Pedoman Pelayanan Obat
Pedoman Pelayanan Obat
Pedoman Pelayanan Obat
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Puskesmas merupakan
fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya
kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan
upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua
fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk Puskesmas.
Peningkatan kinerja pelayanan kesehatan dasar yang ada di
Puskesmas dilakukan sejalan dengan perkembangan kebijakan yang
ada pada berbagai sektor. Adanya kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi diikuti pula dengan menguatnya kewenangan daerah
dalam membuat berbagai kebijakan. Selama ini penerapan dan
pelaksanaan upaya kesehatan dalam kebijakan dasar Puskesmas
yang sudah ada sangat beragam antara daerah satu dengan daerah
lainnya, namun secara keseluruhan belum menunjukkan hasil yang
optimal.
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan,
yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata
pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan
pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu
dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan
masalah Obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama
1
yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma
baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan
kegiatan untuk mencegah terjadinya masalah terkait Obat atau
mencegah terjadinya kesalahan pengobatan atau kesalahan
pengobatan/medikasi (medication error), yang bertujuan untuk
keselamatan pasien (patient safety).
B. TujuanPedoman
1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.
2. Memberikan pedoman bagi tenaga kefarmasian
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang
tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
2
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi, untuk manusia.
5. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan
untuk penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
6. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker
dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
E. Landasan hukum
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Peraturan Pemerintah Nomo r72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/SK/III/2006
tentang Kebijakan Obat Nasional
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011
tentang Registrasi, Izin Praktik, dan izin Kerja Tenaga
Kefarmasian.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2020 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi ketenagaan
Asisten Apoteker, dengan kualifikasi : minimal D III
C. Jadual Kegiatan
Pelayanan obat dilakukan setiap hari.
4
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Meja penerimaan
resep Rak obat
Meja peracikan
pintu
Lemari es
B. Standar fasilitas
Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di
Puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu)
set meja dan kursi. Ruang penerimaan resep ditempatkan pada
bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara
terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di
ruang peracikan disediakan peralatan peracikan, timbangan Obat, air
minum (air mineral) untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas
Obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep,
etiket dan label Obat, buku catatan pelayanan resep, buku-buku
referensi/standar sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya.
Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang
cukup.
3. Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat meliputi konter penyerahan Obat, buku
pencatatan penyerahan dan pengeluaran Obat. Ruang penyerahan
Obat dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep.
4. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
5
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,
temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu
produk dan keamanan petugas. Selain itu juga memungkinkan
masuknya cahaya yang cukup. Ruang penyimpanan yang baik perlu
dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC),
lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan
psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu, dan
kartu suhu.
5. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan
Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip
memerlukan ruangan khusus yang memadai dan aman untuk
memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin
penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik
manajemen yang baik.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
6
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Obat dalam rangka
pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
a. perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang
mendekati kebutuhan;
b. meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan
c. meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.
Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di
Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Ruang Farmasi di Puskesmas.
Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Obat periode sebelumnya,
data mutasi Obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus
melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter, dokter
gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan
pengobatan.
Proses perencanaan kebutuhan Obat per tahun dilakukan secara
berjenjang yang di susun dalam proses pembuatan Rencana Kebutuhan
Obat Puskesmas. Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian Obat
dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) yang dibuat satu bulan sekali untuk pengambilan kebutuhan obat
dilakukan setiap dua bulan sekali. Selanjutnya Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan
Obat Puskesmas di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang
tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer stock, serta
menghindari stok berlebih.
7
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah
daerah setempat.
3. Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu
kegiatan dalam menerima Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.
Tujuannya adalah agar Obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas.
Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab
atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan catatan yang
menyertainya.
Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti,
jenis dan jumlah Obat, bentuk Obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO),
ditandatangani oleh petugas penerima berikut berita acara penerimaan dan
dokumen pendukung seperti Surat Bukti Penerimaan (SBBK) dan diketahui
oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka petugas
penerima dapat mengajukan keberatan.
Masa kedaluwarsa minimal dari Obat yang diterima disesuaikan dengan
periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan.
4. Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu
kegiatan pengaturan terhadap Obat yang diterima agar aman (tidak hilang),
terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin,
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. bentuk dan jenis sediaan;
b. stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban); Kriteria ruang penyimpanan
c. mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan
d. narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.
Cara penyimpanan berdasarkan FEFO, LASA, High Alert, Obat Narkotik
5. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
8
Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
kegiatan pengeluaran dan penyerahan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi
Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan
Obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas
dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat. Sub-sub unit di Puskesmas
dan jaringannya antara lain:
a. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;
c. Puskesmas Keliling;
d. Posyandu; dan Polindes.
Pendistribusian obat menggunakan Lplpo subunit yang diisi oleh penanggung
jawab, untuk selanjutnya diserahkan ke petugas obat.
9
mandiri selanjutnya dibuatkan berita acaranya. Jika tidak
memungkinkan akan dimusnahkan melalui pihak ketiga
8. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian
kegiatan dalam rangka penatalaksanaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
secara tertib, baik Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang diterima,
disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan
lainnya.
Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:
a. Bukti bahwa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai telah
dilakukan;
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian; dan
c. Sumber data untuk pembuatan laporan.
10
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas.
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan
pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan
penggunaan Obat secara rasional.
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
3. Konseling sederhana
4. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
5. Evaluasi Penggunaan Obat
11
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat.
b. Duplikasi pengobatan.
c. Alergi, interaksi dan efek samping Obat.
d. Kontra indikasi.
e. Efek adiktif.
Kegiatan:
3. Konseling sederhana
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian
masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan Obat pasien serta
keluarga pasien. Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan
pemahaman yang benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien
antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama
12
penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan
dan penggunaan Obat.
Kegiatan:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh dokter
kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question),
misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai Obat, bagaimana cara
pemakaian, apa efek yang diharapkan dari Obat tersebut, dan lain-lain.
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan Obat
d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan
Obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
4. Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter,
perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
13
Tujuan:
a. Memeriksa Obat pasien.
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan Obat
dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.
c. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan
penggunaan Obat.
d. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan
dalam terapi pasien.
14
d. Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan,
seperti Obat yang dihentikan, Obat baru, perubahan dosis dan lain-
lain.
15
b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan
Obat.
Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang
merugikan.
Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Membuat catatan awal.
c. Memperkenalkan diri pada pasien.
d. Memberikan penjelasan pada pasien.
e. Mengambil data yang dibutuhkan.
f. Melakukan evaluasi.
g. Memberikan rekomendasi.
16
BAB V
LOGISTIK
17
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
18
2). Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3). Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti
4). Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5). Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan puskesmas.
6). Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7). Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
19
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan
pasien.
Kriteria :
o Setiap puskesmas harus melakukan proses perancangan
(design) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan
puskesmas, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan,
kaidah klinis terkini,praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor
lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ”Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Puskesmas”.
o Setiap Puskesmas harus melakukan pengumpulan data kinerja
yang antara lain terkait dengan :pelaporan insiden, akreditasi,
manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
o Setiap Puskesmas harus melakukan evaluasi intensif terkait
dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif
melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
o Setiap Puskesmas harus menggunakan semua data dan
informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem
yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
20
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya
dalam meningkatkan kinerja Puskesmas dan keselamatan
pasien.
Kriteria :
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian
yang memerlukan perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera”
(Near miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan’ ( Adverse
event).
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari Puskesmas terintegrasi dan berpartisipasi dalam program
keselamatan pasien.
d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang
lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas
tentang Analisis Akar Masalah (RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near
miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien
mulai dilaksanakan.
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk
mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan di dalam Puskesmas dengan
pendekatan antar disiplin.
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja Puskesmas dan perbaikan keselamatan
pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupansumber daya
tersebut.
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
21
Puskesmas dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut
dan implementasinya.
22
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU
23
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar; dan
meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
24
b. Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan
menggunakan cek list atau perekaman. Contoh: pengamatan
konseling pasien.
Pelaksanaan evaluasi terdiri atas:
a. Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan
dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan
menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki dan
dengan menyempurnakan kinerja tersebut. Oleh karena itu, audit merupakan
alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan pelayanan kefarmasian
secara sistematis.
Terdapat 2 macam audit, yaitu:
1) Audit Klinis
Audit Klinis yaitu analisis kritis sistematis terhadap pelayanan
kefarmasian, meliputi prosedur yang digunakan untuk pelayanan,
penggunaan sumber daya, hasil yang didapat dan kualitas hidup pasien.
Audit klinis dikaitkan dengan pengobatan berbasis bukti.
2) Audit Profesional
Audit Profesional yaitu analisis kritis pelayanan kefarmasian oleh
seluruh tenaga kefarmasian terkait dengan pencapaian sasaran yang
disepakati, penggunaan sumber daya dan hasil yang diperoleh. Contoh: audit
pelaksanaan sistem manajemen mutu.
b. Review (pengkajian)
Review (pengkajian) yaitu tinjauan atau kajian terhadap pelaksanaan
pelayanan kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Contoh: kajian
penggunaan antibiotik. Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian
merupakan kegiatan untuk mencegah terjadinya masalah terkait Obat atau
mencegah terjadinya kesalahan pengobatan /medikasi (medication error),
yang bertujuan untuk keselamatan pasien (patien safety).
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi :
1. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan
evaluasi untukpeningkatan mutu secara setandar
2. Pelaksanaan, yaitu:
Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja).
25
Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
3. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu :
Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar
Meningkatkan kwalitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Monitoring merupakan kegiatan selama proses berlangsung untuk
memastikan bahwa aktifitas berlangsung sesuai dengan yang direncanakan.
Monitoring dapat dilaksanakan oleh tenaha kefarmasian yang melakukan
proses. Aktifitas monitoring perlu direncanakan untuk mengoptimalkan hasil
pemantauan.
Contoh : monitoring pelayanan resep, monitoring penggunaan Obat,
monitoring kinerja tenaga kefarmasian, dll.
Untuk menilai hasil atau capaian pelaksanaan Pelayanan
Kefarmasian, dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap data yang
dikumpulkan, yang diperoleh melalui metode berdasarkan waktu,cara dan
teknik pengambilan data.
Untuk Evaluasi, Puskesmas memakai sistem : Pengukuran Kepuasan
Pelanggan dengan Survey Kepuasan Pelanggan. Pengukuran /Survey
Kepuasan Pelanggan dilakukan 2 kali dalam 1 tahun.
Selain itu juga dilakukan Review ( pengkajian), yaitu tinjauan atau
kajian terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian dengan/ tanpa
dibandingkan dengan standar, misalnya dengan Kajian Penggunaan obat
Rasional, Kajian Prnggunaan Antibiotik dll.
26
BAB VIII
PENUTUP
27