Skripsi Farsos 1
Skripsi Farsos 1
Skripsi Farsos 1
Oleh:
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
EVALUASI PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT ANTIHIPERTENSI
DI INSTALASI FARMASI DINAS KESEHATAN KOTA SALATIGA
DENGAN METODE KONSUMSI TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
derajat Sarjana Farmasi ( S.Farm)
Progran Studi S-1 Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi
Oleh:
HALAMAN JUDUL
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
i
PENGESAHAN SKRIPSI
berjudul
Oleh:
Pembimbing Pendamping,
Penguji :
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Jadilah wanita tangguh, yang ketika di kecewakan sedihnya tidak terlalu lama
berlarut,,
Yang ketika putus asa tidak butuh waktu lama untuk bangkit,,
untuk:
yang di inginkannya
Orang terkasih yang selalu memberikan doa dan semangat serta materi yang
Sahabat dan teman-teman yang tak sempat saya sebutkan satu persatu, terima
kasih untuk semua kebaikan dan perhatian kalian dalam susah maupun
senang.
iii
PERNYATAAN
suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila skripsi ini merupakan jiplakan dari penelitian, karya ilmiah atau
skripsi orang lain, maka saya siap menerima sanksi baik secara akademis maupun
hukum.
Penulis,
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis memperoleh kesehatan, kekuatan, semangat dan kemampuan
untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “EVALUASI PERENCANAAN
KEBUTUHAN OBAT ANTIHIPERTENSI DI INSTALASI FARMASI
DINAS KESEHATAN KOTA SALATIGA DENGAN METODE
KONSUMSI TAHUN 2016 ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
strata 1 pada Program Studi S-1 Farmasi Universitas Setia Budi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyususnan skripsi ini telah mendapat
banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan
terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Djoni Tarigan, MBA selaku rektor Universitas Setia Budi, Surakarta
2. Prof. Dr. R.A. Oetari, SU., MM.,M.Sc, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi, Surakarta
3. Dra. Pudiastuti RSP, MM., Apt dosen pembimbing utama yang telah
meluangkan waktu, perhatian dan keikhlasannya dalam memberikan ilmu dan
bimbingan sehingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Meta Kartika U, M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing pendamping yang telah
meluangkan waktu, perhatian dan keikhlasannya dalam memberikan ilmu dan
bimbingan sehingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan kepada penulis selama di bangku kuliah.
6. Dinas Kesehatan Kota Salatiga yang telah memberikan izin untuk melakukan
penelitian sampai selesai.
7. Silvie Werdhani Nugraheni, S.Si., Apt selaku Kepala Gudang Farmasi Dinas
Kesehatan Kota Salatiga. Terima kasih telah meluangkan waktu, perhatian dan
keikhlasannya dalam memberikan ilmu dan bimbingan sehingga
terselesaikannya skripsi ini.
8. Segenap staf karyawan Dinas Kesehatan Kota Salatiga yang telah membantu
dalam penelitian ini.
v
9. Bapak, Ibu, adekku tercinta serta seluruh keluarga yang telah memberikan
semangat dan dorongan materi, moril dan spiritual kepada penulis selama
perkuliahan, penyusunan skripsi hingga selesainya studi S1 Farmasi Fakultas
Farmasi di Universitas Setia Budi.
10. Mas Wahyu Pamuji yang aku sayangi. Terima kasih untuk dukungan dan
doanya.
11. Kak mell, Vivin, Siska, Natalia. Terima kasih dukungan, doa dan
semangatnya!!Love you guys !!
12. Sahabatku Widya. Terima kasih dukungan, doa dan semangatnya.
13. Keluarga Tipis (Mufit, Riska, Lintang, Kalif, Fafa). Kalian LUAR BIASA !!!
14. Teman-teman FKK 1 Angkatan 2013 Universitas Setia Budi yang ikut
memberikan dukungan, semangat dan kerjasama selama penyusunan skripsi
ini.
15. Almamater tercinta, Bangsa dan Negara.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang
telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran
yang diberikan dalam upaya penyempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir
kata, penulis berharap semoga apa yang telah penulis persembahkan dalam karya
ini akan berguna secara khusus bagi penulis sendiri serta secara umum bagi para
pembaca.
Penulis dengan tulus hati memohon semoga Allah SWT selalu
memberikan berkat dan rahmat yang melimpah kepada pihak yang telah banyak
membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.
Penulis,
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
PERNYATAAN ..................................................................................................... iv
INTISARI.............................................................................................................. xii
vii
D. Indikator ........................................................................................ 15
E. Landasan Teori .............................................................................. 16
F. Keterangan Empirik....................................................................... 18
LAMPIRAN .......................................................................................................... 33
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xi
INTISARI
xii
ABSTRACT
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
perbekalan famasi dan alat kesehatan, dalam upaya mencapai tujuan yang
ditetapkan di berbagai tingkat unit kerja. Mengingat bahwa obat merupakan
elemen penting dalam pelayanan kesehatan serta besarnya biaya yang diserap
untuk pengobatan, maka pengelolaan obat harus terus menerus ditingkatkan
sehingga dapat memenuhi kebutuhan program pelayanan kesehatan dasar.
Pengelolaan obat yang tidak efisien menyebabkan tingkat ketersediaan obat
menjadi berkurang, terjadi kekosongan obat, banyaknya obat yang menumpuk
akibat dari perencanaan obat yang tidak sesuai, biaya obat menjadi mahal
disebabkan penggunaan obat yang tidak rasional serta banyaknya obat yang
kadaluarsa yang disebabkan sistem distribusi yang kurang baik (Syair 2008).
Sukses atau gagalnya pengelolaan logistik ditentukan oleh kegiatan
didalam perencanaan. Menentukan barang yang pengadaannya melebihi
kebutuhan, maka akan mengacaukan suatu siklus manajemen logistik secara
keseluruhan, akibatnya akan menimbulkan pemborosan dalam penganggaran,
membengkaknya biaya pengadaan dan penyimpanan, tidak tersalurkannya
obat/barang tersebut sehingga bisa rusak atau kadaluwarsa meskipun baik
pemeliharaannya digudang (Seto et al 2004).
Sejak diberlakukannya otonomi daerah (OTDA) tahun 2000, muncul
tuntutan akan pelayanan yang baik dan memuaskan kepada publik. Otonomi
daerah dalam bidang kesehatan memiliki dampak yang cukup besar dimana
pembangunan kesehatan telah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah
(Kabupaten/Kota). Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima
aspek Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) yaitu bidang: Promosi Kesehatan,
Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana,
Pemberantasan Penyakit Menular, dan Pengobatan. Salah satu sarana pendukung
kegiatan pengobatan yaitu tersedianya obat-obatan yang dibutuhkan (Anonim
2004).
Pengelolaan obat Kabupaten/Kota merupakan tanggung jawab penuh dari
pemerintah Kabupaten/Kota. Mulai dari aspek perencanaan kebutuhan obat untuk
pelayanan kesehatan, perhitungan rencana kebutuhan obat, serta
mengkoordinasikan perencanaan kebutuhan obat dari beberapa sumber dana.
4
diandalkan jika terjadi kekurangan stok obat lebih dari 3 bulan, obat yang berlebih
atau adanya kehilangan (Silalahi 1989).
Pada tahun 2015, Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga belum
pernah dilakukan evaluasi pengelolaan obat. Mengingat pentingnya pengelolaan
obat dalam rangka mencapai pelayanan yang bermutu dan terjamin maka perlu
dilakukan evaluasi pengelolaan obat. Berdasarkan uraian tersebut, maka
pentingnya dilakukan penelitian mengenai Evaluasi Perencanaan Kebutuhan Obat
Antihipertensi di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga dengan Metode
Konsumsi Tahun 2016.
B. Perumusan Masalah
1. Berapa jumlah kebutuhan riil obat antihipertensi selama satu tahun yang
dibutuhkan di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga tahun 2016 ?
2. Apakah ada perbedaan yang signifikan rencana kebutuhan obat
antihipertensi secara metode konsumsi antara perhitungan menurut teori
yang ada dengan perhitungan yang diadakan di Instalasi Farmasi Dinas
Kesehatan Kota Salatiga tahun 2016 ?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya perbedaan antara
perhitungan menurut teori yang ada dengan perhitungan yang diadakan di
Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga tahun 2016 ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui jumlah kebutuhan riil obat antihipertensi selama satu tahun
yang dibutuhkan di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga tahun
2016.
2. Mengetahui ada perbedaan yang signifikan rencana kebutuhan obat
antihipertensi secara metode konsumsi antara perhitungan menurut teori
yang ada dengan perhitungan yang diadakan di Instalasi Farmasi Dinas
Kesehatan Kota Salatiga tahun 2016.
7
D. Manfaat Penelitian
1. Peneliti
Memberikan gambaran tentang evaluasi perencanaan obat antihipertensi
tahun 2016 di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga.
2. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif dan masukan dalam
masalah perencanaan obat antihipertensi tahun 2016 di Instalasi Farmasi
Dinas Kesehatan Kota Salatiga.
3. Peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi peneliti lain mengenai
evaluasi perencanaan obat antihipertensi di Instalasi Farmasi Dinas
Kesehatan Kota/Kabupaten atau Instalasi Farmasi di Rumah Sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
9
C. Procurement
Procurement merupakan pembelian barang dan jasa oleh perusahaan.
Procurement management adalah koordinasi dari semua aktivitas yang
berhubungan dengan pembelian produk dan kebutuhan pelayanan untuk
menyempurnakan misi dari suatu organisasi. Dalam procurement management ini,
bagian penjualan personal akan menghabiskan banyak waktu dan usaha dalam
aktivitas procurement. Aktivitas yang termasuk adalah pemilihan supplier,
evaluasi supplier dan sertifikat (Turban 2004).
Procurement adalah proses memperoleh persediaan yang berasal dari
pribadi, para penyalur publik atau membeli dari pabrikan, distributor atau agen.
Sumber-sumber tersebut dapat digunakan secara individu atau kombinasi untuk
memperoleh keseluruhan cakupan kebutuhan obat. Proses precurement dimulai
dengan menentukan jenis dan jumlah masing-masing obat yang akan dibeli,
menyesuaikan dengan kondisi keuangan, memilih metode pengadaan, memilih
rekanan, membuat syarat kontrak kerja, memonitor pengiriman barang, menerima
dan memeriksa barang dan melakukan pembayaran (Quick et al 1997).
1. Perencanaan Obat
Perencanaan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka
menyusun daftar kebutuhan obat yang berkaitan dengan suatu pedoman atau dasar
konsep kegiatan yang sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai
sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan terdiri dari
perkiraan kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukaan strategi, tanggung
jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Dasar-dasar yang
telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi
dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Depkes RI 2004).
Perencanaan obat bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penggunaan dana obat melalui koordinaasi, integrasi dan sinkronisasi antar
instansi yang terkait dengan masalah obat di setiap Kabupaten/Kota.
Prinsip yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan, yaitu berdasarkan:
12
a. Data statistik kebutuhan dan penggunaan obat, dari data statistik berbagai
kasus penderita dengan formularium rumah sakit, kebutuhan disusun menurut
data tersebut.
b. Data kebutuhan obat disusun berdasarkan data pengelolaan sistem
administrasi atau akuntansu Instalasi Farmasi.
Data tersebut kemudian dituangkan dalam rencana operasional yang
digunakan dalam anggaran setelah berkonsultasi dengan panitia farmasi dan terapi
(Oscar et al 2015).
Menurut Muninjaya (2011) ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh
dari perencanaan antara lain:
a. Perencanaan akan menyebabkan berbagai macam aktivitas organisasi dapat
dilakukan secara teratur untuk mencapai tujuan.
b. Perencanaan akan mengurangi atau bahkan menghilangkan kegiatan yang
tidak produktif.
c. Perencanaan dapat dipakai untuk mengukur hasil kegiatan dengan
menetapkan berbagai standar.
d. Perencanaan memberikan suatu landasan pokok fungsi manajemen yang lain,
terutama fungsi pengawasan.
Sebaliknya, menurut Muninjaya (2011) perencanaan juga mempunyai
beberapa kelemahan antara lain:
a. Ada keterbatasan untuk mengasumsikan sesuatu yang terjadi di masa
mendatang dengan akurat.
b. Diperlukan sejumlah dana untuk mengimplementasikan perencanaan.
c. Ada hambatan psikologis yang dialami pimpinan dan staf ketika mereka
harus menunggu hasil yang akan dicapai.
d. Ada hambatan terhadap inisiatif baru. Gagasan untuk mengadakan perubahan
harus ditunda lebih dahulu sampao terjaadi tahapan perencanaan selanjutnya.
2. Tahap perencanaan kebutuhan obat
2.1 Tahap Persiapan. Perencanaan dan pengadaan obat merupakan suatu
kegiatan dalam rangka menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola
penyakit serta kebutuhan pelayanan kesehatan, hal ini dapat dilakukan dengan
13
penyakit secara umum, dan pola perawatan standar dari penyakit yang ada.
Langkah-langkah pokok dalam metode ini yaitu:
2.4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan cara:
a) Menentukan jumlah penduduk yang dilayani. Untuk menentukan sangat
diperlukan data perkiraan realistik dari jumlah penduduk yangb akan diobati
serta distribusi umur dari penduduk. Misalnya anak-anak usia <5tahun dan >5-
12 tahun serta dewasa >12 tahun.
b) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit. Jumlah
kunjungan kasus masing-masing penyakit atau memerlukan pelayanan
kesehatn harus diketahui dengan tepat yaitu data-data mengenai gejala,
diagnosa, atau jenis pelayanan.
2.4.2 Menyediakan Standar/Pedoman Pengobatan yang Digunakan untuk
Perencanaan. Standar pengobatan sangat diperlukan untuk menunjang jumlah
kebutuhan obat. selain itu penyusunan dan penggunaan standar pengobatan dapat
beerperan sangat penting dalam memperbaiki pola penggunaan obat.
2.4.3 Menghitung Perkiraan Kebutuhan Obat. Dalam menghitung
perkiraan kebutuhan obat berdasarkan metode epidemiologi, diperlukan langkah-
langkah yaitu:
a) Perhitungan jumlah setiap obat dengan menghitung jumlah masing-masing
obat yanng diperlukan perpenyakit serta pengelompokkan dan penjumlahan
masing-masing obat.
b) Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan
mempertimbangkan peningkatan kunjungan, kemungkinan hilang, rusak, atau
kadaluarsa.
c) Menghitung kebutuhan obat yang akan diprogramkan untuk tahun yang akan
datang dengan mempetimbangkan waktu tunggu dan stok pengaman.
d) Menghitung jumlah obat yanng harus diadakan tahun anggaran yang akan
datang.
e) Menghitung jumlah obat yang dibutuhkan per kemasan.
15
D. Indikator
Indikator adalah alat ukur untuk dapat membandingkan kinerja yang
sesungguhnya. Indikator digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan
atau sasaran telah berhasil dicapai. Penggunaan lain dari indikator adalah untuk
penetapan prioritas, pengambilan tindakan dan untuk pengujian strategi dari
sasaran yang ditetapkan. Hasil pengujian tersebut dapat digunakan oleh penentu
kebijakan untuk meninjau kembali strategi atau sasaran yang lebih tepat.
Indikator yang dipakai yaitu perhitungan riil Dinas Kesehatan Kota
Salatiga sebagai berikut:
16
A=(B+C+D)-E
Keterangan:
A = Rencana Pengadaan
B = Pemakaian rata-rata perbulan x 12
C = Buffer stock (10-20%)
D = Lead time (3-6 bulan)
E = Sisa stok
Sedangkan perhitungan untuk kenaikan jumlah kunjungan pasien dan
perhitungan lead time menggunakan rumus sebagai berikut:
E. Landasan Teori
Visi dari Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga adalah
tercukupnya obat dan perbekalan kesehatan dalam pengobatan yang rasional.
Sedangkan misinya adalah memberikan pelayanan yang bermutu dengan
tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas didukung dengan informasi
data sediaan farmasi yang akurat, sehingga kebutuhan obat dapat terpenuhi dalam
mencapai pengobatan yang rasional.
Hipertensi merupakan masalah global yang membutuhkan perhatian
karena dapat menyebabkan kematian utama di negara-negara maju maupun negara
17
F. Keterangan Empirik
Berdasarkan landasan teori dapat disusun hipotesa dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Dapat diketahui jumlah kebutuhan riil obat antihipertensi selama satu tahun
yang dibutuhkan di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga tahun
2016.
2. Dapat diketahui ada perbedaan yang signifikan rencana kebutuhan obat
antihipertensi secara metode konsumsi antara perhitungan menurut teori yang
ada dengan perhitungan yang diadakan di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan
Kota Salatiga tahun 2016.
3. Dapat diketahui ada faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perbedaan
antara perhitungan menurut teori yang ada dengan perhitungan yang diadakan
di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga tahun 2016.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif non eksperimental yang
dilakukan secara retrospektif. Data dikumpulkan dari Instalasi Farmasi Dinas
Kesehatan Kota Salatiga, yaitu data sekunder yang diperoleh dengan penelusuran
dokumen-dokumen tahun sebelumnya yaitu tahun 2015, yang kemudian di
“follow up” untuk melihat kejadian penyakit yang akan datang pada tahun 2016.
Pengambilan data dilakukan pada indikator tingkat ketersediaan obat,
penyimpanan jumlah obat yang akan didistribusikan, dan rata-rata waktu
kekosongan obat. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan pedoman
indikator standar Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota (Kementerian Kesehatan RI 2012).
19
20
C. Definisi Operasional
Definisi operasional yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Evaluasi adalah suatu kegiatan penilaian untuk mengukur pencapaian hasil
penelitian dengan membandingkan indikator standar yang dilakukan di
Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga.
2. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga
melebihi batas normal.
3. Perencanaan obat adalah serangkaian kegiatan dalam rangka memenuhi
kebutuhan obat pada tahap distribusi di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan
Kota Salatiga.
4. Tingkat ketersediaan obat adalah jumlah obat yang ada di Instalasi Farmasi
untuk pelayanan kesehatan di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga
dibagi dengan jumlah rata-rata pemakaian obat per bulan selama satu tahun.
5. Waktu kekosongan obat adalah jumlah dari obat kosong dalam waktu satu
tahun. Persentase rata-rata waktu kekosongan obat adalah persentase jumlah
hari kekosongan obat dalam waktu satu tahun yang tersedia di Instalasi
Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga.
E. Jalannya Penelitian
Persiapan awal
Studi pustaka
Penyusunan proposal
Perijinan
Pengolahan data
F. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara pencatatan perencanaan obat
antihipertensi di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga tahun 2015
dengan metode konsumsi, kemudian dianalisis data penggunaan obat menurut
teori yang ada, dan dengan yang riil diadakan di Instalasi Farmasi Dinas
Kesehatan Kota Salatiga tahun 2016.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
22
23
B. Ketepatan Perencanaan
Tujuan pengukuran untuk membandingkan nilai kinerja yang
sesungguhnya yaitu mengetahui ketepatan perkiraan perencanaan obat yang ada di
Instalasi Farmasi Kota Salatiga. Perencanaan obat menjadi bagian penting dalam
pengelolaan obat terutama untuk menetapkan jumlah obat yang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan kesehatan di Kota Salatiga.
Perhitungan yang dilakukan pada metode konsumsi dan perhitungan riil
menurut Dinas Kesehatan Kota Salatiga memliki perbedaan yang signifikan
terlihat dari hasil tabel 1, hasil pada masing-masing perencanaan setiap obat
hipertensi memiliki nilai yang berbeda dari perhitungan riil di Dinas Kesehatan
25
Kota Salatiga. Hasil tersebut berpengaruh pada ketepatan jumlah obat untuk
kebutuhan pelayanan kesehatan di Kota Salatiga sudah sesuai atau belum. Pada
hasil yang bisa dilihat di tabel 1 menunjukkan bahwa adanya naik turun
kebutuhan obat yang harus dipertimbangkan. Misalnya pada obat hipertensi
seperti amlodipin, clonidin, hidroklortiazid, propanolol, dan kaptopril 25mg
mengalami penurunan kebutuhan obat jika dilakukan menurut metode konsumsi.
Bahwa dalam penurunan jumlah kebutuhan yang diadakan menurut metode
konsumsi, Instalasi Farmasi Kota Salatiga tidak perlu mengadakan perencanaan
obat ditahun 2016. Karena sisa stok ditahun sebelumnya masih banyak, sehingga
menambah stok obat semakin banyak. Tetapi, ada beberapa obat yang mengalami
kenaikan kebutuhan menurut metode konsumsi yaitu diltiazem, nifedipin, dan
kaptopril 12,5mg. Bahwa kenaikan jumlah kebutuhan obat menurut metode
konsumsi, Instalasi Farmasi Kota Salatiga sudah tepat dalam merencanakan
jumlah kebutuhan obat melihat adanya faktor-faktor yang mempengaruhi.
Perhitungan kebutuhan yang dilakukan menurut metode konsumsi bisa
berbeda dengan perhitungan riil di Instalasi Farmasi Kota Salatiga karena adanya
perbedaan perhitungan yang berpengaruh dalam perhitungan kedua metode
tersebut. Menurut perhitungan riil yang dilakukan di Instalasi Farmasi Kota
Salatiga, perencanaan kebutuhan obat dilakukan dengan melihat keadaan riil di
lapangan dengan mempertimbangan adanya kenaikan kunjungan pasien setiap
tahunnya. Selain mempertimbangkan kenaikan jumlah kunjungan pasien setiap
tahunnya, perhitungan riil yang dilakukan di Instalasi Farmasi yaitu
mempertimbangkan pola penyakit yang ada di pelayanan dasar di Kota Salatiga.
Semakin sedikit pola penyakit yang ada, maka kebutuhan obat yang direncakan
juga akan berpengaruh. Adanya ketersediaan obat di Instalasi Farmasi Kota
Salatiga juga berpengaruh pada perencanaan kebutuhan obat hipertensi.
Sedangkan menurut metode konsumsi, perhitungan riil perencanaan
kebutuhan obat dipengaruhi oleh beberapa hal. Bisa dilihat pada tabel 1,
perhitungan yang dilakukan dipengaruhi oleh adanya buffer stock, lead time, dan
sisa stok yang ada pada tahun sebelumnya. Dalam menentukan buffer stock bisa
dilihat dari hasil data kenaikan jumlah pasien yang diperolah dari tiga tahun
26
ada kelebihan-kelebihan obat yang masih tersisa dan terlalu banyak anggaran
yang dikeluarkan. Karena adanya keterbatasan anggaran, perencanaan kebutuhan
obat di Instalasi Farmasi Kota Salatiga menggunakan perhitungan riil dengan
melihat langsung ada atau tidaknya peningkatan kunjungan pasien di pelayanan
masyarakat serta seberapa banyak kebutuhan obat tersebut diperlukan sesuai
dengan permintaan masing-masing kepala pusat pelayanan masyarakat.
Selain adanya kelebihan obat jika menggunakan metode konsumsi,
Instalasi Farmasi Kota Salatiga juga mempertimbangkan adanya ED (Expired
Date). Jika ED terlalu banyak, maka penghancuran obat juga semakin banyak.
Pengeluaran anggaran untuk pemesanan obat juga akan meningkat. Sehingga
dilakukan perhitungan riil di Instalasi Farmasi juga untuk meminimalkan jumlah
anggaran yang keluar untuk perencanaan kebutuhan obat.
Pada kenyataannya, perhitungan perencanaan kebutuhan obat dengan
metode konsumsi jika diterapkan di Instalasi Farmasi Kota Salatiga belum bisa
dipastikan tepat perencanaan, karena akan ada beberapa hal yang harus
diperhitungkan. Kemudian pada Instalasi Farmasi Kota Salatiga menggunakan
perhitungan secara riil untuk meminimalkan adanya ED dan pengeluaran
anggaran yang maksimal. Sehingga bisa dilihat bahwa faktor lapangan juga
berpengaruh dalam perencanaan kebutuhan obat di Instalasi Farmasi Kota
Salatiga.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap perencanaan kebutuhan
obat hipertensi dengan menggunakan standar di Instalasi Farmasi Dinas
Kesehatan Kota Salatiga tahun 2016 dapat disimpulkan:
1. Jumlah kebutuhan riil obat antihipertensi selama satu tahun yang dibutuhkan
di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga dengan metode
konsumsi yaitu: amlodipin 27024 tablet; clonidin 4913 tablet; diltiazem
31101 tablet; HCT 6181 tablet; propanolol 186 tablet; nifedipin 22192
tablet; kaptopril 12,5mg 22801 tablet; dan kaptopril 25mg 149724 tablet.
2. Perbedaan yang signifikan rencana kebutuhan obat antihipertensi secara
metode konsumsi antara perhitungan menurut teori yang ada dengan
perhitungan yang diadakan di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota
Salatiga yaitu pada perhitungan riil di Instalasi Farmasi Kota Salatiga tidak
memperhitungkan stok kekosongan obat, sehingga hasil yang didapat sangat
berbeda.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perbedaan antara perhitungan
menurut teori yang ada dengan perhitungan yang diadakan di Instalasi
Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga yaitu tidak adanya perhitungan stok
kekosongan obat, perhitungan tingkat kenaikan kunjungan obat, serta
keterbatasan obat yang terdapat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota
Salatiga.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian yaitu:
1. Bagi Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga
Dapat dilakukan penerapan metode konsumsi untuk model perencanaan
kebutuhan obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga untuk
waktu yang akan datang.
28
29
[Dinkes Prov Jateng] Dinas Kesehatan, Provinsi Jawa Tengah. 2011. Profil
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2011. Semarang: Dinkes Prov
Jateng.
Estiningsih. 2008. Hubungan indeks massa tubuh dan faktor lain dengan
kejadian hipertensi pada kelompok usia 18-44 tahun di X. Skripsi.
Diakses tanggal 6 November 2014.
Gazali. 2002. Stock out Obat di Gudang Perbekalan Kesehatan Rumah Sakit
Islam Jakarta Cempaka Putih. FKM UI: Depok.
30
31
Pratiwi, A. 2009. Stock out Obat di Gudang Perbekalan Kesehatan Rumah Sakit
Islam Jakarta Cempaka Putih. FKM UI: Depok.
Quick JD, Hume ML, Ranking JR, O’Connor RW. 1997. Managing Drug Supply
Second edition revised ang expended. West Harford: Kumarin Press.
Seto, S., Nita. Yunita., Triana. Lily. 2004. Manajemen Farmasi. Airlangga
University Press:Surabaya.
Siregar, Charles J.P. 2004. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Turban. 2004. Information Technology for Management 4th edition. John Wiley
& Sons. Inc.
LAMPIRAN
L
A
M
P
I
R
A
N
34
Data Pengeluaran Obat Hipertensi di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga Tahun 2015
36
Lampiran 4. Data pengeluaran obat hipertensi perbulan tahun 2015
No Nama Obat Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des
1 Amlodipin 5 mg 1200 3670 3360 8770 8400 10170 10550 4700 1860 270 270 180
2 Clonidin 0,15 mg 0 500 0 0 200 300 0 200 100 0 100 200
3 Diltiazem 30 mg 2300 7900 7800 2800 2300 1400 1700 3500 2300 4600 7300 10900
4 HCT 25 mg 2000 3000 3000 4000 1000 4000 0 1000 1000 2000 1000 3000
5 Nifedipin 10 mg 0 2900 4200 8000 3600 5000 1000 800 4400 4800 5700 2100
6 Propanolol 10 mg 0 100 0 100 0 0 100 200 200 400 600 200
7 Captopril 12,5 mg 3000 400 1900 2200 2300 900 500 900 3700 2000 1700 1700
8 Captopril 25 mg 4600 6900 8200 6200 6100 2500 3500 12400 8600 6200 6500 5000
37
38
1. Amlodipin
A = (53916 + 0% + 133500) – 94290
= 67266 – 94290
= (-) 27024 tablet
2. Clonidin
= 2287 – 7200
3. Diltiazem
A = (57200 + 0% + 13701) – 39800
= 70901 – 39800
=31101 tablet
4. HCT
A = (25000 + 0% + 6819) – 38000
= 31189 – 38000
= (-) 6181 tablet
5. Nifedipin
A = (42800 + 0%+ 11592) – 32200
= 54392 – 32200
= 22192 tablet
6. Propanolol
A = (1900 + 0% + 714) – 2800
= 2614 – 2800
= (-) 186 tablet
39
7. Captropil 12,5 mg
A = (22500 + 0% + 5301) – 5000
= 27801 – 5000
= 22801 tablet
8. Captropil 25 mg
A = (80000 + 0% + 19176) – 248900
= 99176 – 248900
= (-) 149724 tablet
40
pemakaian etahun
Obat = x waktu tunggu
pemakaian rata-rata perbulan
53400
1. Amlodipin = x3 = 13350
12
1600
2. Clonidin = x3 = 687
7
25000
3. HCT = x3 = 6819
11
42500
4. Nifedipin = x3 = 11592
11
1900
5. Propanolol = x3 = 714
8
21200
6. Kaptopril 12,5mg = x3 = 5301
12
76700
7. Kaptopril 25mg = x3 = 19176
12
54800
8. Diltiazem = x3 = 13701
12
41