Hak Dan Kewajiban WNI
Hak Dan Kewajiban WNI
Hak Dan Kewajiban WNI
R. Azizah*
Manusia sebagai makhluk tuhan YME secara kodrati dianugrahi hak dasar yang
disebut hak asasi, tanpa perbedaan antara satu dengan lainnya. Dengan hak asasi
tersebut, manusia dapat mengembangkan diri pribadi, peranan, dan sumbangannya
bagi kesejahteraan hidup manusia. Manusia mempunyai hak pribadi juga punya hak
sebagai warga Negara dimana dalam pelaksanaan hak tersebut kita tidak boleh
mengesampingkan kewajiban sendiri. Dalam pelaksanaanya, maka keduanya harus
seimbang antara hak dan kewajiban. Akhir-akhir ini banyak warga Negara lebih
menuntut hak-haknya daripada melaksanakan kewajiban sehingga tidak ada
keseimbangan dan keselarasan diantara keduanya. Untuk itu sangat penting bagi setiap
individu lebih mengetahui dan memahami hak-hak apa saja yang bisa diperoleh dan
kewajiban-kewajiban apa saja yang dapat dilaksanakan.
Sejarah dunia mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan
social yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras,
warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status social lainnya.
Menyadari bahwa perdamaian dunia serta kesejahteraan merupakan dambaan umat
manusia, maka hal-hal yang menimbulkan harkat dan martabat harus ditanggulangi
oleh setiap bangsa.
Dalam menjalankan kehidupan ini, setiap manusia pasti tidak terlepas dari hak
dan kewajiban sebagai warga Negara, yang hidup disuatu Negara yang berdasarkan
pada hukum dan pancasilais apalah artinya Negara tanpa warga Negara. Sedangkan
warga Negara harus menyadari seluruh hak dan kewajiban, untuk membangun dan
memajukan Negara tersebut demi kesejahteraan mereka. Setiap Negara mengatur
keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negaranya sehingga tidak terjadi
penyimpangan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
1.2. HAK
1. Pengertian Hak
Dalam hukum seseorang yang mempunyai hak milik atas sesuatu benda
kepadanya diizinkan untuk menikmati hasil dari benda miliknya itu. Izin atau
kekuasaan yang diberikan Hukum itu disebut “Hak” atau “Wewenang.”
Hak dan wewenang dalam bahasa Latin digunakan istilah “lus”, dalam bahasa
Belanda dipakai istilah “Recht” ataupun “Droit” dalam Bahasa Perancis.
Menyalahgunakan hak dan dalam bahasa Belanda disebut “misbruik van recht” atau
“abus de droit” dalam bahasa Perancis (menyalahgunakan kekuasaan dalam bahasa
Perancis “detournement de pouvoir”). Untuk membedakan Hak dan hukum dalam
bahasa Belanda dipergunakan istilah “subjectief recht” untuk “Hak dan “objectief recht”
untuk “Hukum” atau peraturan-peraturan yang menimbulkan hak bagi seseorang.
Dalam bhahasa Inggris perkataan “law” mengandung arti Hukum atau wewenang
undang-undang dan perkataan “right” mengandung arti Hak atau wewenang.
Dalam buku yang berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht,”
Prof. Mr. L.J. van Apeldoorn mengatakan bahwa “Hak ialah hukum yang dihubungkan
denagn seorang manusia atau subjek hokum tertentu dan dengan demikian menjelma
menjadi suatu kekuasaan” dan suatu hak timbul apabila hukum mulai bergerak.
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dianugerahi hak dasar yaitu
hak asasi, untuk dapat mengembangkan diri pribadi, peranan dan sumbangan bagi
kesejahteraan hidup manusia. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah
2. Hak Mutlak
Hak mutlak ialah hak yang memberikan wewenang kepada seorang untuk
melakukan sesuatu perbuatan, hak mana dapat dipertahankan terhadap siapapun, dan
sebaliknya setiap orang juga harus menghormati hak tersebut.
Hak mutlak dapat pula dibagi dalam tiga golongan:
a. Hak Asasi Manusia, misalnya: Hak seorang untuk dengan bebas bergerak dan
tinggal dalam satu Negara.
b. Hak Publik Mutlak, misalnya: Hak Negara untuk memungut pajak dari Rakyatnya.
c. Hak Keperadatan, misalnya:
1) Hak Marital, yaitu hak seorang suami untuk menguasai istrinya dan harta
benda istrinya.
2) Hak/kekuasaan Orang tua (Ourderlijke Macht)
3) Hak Perwalian (Voogdij)
4) Hak Pengampunan
3. Hak Nisbi
Hak nisbi atau Hak relative, ialah hak yang memberikan wewenang kepada
seorang tertentu atau beberapa orang tertentu untuk menuntut agar supaya seseorang
atau beberapa orang lain tertentu memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu.
Hak relative sebagian besar terdapat dalam Hukum Perikatan (Bagian dari
Hukum Perdata) yang timbul berdasarkan persetujuan-persetujuan dari pihak-pihak
yang bersangkutan.
Contoh: Dari persetujuan jual beli terdapat hak relative seperti:
II.2 KEWAJIBAN
1. Pengertian Kewajiban
Kewajiban kepada diri sendiri berarti kewajiban yang harus dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan dan hak diri sendiri. Kewajiban pada diri sendiri yang dikerjakan
terlebih dahulu bukan berarti kewajiban diri sendiri lebih penting daripada kewajiban
kepada Allah, justru kewajiban kepada Allah ini harus diutamakan daripada kewajiban
yang lainnya. Tetapi kewajiban manusia yang satu tidak dapat dipisahkan dari
kewajiban yang lainnya.
Kewajiban terhadap diri sendiri meliputi:
1. Mempercayai dengan keyakinan bahwa Allah itu ada dengan segala
kesempurnaanNya.
Kewajiban manusia kepada khaliknya adalah bagian dari rangkaian hak dan
kewajiban manusia dalam hidupnya sebagai suatu wujud yang maujud. Berdasarkan
Hadis Nabi, secara garis besar kewajiban manusia kepada Allah ada dua, yaitu:
1. Mentauhidkan Allah, yakni tidak memusyrikan-Nya kepada sesuatupun.
Mentauhidkan Allah adalah meyakinkan dengan iman tentang ke-Esaan Allah
dan berbuat karena dan untuk Allah.
a. Allah Maha Esa Dzat-Nya
b. Allah Maha Esa sifat-sifat-Nya
c. Allah Maha Esa Af’al-Nya (tidak ada sesuatupun yang dapat menyamai
perbuatan Allah)
2. Beribadah kepada Allah.
Beribadah kepada Allah merupakan konsekuensi logis daripada adanya
iman kepada Allah. Fungsi manusia diciptakan oleh Allah di muka bumi ini
adalah untuk beribadah kepada Allah (Q. S. 51: 56).
Pengertian ibadah dalam arti luas dan penuh menurut majelis Tarjih
adalah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan menaati segala
perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, mengamalkan segala yang diijinkan
Allah.
Ibadah yang kita laksanakan menandakan penghambaan diri kita kepada
Allah, yang dibagi menjadi enam macam, yaitu (1) ibadah yang berupa
perkataan dan ucapan lidah, (2) ibadah yang berupa perbuatan yang tidak
disifatkan dengan sesuatu sifat, seperti menolong orang yang kesusahan, (3)
ibadah yang berupa menahan diri dari mengerjakan sesuatu pekerjaan, seperti
berpuasa yang menahan makan, minum dan nafsu yang tidak baik, (4) ibadah
yang melengkapi perbuatan dan menahan diri dari sesuatu pekerjaan, seperti
I’tikaf, (5) ibadah yang bersifat menggugurkan hak, seperti memaafkan
kesalahan orang lain, dan (6) ibadah yang melengkapi perbuatan, perkataan,
khusyuk, menahan diri (sholat).