penanganan awal
Fraktur suprakondiler yang mengalami pergeseran memerlukan
penanganan awal berupa pemasangan splint, dengan siku berada dalam
posisi yang nyaman, yaitu 20° sampai 40° dalam posisi fleksi dan
hindaripemasangan splint yang terlalu ketat. Fleksi dan ekstensi yang
berlebihan akan menyebabkan terjadinya gangguan pada aliran vaskular
dan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan kompartemen. Namun,
perlu dievaluasi lebih lanjut oleh karena sering terjadi kekakuan sendi
bahu dan kerusakan physis. Adapun pertimbangan penatalaksaan fraktur
suprakondiler adalah bagaimana mencegah kerusakan seperti sindrom
kompartemen dan mengurangi komplikasi seperti cubitus varus dan
kekakuan. Dameron mencatat, berdasarkan jenis fraktur, terdapat 4 macam
penanganan yakni: (1) side-arm skin traction, (2) overhead skeletal
traction, (3) closed reduction and casting with or without percutaneous
pinning, dan (4) open reduction and internal fixation.1,2
2. Terapi berdasar derajat keparahan
Fraktur suprakondiler yang nondisplaced (Gartland tipe I) atau minimal
displaced ( < 2 mm ) pada anak dapat dipasang long arm cast disertai posisi
siku berada dalam posisi fleksi 60° sampai 90° selama 25 kurang lebih tiga
minggu. Adanya impaksi di tulang metafisis medial menandakan bahwa
diperlukan reduksi. Sudut Baumann atau sudut epifisis epikondilus medialis
harus diperiksa bilateral. Jika lebih dari 100 maka diperlukan Reduksi tertutup
and Percutaneous Pinning (CRPP). Pemeriksaan foto rontgen lanjutan
dikerjakan pada minggu pertama dan kedua untuk menilai adanya pergeseran
fragmen fraktur. Pada prinsipnya, pin dengan diameter yang lebih besar
memberikan stabilitas yang lebih baik dan lebih efektif dalam
mempertahankan pengurangan fraktur dan keselarasan.1,2
Fraktur Gartland Tipe II membutuhkan reduksi tertutup. Selanjutnya, fraktur
dapat menjadi stabil setelah reduksi tertutup dan casting pada posisi fleksi 90°
tetapi jika lebih dari fleksi 90° diperlukan untuk mempertahankan reduksi,
maka untuk meminimalkan risiko komplikasi berhubungan dengan
peningkatan fleksi siku, stabilisasi fraktur dengan Percutaneous Pinning harus
dilakukan. Persentase Humerus bagian distal dalam proses pertumbuhan
tulang adalah sebesar 20 % dan memiliki kemampuan remodeling yang kecil.
Extremitas atas mengalami pertumbuhan kira-kira sebesar 10 cm selama tahun
pertama kehidupannya, 6 cm pada tahun kedua, 5 cm pada tahun ketiganya,
cm pada tahun keempat dan 3 cm pada tahun kelimanya. Bayi kurang dari 3
tahunmemiliki kemampuan remodeling yang sangat baik sehingga ahli bedah
masih dapat menerima fraktur tipe II yang nonoperatif dimana capitelum
berada pada bagian depan anterior humeral line namun tidak melewatinya.
Namun, anak dengan usia 8-10 tahun masih memiliki pertumbuhan sebesar 10
% pada bagian distal humerus, sehingga reduksi yang adekuat diperlukan
untuk mencegah terjadinya malunion.1,2
Fraktur suprakondiler tipe III adalah jenis fraktur yang bergeser secara
komplit. Penatalaksanaan dimulai dengan penilaian fungsi perfusi dan saraf.
Masalah neurovaskular sering terjadi dan mengakibatkan perubahan
tatalaksana fraktur. Jika anak dengan fraktur pada siku datang ke Unit Gawat
Darurat dengan posisi siku fleksi atau ekstensi yang ekstrem, posisi lengan
harus dikoreksi dan dilakukan fleksi 30° untuk meminimalisasi gangguan
pada vaskular dan tekanan kompartemen. Jika tidak terdapat masalah dalam
neurovascular, fraktur tipe displaced dapat dibidai sementara menunggu
penanganan lebih lanjut. Closed Reduction Percutaneous Pinning (CRPP)
merupakan pilihan penatalaksanaan untuk fraktur tipe III. Fraktur displaced
suprakondiler yang dilakukan reduksi tertutup dan casting memiliki insiden
terjadinya deformitas lebih tinggi ketimbang reduksi dan pinning. Sama
halnya dengan angka insiden terjadinya iskemik Volkmann, yang lebih tinggi
pada reduksi dan casting dibanding reduksi dan pinning. Khusus pada fraktur
kominutif kolum medial yang mungkin tidak mengalami pergeseran yang
dramatis pada fraktur tipe III, tapi pada fraktur ini memerlukan reduksi
terbuka karena kolaps yang terjadi pada kolum medial akan menyebabkan
terjadinya deformitas berupa varus pada lengan disertai terjadinya pergeseran
yang minimal pada suprakondiler.1,2
Fraktur tipe IV merupakan fraktur yang tidak stabil dan biasanya memerlukan
penanganan operatif, namun Leitch dkk menyatakan protokol penanganan
yang menggunakan reduksi tertutup dalam menangani 9 pasien dengan fraktur
tipe IV. Teknik yang mereka rekomendasikan adalah dengan menggunakan
Kirschner wire yang ditempatkan pada bagian distal fragmen. Kemudian
fraktur direduksi pada bidang anteroposterior dan dipastikan dengan
pemeriksaan imaging. Pada saat melakukan pemeriksaan imaging bagian
lateral, jangan melakukan rotasi pada lengan, tapi alat fluoroskopinya yang
diputar pada bagian lateral. Kemudian dilakukan reduksi pada bidang sagital,
dan Kirschner wire didorong melampaui fragmen fraktur. Karena masih
jarangnya terjadi fraktur dengan tipe tesebut, perlunya tindakan reduksi
terbuka maupun kemungkinan komplikasi yang terjadi belum dapat
diprediksi.1,2
1.7 Komplikasi
1. Insufisiensi vaskular
Hilangnya denyut radialis dilaporkan pada 6-20% dari seluruh fraktur
suprakondilar. Kejadian cedera vascular dibuktikan dengan terlibatnya
arteri brakialis merupakan kejadian yang paling sering dihubungkan
dengan fraktur suprakondilar tipe II dan III, lebih sering pada fraktur
displace posterolateral. Pasien tanpa perbaikan signifikan pada denyut
nadi setelah penanganan orthopaedi, membutuhkan eksplorasi vascular
segera, khususnya jika ada nyeri, yang tidak tertahankan, nyeri menetap,
atau peningkatan rasa nyeri selain di tempat fraktur dimana
mengindikasikan adanya iskemia.1,2
Griffin et al., dalam tinjauan sistematis terhadap 161 anak-anak dengan
fraktur supracondylar dan tangan tanpa nadi menemukan bahwa reduksi
tertutup dan pinning perkutan menghasilkan kembalinya denyut radial
pada 51% (82 dari 161) kasus. Sebanyak 63 dari 79 anak yang tersisa
dengan tangan tanpa nadi persisten setelah perawatan operasi menjalani
eksplorasi vaskular. Cedera arteri brakialis atau trombus ditemukan pada
61 pasien (97%). Mangat et al., dalam sebuah penelitian observasional
terhadap 19 anak yang memiliki tangan perfusi tetapi tidak memiliki nadi
setelah fraktur Gartland Tipe III menyimpulkan bahwa dalam kasus di
mana terdapat defisit vaskular bersama dengan defisit neurologis (karena
keterlibatan saraf interoseus median/anterior), eksplorasi dini
direkomendasikan, karena ini tampaknya menjadi prediksi kuat dari
jebakan saraf dan pembuluh darah di lokasi fraktur. Mereka dengan defisit
vaskular terisolasi dapat dikelola dengan reduksi tertutup dan dapat
diamati untuk kembalinya vaskularisasi dan jika diperlukan eksplorasi
sekunder. Blakey et al., dalam sebuah studi observasional dari 26 anak
yang memiliki tangan merah muda tanpa nadi, dimana 3 menjalani
eksplorasi bedah segera pada pembuluh darah dengan hasil fungsional
yang baik dan sisanya 23 anak yang datang terlambat (empat hari sampai
satu tahun setelah cedera) dan tidak memiliki pelepasan dini obstruksi
arteri brakialis mengembangkan kontraksi iskemik otot tangan dan/atau
lengan bawah, dan dengan demikian merekomendasikan eksplorasi segera
pada pembuluh darah dan saraf dalam kasus tersebut tidak berkurang
dengan pengurangan fraktur supracondylar humerus distal dan disertai
dengan nyeri yang persisten dan meningkat. dari lesi saraf yang semakin
dalam dan iskemia kritis. Dalam sebuah penelitian terhadap 66 anak-anak
oleh Korompilias et al., dengan fraktur supracondylar humerus yang
bergeser, mereka menemukan 4 pasien dengan tangan merah muda namun
tidak berdenyut setelah reduksi fraktur. Pada eksplorasi trombus arteri
brakialis ditemukan pada 3. Trombektomi berikutnya dilakukan, yang
menyebabkan pemulihan denyut nadi radial yang teraba. Pada 1 pasien
dengan fraktur terbuka, ditemukan kontusio dan spasme arteri brakialis,
dan diobati dengan pengangkatan adventitia. Mereka menyimpulkan
bahwa pulseless bahkan dengan adanya tangan merah muda yang layak
setelah upaya reduksi tertutup merupakan indikasi untuk eksplorasi bedah
arteri brakialis, untuk memeriksa patensinya.1,2
2. Defisit neurologi
Frekuensi deficit neurologi yang dilaporkan setelah fraktur suprakondilar
pada anak adalah 10-20% dan meningkat di beberapa kasus pada anak
dengan fraktur suprakondilar tipe III hingga 49%. Median nerve dan
cabang intraoseus anterior berisiko dan paling sering terlibat pada displace
posterolateral dari fragmen fraktur distal, dimana pada displace
posteromedial fragmen fraktur distal, radial nerve adalah yang paling
mungkin terlibat. Cedera nervus ulnaris umumnya berhubungan dengan
fraktur suprakondilar akibat fleksi.1,2
Cedera saraf yang paling sering dikaitkan adalah neuropraxias yang
biasanya sembuh dalam dua hingga tiga bulan. Seseorang harus
mempertimbangkan eksplorasi bedah untuk defisit saraf yang bertahan
lebih dari tiga bulan. Barret KK et al., dalam salah satu retrospektif studi
multisentrik terbesar yang dilakukan pada 4409 pasien dengan fraktur
suprakondilar humerus dengan cedera saraf interoseus anterior (tidak ada
keterlibatan sensorik) menyimpulkan bahwa cedera saraf interoseus
anterior terisolasi yang terkait dengan fraktur ini sendiri bukan merupakan
indikasi untuk operasi. Dalam rangkaian besar ini mereka menunjukkan
pemulihan neurologis lengkap dalam waktu rata-rata 49 hari dengan 90
persen pasien pulih dalam 149 hari.1,2
3. Compartment syndrome
Cedera vaskular dan pembengkakan primer dari cedera dapat
menyebabkan perkembangan sindrom kompartemen dalam waktu 12
sampai 24 jam. Jika sindrom kompartemen tidak ditangani tepat waktu,
iskemia terkait dapat berkembang menjadi infark dan perkembangan
selanjutnya dari kontraktur iskemik Volkmann: fleksi siku yang terfiksasi,
pronasi lengan bawah, fleksi pada pergelangan tangan, dan ekstensi sendi
dari sendi metakarpal-palangeal.1,2
4. Malunion
Salah satu komplikasi jangka panjang yang sering terjadi pada fraktur
suprakondilar adalah deformitas angular, di mana deformitas kubitus varus
atau "gunstock" sangat sering terjadi. Fisis humerus distal, berbeda dengan
fisis humerus proksimal, hanya berkontribusi 15 hingga 20 persen
terhadap pertumbuhan longitudinal keseluruhan humerus. Hal ini
menunjukkan remodeling yang sangat terbatas dalam koreksi angulasi
fraktur pada anak-anak dengan fraktur suprakondilar. Teknik bedah
modern (misalnya, reduksi tertutup dengan Percutaneous Pinning) telah
mengurangi frekuensi kubitus varus ini dari 58 persen menjadi sekitar 3
persen pada anak-anak yang dirawat karena fraktur suprakondilus.
Deformitas kubitus varus pasca trauma memiliki masalah penting, yang
terkait dengan kelumpuhan saraf ulnaris tardi, Instabilitas Rotasi Postero-
Lateral yang terlambat, dan fraktur humerus distal sekunder. Oleh karena
itu, osteotomi humerus digunakan untuk memperbaiki deformitas ini dan
untuk menghindari komplikasi di kemudian hari.1,2
Daftar Pustaka:
1. Kumar V, Singh A. Fracture supracondylar humerus: A review. J Clin
Diagnostic Res. 2016;10(12):1-6. doi:10.7860/JCDR/2016/21647.8942
2. Vaquero-Picado A, González-Morán G, Moraleda L. Management of
supracondylar fractures of the humerus in children. EFORT Open Rev.
2018;3(10):526-540. doi:10.1302/2058-5241.3.170049

Anda mungkin juga menyukai