ASKEP RESPIRATORY FAILURE Gadar
ASKEP RESPIRATORY FAILURE Gadar
ASKEP RESPIRATORY FAILURE Gadar
Disusun Oleh :
Kelas A/Semester 6
Kelompok 4
4. Norohmah (201902030092)
1
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat serta Hidayah-Nya kepada penyusun serta berkat bimbingan dosen, penyusun
makalah dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Konsep Dasar Dan Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Respiratory Failure” Makalah ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Penulisan makalah ini
mampu terselesaikan berkat bimbingan dukungan moral dan materi dari berbagai pihak.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberikan dukungan dan
bantuan dalam penyelesaian makalah ini. Penyusun menyadari ketidaksempurnaan dalam
penyusunan makalah ini, oleh karena itu diharapkan kritik maupun saran yang bersifat
membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................5
A. Latar Belakang........................................................................................................................5
B. Tujuan......................................................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................7
A. Definisi......................................................................................................................................7
B. Etiologi......................................................................................................................................7
C. Manifestasi Klinis....................................................................................................................7
D. Klasifikasi.................................................................................................................................8
E. Patofisiologi..............................................................................................................................9
F. Manajemen Gagal Napas......................................................................................................10
G. Asuhan Keperawatan........................................................................................................10
BAB III..................................................................................................................................................14
PENUTUP.............................................................................................................................................14
A. Kesimpulan............................................................................................................................14
B. Saran.......................................................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal napas dapat diartikan sebagai ketidakmampuan sistem respirasi dalam
menjalankan fungsinya secara adekuat, yaitu untuk mengirim oksigen ke darah dan
mengeliminasi karbondioksida. Gagal napas merupakan penyebab yang umum dan
penyebab utama kesakitan dan kematian. Gagal napas menjadi penyebab utama
kematian dari pneumonia dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Penyakit paru yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang terus menerus
dan bersifat progresif yang disebabkan kelainan jalan napas dan/atau alveolar biasa
dikenal sebagai Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). PPOK biasanya
berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronis terhadap partikel dan gas
berbahaya pada saluran udara napas. Penyakit ini sering ditemukan pada populasi
yang memiliki kebiasaan merokok serta berada di lingkungan yang banyak terpapar
polusi udara. Pencegahan PPOK dapat dilakukan dengan cara promosi kesehatan
lingkungan bebas rokok dengan fokus utama adalah penghentian kebiasaan merokok.
Pengobatan PPOK dapat dilakukan dengan terapi farmakologi yang bertujuan
mengurangi gejala PPOK dan menurunkan jumlah frekuensi serta derajat keparahan
eksaserbasi.
Diakibatkan cukup lama (bronkitis kronik) dan kerusakan jaringan parenkim
(emfisema) yang bervariasi pada setiap individu. Gejala paling umum yang terjadi
pada penderita PPOK adalah sesak napas, produksi sputum yang berlebihan, dan
batuk kronik. Namun, PPOK bukan hanya sekadar “batuk perokok”, tetapi juga
merupakan sebuah penyakit yang kurang terdiagnosis dan mengancam jiwa yang
secara progresif dapat menyebabkan kematian. Jumlah penderita PPOK yang ada di
seluruh dunia mengalami peningkatan sejak tahun 1990, dari sekitar 227 juta kasus
menjadi 384 juta kasus pada tahun Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2 2010.
Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta jiwa penderita PPOK. Prevalensi PPOK
lebih tinggi pada pria dibanding wanita dan cenderung lebih tinggi pada masyarakat
dengan pendidikan yang rendah, status sosial ekonomi yang rendah, dan yang tinggal
4
di daerah pedesaan. 3,8 Insiden PPOK diperkirakan akan meningkat seiring dengan
bertambahnya usia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum:
2. Tujuan Khusus:
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Rspiratory failure merupakan kondisi saat sistem pernapasan gagal didalam
satu atau lebih fungsi pertukaran gas (seperti eliminasi karbondioksida dari darah
vena campuran oksigen). Hasil umum dari kegagalan pernapasan termasuk
hipoksemia, atau oksigen yang rendah pada darah, dan hiperkapnia (hiperkarbia), atau
kelebihan karbon dioksida dalam darah.
B. Etiologi
1. Shock (disebabkan banyak faktor)
2. Trauma ( memar pada paru-paru, fraktur multiple, dan cedera kepala)
3. Cedera sistem saraf yang serius
Cedera sistem saraf yang serius seperti trauma, CVA, tumor, dan peningkatan
tekanan intracaranial dapat menyebabkan terangsangnya saraf simpati sehingga
menyebabkan vasokonsriksi sistemik dengan distribusi sejumlah besar volume
darah kedalam paru-paru. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik
dan kemudian akan menyebabkan cedera paru-paru (lung injury).
4. Gangguan metabolisme (pancreatitis dan uremia)
5. Emboli lemak dan amnion
6. Enpeksi paru-paru difus (bakteri, virus, dan jamur)
7. Inhalasi gas beracun ( rokok, oksigen, konsentrasi tinggi, gas klorin, NO2, dan
ozon)
8. Aspirasi (sekresi gastric, tenggelam, dan keracunan hifrokarbon)
9. Menelan obat berlebih dan overdosis narkotik/non narkotik (heroin, opioed, dan
aspirin)
10. Kelainan darah (DIC, trasfusi darah multiple, dan bypass kardiopulmoner)
11. Opersi besar
12. Respons imunologik terhadap antigen pejamu (sindrom goodpasture dan SLE)
C. Manifestasi Klinis
6
Kegagalan pernapasan dimanifestasikan oleh berbagai tingkat hipoksemia dan
hiperkapnia. Kegagalan pernapasan secara konvensional didefinisikan oleh PO2 arteri
kurang dari 60 mmHg, PCO2 arteri lebih dari 50 mmHg, atau keduanya.
D. Klasifikasi
1. Tipe I atau Hipoksemia (PaO2 <60 di permukaan laut)
Kegagalan pertukaran oksigen :
a. Peingkatan fraksi shunt
b. Banjir alveoral (due to alveolar flooding)
c. Hipoksemia yang refrakter terhadap oksigen tambahan
Penyebab gagal napas tipe I :
a. Pneumonia; edema paru kardiogenik (edema paru karena peningkatan tekanan
hidrostatik)
b. Edema paru non-kardiogenik (edema paru karena peningkatan permeabilitas
c. Cedera paru akut (ALI)
d. Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)
e. Emboli paru (lihat juga kegagalan pernapasan tipe IV)
f. Atelektatis (lihat juga kegagalan pernapasan tipe II)
g. Pulmonal fibros
2. Tipe II atau Hypercapnic (PaCO2>45) :
Kegagalan untuk menukar atau menghilangkan karbon dioksida :
a. Penurunan ventilasi menit alveolar (VA)
b. Sering disertai hipoksemia yang dikoreksi dengan oksigen tambahan
Penyebab gagal napas tipe II :
a. Hipovebtilasi sentral
b. Asma
c. Penyakit paru obstruktifkronik (ppok)
d. Gangguan neuromuskular dan dinding dada (miopati, neuropati,
kyphoscoliosis, myasthenia gravis)
e. Sindrom hipoventilasi obesitas
3. Tipe III Kegagalan pernapasan
Kegagalan pernapasan perioperatif :
7
a. Peningkatan atelektatis karena kapasitas residual fungsional (FRC) yang
rendah dalam pengaturan mekanik dinding perut yang abnormal. Sering
mengakibatkann gagal napas tipe II
b. Dapat diperbaiki dengan anestesi atau teknik operasi, postur, spirometri,
insentif, analgesia pasca operasi, upaya untuk menurunkan tekanan intra
abdomen
Penyebab tipe III kegagalan pernapasan :
a. Analgesia pasca operasi yang tidak memadai
b. Sayatan perut bagian atas
c. Obesitas
d. Merokok tembakau sebelum operasi
e. Sekresi jalan napas yang berlebihan
4. Kegagalan pernapasan tipe IV :
Syok tipe IV menjelaskan pasien yang diintubasi dan diventilasi dalam
proses resusitasi untuk syok. Tujuan ventilasi adalah untuk menstabilkan
pertukaran gas dan untuk menurunkan beban otot-otot pernapasan, menurunkan
konsumsi oksigennya. Penyebab gagal napas tipe IV : syok kardiogenik : syok
septik, syok hipovolemik.
E. Patofisiologi
Secara mekanisme terdiri dari :
1. Kegagalan hipoksemia :
a. Ventilansi/perfusi (V/Q) tidak sesuai
b. Shunt
c. Diperburuk oleh O2 (SvO2) vena campuran rendah
2. Kegagalan hiperkapnia :
Penurunan ventilasi menit (MV) relatif terhadap permintaan dan peningkatan
ventilasi ruang mati
Secara etiologi terdiri dari :
1. Kegagalan sistem saraf (tipe II) : hipoventilasi sentral dan neuropati
2. Kegagalan otot (pompa) (tipe II) : distrofi otot dan miopati
3. Kegagalan transmisi neuromuskular (tipe II) : myasthenia gravis
4. Kegagalan jalan napas (tipe II) : obstruksi dan disfungsi
8
5. Kegagalan dinding dada dan rongga pleura (tipe II) : kifoskoliosis, obesitas
morbid, pneumotoraks, hemotoraks
6. Kegagalan pembuluh darah paru (tipe I) : emboli paru, hipertensi paru
7. Kegagalan unit alveoolar (tipe I) :collapse, flooding, edema, darah, nanah,
aspirasi, fibrosis
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) A: Airway dan Alertness
a) Bersihan jalan nafas
b) Ada atau tidak sumbatan jalan nafas
c) Distres pernapasan
d) Tanda-tanda perdarahan dijalan napas, muntahan, edema laring.
2) B: Breathing
a) Frekuensi napas
b) Pergerakan dinding dada
c) Pernapasan cuping hidung
d) Menggunakan otot bantu pernapasan
9
e) Irama nafas
f) Pernapasan cepat dan dangkal
3) C: Circulation
a) Denyut nadi
b) TD meningkat / hipotensi
c) Warna kulit, kelembapan kulit
4) D: Disability
a) Tingkat kesadaran
b) GCS
c) Respon pupil terhadap cahaya
d) Gerakan ekstermitas
5) E: Exposure
a) Tanda-tanda trauma yang ada
b. Riwayat Kesehatan
1) Sepsis ditandai dengan demam, menggigil
2) Pneumonia ditandai dengan batuk, produksi sputum, nyeri dada
3) Emboli paru ditandai dengan sesak napas yang tiba-tiba atau nyeri dada
4) Eksaserbasi PPOK ditunjukan oleh riwayat merokok berat, batuk, produksi
sputum
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hasil ABG (mengukur besarnya kelainan pertukaran gas dan
mengidentifikasi jenis dan kronisitas gagal napas)
2) Hitung darah darah lengkap
2. Diagnosa
a. Gangguan ventilasi spontan.
3. Intervensi
a. Gangguan Ventilasi Spontan
Pada gagal nafas akut, keletihan akibat kerja napas dapat mengganggu untuk
mempertahankan ventilasi adekuat. Hal ini merupakan perhatian baik sebelum
hingga permulaan ventilasi mekanik.
1) Kaji dan dokumentasikan frekuensi pernapasan, TTV, dan saturasi ooksigen
setiap 15-30 menit. Monitoring ketat untuk mendeteksi tanda awal
peningkatan distres napas dan ketidakmampuan untuk mempertahankan
napas adekuat.
10
2) Laporkan dengan segera perburukan gas darah arteri dan kadar saturasi
oksigen (memungkinkan intervensi segera jika diperlukan).
3) Beri oksigen bila diinstruksikan, monitoring respons. Observasi secara ketat
untuk depresi pernapasan, khususnya pada pasien yang mengalami COPD.
4) Atur posisi fowler atau fowler tinggi, posisi duduk menurunkan tekanan
pada diafragma dan dada, meningkatkan ventilasi paru dan menurunkan
kerja napas.
5) Meminimalkan aktivitas dan pengeluaran energi dengan membantu ADL,
memberi jeda antara prosedur dan aktivitas, dan memungkinkan periode
istirahat tanpa gangguan. Kewaspadaan praktik : hindari sedatif dan obat
depresan pernapasan kecuali diventilasi secara mekanis.
6) Intubasi dan ventilasi mekanis dapat diperlukan untuk mempertahankan
ventilasi dan pertukaran gas.
7) Siapkan untuk intubasi endotrakea dan ventilasi mekanis :
a) Periksa bahwa ventilasi dan oksigenasi adekuat sedang berjalan, siapkan
alat suction untuk mengantisipasi pasien muntah
b) Pilih ukuran ETT yang sesuai dan pastikan peralatan dalam kondisi steril
dan tidak ada kerusakan
c) Cek cuff ETT, kembangkan dengan spuit berisi udara untuk memastikan
bahwa cuff tidak bocor, kempiskan kembali cuff tersebut secara perlahan
d) Pasan blade pada handle laringoskop, periksa lampu menyala terang
e) Periksa airway apakah mudah untuk dilakukan intubasi, kemudian
arahkkan asisten untuk melakukan imobilisasi manual pada kepala dan
leher. Leher pasien harus tidak hiperekstensi atau hiperfleksi selama
prosedur
f) Pegang laringoskop dengan tangan kiri, masukan laringoskop pada sisi
kanan pasien, geser lidah ke kiri
g) Manipulasi trakea dari luar dengan menekan ke belakang, ke atas, dan ke
kanan (BURP : Backward, Upward, Rightward,Pressure) akan lebih jelas
melihat trakea dan pita suara
h) Masukan ETT pada pita suara hingga trakea secara perlahan tanpa
menekan gigi dan mulut
i) Kembangkan cuff secukupnya jangan mengisi balon terlalu banyak
11
j) Periksa posisi ETT dengan melakukan ventilasi bag valve mask (BVM)-
tube ; sambil melakukan begging, periksa secara visual pengembangan
dinding dada, lakukan auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop
k) Fiksasi tube agar aman
l) Monitor CO2 dengan kaligrafi untuk meyakinkan posisi ETT
m) Monitor SPO2, pasang pulse oksimeter pada jari pasien untuk mengukur
dan monitor saturasi oksigen dan melakukan intervensi terapi segera bila
diperlukan.
n) Evaluasi pemaangan intubasi ETT, bila SpO2 <90% setelah pemasangan
intuban ETT, ventilasi dengan BMV dan ganti ETT dengan alat lain
(misal ; Gum Elastic Bougie (GEB)
o)
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Respiratory failure merupakan kondisi saat sistem pernapasan gagal didalam satu
atau lebih fungsi pertukaran gas (seperti eliminasi karbondioksida dari darah vena
campuran oksigen). Hasil umum dari kegagalan pernapasan termasuk hipoksemia, atau
oksigen yang rendah pada darah, dan hiperkapnia (hiperkarbia), atau kelebihan karbon
dioksida dalam darah.
Kegagalan pernapasan dimanifestasikan oleh berbagai tingkat hipoksemia dan
hiperkapnia. Kegagalan pernapasan secara konvensional didefinisikan oleh PO2 arteri
kurang dari 60 mmHg, PCO2 arteri lebih dari 50 mmHg, atau keduanya.
B. Saran
Setelah mempelajari mengenai respiratory failure, diharapkan mahasiswa
keperawatan mengetahui tindakan yang akan diberikan jika menghadapi pasien yang
mengalami respiratory failure dan akibat yang kemungkinan bisa terjadi terhadap pasien
tersebut.
13
DAFTAR PUSTAKA
Janes Jainurakhma, dkk. (2021). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Medan : Yayasan Kita
Menulis.
14