Analisis Drama Wily
Analisis Drama Wily
Analisis Drama Wily
Kelas : XI MIPA 2
TUGAS DRAMA
UNSUR INTRINSIK
a. Judul : Sepasang Merpati Tua
b. Tema :
Dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto temanya adalah
kehidupan sosio-politik. Ini bisa dilihat dari kutipan dialog berikut ini :
Nenek : Nah, paling terhormat jadilah diplomat wakil republik kita tercinta di PBB…
(Kakek geleng kepala)
Nenek : Aku sungguh tidak mengerti cita-citamu, Pak.
Kakek : Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan saja…
Nenek : Ah, gila. Itu pekerjaan gila.
Kakek : Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi
pemerintah belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong
jembatan, bukan? Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyediakan diri
untuk mewakili pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan.
c. Alur :
Adapun alur yang ada dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto
adalah alur maju. Hal ini dapat kita lihat pada pengaluran berikut ini
1. Nenek menyinggung pekerjaan kakek yang tidak lain hanyalah bersolek.
2. Kakek membaca koran menyendiri dan nenek merasa diabaikan.
3. Nenek menghampiri kakek lalu duduk di sebelahnya dan menyandarkan kepalanya di
bahu kakek sebelah kiri.
4. Kakek merasa tindakan nenek adalah suatu demonstrasi.
5. Nenek merasa diolok-olok.
6. Kakek menyangkal prasangka nenek bahkan memuji tindakan nenek dengan
membandingkan keberanian nenek dengan Ibu Kartini.
7. Nenek mengatakan bahwa kakek berbicara seperti professor.
8. Kakek mengatakan memang dulunya dia bercita-cita ingin menjadi professor malah
dikatakannya pula bahwa ia sudah berhasil meskipun tidak secara formal.
9. Kakek merasa menjadi professor karena seringnya didatangi mahasiswa dan guru besar
untuk mengajaknya diskusi.
10. Nenek tidak setuju dengan cita-cita kakek menjadi professor, bahkan menyarankan agar
kakek menjadi seirang diplomat.
11. Kakek bersedia menjadi diplomat dan dia bersedia ditugaskan di pos mana saja.
12. Nenek mengharapkan kakek ditempatkan di pos yang terhormat seperti di PBB.
Kakek : Ya, kau pantas disejajarkan dengan ibu kita kartini.
Nenek : Ibu Tin?
Kakek : Bukan, bukan bu tin, Ibu kita Kartini.
Nenek : Tetapi, kan ibu kita Kartini juga bisa kita sebut Bu Tin, kan. Apa
salahnya?
Kakek : Hush, diam! Ingat ini di depan orang banyak. Maka jangan
main semborono dengan sebutan-sebutan yang multi interpretable ….
Kakek : Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan saja…
Nenek : Ah, gila. Itu pekerjaan gila.
Kakek : Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi
pemerintah belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di
kolong jembatan, bukan? Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku
menyediakan diri untuk mewakili pemerintahan ini sebagai diplomat kolong
jembatan.
Sedangkan karakter tokoh nenek digambarkan sebagai wanita yang romantis, gengsi,
dan cengeng. Sama halnya dengan karakter kakek, cuplikannya :
- Romantis :
- Cengeng :
- Gengsi :
Nenek : Ah… bagaimana, nanti kalau aku arisan dan ditanya teman-teman
bagaiamana jawabku, Pak. Coba bayangkan, bayangkan…
Kakek : Istriku, aku mengerti, bagaimana kau akan turun gengsi nanti. Tapi kau
tidak usah khawatir, kalau kau datang ke arisan yang lima ribuan, dan kau ditanya
orang-orang apa pekerjaanku jawab saja diplomat, titik. Kolong jembatannya tidak
usah disebut, kalau kau datang ke arisan yang seratusan, saya kira tak ada salahnya
kalau kau ngomong diplomat kolong jembatan…
Nenek : Tapi kalau teman-teman arisan lima ribuan tanya, di mana posnya…?
e. Latar :
Adapun latar (latar waktu dan tempat) yang ada adalah di ruang tengah menjelang malam. Ini
dapat dibuktikan pada penggalan narasi drama di bawah ini yaitu :
“Panggung menggambarkan sebuah ruangan tengah rumah sepasang orang tua. Di atas
sebelah kiri ada meja makan kecil dengan dua buah kursi. Di atas meja ada teko, sepasang
cangkir, dan stoples berisi panganan. Agak di tengah ruangan itu terdapat sofa, lusuh warna
gairahnya. Di belakang terdapat pintu dan jendela.”
Waktu drama ini dimulai, Nenek duduk sambil menyulam. Sebentar-bentar ia menengok ke
belakang, kalau-kalau suaminya datang. Saat itu hari menjelang malam”
f. Sudut pandang :
Adapun sudut pandang yang digunakan oleh pengarang adalah sudut pandang orang ketiga
tunggal dimana pengarang menggunakan sapaan ibu-bapak.
Kakek : Bagus!
Nenek : Apa maksudmu?
Kakek : Tindakan terpuji, itu namanya.
Nenek : He, apa sih maksudmu, Pak?
g. Amanat :
1. Kita harus belajar menghayati, mengerti dan memaknai hidup, karena dalam kehidupan
kita pasti mempunyai beban tersendir, dalam dialog berikut :
Kakek : Karena kita hidup
Nenek : Mengapa begitu?
Kakek : Orang hidup punya beban sendiri…..
Nenek : Suamiku…suamiku…suamiku…sudahlah…
Kakek : Manusia harus menghayati hidupnya, bukan menghayati disiplin mati itu…doktrin-
doktrin itu harus…harus…
2. Dalam kehidupan kita tak usah menonjolkan kedudukan untuk semata-mata mau
dihormati. Hal ini dapat dilihat pada dialog berikut :
Nenek : Itu lebih terhormat di PBB. Siapa tahu kau akan terpilih jadi ketua sidang, lantas
kelak jadi sekretaris jenderal….
Nenek : Kurang besar kedudukan itu. Atau diplomat surgawi saja? (kakek memandang
nenek)
Nenek : Nah, paling terhormat jadilah diplomat wakil republic kita tercinta di PBB….
Kakek : Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan saja…
Nenek : Ah, gila. Itu pekerjaan gila.
…
3. Kita harus memikirkan kepentingan orang lain sebagai tanggung jawab sesama anggota
masyarakat . perhatikan dialog berikut :
Kakek : Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi, pemerintah
belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong jembatan, buka?
Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyedikan diri untuk mewakili
pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan.
Nenek: Tapi kau akan terhina
Kakek : Selama kedudukan adalah diplomat, di manapun ditempatkan sama saja terhinanya,
sama saja mulianya.
Kakek : Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai
meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan itu perlu dibujuk agar
hidup baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri sendiri.
Tidak sekedar dihalau, diusir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi
tindakan-tindakan kasar ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk…
4. Mau memperhatikan keadaan sekitar tempat tinggal kita yang dipenuhi dengan sampah.
Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ;
Kakek : Bidang persampahan
Nenek : Apa?
Kakek : Bidang sampah-sampah! Ini perlu sekali, salah satu sebab adanya banjir di kota ini,
karena orang-orang kurang tahu artinya selokan-selokan itu. Kau lihat di jalan-jalan yang
sering tergenang air itu. Coba selokan itu kita keduk, sampahhnya luar biasa banyaknya…
Dari sudut pandang agama drama ini memiliki nilai bahwa dalam kehidupan, kita tidak boleh
hanya mementingkan kepentingan diri sendiri. Tetapi, kita juga dituntut untuk memperhatikan
keadaan sekeliling kita sebagai amal di mata Tuhan. Seperti yang dikehendaki oleh Kakek untuk
menjadi diplomat kolong jembatan dan teknokrat bidang persampahan.
2. Nilai Sosial-Budaya
Dari sudut pandang sosial-budaya drama menggambarkan kritik sosial kepada pihak pemerintah
yang tidak memparhatikan masyarakat atau orang-orang yang tinggal di kolong jembatan.
Selanjutnya, kritik kepada masyarakat kota yang tidak memperhatikan kebersihan terutama sampah.
Membuang sampah sembarangan sudah membudaya di kalangan masyarakat kota. Sehingga melalui
drama ini juga menampakkan kritik sosial. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut :
Kakek : Bidang sampah-sampah! Ini perlu sekali, salah satu sebab adanya banjir di kota ini, karena
orang-orang kurang tahu artinya selokan-selokan itu. Kau lihat di jalan-jalan yang sering tergenang air
itu. Coba selokan itu kita keduk, sampahnya luar biasa banyaknya.
3. Nilai Moral
Nilai moral yang diperoleh dalam drama ini adalah kecenderungan kita untuk saling memperhatikan
sesama manusia. Kita tidak boleh menonjolkan diri sendiri hanya untuk menunjukkan kedudukan dan
ingin dihormati oleh orang lain. Tetapi, kita juga berusaha membangun kerja sama di antara sesama
masyarakat.
Kakek : Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai
meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan ini perlu dibujuk agar hidup
baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri sendiri. Tidak sekedar
dihalau, diusir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tindakan-tindakan kasar
ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk…
4. Nilai Ekonomi
Nilai ekonomi yang nampak dalam drama ini adalah banyaknya masyarakat Indonesia yang masih
hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan misalnya hidup di kolong jembatan. Ini digambarkan dalam
dialog berikut :
Kakek : Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai
meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan ini perlu dibujuk agar hidup
baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri sendiri. Tidak sekedar
dihalau, diusir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tindakan-tindakan kasar
ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk…