Kerusakan JLN

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENELITIAN

ANALISIS KERUSAKAN PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE


PAVEMENT CONDITION INDEX(PCI)
(Studi Kasus : Pada Ruas Jalan Wadungasri - Waru, Kab. Sidoarjo)

Disusun Oleh :

DAVID KURNIAWAN

1431502860

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ditengah pesatnya pertumbuhan ekonomi saat ini juga diikuti dengan aktivitas masyarakat
yang semakin meningkat, tentunya harus ditunjang dengan peningkatan kualitas prasarana salah
satunya adalah jalan raya untuk menjaga keseimbangan tersebut.dengan terus berjalanya waktu ,
lapisan permukaan perkerasan jalan pasti akan mengalami penurunan kualitas diman hal tersebut
ditandai dengan adanya kerusakan pada permukaan perkerasan jalan, kerusakan yang terjadi juga
bervariasi antara satu titik dengan titik lainnya sehingga jika dibiarkan tanpa dilakaukan penaganan
maka dapat menambah kerusakan dari lapaisan perkerasan jalan yang akhirnya mengakibatkan
menurunyan tinkat keamanan dan kenyamanan jalan tersebut. Kerusakan jalan yang terjadi di
berbagai daerah saat ini merupakan permasalah yang sangat kompleks dan kerugian yang diderita
sungguh besar terutama bagi pengguna jalan, seperti terjadinya waktu tempuh yang lama, kemacetan,
kecelakaan lalu-lintas, dan lain-lain. Kerugian secara individu tersebut akan menjadi akumulasi
kerugian ekonomi global bagi daerah tersebut. meningkatnya kebutuhan masyarakat akan sarana
kendaraan angkut dan meningkatnya beban volume kendaraan yang melampaui batas kelas jalan
yang sudah direncanakan, merupakan beberapa faktor penyebab kerusakan perkerasan lentur jalan,
sebagaimana yang terjadi di ruas jalan Wadungasri.
Ruas jalan Wadungasri, dikategorikan jalan yang sangat ramai lalu lintasnya. Adanya
peningkatan volume lalu lintas pada ruas jalan tersebut dari tahun ketahun, mengakibatkan
menurunnya kemampuan jalan untuk menerima beban di atasnya. Hal ini dapat dilihat dari adanya
beberapa kerusakan seperti retak-retak, gelombang, ataupun aus pada jalan tersebut, sehingga tingkat
pelayanan dan kenyamanan bagi pemakai jalan menjadi menurun. Agar ruas jalan tersebut
mempunyai kemampuan pelayanan secara mantap, lancar, aman, nyaman dan berdaya guna, perlu
diadakan upaya perbaikan dengan cara penanganan kerusakan jalan yang ada. Dalam usaha
penanganan kerusakan jalan diperlukan suatu penelitian kondisi suatu jalan di lokasi tersebut untuk
mengetahui kondisi perkerasan.

1.2 Perumusan Masalah


Dengan adanya permasalahan yang terjadi diatas, penulis mendapatkan beberapa permasalahan
seperti di bawah ini :
1. Apa saja jenis-jenis kerusakan yang ada di ruas jalan Wadungasri ?
2. Berapa nilai rata-rata pavement condition index (PCI) jalan ruas jalan Wadungasri ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut
1. Mengetahui jenis kerusakan yang terjadi pada permukaan perkerasan di ruas jalan Wadungasri
menggunakan metode PCI.
2. Bagaimana nilai tingkat kerusakan pada ruas jalan wadungasri dengan menggunakan metode PCI.

1.4 Batasan Masalah


Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis memberi batasan permasalahan, agar arah pembahasan
masalah tidak keluar dari pokok bahasan. Yaitu sebagai berikut:
1. Objek penelitian di ruas jalan Wadungasri.
2. Penelitian ini hanya mengevaluasi kerusakan perkerasan lentur jalan dan tidak meninjau
sistem drainase.
3. Tidak merencanakan waktu penyelesaian proyek.

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1 Mengetahui tingkat kerusakan dan kelayakan struktur perkerasan jalan yang diteliti untuk
mengantisipasi penyelesaian masalah yang tepat.
2 Sebagai tambahan literatur bagi peneliti lain yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini.
3 Sebagai acuan dan pemeliharaan dan perencanaan perkerasan kedepan.
Sebagai acuan agar upaya penangananyang diambil tepat dan efisian

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalu lintas berulang yang berlebihan
(overloaded), panas/suhu udara,air dan hujan,serta mutu awal produk jalan yang jelek. Oleh sebab
itu disamping direncanakan secara tepat jalan harus dipelihara dengan baik agar dapat melayani
pertumbuhan lalulintas selama umur rencana. Pemeliharaan jalan rutin maupun berkala perlu
dilakukan untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan jalan bagi pengguna dan menjaga
daya tahan /keawetan sampai umur rencana. (Suwardo & Sugiharto, 2004).

2.2 Konstruksi Perkerasan


Silvia sukirman (1999) menyatakan bahwa berdasarkan peningkatnya bahan konstruksi
jalan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) adalah lapis perkerasan yang menggunakan
semen sebagai bahan ikat antar material. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul
dan meneruskan serta menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) adalah lapis perkerasan yang menggunakan
semen sebagai bahan ikat antar material pelat beton atau dengan tanpa tulangan diletakkan
atau diatas tanah dengan dasar atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas dilimpahkan
ke pelat beton,konstruksi ini jarang digunakan karena biaya yang cukup mahal.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement) adalah lapis perkerasan yang berupa
kombinasi antara perkerasan lentur dengan perkerasan kaku. Perkerasan lentur berada diatas
perkerasan kaku, atau kombinasi berupa perkerasan kaku diatas perkerasan lentur

2.3 Lapisan Perkerasan


Tanah dasar adalah bagian yang terpenting dari konstruksi jalan karena tanah dasar
inilah yang mendukung seluruh konstruksi jalan beserta muatan lalu lintas diatasnya. Tanah
dasar pulalah yang menentukan mahal atau tidaknya pembangunan jalan tersebut, karena
kekuatan tanah dasar menentukan tebal tipisnya lapisan perkerasan, yang berarti juga
menentukan mahal atau murahnya biaya pembangunan jalan tersebut.
2.3.1 Lapisan Permukaan (surface course).
Lapisan permukaan adalah lapisan yang paling atas yang berfungsi sebagai lapis perkerasan
penahan beban roda lapis kedap air, lapis aus dan lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah.jenis
lapisan permukaan yang umum di lakukan di Indonesia. adalah lapisan bersifat non structural dan bersifat
structural.
2.3.2 Lapisan Pondasi Atas (base course).
Lapisan pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan
lapisan permukaan yang berfungsi sebagai penahan gaya lintang dari beban roda, lapisan peresapan dan
bantalan terhadap lapisan permukaan.
2.3.3 Lapisan Pondasi Bawah (subbase course).
Lapisan pondasi bawah adalah lapisan perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi atas
dan tanah dasar. Fungsi lapisan pondasi bawah yaitu:

1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar
2. Efisiensi penggunaan material.
3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.
4. Lapis perkerasan.
5. Lapisan pertama agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
6. Lapisan untuk partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas.
2.3.4 Lapisan Tanah Dasar
Lapisan tanah dasar adalah tanah permukaan semula, permukaan tanah galian ataupun tanah
timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian bagian perkerasan
yang lain. Ditinjau dari muka tanah asli, maka tanah dasar dibedakan atas:
a. Lapisan tanah dasar berupa tanah galian.
b. Lapisan tanah dasar berupa tanah timbunan.
c. Lapisan tanah dasar berupa tanah asli.

Gambar 2.3 Jenis Tanah Dasar Ditinjau Dari Tanah Asli


(Sumber Bina Marga No.30/MN/B/1983)
2.4. Jenis Kerusakan Jalan
Menurut Shanin (1994). M.Y, PCI (Pavement Condition Index) adalah petunjuk penilaian untuk
kondisi perkerasan. Kerusakan jalan dapat dibedakan menjadi 19 kerusakan, yaitu sebagai berikut:

2.4.1 Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking)


Retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang persegi banyak (polygon) kecil menyerupaik
kulit buaya, dengan lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm. Retak ini disebabkan oleh kelelahan
akibat beban lalu lintas yang berulang-ulang.
Level :
L = Retak memanjang dengan bentuk garis tipis yang tidak saling berhubungan.
M = Pengembangan lebih lajut dari retak dengan kualitas ringan.
H = Retakan-retakan akan saling berhubungan membentuk pecahan-pecahan.
2.4.2 Kegemukan (Bleeding)
Hal ini juga akan membahayakan keselamatan lalulintas dijalan karena jalan akan menjadi licin
Cacat permukaan ini berupa terjadinya kosentrasi aspal pada suatu tempat tertentu dipermukaan jalan.
Bentuk fisik dari kerusakan ini didapati dendan terl;ihatnya lapisan tipis aspal (tanpa agregat) pada
permukaan perkerasan yang tinggi (terik matahari) atau pada lalulintas yang berat akan terlihat jejak bunga
ban kendaraan yang melewatinya..

Level :
L = Aspal meleleh dengan tingkat rendah dengan indikasi tidak lengket pada sepatu.
M = Lelehan semakin meluas dengan indikasi aspal menempel disepatu.
H = Lelehan semakin meluas dan mengkhawatirkan.

2.4.3 Retak Kotak-kotak (Block Cracking)


Sesuai dengan namanya, retak ini berbentuk blok atau kotak pada perkerasan jalan. Retak ini terjadi
umumnya pada lapisan tambahan (overlay), yang menggambarkan pola retakan perkerasan di bawahnya.
Ukuran blok umumnya lebih dari 200 mm x 200 mm.

Level :
L =Retak rambut yang membentuk kotak-kotak besar.
M =Pengembangan lebih lanjut dari retak rambut
H= Retak sudah membentuk bagian-bagian kotak dengan celah besar
2.4.4 Cekungan (Bumb and Sags)
Bendul kecil yang menonjol keatas, pemindahan pada lapisan perkerasan itu disebabkan perkerasan
tidak stabil. Bendul juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Bendul atau tonjolan yang dibawah PCC slab pada lapisan AC.
2. Lapisan aspal bergelombang (membentuk lapisan lensa cembung).
3. Perkerasan yang menjumbul keatas pada material disertai retakan
Level : L = Cekungan dengan lembah yang kecil.
M = Cekungan dengan lembah yang kecil yang disertai dengan retak.
H = Cekungan dengan lembah yang agak dalam disertai retakan dan celah yang agak lebar.
2.4.5 Keriting (Corrugation)
Kerusakan ini dikenal juga dengan istilah lain yaitu, Ripples. Bentuk kerusakan ini berupa
gelombang pada lapis permukaan, atau dapat dikatakan alur yang arahnya melintang jalan, dan sering
disebut juga dengan Plastic Movement. Kerusakan ini umumnya terjadi pada tempat berhentinya kendaraan,
akibat pengereman kendaraan.

Level :
L = Lembah dan bukit gelombang yang kecil
M = Gelombang dengan lembah gelombang yang agak dala
H = Cekungan dengan lembah yang agak dalam disertai dengan retakan dan celah yang agak lebar

2.4.6 Amblas (Depression)


Bentuk kerusakan yang terjadi ini berupa amblas atau turunnya permukaan lapisan permukaan perkerasan
pada lokasi lokasi tertentu (setempat) dengan atau tnpa retak. Kedalaman kerusakan ini umumnya lebih
dari 2 cm dan akan menampung dan meresapkan air.
Level :
L = Kedalaman 0,5-1 inch (13-25 mm).
M = Kedalaman 1-2 inch (25-50 mm).
H = Kedalaman >2 inch (>50 mm).

2.4.7 Retak Samping Jalan (Edge Cracking)


Retak pinggir adalah retak yang sejajar dengan jalur lalu lintas dan juga biasanya berukuran 1
sampai 2 kaki (0,3-0,6) sampai pinggir. Ini disebabkan oleh beban lalu lintas atau cuaca yang memperlemah
pondasiu atas maupun pondasi bawah yang dekat. dengan pinggir perkerasan. Diantara area retak pinggir
perkerasan juga disebabkan oleh tingkat kualitas tanah yang lunak dan kadang pondasi yang bergeser.
Level :
L = Retak yang tidak disertai perenggangan perkerasan.
M = Retak yang beberapa mempunyai celah yang agak lebar.
H = Retak dengan lepas perkerasan samping.
2.4.8 Retak Sambung (Joint Reflec Cracking)
Kerusakan ini umumnya terjadi pada perkerasan aspal yang telah dihamparkan di atas perkerasan
beton semen portland. Retak terjadi pada lapis tambahan (overlay) dalam perkerasan beton lama yang
berbeda di bawahnya. Pola retak dapat kearah memanjang, melintang, diagonal atau membentuk blok.
Level:
L= Retak dengan lebar 10 mm.
M= Retak dengan lebar 10 mm – 76 mm.
H= Retak dengan lebar >76 mm.

2.4.9 Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Dropp Off)


Bentuk kerusakan ini terjadi akibat terdapatnya beda ketinggian antara permukaan perkerasan
dengan permukaan bahu atau tanah sekitarnya, dimana permukaan bahu lebih renadah terhadap permukaan
perkerasan.
Level;
L = Turun sampai 1 – 2 inch (25 mm – 50 mm).
M = Turun sampai 2 – 4 inch (50 mm – 102 mm).
H = Turun sampai >4 inch (>102 inch).

2.4.10 Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal/Trasverse Cracking)


Jenis kerusakan ini terdiri dari macam kerusakan sesuai dengan namanya yaitu, retak memanjang
dan melintang pada perkerasan. Retak ini terjadi berjajar yang terdiri dari beberapa celah.
Level ;
L = Lebar retak <3/8 inch (10 mm).
M = Lebar retak 3/8 – 3 inch (10 mm – 76 mm).
H = Lebar retak >3 inch (76 mm).

2.4.11 Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching)


Tambalan adalah suatu bidang pada perkerasan dengan tujuan untuk mengembalikan perkerasan
yang rusak dengan material yang baru untuk memperbaiki perkerasan yang ada. Tambalan adalah
pertimbangan kerusakan diganti dengan bahan yang baru dan lebih bagus untuk perbaikan dari perkerasan
sebelumnya. Tambalan dilaksanakan pada seluruh atau beberapa keadaan yang rusak pada badan jalan
tersebut.
Level :
L = Luas 10 sqr ft (0,9 m2).
M = Luas 15 sqr ft (1,35 m2)
H = Luas 25 sqr ft (2,32 m2).

2.4.12 Pengausan Agregat (Polised Agregat)


Kerusakan ini disebabkan oleh penerapan lalu lintas yang berulang-ulang dimana agregat pada
perkerasan menjadi licin dan perekatan dengan permukaan roda pada tekstur perkerasan yang
mendistribusikannya tidak sempurna. Pada pengurangan kecepatan roda atau gaya pengereman, jumlah
pelepasan butiran dimana pemeriksaan masih menyatakan agregat itu dapat dipertahankan kekuatan
dibawah aspal, permukaan agregat yang licin. Kerusakaan ini dapat diindikasikan dimana pada nomor skid
resistence test adalah rendah.
Level:
L = Agregat masih menunjukan kekuatan.
M= Agregat sedikit mempunyai kekuatan.
H= Pengausan tanpa menunjukan kekuatan.

2.4.13 Lubang (Pothole)


Kerusakan ini berbentuk seperti mangkok yang dapat menampung dan meresapkan air pada
badan jalan. Kerusakan ini terkadang terjadi di dekat retakan, atau di daerah yang drainasenya kurang
baik (sehingga perkerasan tergenang oleh air).
Level :
L= Kedalaman 0,5 – 1 inch (12,5 mm – 25,4 mm)
M= Kedalaman 1 – 2 inch (25,4 mm – 50,8 mm)
H= Kedalaman >2 inch (>50,8 mm)
2.4.14 Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing)
Jalan rel atau persilangan rel dan jalan raya, kerusakan pada perpotongan rel adalah penurunan atau benjol
sekeliling atau diantara rel yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik bahan. Tidak bisanya menyatu
antara rel dengan lapisan perkerasan dan juga bisa disebabkan oleh lalu lintas yang melintasi antara rel
dan perkerasan.
Level :
L =Kedalaman 0,25 inch – 0,5 inch (6 mm – 13 mm).
M =Kedalaman 0,5 inch – 1 inch (13 mm – 25 mm).
H =Kedalaman >1 inch (>25 mm).
2.4.15 Alur (Rutting)
Istilah lain yang digunakan untuk menyebutkan jenis kerusakan ini adalah longitudinal ruts, atau
channel/rutting. Bentuk kerusakan ini terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan dan berbentuk alur.
Level :
L = kedalaman alur rata-rata 1 4 1 2 in (6-13 mm)
M = kedalaman alur rata-rata 1 2 1 in (13-25,5 mm)
H = kedalaman alur rata-rata > 1 in (25,4 mm)
2.4.16 Sungkur (Shoving)
Sungkur adalah perpindahan lapisan perkerasan pada bagian tertentu yang disebabkan oleh beban
lalu lintas. Beban lalu lintas akan mendorong berlawanan dengan perkerasan dan akan menghasilkan ombak
pada lapisan perkerasan. Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh aspal yang tidak stabil dan terangkat
ketika menerima beban dari kendaraan.
Level:
L =Sungkur hanya pada satu tempat.
M =Sungkur pada beberapa tempat.
H =Sungkur sudah hampir seluruh permukaan pada area tertentu.

2.4.17 Patah Slip (Slippage Cracking)


Patah slip adalah retak yang seperti bulan sabit atau setengah bulan yang disebabkan lapisan
perkerasan terdorong atau meluncur merusak bentuk lapisan perkerasan. Kerusakan ini biasanya
disebabkan oleh kekuatan dan pencampuran lapisan perkerasan yang rendah dan jelek.
Level:
L=Lebar retak <3/8 inch (10 mm).
M=Lebar retak 3/8 – 1,5 inch (10 mm – 38 mm).
H=Lebar retak >1,5 inch (>38 mm).

2.4.18 Mengembang Jembul (Swell)


Mengembang jembul mempunyai ciri menonjol keluar sepanjang lapisan perkerasan yang berangsur-
angsur mengombak kira-kira panjangnya 10 kaki (10 m). Mengembang jembul dapat disertai dengan
retak lapisan perkerasan dan biasanya disebabkan oleh perubahan cuaca atau tanah yang menjembul
keatas.
Level:
L = Perkerasan mengembang yang tidak selalu dapat terlihat oleh mata.
M = Perkerasan mengembang dengan adanya gelombang yang kecil.
H = Perkerasan mengembang dengan adanya gelombang besar.

2.4.19 Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)


Pelepasan butiran disebabkan lapisan perkerasan yang kehilangan aspal atau tar pengikat dan tercabutnya
partikel-partikel agregat. Kerusakan ini menunjukan salah satu pada aspal pengikat tidak kuat untuk
menahan gaya dorong roda kendaraan atau presentasi kualitas campuran jelek. Hal ini dapat disebabkan
oleh tipe lalu lintas tertentu, melemahnya aspal pengikat lapisan perkerasan dan tercabutnya agregat yang
sudah lemah karena terkena tumpahan minyak bahan bakar
Level:
L = Pelepasan butiran yang ditandai lapisan kelihatan agregat.
M = Pelepasan agregat dengan butiran-butiran yang lepas.
H = Pelepasan butiran dengan ditandai dengan agregat lepas dengan membentuk lubang-lubang kecil.
2.5. Faktor Penyebab Kerusakan
Menurut Silvia Sukirman (1999) Kerusakan-kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan dapat
disebabkan oleh:

1. Lalu lintas, dapat berupa peningkatan dan repetasi beban.


2. Air, yang dapat berupa air hujan, sistem drainase yang tidak baik, naiknya air akibat kapilaritas
3. Material konstruksi perkerasan, dalam hal ini disebabkan oleh sifat material itu sendiri atau dapat
pula disebabkan oleh sistem pengelolaan bahan yang tidak baik
4. Iklim, Indonesia beriklim tropis dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi, yang
merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan.
5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil, kemungkinan disebabkan oleh sistem pelaksanaan yang
kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah yang memang jelek.
6. Proses pemadatan lapisan diatas tanah yang kurang baik.

2.6. Pavement Condition Index (PCI)


Inspeksi visual permukaan perkerasan merupakan informasi yang sangat berguna karena dapat
digunakan untuk (Broken dan Somber, 2001):
1. Mengevaluasi kondisi perkerasan saat dilakukan inspeksi.
2. Menentukan prioritas pemeliharaan pemeliharaan dan kebutuhan rehabilitasi.
3. Mengestimasi kuantitas pemeliharaan.
4. Mengevaluasi kinerja cara pemeliharaan dan rehabilitasi yang berbeda.
Metode PCI memberikan informasi kondisi perkerasan hanya pada saaat survei dilakukan, tapi
tidak dapat memberikan gambaran prediksi di masa datang. Namun demikian, dengan dilakukan survei
kondisi secara periodik, informasi kondisi perkerasan dapat berguna untuk prediksi kinerja di masa dating,
selain juga dapat digunakan sebagai masukan pengukuran yang lebih detail.
Metode PCI sebaiknya tidak diaplikasikan untuk perkerasan beton bertulang kontinyu dan
perkerasan beton prategang. Indeks kondisi perkerasan atau PCI (pavement condition index) adalah
tingkatan dari kondisi permukaan perkerasan dan ukuranya yang ditinjau dari fungsi daya guna yang
mengacu pada kondisi dan kerusakan dipermukaan perkerasan yang terjadi.PCI ini merupakan indek
numeric karena dengan metode ini diperoleh data dan perkiraan kondisi yang akurat sesuai dengan kondisi
di lapangan. Tingkat PCI dituliskan dalam tingkat 0 - 100. Nilai 0 menunjukan perkerasan dalam kondisi
sangat rusak, dan nilai 100 menunjukan perkerasan sempurna. PCI ini didasarkan pada hasil survei kondisi
visual. Tipe kerusakan,tingkat keparahan kerusakan dan ukuranya didefinisikan saat kondisi survey
tersebut. PCI dikembangkan untuk memberikan indeks dari intregitas struktur perkerasan dan kondisi
operasional permukaanya. Informasi kerusakan yang diperoleh sebagai bagian dari survey kondisi PCI,
memberikan informasi sebab-sebab kerusakan dan apakah kerusakan terkait dengan beban atau iklim.
Dalam metode PCI tingkat keparahan kerusakan perkerasan merupakan fungsi dari 3 factor utama
yaitu:
1. Tipe kerusakan
2. Tingkat keparahan kerusakan
3. Jumlah atau kerapatan kerusakan
4. Menurut Shahin (1994) kondisi perkerasan jalan dibagi dalam beberapa tingkat seperti berikut:
5. -Sempurna (Exellent)
6. Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 85–100.
7.
-Sangat Baik (Very Good)
8. Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 70–85.
9.
-Baik (Good)
10. Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 55–70.
11. -Cukup (Fair)
12. Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 40–55
13.
-Jelek (Poor)
14. Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 25–40
15.
-Sangat Jelek (Very Poor)
16. Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 10–25.
17.
-Gagal (Failed)
18. Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 0–10.

Kondisi perkerasan seperti tersebut diatas digunakan untuk semua jenis kerusakan. Dalam
penelitian ini kerusakan jalan dapat dibagi menjadi 19 macam kerusakan dan dalam setiap macam
kerusakan dibagi lagi menjadi 3 tingkat kerusakan, yaitu:

L = Rusak ringan
M = Rusak sedang
H = Rusak parah

1. Retak kulit Buaya (Alligator Cracking)


2. Kegemukan (Bleeding)
3. Retak Kotak-kotak (Block Cracking)
4. Cekungan (Bumbs and Sags)
5. Keriting (Corrugations)
6. Amblas (Depression)
7. Retak samping jalan (Edge Cracking)
8. Retak Sambung (Joint Reflection Cracking)
9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Drop Off)
10. Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal/Transverse Cracking)
11. Tambalan (Patching and Utility cut Patching)
12. Pengausan Agregat (Polished Aggregate)
13. Lubang (Potholes)
14. Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing)
15. Alur (Rutting)
16. Sungkur (Shoving)
17. Patah Slip (Slippage Cracking)
18. Mengembang Jembul (Swell)
19. Pelepasan Butiran (Weathering and Raveling)

2.7. Penentuan Sampel Unit


Panjang luas jalan yang akan disurvey dibagi menjadi beberapa segmen (N). Selanjutnya panjang ruas
jalan yang akan di survey diplotkan pada grafik sampel unit, dan diperoleh jumlah sampel unit
minimum (n). Setelah jumlah sampel unit didapatkan, kemudian langkah selanjutnya adalah membagi
jumlah segmen dengan jumlah sampel unit untuk menentukan interfal sampel unit.
Rumus menentukan interfal sampel unit: Interfal sampel unit = N/n ………………………...(2.1)
2.8. Rumus Menentukan Pavement Condition Index (PCI).
Setelah selesai melakukan survey, data yang diperoleh kemudian dihitung luas dan persentase
kerusakannya sesuai dengan tingkat dan jenis kerusakannya. Langkah berikutnya adalah menghitung nilai
PCI untuk tiap-tiap sampel unit dari ruas-ruas jalan, berikut ini akan disajikan cara penentuan nilai PCI:
1. Mencari Presentase Kerusakan (Density)

Density adalah presentase luas kerusakan terhadap luas sampel unit yang ditinjau, density diperoleh dengan
cara membagi luas kerusakan dengan luas sampel unit.
Rumus mencari nilai kerapatan (Density):
𝑨𝒅
Kerapatan (density) (%) = 𝑨𝒔
x100…………………(2.2)
Atau
𝑳𝒅
Kerapatan (Density) (%) = x100………………….(2.3)
𝑨𝒔
Dimana:
Ad = Luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m²).
Ld = Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m).
As = Luas total unit segmen (m²).
2. Menentukan Deduct Value
Setelah nilai density diperoleh, kemudian masing-masing jenis kerusakan diplotkan ke grafik sesuai degan
tingkat kerusakannya untuk mencari nilai deduct value.
3. Mencari Nilai q
Syarat untuk mencari nilai q adalah nilai deduct value lebih besar dari 2 dengan menggunakan interasi.
Nilai deduct value diurutkan dari yang besar sampai yang kecil. . Sebelumnya dilakukan pengecekan nilai
deduct value dengan rumus:
Mi = 1+ ( 9/98 )*( 100 – HDVi )……………..(2.4)
Dimana:
Mi = Nilai koreksi untuk (deduct value).
HDVi = Nilai tersebar deduct value dalam satu sampel unit
Jika semua nilai deduct value lebih besar dari nilai Mi maka dilakukan pengurangan terhadap nilai
deduct value dengan nilai Mi tapi jika nilai deduct value lebih kecil dari nilai Mi maka tidak dilakukan
pengurangan terhadap nilai deduct value tersebut.
4. Mencari Nilai CDV
Nilai CDV dapat dicari setelah nilai q diketahui dengan cara menjumlah nilai deduct value selanjutnya
mengeplotkan jumlah deduct value tadi pada grafik CDV sesuai dengan nilai q.
Grafik CDV dapat dilihat pada gambar 2.23
Gambar 2.23 Grafik CDV
(Sumber: Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994)

5. Menentukan Nilai PCI


Setelah nilai CDV diketahui maka dapat ditentukan nilai PCI dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
PCIs = 100 – CDV…………………………………(2.5)
Setelah nilai PCI diketahui, selanjutnya dapat ditentukan rating dari sampel unit yang ditinjau
dengan mengeplotkan grafik. Sedang untuk menghitung nilai PCI secara keseluruhan dalam satu ruas jalan
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(N − A)x PCI + A x PCI a


PCIs = r …………………….(2.6)

N
Dimana:

PCIs = Nilai PCI dalam satu ruas jalan


PCIr = Nilai PCI rata-rata sampel unit dalam satu ruas jalan
PCIa = Nilai PCI rata-rata dalam sampel unit tambahan
N = Jumlah sampel unit yang di survey
A = Jumlah sampel unit tambahan yang di survey

2.9. Penanganan Kerusakan Jalan


Penanganan konstruksi perkerasan permukaan jalan meliputi pemeliharaan, penunjang dan
peningkatan ataupun rehabilitasi dapat dilakukan dengan baik setelah kerusakan kerusakan yang timbul
pada perkerasan tersebut dievaluasIi mengenai penyebab akibat dan tingkat dari kerusakan tersebut.sesuai
dengan wewenangnya, jalan nasional merupakan jalan yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah
Tingkat I, atau pejabat/instansi yang ditunjuk imtuk melaksanakan pembinaan jalan nasional.
2.10. Penilaian Kondisi Perkerasan
Survey kondisi permukaan jalan dilakukan secara visual dengan cara melihat sepanjang jalan. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan survey adalah sebagai berikut:
 Kekasaran Permukaan (Surface Texture)
 Lubang-lubang (Pot Holes)
 Tambalan (Patching)
 Retak-retak (Cracking)
 Alur (Ruting)
 Amblas (Depression)
Urutan Prioritas 0 – 3
Jalan-jalan yang terletak pada urutan prioritas ini dimasukkan ke dalam program peningkatan.
Urutan Prioritas 4 – 6
Jalan-jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukkan ke dalam program Pemeliharaan Berkala.
Urutan Prioritas 7
Jalan-jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukan kedalam pemeliharaan rutin.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rencana Bagan Alir Penelitian
Secara garis besar, prosedur atau langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam menganalisa
kerusakan jalan tersebut melalui proses yang tergambar dalam bagan alir (flow chart) sebagai berikut:

Gambar 3.1 flow chart


3.1.1 Lokasi dan Waktu
Pelaksanaan penelitan dilakukan pada perkerasan lentur di jalan wadungasri kecamatan waru
kabupaten sidoarjo propinsi Jawa timur.

Penelitian dilakukan langsung dan pengambilan data direncanakan selamaa kurang lebih 2 minggu
guna untuk mengidentifikasi jenis dan tingkat kerusakan yang terjadi di ruas jalan Wadungasri Waru
Sidoarjo.

Gambar 3.2 Lokasi penelitian


(Sumber :Google earth)

3.1.2 Alat-Alat Yang Digunakan


Pelaksanaan penelitian memerlukan berbagai alat yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan
tingkat kerusakan yang terjadi:

a. Meteran untuk mengukur panjang dan luas kerusakan serta panjang persegmen penelitian.
b. Penggaris untuk mengukur kedalaman, kerusakan alur, lubang amblas, dsb.
c. Form survai, untuk data hasil survei penelitian kondisi jalan.
d. Cat semprot, untuk menulis setiap satuan setasiun.
e. Kamera, untuk menggambil foto dokumentasi.
f. Manual kerusakan PCI

3.1.3 Studi Literatur


Tujuan dari setudi literature ini adalah untuk mempelajari konsep-konsep dan rumusan-rumusan
yang akan dijadikan pedoman atau dasar dalam penelitian ini sehingga dapat menentukan jawaban
sementara dari masalah yang terjadi.

3.1.4 Pengumpulan Data


Pengumpulan data dengan observasi langsung atau pengamatan langsung adalah cara pengambilan
data yang menggunakan mata visual tanpa bantuan alat standar lain untuk keperluan penelitian tersebut.ada
juga data yang dikumpulkan dari data yang sudah ada sebelumnya, misalnya dari instansi-instansi terkait.
 Data Primer
Data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan peneliti atau petugas-petugasnya dari sumber
pertama, diamati, diteliti dan dicatat pertama kali oleh peneliti itu sendiri. Pada penelitian ini ada
data primer yang akan diambil adalah:
- Jenis-jenis kerusakan yang terjadi
- Luas kerusakan pertitik kerusakan
- Luas kerusakan
- Tingkat kerusakan
- Kerapatan kerusakan
- Data lingkungan sekitar
- Foto-foto dokumentasi
 Data Sekunder
Data sekunder lazimnya telah tersusun dalam bentuk dokumen atau juga berupa laporan penelitian
orang lain yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahanya. Data sekunder yang dapat diambil
berupa:
- Tinjauan literatur

3.2 Pengolahan Data


Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengidentifikasi jenis dan tingkat kerusakan jalan yang terjadi
pada permukaaan jalan guna untuk suatu nilai PCI yang selanjutnya akan akan digunakan untuk melakukan
urutan prioritas perbaikan kerusakan jalan yang terjadi.

3.3 Analisis Data


Lanngkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data untuk menentukan nilai PCI jalan
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Menghitung density yang mrupakan persentase luasan kerusakan terhadap luasan unit penelitian.
b. Menghitung nilai pengurangan (deduct value).
c. Menghitung nilai total pengurangan (total deduct value/ TDV) untuk masing-masing unit
penelitian.
d. Menghitung nilai koreksi nilai pengurangan (corrected deduct value / CDV) untuk masing-masing
unit penelitian.
e. Menghitung nilai pavemen condition index (PCI) untuk masing-masing unit penelitian.
f. Menghitung nilai rata-rata PCI dari semua unit penelitian pada suatu jalan yang diteliti untuk
mendapatkan nilai PCI dari jalan..
g. Menentukan kondisi perkerasan jalan dengan menggunakan PCI.

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Penilaian Kondisi Perkerasan

Penilaian kondisi perkerasan di lapangan dilaksanakan dengan melakukankegiatan survei langsung


secara visual pada ruas jalan yang ditinjau yaitu pada jalan Jl.raya wadungasri waru Sidoarjo. 0+000 s/d
km. 2+000. Ruas jalan yang disurvei yaitu sepanjang 2 kilometer dan dibagi dalam unit-unit sampel dimana
1 unit sampel memiliki ukuran 5 m x 50 m sehingga terdapat 40 unit sampel yang disurvei. Adapun bentuk
penampang melintang jalan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Sketsa Penampang Melintang Jalan Yang Ditinjau


4.2 Data Hasil Kegiatan Survei Lapangan

Berdasarkan hasil pengamatan secara virtual yang telah dilakukan dilapangan maka diperoleh jenis-
jenis kerusakan yang terjadi beserta dimensi kerusakan yang terdiri dari panjang kerusakan, lebar
kerusakan dan celah /kedalaman kerusakan yang mana data-data tersebut bisa digunakan untuk
menentukan tingkat keparahan kerusakan jalan. Jenis dan dimensi kerusakan yang telah diperoleh
tersebutdimasukan kedalam table catatan kondisi kerusakan jalan yang berguna untuk memudahkan
saat memasukan data-data kerusakan jalan kedalam table perhitungan nilai PCI nantinya. Adapun data
kerusakan yang telah diperoleh dan dimasukan kedalam tabel catatan kerusakan. untuk contoh tabel
catatan kerusakan perkerasan jalan diantaranya seperti yang ditunjukan pada table 4.1.

Table 4.1 Cacatan kondisi kerusakan pada permukaan perkerasan jalan berdasarkan hasil survei
lapangan.

Survey Pemeliharaan Jalan


Inventarisasi Kerusakan Jalan
Ruas Jalan Wadungasri-Waru Kab. Sidorajo

Panjang : 2000 m Cuaca : Cerah


Lebar : 5 m

Posisi Ukuran
Tingkat
STA/ d atau c
kr kn kerusakan p(m) l(m) A(m²) Keteranagn
KM (m)
0+010 - L 1 1,5 - 1,5 Tambalan
0+017 - L 1,2 0,7 0,02 0,84 Amblas
0+024 - L 8,2 0,45 0,01 3,69 R.Memanjang
0+037 - L 3,8 0,45 0,01 1,71 R.Memanjang
0+039 - M 5 0,3 0.4 1,3 Permukaan turun
0+060 - L 7 0,10 0.01 0,7 R.Memanjang
0+068 - L 3,1 2 0.025 6,2 Gelombang
0+085 - L 4,2 1.5 0,01 6,3 R.Memanjang
0+111 - L 2,2 0,50 - 1,1 Tambalan
0+127 - L 1,7 0,65 0,045 1,105 R.Kulit buaya
0+129 - L 2,5 0,98 0,025 2,45 R.Memanjang
0+135 - M 3,4 1,25 0,030 4,25 Gelombang
0+170 - L 2,7 0,25 0,01 0,675 R.Memanjang
0+225 - L 4,5 0,75 0,01 3,375 Gelombang
0+231 - L 2 1 - 2 Tambalan
0+280 - L 9,2 1,5 - 13,8 Tambalan
0+394 - L 3 0,5 0.025 1,5 R.Memanjang
0+422 - L 1,5 1,5 - 2,25 Tambalan
0+445 - M 8,3 1,4 0,02 11,62 Gelombang
0+447 - L 2,5 3,4 8,5 Tambalan
0+512 - M 0,8 0,5 0,025 0,4 Lubang
0+671 - L 1,4 1 1,4 Tambalan
0+684 - L 3 2,5 0,01 7,5 R.Kulit buaya
0+991 - L 5 2,2 0,01 11 Gelombang
1+010 - L 15 0,90 0,4 13,5 P.Turun
1+025 - L 9 1,2 10,8 Tambalan
1+057 - M 0,8 0,24 0,025 0,19 Lubang
1+084 - L 14 0,40 0,025 5,6 R.Memanjang
1+112 - L 4,5 0,5 2,25 Tambalan
1+175 L 0,7 0,70 0,025 0,49 Lubang
1+200 - L 3,2 2 0,1 6,4 R.Kulit buaya
1+207 - L 0,5 0,6 0,025 0,3 Lubang
1+211 - L 0,2 0,5 0,025 0,1 Lubang
1+275 - L 5,4 5,7 0,4 30,7 P.Turun
1+313 - L 15 2,3 0,4 34,5 P.Turun
1+475 - L 8,3 0,70 0,020 5,51 R.Kulit buaya
1+555 - L 2,8 1,5 4,2 Tambalan
1+675 - L 5,5 0,5 0,04 2,75 R.Memanjang
1+680 - L 1,5 1 1,5 Tambalan
1+775 - L 2 2 4 Tambalan
1+779 - L 7 1,5 10,5 Tambalan
1+850 - L 5 0,3 0,025 1,5 R.Kulit buaya
1+864 - L 3,2 1,3 0,01 4,16 Gelombang
1+873 - L 3 0,7 0,01 2,1 R.Memanjang
1+892 - L 3,3 0,5 0,025 1,65 Gelombang
1+991 - L 2 0,2 0,010 0,4 R.Kulit buaya
Keterangan
p = panjang kr = kiri
l = lebar kn = kanan
d = kedalaman
c = celah
A= luasan (hasil penjumlahan panjang (m) dan lebar (m)
Sumber: Hasil Penelitian
a. Untuk mencari tingkat kerusakan adalah dengan melakukan survei pada daerah yang mengalami
kerusakan dengan level/tingkatan untuk L(low), M(medium), H(high) berdasarkan nilai atau
tingkat kerusakan dan jenis kerusakan. Contoh pada STA 0+017 terdapat jenis kerusakan pada
amblas dengan level P(panjang)=1,2 dan L(lebar)=0,7 dan kedalaman 20mm.berada pada level
L(low) karena kedalaman 0,5-1 inch (13-25mm).untuk selanjutnya dapat dilihat pada bab 2 pada
tugas akhir ini
b. Nilai untuk P(panjang) berdasarkan hasil survei dilapangan dengan mengukur panjang kerusakan
pada jenis kerusakan yang terjadi
c. Nilai untuk L(lebar) berdasarkan hasil survei dilapangan dengan mengukur lebar kerusakan pada
jenis kerusakan yang terjadi
d. Nilai untuk D atau C(kedalaman atau celah) berdasarkan hasil survei dilapangan dengan
mengukur kedalaman kerusakan pada jenis kerusakan yang terjadi
e. Untuk mencari nilai A(luasan) dengan cara mengalikan panjang dan lebar dengan satauan
M²(meter persegi)
4.2 Perhitungan dan Luasan Kerusakan

Berdasarkan hasil pengamatan secar virtual dilapangan yang telah dilakukan tersebut,maka
diketahui bahwa pada ruas jalan wadungasri km 0+000 – 2+000 terdapat 7 jenis kerusakan yang terjadi
pada permukaan perkerasan jalan.adapun hasil rekapitulasi jenis, luasan, panjang dan jumalah kejadian
kerusakan yang terjadi dapat dilihat pada table 4.2 seperti yang ditunjukan dibawah ini.

Table 4.2 Hasil penjumlahan luasan (m) untuk semua jenis-jenis kerusakan pada permukaan perkerasan
yang terjadi dapat dilihat pada tabel 4.1.

Total Jumlah Luasan


No (m) pada jenis
Jenis Kerusakan Keterangan
Kejadian Kerusakan
1. Retak kulit buaya 22,415 (m²)
(1,105)+(7,5)+(6,4)+(5,51)+(1,5)+(0,4)
2. Permukaan turun 80 (m²)
(1,3)+(13,5)+(30,7)+(34,5)
3. Gelombang 42,225 (m²)
(6,2)+(4,25)+(3,375)+(11,62)+(11)+(4,16)
+(1,65)
4. Amblas 0,84 (m²)
(0,84)
5. R .memanjang/melintang 27,475 (m)
(3,69)+(1,71)+(0,7)+(6,3)+(2,45)+(0,675)+
(1,5)+(5,6)+(2,75)+(2,1)
6. Tambalan 63,8 (m²)
(1<%)+(1,1)+(2)+(13,8)+(8,5)+(1,4)+(10,8)
+(2,25)+(4,2)+(1,5)+(4)+(10,5)
7. Lubang 5 J .kejadian
Sumber: Hasil Penelitian
4.3. Perhitungan Berdasarkan Metode PCI

Setelah diketahui dimensi-dimensi kerusakan yang ada dilapangan seperti yang telah ditunjukan
pada table 4.1 mengenai catatan kerusakan, maka selanjutnya dimensi kerusakan tersebut yang berupa
luasan maupun panjang dimasukan kedalam table perhitungan PCI, misal untuk km 0+050 – 0+100 dapat
dilihat pada tabel 4.3 dan untuk hasil masing-masing sampel unit selengkapnya bisa dilihat dalam lampiran
2 yang terdapat pada tugas akhir ini.

Tabel 4.3 Tabel Perhitungan yang Digunakan Pada Metode PCI

PERMUKAAAN JALAN ASPAL SKETSA:


DAN AREA PARKIR 5m
DATA SURVEI KONDISI UNTUK
UNIT SAMPEL 50 m
1.Retak kulit buaya (m²) 11.Tambalan (m²)
2.Kegemukan (m²) 12.Agregat licin (m²)
3.Retak blok (m²) 13.Lubang (count)
4.Permukan turun (m) 14.Persilangan jalur rel (m²)
5.Bergelombang (m²) 15.Alur (m²)
6.Amblas (m²) 16.Sungkur (m²)
7.Retak pinggir (m) 17.Retak slip (m²)
8.Retak sambungan (m) 18.Mengembang (m²)
9.Bahu turun (m) 19.Pelapukan dan butiran lepas (m²)
10.R.Memanjang/melintang (m)
STA/ Kerusakan/ Kerapatan Nilai
Kuantitas Total
KM Keparahan (%) DV
11L 1 1 0,4 0
6L 1,2 1,2 0,48 5
0+000 10L 8,2 3,8 12 4,8 5
s/d
0+050 4M 5 5 2 18

10L 7 4,2 11,2 4,48 4


0+050 5L 3,1 3,1 1,24 3
s/d
0+100

11L 2,2 2,2 0,88 0


0+100 1L 1,7 1,7 0,68 4
s/d 10L 2,5 2,5 1 0
0+150 5M 3,4 3,4 1,36 17

Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1


Sumber: Hasil Perhitungan
4.3 Menentukan Nilai Pengurang DV (Deduct Value)

Untuk menentukan nilai pengurang (Deduct Value) maka dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-
langkah seperti yang ditunjukan dibawah ini:
1. Menjumlahkan setiap tipe kerusakan dan tingkat keparahannya pada kolom “Total” dalam formulir
perhitungan. Contoh Pada Tabel 4.2 ditunjukkan bahwa terdapat kerusakan tambalan dengan
tingkat keparahan “ringan” (Low,L) ditulis 11L.Dan untuk mencari kuantitas jika terdapat 2
masukkan untuk tipe kerusakan, maka kedua nilai tersebut dijumlahkan sehingga panjang total
diketahui kerusakannya.Satuan kerusakan bisa berupa meter panjang (m), meter persegi (m2), atau
angka kejadian tergantung pada tipe kerusakannya. Pada km. 0+000 s/d 0+050 nilai total kerusakan
tiap masing-masing jenis kerusakan adalah sebagai berikut :

a. Tambalan (11L) =1m


b. Amblas (6L) = 1,2 m
c. Retak memanjang (10L) = 8,2+3,8 = 12 m
d. Permukaan turun (4M) =5m

2. Mencari nilai kerapatan kerusakan (Density) dengan cara membagi nilai total dari kuantitas
kerusakan tiap masing-masing jenis kerusakan dengan luasan total dari unit sampel lalu dikalikan
dengan angka 100 untuk memperoleh nilai kerapatan tiap jenis kerusakan. Contoh pada Tabel 4.2,
dalam kolom “Kerapatan %” pada jenis kerusakan permukaan turun dengan kode kerusakan 11L,
panjang total kerusakan adalah 1 m dan luas unit sampel adalah 250 m2 ( 5 m x 50 m = 250 m2).
Maka nilai kerapatan (Density) kerusakan = (1/250) x 100% = 0,4%. Pada km. 0+000 s/d 0+050
nilai kerapatan (Density) kerusakan tiap masing-masing jenis kerusakan adalah sebagai berikut :
1
a.Tambalan (11) = 250 𝑥100% = 0,4%

1,2
b.Amblas (6L) = 250 𝑥100% = 0,48%

12
c.Retak memajang (10L) = 250 𝑥100% = 4,8%

5
d.Permukaan turun (4M)=250 𝑥100% = 2%

3. Menentukan nilai pengurang DV (Deduct Value) untuk setiap jenis tipe kerusakan dengan tingkat
keparahan masing-masing berdasarkan kurva nilai pengurang kerusakan. Adapun cara untuk
menentukan nilai pengurang tersebut adalah dengan memasukkan nilai persentase dari kerapatan
kerusakan tiap masing-masing jenis kerusakan kedalam kurva nilai pengurangnya masing-masing,
lalu menarik garis ke arah vertikal sampai memotong garis tingkat kerusakan (Low, Medium,
High). Setelah itu menarik garis yang telah memotong sumbu tingkat kerusakan tersebut ke arah
horizontal sehingga didapatkan nilai pengurang DV (Deduct Value), setelah itu nilai tersebut
dimasukkan kedalam kolom “Nilai DV”. Adapun nilai pengurang DV pada masing-masing jenis
kerusakan yang terjadi pada km. 0+000 s/d 0+050 adalah dapat dilihat pada Gambar 4.2 s/d Gambar
4.5 sebagai berikut :
a. Tambalan (11L)
Aspal 11
11

Gambar 4.2 Nilai pengurangan DV (deduct value) untuk kerusakan tambalan


Sumber: Shahin (2005)
b. Amblas
Aspal 6

Gambar 4.3 Nilai pengurangan DV (deduct value) untuk kerusakan amblas


Sumber: Shahin (2005)
a. Retak memanjang (10)

Aspal 10

Gambar 4.4 Nilai pengurangan DV (deduct value) untuk kerusakan R.memanjan


Sumber: Shahin (2005)
d. Permukaan turun

Gambar 4.5 Nilai pengurangan DV (deduct value) untuk kerusakan tambalan


Sumber: Shahin (2005)

4.4 Menentukan Jumlah Pengurang Ijin (m) dan Nilai CDV


Untuk menentukan jumlah pengurang ijin (m) dan nilai CDV (Corrected Deduct Value) dapat
dilihat pada langkah-langkah berikut:
1. Menyusun nilai pengurang DV menjadi susunan nilai yang menurun dari nilai yang tertinggi sampai
nilai yang terendah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.4 :
Tabel 4.4 Perhitungan yang digunakan pada metode PCI

STA/
KM No. Nilai Pengurang (Deduct Value) TDV q CDV
# 18 5 5 0
1. 18 5 5 0 28 4 11
2. 18 5 2 0 25 3 15
0+000 -0+050

3. 18 2 2 0 22 2 16
4. 18 2 2 0 22 1 22

m = 1 + (9/98) x (100 - 18) = 8.52 > 4


Diambil Sempurna
PCI = 100 - 22 = 88
CDV (excellent)
Tertinggi
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2
Sumber : hasil perhitungan

2. Menentukan jumlah pengurang ijin (m) dengan menggunakan persamaan m = 1 + (9/98) x (100 - HDV),
dimana HDV adalah nilai DV yang tertinggi yaitu adalah 18 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.4,
sehingga nilai m yaitu:
m = 1 + (9/98) x (100 - 18) = 8,52 > 4 (4 adalah jumlah data nilai pengurang DV).
3. Mengurangkan Jumlah data dari nilai pengurang sampai jumlahnya m, jika jumlah data kurang dari m,
maka keseluruhan nilai dari jumlah data tersebut dapat dipakai. Contoh pada km. 0+000 s/d 0+050
seperti yang ditunjukan pada Tabel 4.4, semua nilai DV yang berjumlah 4 angka harus digunakan karena
jumlah ini kurang dari 8,52 (m = 8,52, sedangkan jumlah data nilai DV = 4).
4. Menentukan nilai pengurang DV yang nilainya lebih besar dari 2. Contoh seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 4.4 terdapat 4 nilai DV yang lebih besar dari 2 yaitu 18, 5, 5, 0. Jadi q = 4, dengan q adalah nilai-
nilai DV yang lebih besar dari 2 lalu nilai tersebut dimasukkan kedalam kolom ”q” pada tabel.
5. Menentukan nilai pengurang total TDV (Total Deduct Value) dengan menjumlahkan seluruh nilai
pengurang DV. Pada contoh dalam Tabel 4.4, nilai pengurang total, TDV = 18 + 5 + 5 + 0 = 28.
6. Melakukan iterasi sampai mendapatkan nilai q = 1, dengan cara mengurangi nilai- nilai pengurang DV
yang nilainya lebih besar dari 2 menjadi 2. Untuk mendapatkan nilai q = 1 (yaitu saat TDV = CDV) maka
langkah 4 dan 5 harus diulangi.
7. Menentukan nilai pengurang terkoreksi CDV (Corrected Deduct Value) dengan menggunakan kurva
hubungan antara nilai TDV dan nilai q dengan cara memasukkan nilai TDV kedalam kurva lalu menarik
garis kearah vertikal sampai memotong garis nilai q, setelah itu menarik lagi garis kearah horizontal
hingga didapatkan nilai CDV lalu nilai tersebut dimasukkan kedalam kolom “CDV” pada Tabel 4.4.
Adapun nilai pengurang CDV masing-masing hasil iterasi pada km. 0+000 s/d 0+050 adalah dapat dilihat
pada Gambar 4.8 s/d Gambar 4.12 sebagai berikut:
8. Jika masing-masing nilai CDV telah didapatkan, maka nilai CDV yang tertinggi digunakan sebagai
pengurang untuk mendapatkan nilai PCI. Contoh pada Tabel 4.4 untuk unit sampel nomor 1 yaitu km.
0+000 s/d 0+050 diketahui nilai CDV tertinggi yaitu 22, maka nilai tersebut digunakan sebagai nilai
pengurang untuk mendapatkan nilai PCI unit sampel.
9. Nilai pengurang DV yang dipakai adalah nilai yang lebih besar dari 2, jika hanya ada 1 nilai pengurang
DV (atau tidak ada) maka nilai pengurang total TDV digunakan sebagai nilai pengurang. Jika ada lebih
dari satu nilai pengurang, maka langkah- langkah yang telah dijelaskan sebelumnya harus
diikuti agar bisa didapatkan nilai maksimum CDV.

a. TDV = 28; q = 4

Gambar 4.6 Nilai CDV (Corrected Deduct Value) 1

b. TDV = 25 ; q =3

Gambar 4.7 Nilai CDV (Corrected Deduct Value) 2


c. TDV = 22 : q =2

Gambar 4.8 Nilai CDV (Corrected Deduct Value) 3

d. TDV = 22 : q =1

Gambar 4.9 Nilai CDV (Corrected Deduct Value) 4

4.5 Menentukan Nilai Kondisi Perkerasan


Nilai kondisi perkerasan atau nilai PCI (Pavement Condition Index) didapatkan dengan rumus PCIs
= 100 – CDV, dimana CDV adalah nilai pengurang terkoreksi maksimum. Contoh seperti yang telah
ditunjukkan pada Tabel 4.4, nilai CDV maksimum diperoleh 22. Sehingga nilai PCIs = 100 – 22 = 78 (untuk
unit sampel 2 km. 0+000 s/d 0+050), nilai kondisi perkerasan tersebut masuk dalam kategori sempurna
(excelent).

4.6 Rekapitulasi Nilai Kondisi Perkerasan


Berdasarkan hasil analisa perhitungan yang telah dilakukan dan diuraikan pada sub-bab
sebelumnya, maka didapatkan nilai PCI masing-masing unit sampel adalah seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 4.5 dibawah ini:

Tabel 4.5 Rekapitulasi Nilai PCI Masing-Masing Sampel Unit Secara Keseluruhan

No.
Unit STA/KM Nilai PCI Keterangan
1 0+000 - 0+050 78 Sangat baik (very good)
2 0+050 - 0+100 96 Sempurna (excellent)
3 0+100 - 0+150 81 Sangat baik (very good)
4 0+150 - 0+200 100 Sempurna (excellent)
5 0+200 - 0+250 97 Sempurna (excellent)
6 0+250 - 0+300 92 Sempurna (excellent)
7 0+300 - 0+350 100 Sempurna (excellent)
8 0+350 - 0+400 100 Sempurna (excellent)
9 0+400 - 0+450 72 Sangat baik (very good)
10 0+450 - 0+500 99 Sempurna (excellent)
11 0+500 - 0+550 85 Sempurna (excellent)
12 0+550 - 0+600 100 Sempurna (excellent)
13 0+600 - 0+650 100 Sempurna (excellent)
14 0+650 - 0+700 89 Sempurna (excellent)
15 0+700 - 0+750 100 Sempurna (excellent)
16 0+750 - 0+800 100 Sempurna (excellent)
17 0+800 - 0+850 100 Sempurna (excellent)
18 0+850 - 0+900 100 Sempurna (excellent)
19 0+900 - 0+950 100 Sempurna (excellent)
20 0+950 - 1+000 96 Sempurna (excellent)
21 1+000 - 1+050 87 Sempurna (excellent)
22 1+050 - 1+100 84 Sangat baik (very good)
23 1+100 - 1+150 96 Sempurna (excellent)
24 1+150 - 1+200 86,5 Sempurna (excellent)
25 1+200 - 1+250 92 Sempurna (excellent)
26 1+250 - 1+300 94 Sempurna (excellent)
27 1+300 - 1+350 88 Sempurna (excellent)
28 1+350 - 1+400 100 Sempurna (excellent)
29 1+400 - 1+450 100 Sempurna (excellent)
30 1+450 - 1+500 75 Sangat baik (very good)
31 1+500 - 1+550 100 Sempurna (excellent)
32 1+550 - 1+600 96 Sempurna (excellent)
33 1+600 - 1+650 100 Sempurna (excellent)
34 1+650 - 1+700 91 Sempurna (excellent)
35 1+700 - 1+750 100 Sempurna (excellent)
36 1+750 - 1+800 91 Sempurna (excellent)
37 1+800 - 1+850 84 Sangat baik (very good)
38 1+850 - 1+900 100 Sempurna (excellent)
39 1+900 - 1+950 90 Sempurna (excellent)
3639,5/39
Nilai rata-rata PCI (Σ Total) Sempurna (excellent)
93,3
Sumber: Hasil Perhitungan

Berdasarkan hasil tersebut, didapatkan nilai PCI secara keseluruhan pada jalan Raya Wadungasri
Waru Sidoarjo km. 0+000 s/d km. 2+000 adalah sebagai berikut :
PCIf = Σ PCIs / N
PCIf = Σ 3639,5 / 39 = 93,3

PCIf = 93,3 Sempurna (excellent)

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap kondisi pada permukaan
perkerasan jalan raya Wadung asri Waru Sidoarjo km, 0 + 000 s/d km, 2+000, maka dapat disimpulakan
bahwa:
1. Pada permukaan perkerasan yang disurvei sepanjang 2 kilometer, terdapat 7 jenis kerusakan yang
terjadi yaitu adalah Retak kulit buaya seluas 22,415 m², permukaan turun seluas 80 m², gelombang
seluas 42,225 m², amblas seluas 0,84 m², retak memanjang/melintang seluas 27,475 m², tambalan
seluas 63,4 m², lubang dengan jumlah 5 kejadian.
2. Berdasarkan analisa perhitungan yang telah dilakukan maka nilai PCI pada masing-masing unit
sampel adalah sebagai berikut: pada

STA/KM Nilai PCI Keterangan


0+000 - 0+050 78 Sangat baik (very good)
0+050 - 0+100 96 Sempurna (excellent)
0+100 - 0+150 81 Sangat baik (very good)
0+150 - 0+200 100 Sempurna (excellent)
0+200 - 0+250 97 Sempurna (excellent)
0+250 - 0+300 92 Sempurna (excellent)
0+300 - 0+350 100 Sempurna (excellent)
0+350 - 0+400 100 Sempurna (excellent)
0+400 - 0+450 72 Sangat baik (very good)
0+450 - 0+500 99 Sempurna (excellent)
0+500 - 0+550 85 Sempurna (excellent)
0+550 - 0+600 100 Sempurna (excellent)
0+600 - 0+650 100 Sempurna (excellent)
0+650 - 0+700 89 Sempurna (excellent)
0+700 - 0+750 100 Sempurna (excellent)
0+750 - 0+800 100 Sempurna (excellent)
0+800 - 0+850 100 Sempurna (excellent)
0+850 - 0+900 100 Sempurna (excellent)
0+900 - 0+950 100 Sempurna (excellent)
0+950 - 1+000 96 Sempurna (excellent)
1+000 - 1+050 87 Sempurna (excellent)
1+050 - 1+100 84 Sangat baik (very good)
1+100 - 1+150 96 Sempurna (excellent)
1+150 - 1+200 86,5 Sempurna (excellent)
1+200 - 1+250 92 Sempurna (excellent)
1+250 - 1+300 94 Sempurna (excellent)
1+300 - 1+350 88 Sempurna (excellent)
1+350 - 1+400 100 Sempurna (excellent)
1+400 - 1+450 100 Sempurna (excellent)
1+450 - 1+500 75 Sangat baik (very good)
1+500 - 1+550 100 Sempurna (excellent)
1+550 - 1+600 96 Sempurna (excellent)
1+600 - 1+650 100 Sempurna (excellent)
1+650 - 1+700 91 Sempurna (excellent)
1+700 - 1+750 100 Sempurna (excellent)
1+800 - 1+850 91 Sempurna (excellent)
1+850 - 1+900 84 Sangat baik (very good)
1+900 - 1+950 100 Sempurna (excellent)
1+950 - 2+000 90 Sempurna (excellent)

3. Nilai rata-rata Pavement Condition Index (PCI) yang diperoleh berdasarkan analisis perhitungan
terhadap kondisi pada permukaan perkerasan jalan raya Wadungasri Waru Sidoarjo km, 0 + 000
s/d 2 + 000 yaitu Nilai rata-rata PCI (Σ Total) adalah 3639,5/ 39 = 93,3 dengan rating sempurna
(excellent) dan pada permukaan perkerasan yang mengalami kerusakan bisa dilakukan perbaikan
bersifat secara lokal pada titik-titik dimana kerusakan terjadi.

5.2 Saran
Setelah dilakukan studi pengamatan terhadap kondisi pada permukaan perkerasan jalan raya
Wadungasri Waru Sidoarjo km, 0+000 s/d km, 2+000 maka dilakukan berbagai saran sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penanganan terhadap kerusakan pada titik-titik dimana kerusakan terjadi agar dapat
meningkatkan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan serta agar kerusakan jalan yang
terjadi tidak menyebar lebih luas.
2. Bagi instansi yang berwenang agar dapat melakukan survei terhadap kondisi permukaan jalan
manapun secara rutin setiap tahunnya. Supaya jika terjadi kerusakan pada perkuaan perkerasan
jalan maka dapat segera terdeteksi sehingga bisa dilakukan penanganan yang sesuai nantinya
tingkat pelayanan jalan dapat bertahan sesuai dengan umur yand telah direncanakan.
3. Studi analisis yang dilakukan pada skripsi ini hanya membahas pada kondisi permukaan perkerasan
jalan saja, sehingga untuk studi-studi selanjutnya agar dapat dilakuakan survei yang lebih kompleks
lagi, yang meliputi survei kondisi perkerasan jalan, system drainase dan bahu jalan agar nantinya
didapatkan suatu system pemeliharaan jalan yang lebih tepat, lebih ekonomis dan lebih efisien lagi.

Anda mungkin juga menyukai