Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Di Puskesmas Bandar Durian Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhanbatu Utara TAHUN 2019
Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Di Puskesmas Bandar Durian Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhanbatu Utara TAHUN 2019
Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Di Puskesmas Bandar Durian Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhanbatu Utara TAHUN 2019
SKRIPSI
Oleh
SKRIPSI
Oleh
Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya
tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas
pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada
dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
Labuhanbatu Utara Tahun 2019”, guna memenuhi salah satu syarat untuk
dukungan dari berbagai pihak, baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada:
1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Utara.
4. dr. Fauzi, S.K.M., selaku Dosen Pembimbing dan Ketua Penguji yang telah
5. Maya Fitria, S.K.M, M.Kes., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan
perkuliahan.
8. Seluruh Dosen FKM USU yang telah memberikan banyak ilmu dan
9. Lidya Ayu, S.K.M., selaku Kepala Puskesmas Bandar Durian yang telah
10. Petugas kesehatan di Puskesmas Bandar Durian selaku subjek yang telah
11. Teristimewa orang tua Tandarsyah Ritonga dan Nuridah Rambe yang telah
12. Terkhusus untuk saudara dan saudari Ridho Nawansyah Ritonga dan Ade
kepada penulis.
13. Sahabat-sabahat terdekat penulis Ulya, Atun, dan Dita, terimaksih atas
14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah banyak
sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis
berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat
bagi pembaca.
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 7
Tujuan Penelitian 7
Tujuan umum 7
Tujuan khusus 7
Manfaat Penelitian 7
Tinjauan Pustaka 9
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) 9
Pengertian puskesmas 9
Prinsip penyelenggaraan puskesmas 9
Tujuan dan tugas puskesmas 10
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 10
Pengertian MTBS 10
Sejarah MTBS di Indonesia 11
Materi MTBS 12
Sasaran MTBS 13
Tujuan manajemen terpadu balita sakit 13
Mafaat MTBS 14
Implementasi strategi manajemen terpadu balita sakit 14
Pelaksanaan MTBS 15
Persiapan Penerapan MTBS di puskesmas 17
Penerapan MTBS di puskesmas 22
Pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan 23
Penatalaksanaan MTBS 25
Alasan MTBS sangat cocok di terapkan di puskesmas 34
Landasan Teori 35
Metode Penelitian 36
Jenis Penelitian 36
Lokasi dan Waktu Penelitian 36
Subjek Penelitian 36
Definisi Konsep 36
Metode Pengumpulan Data 37
Metode Analisis Data 38
Daftar Pustaka 62
Lampiran 64
No Judul Halaman
11 Karakteristik Subjek 41
No Judul Halaman
1 Alur pelayanan penanganan penyakit dengan MTBS yang
diberikan oleh tiga orang tenaga kesehatan 21
2 Kerangka berpikir 35
7 Dokumentasi 88
Desa Simpang Marbau pada tanggal 16 Juni 1997. Penulis beragama Islam, anak
kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Tandarsyah Ritonga dan Ibu
Nuridah Rambe.
Pendahuluan
Latar Belakang
mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar MTBS dari jumlah kunjungan anak
Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah anak usia dua bulan lima tahun, karena pada
usia tersebut tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap berbagai
serangan penyakit yang disebabkan oleh sistem imunnya yang masih rendah yang
mengakibatkan anak lebih cukup rentan untuk terkena penyakit (Depkes RI,
2008).
Balita Sakit (MTBS) dapat di jalankan dengan baik, akan mampu mencegah
kematian dan kesakitan pada bayi dan balita di negara berkembang, dan mampu
mencegah kematian balita sebesar 60-80%. WHO juga telah mengakui bahwa
dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan, dan kecatatan pada bayi dan
dari 281.449 bayi lahir hidup jumlah bayi yang meninggal sebanyak 1.132 bayi
sebelum usia satu tahun. Berdasarkan hasil SDKI Tahun 2012 dalam profil
hidup. Angka kematian rata-rata nasional berdasarkan SDKI Tahun 2012 sebesar
Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) dalam satu tahun mengalami
penurunan dari 80 bayi dan 81 balita pada Tahun 2014 menjadi 41 bayi dan 48
Tingginya angka kematian pada bayi dan balita tersebut, maka dari itu
angka kematian pada bayi dan balita melalui pendekatan Manjemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu
serta pengobatan terhadap lima penyakit penyebab utama kematian pada bayi dan
menurunkan angka kematian dan angka kesakitan pada bayi dan balita di negara
diperkenalkan WHO pada Tahun 1996. Kemudian pada Tahun 1997 Indonesia
kematian pada bayi dan balita di Indonesia. Pada dasarnya MTBS bukan
balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. MTBS juga
digunakan sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dan bidan
anak sakit, menentukan tindakan dan pengobatan atau tindak lanjut, konseling
bagi ibu serta perawatan di rumah. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan tentang MTBS
serta dinas kesehatan juga perlu memonitor secara berkala apakah puskesmas
adanya obat dan bahan atau alat dalam enam bulan terakhir untuk pemeriksaan
baik. Ini ditandai dengan masih kurangnya tenaga kesehatan yang terlatih MTBS
sehingga tidak ada tim MTBS, kurangnya sarana, prasarana dan peralatan untuk
Selain itu pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas
Medan Denai dan Dinas Kesehatan Kota Medan belum dilaksanakan dengan
memenuhi standar hanya saja jumlah petugas MTBS masih kurang, proses
penerapan sudah sesuai dengan pedoman MTBS yang telah ditetapkan oleh
Labuhanbatu Utara yang terletak di Jalan Besar Lintas Sumatera, Bandar Durian
14.536 jiwa dan laki-laki sebanyak 13.875 jiwa. Oleh karena itu, jumlah pasien
Tahun 2017 yaitu 3.120 balita, dan jumlah kunjungan balita di Puskesmas Bandar
Durian pada Tahun 2017 adalah sebanyak 1.913 balita dengan jumlah balita
penderita diare sebanyak 590 balita, jumlah balita gizi kurang sebanyak 18 balita
dan jumlah balita kurus sebanyak 135. Pada Tahun 2018, jumlah kunjungan balita
sebanyak 1.131 balita dengan jumlah balita penderita diare 514 balita, jumlah
balita gizi kurang 16 balita dan balita kurus sebanyak 125 balita. Pada Tahun 2017
kepada 452 balita dan pada Tahun 2018, telah melaksanakan pendekatan program
pelaksanaan MTBS, dimana tidak ada petugas yang telah mendapatkan pelatihan
sehingga pelaksanaannya kurang efektif. Hal ini dapat dilihat pada alur
petugasnya tidak selalu ada ditempat, tenaga kesehatan yang telah mendapatkan
pelatihan tentang MTBS tidak ada, kurang lengkapnya sarana dan prasarana
mendukung pelaksanaan MTBS dimana tidak semua balita sakit ditangani dengan
pelayanan MTBS, dan pada sebagian balita sakit yang ditangani pelayanan MTBS
petugas tidak menjelaskan kepada ibu balita apa itu pelayanan MTBS dan
pelaksanaannya juga tidak sesuai dengan bagan pelayanan MTBS. Hal ini juga
pelaksanaan MTBS di Puskesmas Bandar Durian tidak terarah dan tidak berjalan
efektif.
Tahun 2019.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan yaitu hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
2. Bagi Puskesmas Bandar Durian yaitu hasil penelitian ini dapat menjadi
3. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat menjadi bahan dalam
Tinjaun Pustaka
dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara
adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan.
hidup sehat, dan dapat mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu,
hidup dalam lingkungan yang sehat, serta memiliki derajat kesehatan yang
Tahun 2014).
suatu pendekatan yang terintegrasi atau terpadu dalam tata laksana balita sakit
dengan fokus kepada kesehatan anak umur 0-59 bulan secara menyeluruh.
pendekatan terintegrasi dalam tata laksana balita sakit yang datang dipelayanan
maupun penanganan balita sakit yang datang dipelayanan kesehatan tingkat dasar
program kesehatan tetapi suatu pendekatan atau cara menatalaksana balita sakit.
oleh WHO, dan WHO telah mangakui bahwa MTBS sangat cocok diterapkan di
kesakitan dan kecacatan pada bayi dan anak balita (Depkes RI, 2008).
pertama kali diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO) pada Tahun
1994 yang merupakan hasil kerja sama WHO dengan UNICEF serta lembaga
1996. Pada Tahun 1997 Depkes RI bekerja sama dengan WHO dan Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Modul tersebut
digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatihan dari
dan update modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program
kesehatan di depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI. Modul MTBS yang
update sampai sekarang adalah Modul revisi Tahun 2008, Tahun 2010
(Maryunani, 2014).
kunjungan balita sakit yang datang di puskesmas tersebut (Depkes RI, 2008).
tahun. Bagan Penilaian dan klasifikasi anak sakit terdiri dari petunjuk langkah
untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penyakit yang dilakukan
b. Penilaian dan klasifikasi demam (demam untuk malaria, demam untuk DBD,
e. Memeriksa anemia
komunikasi yang baik dan efektif dengan ibu untuk memberikan obat dan dosis
pemberian obat, baik yang harus diberikan di klinik maupun obat yang harus
diteruskan di rumah.
termasuk dalam pemberian makan dan cairan di rumah dan nasihat kapan harus
Sasaran MTBS. Sasaran dari MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan
dibagi menjadi dua kelompok sasaran yaitu bayi muda umur satu minggu sampai
lima bulan dan anak umur dua bulan sampai lima tahun
di unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar, yang diharapkan dapat menurunkan
sakit
tepat dari semua penyakit utama, memperkuat konseling dari pengasuh, dan
kesehatan yang sudah terlatih. Balita sakit yang datang dipelayanan kesehatan
tingkat dasar dapat ditangani dengan pendekatan MTBS yang dilakukan oleh
pemeriksaan yaitu dengan cara menanyakan kepada orang tua atau wali, apa saja
„lihat dan dengar‟ atau „lihat dan raba‟. Kemudian setelah itu petugas kesehatan
akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil dari tanya jawab dan
pneumonia berat atau penyakit sangat berat akan di rujuk ke dokter puskesmas
pendekatan MTBS di bawah ini tentang hal-hal yang di periksa pada pemeriksaan
petugas kesehatan akan menananyakan kepada orang tua atau wali secara
keluhan atau penyakit anak, kemudian setelah itu petugas kesehatan melakukan
satu pertemuan yang dihadiri oleh perawat, bidan, tenaga gizi, tenaga imunisasi,
P2M, petuugas loket, dan lain-lain. Diseminasi dilaksanakan oleh petugas yang
telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari dinas kesehatan
Terpadu Balita Sakit (MTBS) ada beberapa hal yang harus melakukan penilaian
yang digunakan dalam MTBS telah termasuk Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang di
adalah obat yang sudah lazim ada, kecuali beberapa obat yang belum tersedia di
puskesmas.
3. Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok
oralit).
6. Timbangan bayi.
7. Termometer.
Pada saat ini, ada beberapa obat dan alat yang jarang atau belum ada di
puskesmas yaitu asam nalidiksat, suntikan gentamisin, suntikan kinin, infus set
(untuk anak dan bayi) dan manset anak. Walaupun obat dan alat tersebut belum
ada di Puskesmas, tidak akan menghambat pelayanan bagi balita sakit, karena
obat tersebut pada umumnya merupakan obat pilihan kedua atau obat yang
dibutuhkan bagi anak yang akan dirujuk, sehingga pemberian obat tersebut dapat
diserah kan kepada institusi tempat rujukan. Langkah-langkah penyiapan obat dan
c. Bila obat tersebut belum ada dalam LPLPO seperti asam nalidiksat, suntikan
gentamisin, suntikan penisilin prokain, suntikan kinin, maka tunda dulu untuk
obat tersebut.
adalah timer yang biasa digunakan oleh program ISPA. Jika timer tidak
e. Sebagai alat bantu pelayanan, beberapa obat dan peralatan yang perlu
dipersiapkan di ruang periksa adalah obat dalam bentuk tablet, sirup, vitamin
A, salep mata, gentian violet, oralit, gelas, sendok dan teko tempat air, timer
makan.
Persiapan formulir Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Kartu Nasihat
a. Hitung jumlah kunjungan balita sakit per hari dan hitunglah kunjungan per
kebutuhan formulir MTBS selama satu bulan. Formulir ini adalah untuk anak
umur dua bulan sampai lima tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan
untuk bayi muda, didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah
kerja puskesmas, karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui
kunjungan neonatal.
b. Untuk pencetakan KNI hitunglah sesuai jumlah kunjungan baru balita sakit
dalam sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan.
c. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetaklah formulir pencatatan dan KNI
pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu balita sakit, maka
perlu pengaturan waktu. Khusus untuk pelayanan bayi muda (sehat maupun sakit)
dapat dilaksanakan di unit rawat jalan puskesmas ataupun pustu, akan tetapi
diutamakan dikerjakan pada saat kunjungan neonatal oleh para bidan di desa.
konseling, pemberian tindakan yang diperlukan (di klinik), pemberian obat dan
Petugas 1 Di lokasi
Datang
Mengisi
formulirMTBS :
Identitas anak
Pendaftaran Status
+ kunjungan
Memberi formulir MTBS
+
family forder
Petugas 2 Di ruang
= pemeriksaan
1. Pemeriksaan( Memeriksa dan melakukan seluruh
membuat klasifikasi, identifikasi langkah sejak
pengobatan ) Pengukuran suhu
badan
2. Konseling (cara pemberian obat di
Penimbangan berat
rumah, kapan kembali, pemberian badan hingga
makanan) konseling
3. Pemberian kode diagnosa dalam SP3
4. Tindakan yang diperlukan
(pengobatan pra rujukan dan imunisasi)
Petugas 3 Di apotik
Pemberian Obat
Rujuk
Pulang
rawat jalan di tiap puskesmas. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
a. Dalam memulai penerapan MTBS di puskesmas yang pertama kali yang harus
di lakukan adalah penilaian terhadap jumlah kunjungan balita sakit per hari.
penedekatan MTBS.
c. Bila kunjungannya tidak banyak (kurang dari 10 kasus perhari) akan tetapi
apabila perbandingan jumlah petugas kesehatan yang telah dilatih MTBS dan
jumlah kunjungan balita sakit per hari cukup besar maka penerapan MTBS
orang per hari pelayanan MTBS dapat diberikan langsung oleh petugas
besar balita sakit yang akan ditangani pada saat awal penerapan dan kapan
a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 per hari pelayanan MTBS
b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang per hari,
berikanlah pelayanan MTBS kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap
awal dan setelah tiga bulan pertama diharapkan telah seluruh balita sakit
c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari,
berikanlah pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap
awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapatkan
pelayanan MTBS.
petugas kesehatan yang telah dilatih MTBS, jumlah kunjungan, penjabaran tugas-
titik beratkan pada saat petugas kesehatan (pada umumnya bidan di desa)
melakukan kunjungan neonatal yaitu dua kali selama periode neonatal. Kunjungan
pertama dilaksanakan pada tujuh hari pertama dan kunjungan kedua pada hari 8-
28 hari. Selama ini jangkauan pelayanan bayi muda sangat rendah, karena budaya
masyarakat yang menabukan bayi muda keluar rumah sebelum umur 40 hari,
puskesmas yang menerapkan MTBS sama dengan puskesmas yang lain yaitu
demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan tidak perlu mengalami
dalam kode diagnosis dalam SP3 sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan. Di
tingkat keluarga, selain mencatat hasil pelayanan pada formulir bayi muda,
petugas juga mencatatnya pada buku KIA, agar ibu dan keluarga dapat
mengetahui keadaan bayi muda dan dapat memberikan asuhan bayi muda di
a. Register kunjungan.
e. Register imunisasi.
g. Register obat
Bila masih ada alat pencatatan lain yang digunakan oleg program, maka dapat
Bila masih ada alat pelaporan lain yang digunakan oleh program dapat
digunakan juga dalam penerapan MTBS. Dari seluruh laporan yang ada, Laporan
penulisan kode penyakit sesuai dengan kode SP3 yang berlaku (Depkes RI, 2008).
MTBS tidak digunakan bagi anak yang sehat yang dibawa untuk imunisasi
ataupun bagi anak yang keracunan, kecelakaan, maupun luka bakar. Petugas
kunjungan ulang.
anak sakit. Anak dengan tanda bahaya umum memiliki masalah kesehatan yang
serius dengan sebagaian besar perlu segera di rujuk. Tanda bahaya umum adalah:
b. Memuntahkan semuanya.
c. Kejang.
Penilaian dan klasifikais batuk atau sukar bernafas. Anak dengan batuk
pernapasan berat lainnya. Anak yang menderita pneumonia, paru mereka jadi
kaku, sehingga butuh beraksi dengan bernapas cepat, agar tidak terjadi
kaku dan timbul tarikan dinding dada ke dalam (Depkes RI, 2008).
Menilai batuk atau sukar bernapas. Anak yang batuk atau sukar bernapas
dinilai untuk sudah berapa lama anak batuk atau sukar bernapas, napas cepat,
tarikan dinding dada kedalam, stidor. Klasifikasi batuk atau sukar bernapas pada
1. Klasifikasi pada lajur merah muda berarti anak memerlukan perhatian dan
pengobatanlainnya.
3. Klasifikasi pada lajur hijau berarti anak tidak memerlukan tindakan medis
Tabel 1
Gejala dan Klasifikasi Pneumonia pada Anak Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun
Klasifikasi Gejala
Pneumonia berat atau penyakit sangat Ada tanda bahaya umum, tarikan
berat dinding dada, stidor
Pneumonia Napas cepat
Batuk : bukan pneumonia Tidak ada tanda-tanda pneumonia atau
penyakit sangat berat
Sumber : Depkes RI, 2008
Penilaian dan klasifikasi diare. Anak yang menderita diare biasanya pada
saat buang air besar cair lebih sering dari biasanya (tiga atau lebih) dalam satu
hari, biasanya disertai muntah berulang-ulang, rasa haus yang nyata, bila saat
makan atau minum sedikit disertai deman dan tinja berdarah (Depkes RI, 2008).
Menilai diare. Anak yang menderita diare dinilai dalam hal : berapa lama
anak menderita diare, adakah darah dalam tinja untuk menentukan apakah anak
2. Jika anak menderita diare selama 14 hari atau lebih, klasifikasikan juga untuk
dua lajur :
1. Apabila ada dua atau lebih tanda pada lajur merah muda, klasifikasikan anak
2. Apabila tidak ada dua atau lebih tanda pada lajur merah muda, lihat lajur
3. Rkuning yaitu bila ada dua atau lebih tanda pada lajur ini, klasifikasikan anak
Tabel 2
Klasifikasi Anak Dehidrasi dengan Diare pada Anak Umur 2 Bulan sampai
5Tahun
Klasifikasi Tanda-Tanda
Diare dehidrasi berat Letargis atau tidak sadar, mata
cekung, tidak bisa minum atau
malas minum, cubitan perut
kembali sangat lambat.
Diare dehidrasi ringan/sedang Gelisah, rewel/mudah marah, mata
cekung, haus, minum dengan
lahap, cubitan perut kembali
lambat
Diare tanpa dehidrasi Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan sebagi diare berat
atau ringan/sedang
Sumber : Depkes RI, 2008
a. Diare persisten berat. Apabila seorang anak menderita diare sela 14 hari atau
b. Diare persisten. Jika seorang anak mengalami diare selama 14 hari atau lebih
persisten.
Tabel 3
Klasifikasi Anak Diare Persisten pada Anak Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun
Klasifikasi Tanda-Tanda
Diare persisten berat Ada dehidrasi
Diare persisten Tanpa dehidrasi
Sumber : Depkes RI, 2008
Ada satu kemungkinan klasifikasi untuk anak diare disentri yaitu anak
yang terkena diare pada saat buang air besar ada darah dalam tinjanya
diklasifikasikan disentri.
Tabel 4
Klasifikasi Anak Diare Disentri pada Anak Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun
Klasifikasi Tanda-Tanda
Disentri Darah dalam tinja
Sumber : Depkes RI, 2008
Memeriksa status gizi. Melihat status gizi balita dimulai dari lihat dan
1. Tenrukan berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan, disesuaikan
Klasifikasi status gizi. Ada tiga klasifikasi status gizi seorang anak, yaitu:
Tabel 5
Klasifikasi Status Gizi Anak pada Anak Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun
Klasifikasi Tanda-Tanda
BB / PB (TB) < - 3 SD Sangat kurus dan/atau edema
BB / PB (TB) > - 3 SD - < 2 SD Kurus
BB / PB (TB) – 2 SD - +2 SD Normal
Sumber : Depkes RI, 2008
Tabel 6
Klasifikasi Tanda-Tanda
Anemia berat Telapak tangan sangat pucat
Anemia Telapak tangan agak pucat
Tidak anemia Tidak ditemukan tanda-tanda
kepucatan pada telapak tangan
Sumber : Depkes RI, 2008
MTBS yaitu:
a. Rujukan untuk anak dengan tanda bahaya umum. Anak dengan tanda
memerlukan rujukan.
segera, harus cepat di tentukan tindakan yang paling di btuhkan dan segera di
3. Merujuk anak maka hal yang dilakukan tenaga kesehatan sebelum merujuk
masalahnya.
c. Menulis surat rujukan untuk di bawa kerumah sakit dan memberitahu ibu
d. Memberikan ibu intruksi dan peralatan yang diperlukan untuk merawat anak
rujukan. Anak yang tidak memerlukan rujukan dapat ditangani di klinik atau
a. Memilih obat oral yang sesuai dan menentukan dosis serta jadwal
pemberian.
b. Memberi cairan tambahan dan tablet zinc untuk diare dan melanjutkan
pemberian makan.
5. Kunjungan ulang diperlukan untuk melihat hasil setelah beberapa hari makan
obat. Waktu untuk kunjungan dicacat pada tempat yang disediakan di bagian
sampaikan oleh tenaga kesehatan kepada ibu balita (Depkes RI, 2008).
a. Jika diare belum berhenti lakukan penilaian ulang lengkap pada anak. Berikan
b. Jika diare anak sudah berhenti, katakan kepada ibu untuk menerapkan anjuran
Tindak lanjut jika anak dengan diare disentri. Kembali ke petugas setelah
b. Jika frekuensi berak, jumlah darah dalam tinja atau nafsu makan tetap atau
Berikan untuk 5 hari. Anjurkan ibu untuk kembali dalam 2 hari bisa masih
c. Jika beraknya berkurang, jumlah darah dalam tinja berkurang dan nafsu makan
Tindak lanjut jika anak kurus kembali ke petugas setelah 14 hari untuk
a. Jika berat badan anak menurut panjang badan/tinggi badan berada > - 2SD,
b. Jika berat badan anak menurut panjang badan/tinggi badan berada diantara –
d. Anjurkan ibu untuk kembali bersama anaknya setiap bulan sampai makannya
baik dan berat badan menurut panjang badan/tinggi badan berada > - 2SD.
e. Pengecualian, jika saudara tidak yakin akan ada perbaikan makan, atau berat
pertolongan pertama bagi masyarakat terutama pada pertolongan bayi dan balita
yang mengalami sakit. Dalam menangani bayi dan balita sakit puskesmas harus
kematian, kesakitan, kecacatan pada bayi dan balita. Beberapa alasan menurut
pemeriksaan terhadap lima penyakit yang dominan di derita anak bayi dan
balita.
Landasan Teori
teratur. Sistem dari subsistem (elemen) yang saling mempengaruhi dan berfungsi
kesatuan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Apabila suatu
bagian tidak berjalan dengan baik maka akan memengaruhi bagian lainnya
(Winarno, 2012). Menurut Notoatmodjo (2011) unsur sistem yang terdiri dari
elemen atau bagian, antara lain masukan (input), proses (process), keluaran
(output).
Kerangka Berpikir
berikut:
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
yang dapat diamati dari fenomena yang dialami oleh subjek penelitian (Martha &
Kresno, 2017).
Subjek Penelitian
Definisi Konsep
formulir khusus MTBS, Kartu Nasihat Ibu (KNI), dan ruangan khusus untuk
MTBS kepada ibu balita. Dalam penelitian ini dapat dilihat tidak terlaksananya
sosialiasi kepada ibu balita petugas tidak memberitahukan apa itu MTBS kepada
ibu balita, dan tidak adanya petugas kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan
MTBS.
Puskesmas, alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban berjalan yaitu
sakit yang memeroleh pelayanan sesuai standar MTBS dari jumlah kunjungan
perasaan dan untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk
adalah pedoman wawancara yang dibantu oleh alat perekam (voice note) untuk
wawancara mendalam.
sari informan yang berbeda untuk melakukan cross check terhadap kondisi yang
dengan menuliskan hasil penelitian kedalam bentuk matriks ataupun tabel hasil
wawancara dan kemudian disusun sesuai dengan bahasa baku informan. Hasil dari
ringkasan ini kemudian diuraikan kembali menjadi bentuk narasi serta melakukan
(Hamidi, 2010).
Durian terletak di Jalan Besar Lintas Sumatera, Bandar Durian Kecamatan Aek
masyarakat di tujuh desa dan satu kelurahan yaitu: Desa Kampung Yaman, Desa
Aek Pamienke, Desa Perk Halimbe, Desa Terang Bulan, Desa Adian Torop, Desa
lain-lain. Luas wilayah kerja Puskesmas Bandar Durian 26.328 Ha meliputi tujuh
desa dan satu kelurahan dengan jumlah penduduk 28.411 jiwa dengan
Tabel 7
Jumlah Desa dan Kelurahan di Puskesmas Bandar Durian Kecamatan Aek Natas
Kabupaten Labuhanbatu Utara
Desa Jumlah Dusun
Desa Kampung Yaman 5 Dusun
Desa Aek Pamienke 9 Dusun
Desa Perk. Halimbe 4 Dusun
Desa Terang Bulan 13 Dusun
Desa Adian Torop 7 Dusun
Desa Pangkalan 5 Dusun
Desa Ujung Padang 15 Dusun
Kelurahan Bandar Durian 10 Dusun
Total 68 Dusun
39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Karakteristik Subjek
Tabel 11
Karakteristik Subjek
Masukan (Input)
Sumber daya manusia. Sumber daya manusia adalah pegawai yang siap,
mampu dan siaga dalam mencapai tujuan organisasi. Salah satu faktor
keberhasilan suatu program yaitu tersedianya sumber daya manusia yang cukup
baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sumber daya manusia merupakan peran
Dengan begitu adapun yang dikatakan sebagai Sumber daya manusia dalam
petugasnya juga ada di program gizi, dan tidak ada tenaga kesehatan pelaksana
berjalan dengan optimal. Subjek dari ibu balita juga menyatakan bahwa pasien
yang datang banyak sehingga harus menunggu lama untuk berobat ke puskesmas,
daya manusia yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sumber daya
Sakit (MTBS) dilakukan oleh dokter dan penanggung jawab program MTBS dan
balita sakit yang berobat ke Puskesmas setiap harinya paling sedikit 6 -7 orang
dan dalam sehari balita sakit yang ditangani dengan pelayanan MTBS hanya dua
balita sakit saja, dalam pelaksanaan MTBS yang ditangani itu ada yang bukan
pneumonia, ada diare, demam, status gizi dan status imunisasi dengan
MTBS kurang efektif. Seperti pemeriksaan menjadi lama dan waktu tunggu balita
semakin lama karena tenaga kesehatan hanya mengharapkan diagnosa dari dokter
saja dengan pasien yang banyak. Akibatnya waktu tunggu balita semakin lama
yang menyebabkan tidak semua pasien balita sakit diberikan dengan pendekatan
MTBS. Oleh sebab itu diperlukan penambahan tenaga kesehatan dan perlunya
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ini adalah fasilitas yang dipakai
langsung atau alat untuk mencapai tujuan seperti peralatan untuk pemeriksaan,
mencukupi karena masih ada kekurangan yaitu tensi meter anak dan manset anak,
infus set, pipa lambung, Kartu Nasihat Ibu (KNI), formulir khusus MTBS, untuk
ruangan MTBS di Puskesmas Bandar Durian sudah ada, tetapi untuk pemeriksaan
masih bergabung dengan poli umum dimana semua orang yang berobat ke
puskesmas ditangani di ruangan tersebut bukan hanya balita sakit saja, sehingga
pemberian konseling oleh penanggung jawab MTBS kepada ibu balita sakit, yang
pelaksanaan MTBS, seperti tensi meter dan manset anak, pipa lambung, infus set.
dengan baik, petugas kesehatan masih belum paham dengan pelaksanaan MTBS.
penanganan penyakit diare yaitu obat-obatan. Peralatan yang paling penting yaitu
Kartu Nasihat Ibu (KNI) pada saat dilakukannya konseling kepada ibu balita.
diare adalah obat yang sudah lazim ada yaitu seperti oralit, zink. Peralatan yang
program. Fasilitas harus ada pada setiap puskesmas untuk membantu para petugas
kasa/kapas, alat penumbuk obat, alat penghisap lendir, timer ISPA atau arloji
dengan jarum detik. Dan adapun sarana dan prasarana yang belum tersedia yaitu
pipa lambung, tensi meter dan manset anak, infus set, KNI, formulir MTBS.
kunjungan balita sakit. Adapun isi dari formulir MTBS yaitu terdiri dari penilaian,
menanyakan dan mengisi apa yang dialami balita sakit, karena pada formulir
MTBS sudah lengkap pertanyaan yang harus ditanyakan langsung kepada ibu
balita sakit. Puskesmas Bandar Durian tidak memiliki formulir MTBS karena
Kartu Nasihat Ibu (KNI) diberikan langsung oleh tenaga kesehatan pada
saat konseling yang berguna bagi ibu sebagai panduan dalam merawat balita sakit
dirumah. Puskesmas Bandar Durian melakukan konseling kepada ibu balita secara
langsung atau lisan, ini dikarekan tidak adanya Kartu Nasihat Ibu (KNI) sebagai
pendekatan MTBS sangat perlu dilakukan dalam untuk penanganan balita sakit
karena pada saat konseling ibu balita akan diberitahu tentang cara perawatan
dirumah, cara pemberian makanan dan obat secara baik dan benar sehingga akan
mempercepat proses penyembuhan, dan juga memberitahu ibu balita kapan harus
suatu unsur dari organisasi untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Sarana
prasana harus lengkap di setiap Puskesmas untuk membantu para petugas dalam
melaksakan kegiatannya.
Hal ini juga dudukung oleh pendapat Azwar (2010) yang menyatakan
bahwa sarana (alat) merupakan unsur dari sebuah organisasi untu dapat mencapai
suatu tujuan. Sarana termasuk dalam salah satu unsur dalam pelayanan kesehatan
Maka dari itu, agar pelayanan menjadi bermutu maka persyaratan ketersediaan
pelayanan MTBS dan berharap program MTBS dapat berjalan secara optimal dan
efektif, namun dalam kenyataannya tidak semua balita sakit ditangani dengan
pelayanan MTBS, hal ini disebabkan karena terbatasnya jumlah tenaga kesehatan
yaitu sikap dan tindakan para pelaksana MTBS harus berkesinambungan, bukan
hanya mengetahui apa saja yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan
pelayanan MTBS dan berharap pelayanan MTBS dapat berjalan dengan optimal
dan efektif, namun dalam kenyataannya tindakan petugas tidak sesuai dengan
sikap positif mereka. Hal ini dapat dilihat dari tidak semua balita sakit ditangani
dengan pelayanan MTBS. Hal ini disebabkan karena terbatasnya jumlah tenaga
merangkap.
Proses (Process)
tenaga kesehatan yaitu dokter, bidan, perawat yang telah mendapatkan pelatihan
mengenai MTBS (Permenkes No. 70 Tahun 2013). Oleh karena itu peneliti
sosialisasi pelaksanaan dan pelatihan pelayanan MTBS yang telah dilakukan saat
Bandar Durian yang mengikuti pelatihan MTBS tidak ada. Sebelumnya dulu
petugas yang lama ada yang telah mendapatkan pelatihan mengenai MTBS, tetapi
petugas yang lama sudah pindah. Dan untuk petugas yang sekarang belum ada
dapat juga dilihat bahwa kurangnya sosialisasi pelaksanaan MTBS kepada ibu
balita, petugas kesehatan tidak memberitahu kepada ibu balita mengenai apa itu
MTBS.
Dalam program MTBS konseling pada ibu balita sakit harus mengguankan
menasehati ibu cara pemberian makan pada anak dan menasehati ibu kapan harus
(2016) menyatakan bahwa pemberian konseling kepada ibu balita sakit tentang
MTBS dapat meningkatkan perilaku ibu dalam merawat anak demam di wilayah
penyuluhan kepada ibu balita sakit. Hal yang disampaikan kepada ibu balita pada
saat ibu balita sakit diberikan konseling oleh petugas MTBS, petugas menjelaskan
kepada ibu balita mengenai cara pemberian obat dirumah, kapan kunjungan ulang,
Durian belum sesuai dengan Modul MTBS, dimana petugas kesehatan tidak
kesehatan, dan puskesmas menggantinya dengan kartu kunjungan yang sudah ada
MTBS dan untuk pengambilan keputusan. Dan dari pernyataan subjek di atas juga
diketahui bahwa apabila penyakit balita parah dokter mengarahkan ibu balita ke
ruang MTBS yang disebut rujuk internal, seperti penyakit diare yang parah dan
pendaftaran untuk mengisi daftar kunjungan terlebih dahulu, setelah itu petugas
memberi ibu balita nomor antrian, dan setelah itu ibu balita di arahkan keruang
administrasi untuk mendaftarkan anaknya, setelah itu ibu balita menunggu nomor
antriannya di panggil ibu balita mendaftarkan anaknya, setelah itu ibu balita
badan, tinggi badan, suhu badan, setelah itu dilakukan pengisian kartu kunjungan.
Kemudian balita di periksa tanda bahaya umum serta ditanyakan keluhan balita
oleh dokter, sehingga dapat menentukan klasifikasi penyakit yang diderita balita.
oleh dokter kepada ibu balita. Konseling yang diberikan yaitu cara pemberian obat
kepada balita dirumah, dan kapan kunjungan ulang, dan anjuran pemberian makan
di rumah selama sakit. Kemudian dokter memberikan resep kepada ibu balita
yang kemudian di tebus di tempat pengambilan obat. Apabila ada balita yang
Bagan alur pelaksanaan MTBS di Puskesmas Bandar Durian bisa dilihat dibawah
ini.
Mengisi daftar
Datang kunjungan di
bagian pendaftaran
Pendaftaran dibagian
Administrasi
Pemeriksaan
dilakukan dipoli
umum Penilaian dan klasifikais penyakit
Memeriksa tanda bahaya
umum
Menentukan klasifikasi
penyakit
Rujuk
Tindakan Pengobatan
(oleh dokter)
Pengambilan
Pulang obat Terapi
Konseling
Penulisan resep
Apabila penyakit balita parah ibu
balita diarahkan ke ruang MTBS
untuk diberikan pelayanan MTBS
(oleh penanggung jawab MTBS)
dapat di lihat dari pernyataan subjek mengenai alur di atas. Penilaian dan
bahaya umum dapat terjadi pada penyakit apapun dan tidak dapat membantu
menemukan penyakit secara spesifik. Hanya dengan satu tanda bahaya umum
saja, sudah cukup untuk menunjukkan bahwa penyakit itu berat (Depkes RI,
2008).
sudah berjalan yaitu menanyakan keluhan balita dan memeriksa tanda bahaya
umum, namun petugas tidak memeriksa status gizi, sukar bernapas, imunisasi
pada balita.
maka akan menanyakan sudah berapa lama anak demam, kemudian dokter akan
menanyakan keluhan lain seperti bagaimana nafsu makan anak? Apakah anak ada
muntah? Apakah panasnya naik turun? Kemudian dokter melihat apakah ada ruam
dikulit balita, setelah itu dokter menulis resep obat dan memberikan kepada ibu
balita.
maka dokter akan menanyakan sudah berapa lama diarenya? Dalam sehari berapa
kali? Bagaimana nafsu makannya? setelah itu dokter akan memberikan resep obat
dan memberikan nasihat kepada ibu balita, apabila anaknya semakin parah dan
tindakan lanjut.
tangan anak (apakah agak pucat atau sangat pucat) dan memeriksa mata balita,
kemudian dokter akan mengklasifikasikan apakah anemia berat atau tidak anemia,
apabila tangan balita pucat maka dokter menanyakan pemberian makannya dan
setelah itu dokter menuliskan resep obat dan memberikan nasihat dalam
pemberian makan dan memberikan obat cacing juga. Apabila tangan anak balita
sangat pucat maka dokter akan langsung membuat surat rujukan untuk segera
ditindak lanjuti.
Durian menunjukkan bahwa dokter tidak menayakan semua pertanyaan yang telah
ditetapkan di bagan MTBS dalam menentukan penilaian tanda bahaya umum dan
klasifikasi penyakit, dokter hanya menanyakan hal–hal dasar saja dengan alasan
hal-hal dasar.
menentukan jenis tindakan atau pengobatan yang perlu dilakukan. Tindakan yang
dilakukan yaitu merujuk anak jika mempunyai klasifikasi yang berat, tindakan pra
mengajari ibu cara mengobati dirumah, serta kunjungan ulang (Depkes RI, 2008).
disampaikan dan memberikan obat sesuai keluhan yang dialami oleh balita. Balita
dengan keluhan yang masih dapat ditangani oleh dokter seperti balita dengan
keluhan demam dan batuk akan diberi obat dan antibiotik dan kemudian apabila
obat sudah habis tetap belum sembuh juga, maka di minta untuk kembali lagi ke
Puskesmas untuk ditindak lanjut seperti mengganti antibiotik dengan yang sesuai
dosis. Sedangkan yang datang dengan keluhan kejang atau tidak sadar maka balita
dikarenakan.
Durian. Pengisian formulir MTBS sangat penting karena formulir MTBS adalah
pengambilan keputusan.
pelaksanaan MTBS.
bahwa seluruh kegiatan program harus dimonitor dan dievaluasi dari aspek
masyarakat yang menjadi sasaran. Salah satu komponen utama untuk melakukan
program yang dilakukan dapat berjalan seperti yang diharapkan dan membantu
tenaga serta pengawas untuk mempertahankan jumlah dan mutu pekerjaan yang
diharapkan.
MTBS. Oleh karena itu Kepala puskesmas berhubungan langsung dengan tenaga
MTBS masih belum berjalan dengan baik. Kepala Puskesmas Bandar Durian
Keluaran (Output)
Cakupan pelayanan MTBS pada balita adalah presentase anak sakit yang
memperoleh pelayanan sesuai standar MTBS dari jumlah kunjungan balita sakit di
puskesmas.
cakupan pelayanan MTBS pada balita sakit di puskesmas Bandar Durian masih
13% yang artinya, belum mencapai cakupan MTBS yakni tidak memenuhi kriteria
sudah melakukan pendekatan memakai MTBS pada minimal 60% dari jumlah
kunjungan balita sakit di Puskesmas Bandar Durian. Hal ini disebabkan karena
petugas MTBS tidak memberikan pelayanan MTBS kepada semua balita sakit
yang datang, dengan alasan karena petugas kerjanya merangkap dan tidak selalu
MTBS kepada dua orang balita sakit saja, dan Puskesmas Bandar Durian
memberikan pelayanan MTBS hanya kepada balita sakit yang memiliki penyakit
parah saja, seharusnya semua balita sakit yang datang harus ditangani dengan
pelayanan MTBS, hal ini juga terjadi karena tidak adanya petugas kesehatan yang
menanyakan kepada ibu balita terkait pemberian ASI dan makanan tambahan,
Sakit (MTBS) dilakukan oleh dokter dan satu penanggung jawab MTBS. Pasien
balita sakit yang datang berobat ke puskesmas setiap harinya paling sedikit 6-7
hanya kepada 2 balita sakit saja, dengan alasan petugas kesehatannya kerjanya
merangkap yang mengakibatkan tidak selalu ada ditempat, dan dalam pelaksanaan
MTBS yang ditangani itu ada diare, demam, status gizi, dan status imunisasi
tidak semua balita sakit ditangani dengan pelayanan MTBS. Oleh karena itu
MTBS.
Hal ini juga dudukung oleh pendapat Wibowo (2008) yang menyatakan
bahwa setiap balita yang datang ke puskesmas harus ditangani dengan pelayanan
MTBS. Karena pelayanan MTBS telah diakui mampu mengurangi balita sakit.
MTBS.
Keterbatasan Penelitian
masing memiliki kegiatan dan peneliti terbatas dalam mengatur waktu antara
Kesimpulan
Durian Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2019 dapat
mengikuti pelatihan MTBS tidak ada sehingga petugas tidak mengerti apa
yang harus mereka lakukan dalam pelayanan MTBS kepada balita sakit
b. Alur pelaksanaan MTBS belum sesuai dengan alur pelayanan balita sakit
yang telah dijelaksan dalam modul MTBS seperti tidak ada ibu balita sakit
berjalan cukup baik namun ada yang tidak sesuai dengan alur pelayanan
(MTBS) di wilayah kerja Puskesmas Bandar Durian dilihat dari hasil cakupan
pelayanan MTBS pada balita sakit sebesar 13% yang artinya belum mencapai
memakai MTBS pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di
Saran
b. Diharapkan formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI) harus ada di
ada ditempat.
keseluruhan.
dinas kesehatan agar pelayanan MTBS dapat berjalan dengan optimal dan
Departemen Kesehatan RI. (2008). Buku bagan manajemen terpadu balita sakit.
Jakarta.
Martha, E., & Kresno, S. (2017). Metodelogi penelitian kualitatif untuk bidang
kesehatan. Depok: Rajawali Pers
Maryunani, A. (2014). Ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta: Trans Info
Media
62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
Puskesmas Bandar Durian. (2018). Profil Puskesmas Bandar Durian Tahun 2017.
Wibowo. (2008). Analisis manajemen mutu MTBS yang terkait dengan mutu
penerapah kegiatan MTBS di Puskesmas Kabupaten Brebes. Jurnal
kesehatan Indonesia, 1(1), 125-144. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id
Winarno, B. (2012). Kebijakan public: teori, proses, dan studi kasus. Yogyakarta:
CAPS
64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
Subjek 2 Kalau SDM disini menurut saya masih kurang dek, kalau bisa
(Dokter yang ada penambahan lah untuk tenaga kesehatan, lihat sendiri lah
terlibat MTBS) dek seperti ini, pasien yang datang banyak setiap harinya,
seperti inilah pasien banyak petugas kesehatannya tidak ada
ditempat, karena kerja petugasnya merangkap dek.
Subjek 3 Menurut saya SDM di sini masih kurang dek, ya kalau bisa
(Penanggung adalah penambahan tenaga kesehatan, karena saya juga
jawab MTBS) kerjanya merangkap dek, soalnya saya juga ada di program
gizi dek
Subjek 4 (Ibu Petugas kesehatannya kurang dek, soalnya saya udah ngantri
balita) lama dek, dan pasiennya juga banyak, anak saya sampai rewel
kek gini
Subjek 6 (Ibu Menurut saya kurang dek, karna saya tunggu lama untuk
balita) dapat giliran pemeriksaan
Subjek 7 (Ibu Kurangla keknya karna banyak pasien di sini dek jadi
balita nunggunya lama
Subjek 8 (Ibu Kalau petugasnya disini saya rasa sudah cukup saja dek.
balita
Subjek 3 Kalau untuk sarana prasarana disini kita kalau untuk ruangan
(Penanggung MTBS sudah ada, tapi pemeriksaan tetap masih gabung di
jawab MTBS) ruangan Poli umum dek jadi pemeriksaan kurang kondusif dek
dimana semua orang yang berobat ke Puskesmas ditangani di
ruangan tersebut bukan hanya balita sakit saja, seharusnya kan
pemeriksaan dilakukan di ruangan MTBS, kalau ruangan
MTBS ini di pakai hanya untuk saya berikan konseling
kepada ibu balita. Peralatan kita di sini yang kurang tensi
meter dan manset anak, pipa lambung, infus set terus Kartu
Nasihat Ibu (KNI) nya gaada dan formulir khusus MTBS nya
juga belum ada kita dapat dari Dinas Kesehatan, untuk
pengganti formulir MTBS kita pakai di kartu kunjungan dek.
jawab MTBS) kurangnya petugas untuk pelayanan MTBS jadi itulah gak
semua balita sakit diberikan pelayanan MTBS, karena saya dek
kerjanya merangkap, saya di bagian gizi juga dek.
Subjek 4 (Ibu Gak ada dek, gaada petugas menjelaskan apa itu MTBS
balita)
Subjek 5 (Ibu Apa itu MTBS dek saya gak tahu, gaada tadi petugasnya ngasih
balita) tahu apa itu MTBS.
Subjek 6 (Ibu Saya gak tahu apa itu MTBS dek, asal saya bawa anak saya ke
balita) Puskesmas gapernah petugasnya memberitahu apa itu
pelayanan MTBS.
Subjek 7 (Ibu Tadi saya anak saya Cuma diperiksa saja dek gaada dikasi tahu
balita) saya apa itu MTBS.
Subjek 8 (Ibu Saya tadi pas bawa anak saya berobat gaada di kasi tahu sama
balita) petugasnya apa itu MTBS.
Subjek 5 (Ibu Ada dek saya diberi konseling, anak saya diperiksa
balita) dokter dikasih resep saya diberitahu cara pemberian
obat di rumah, kapan junjungan ulang, dan anjuran
pemberian makanan di rumah.
Subjek 6 (Ibu Saya tadi datang anak saya diperiksa sama dokternya,
balita) terus dikasih resep dan cara pemberian obat di rumah.
Subjek 3 Alurnya itu pasien datang ngisi daftar kunjungan dulu, disitu di
(Penanggung cek kelengkapan data nya terus ditanya siapa yang mau
jawab MTBS) berobat, setelah itu dikasih nomor antrian, selanjutnya si ibu di
arahkan keruangan pendaftaran dek ya siap itu nunggu lah dek
sampai nomornya di panggil, setelah itu masuk keruangan poli
umum, kemudian ditimbang berat badannya, tinggi badannya,
diberi vitamin, disini kita gaada formulir MTBS nya dek jadi
Puskesmas menggunakan formulir yang ada di Puskesmas ini
Ngantri dulu tadi dek, siap itu di panggil saya masuk, yah di
Subjek 5 (Ibu dalam anak saya di ditimbang dek, diukur tinggi badannya ya
balita) begitu la dek siap itu ditanya dokternya keluhannya, siap itu
saya dikasih resep sama dokternya, terus dikasih tahu cara
pemberian obatnnya, siap itu saya diarahkan keruang MTBS,
didalam saya kasih tahu kembali anjuran pemberian makan di
rumah, gaada tadi ngisi formulir MTBS, tadi saya dikasih cuma
kartu kunjungan saja yang dikasih dek.
Daftar dulu tadi dek,itu saya di kasih kartu kunjungan, siap itu
Subjek 6 (Ibu di panggil dokternya, di situ anak saya di periksa setelah itu
balita) saya dikasih resep sama dokter, itulah langsung saya ambil
obatnya, dikasih tahu dokternya juga tadi cara ngasih obatnya,
dikasih tahu anjuran pemberian makan dirumah, siap itu saya
pulang, kalau untuk formulir MTBS gaada tadi ngisi itu
petugasnya.
Apa itu formulir MTBS dek, gaada tadi petugasnya ngisi itu,
Subjek 7 (Ibu tadi saya datang mendaftar dulu dek, terus nunggu di panggil
balita lah dek sama dokternya. Setelah itu anak saya di periksa dek,
terus saya di kasih resep, dan dikasi tahu juga cara pemberian
obat sama dokternya, setelah itu saya diarahkan keruang MTBS
namanya.
Subjek 2 Dari kunjungan itu bisa monitoring dan dapat dilihat berapa
(Dokter terlibat kasus baru dan berapa kasus lama, kalau evaluasi kami lakukan
MTBS) itu waktu minilok yang dilakukan sebulan sekali.
Lampiran 7. Dokumentasi