Hipertensi Usia Muda
Hipertensi Usia Muda
Hipertensi Usia Muda
PENDAHULUAN
dengan 2%.5,6
Hipertensi diketahui merupakan salah satu faktor risiko terhadap terjadinya
penyakit jantung koroner pada orang dewasa, dan adanya hipertensi pada masa anak
jantung kongestif.7
1
Penelitian menunjukkan bahwa sampai saat ini hipertensi masih under
diagnosis, under treatment, dan belum tercapai pengendalian tekanan darah yang
optimal pada penderita yang diberi terapi. Hipertensi disebut juga sebagai silent
disease karena tidak menunjukkan gejala; sekitar 32% penderita hipertensi tidak
menyadari bahwa mereka mengalami hipertensi. Hipertensi memiliki potensi untuk
menimbulkan masalah kesehatan yang lebih besar. Hipertensi dapat dicegah jika
faktor-faktor resikonya lebih awal dikendalikan. Pendeteksian dini dan kepatuhan
minum obat bagi penderita hipertensi adalah kunci untuk mengendalikan
hipertensi.2,3,7
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi adalah penyakit dimana tekanan darah melampaui tekanan darah
normal. Berdasarkan The Joint National Committee on Prevention, detection,
evaluation and treatment of high blood pressure (JNC) VII tahun 2003, tekanan
darah disebut normal apabila tekanan sistolik < 120 mmHg dan tekanan diastolik <
80 mmHg.8
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan:
a. Berdasarkan nilai tekanan darahnya
Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan batasan baru
untuk klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg adalah batas optimal untuk risiko
penyakit kardiovaskular. Didalamnya ada kelas baru dalam klasifikasi tekanan darah
yaitu pre-hipertensi. Kelas baru pre-hipertensi tidak digolongkan sebagai penyakit
tapi hanya digunakan untuk mengindikasikan bahwa seseorang yang masuk dalam
kelas ini memiliki resiko tinggi untuk terkena hipertensi.
3
b. Berdasarkan Etiologinya
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2:8,9,10
Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik
adalah hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya. Paling
sedikit 90% dari semua penyakit hipertensi dinamakan hipertensi primer.
Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat suatu
penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini sudah
diketahui penyebabnya.
2.1.3 Epidemiologi
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya
populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga
akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik
dan diastolic sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun.
Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam
decade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva mendatar), dan
pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi.8
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari
negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition
Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun ke 1999 – 2000,
insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29 – 31%, yang berarti terdapat
58 – 65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data
NHNES III tahun 1988 – 1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari
seluruh kasus hipertensi.8
4
2.1.4 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi
essensial/primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial/primer adalah jenis
hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita
hipertensi menderita jenis hipertensi ini. Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan
lebih banyak lagi ditujukan bagi penderita hipertensi essensial.8,10
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid,
penyakit kelenjar adrenal atau pemakaian obat-obatan seperti pil KB, kortikosteroid,
simpatomimetik amin (efedrin, fenilefrin, fenilpropanolamin, amfetamin),
siklosporin, dan eritropoetin.8-11
2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi atau mekanisme dari hipertensi merupakan suatu proses yang
kompleks . Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi
essensial/primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial/primer adalah jenis
hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita
hipertensi menderita jenis hipertensi ini. Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan
terus diarahkan untuk mengatasi hipertensi ini.8,10,11
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor – faktor yang mendorong
timbulnya kenaikan darah tersebut adalah :8
Faktor risiko, seperti: diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,
genetis
Sistem saraf simpatis
Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos
dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir.
Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem RAA.
5
Hipertensi Sekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain karena kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar
tiroid, penyakit kelenjar adrenal atau pemakaian obat seperti pil KB, kortikosteroid,
simpatometik amin (efedrin, fenilefrin, amfetamin), siklosporin, dan eritropoetin.9
Di dalam tubuh terdapat sistem yang mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan
kecepatan reaksinya, sistem kontrol tersebut dibedakan dalam sistem yang bereaksi
segera, yang bereaksi kurang cepat dan yang bereaksi dalam jangka panjang. 8,11
Refleks kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang
bereaksi segera. Sebagai contoh adalah baroreseptor yang terletak pada sinus karotis
dan arkus aorta yang berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh lain
sistem kontrol saraf terhadap tekanan darah yang bereaksi segera adalah reflex
kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf pusat, dan reflex yang berasal dari
atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos.8,11
Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang
dikontrol oleh hormone angiotensin dan vasopressin termasuk sistem kontrol yang
bereaksi kurang cepat. Kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan
oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ
terutama ginjal. Jadi terlihat bahwa sistem pengendalian tekanan darah sangat
kompleks. Pengendalian dimulai oleh sistem yang bereaksi cepat diikuti oleh sistem
yang bereaksi kurang cepat dan dilanjutkan oleh sistem yang poten yang berlangsung
dalam jangka panjang.8,11
Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan
perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Pada tahap
selanjutnya curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat
disebabkan oleh reflex autoregulasi. Yang dimaksud reflex autoregulasi ialah
mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh
6
karena curah jantung yang meningkat terjadi kontriksi sfingter prekapiler yang
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer.11
Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap
dalam waktu lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat.
Oleh karena itu, diduga terdapat faktor lain selain faktor hemodinamik yang berperan
pada hipertensi primer. Secara pasti belum diketahui faktor hormonal atau perubahan
anatomi yang terjadi pada pembuluh darah yang berpengaruh pada proses tersebut.
Kelainan hemodinamik tersebut diikuti pula dengan kelainan structural pembuluh
darah dan jantung, pada pembuluh darah terjadi hipertrofi dinding, sedangkan pada
jantung terjadi penebalan dinding ventrikel.8,11
Sistem rennin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya
hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angitensin I-converting anzyme (ACE). ACE berperan
secara fisiologis dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angitensinogen
yang dibentuk di hati. 8,11
Selanjutnya oleh hormon rennin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II, yang memegang peranan penting dalam menaikkan tekanan darah
melalui dua jalur utama.8,11
Pertama adalah dengan meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi oleh kelenjar hipofisis dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit
urin yang dikeluarkan dari tubuh sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian interseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.8,10,11
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormone steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
7
NaCl dengan cara mereabsorbsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.8,10,11
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian
tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar Tekanan Darah = Curah Jantung x
Tahanan Perifer.8
Seperti yang telah dikemukakan diawal bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kenaikan tekanan darah bukan hanya berasal dari dalam, namun
terdapat pula faktor-faktor demografi yang mempengaruhi, antara lain: usia, jenis
kelamin, ras, status perkawinan, status pendidikan, riwayat penyakit keluarga, riwayat
pekerjaan, kebiasaan, diet, dan obesitas.8
• Usia - Berbagai perubahan fisiologik berlaku seiring dengan peningkatan usia.
Pada pasien yang berusia kurang dari 50 tahun yang menderita hipertensi,
secara tipikal mengalami hipertensi kombinasi sistolik dan diastolik. Pada
hipertensi ini kelainan hemodinamik yang utama adalah vasokonstriksi pada
arteriole. Tetapi, pada penderita hipertensi lebih dari 50 tahun biasanya
mengalami hipertensi sistolik saja, yaitu tekanan sistolik >140 mmHg dan
tekanan diastolik <90 mmHg. Kelainan hemodinamik yang berlaku pada
kondisi ini adalah penurunan disentibilitas arteri-arteri besar. 11
• Jenis Kelamin – prevalensi hipertensi dibawah umur 50 tahun pada
perempuan dibanding dengan laki-laki menunjukkan possibilitas terdapatnya
kaitan dengan efek protektif estrogen. Setelah menopause, prevalensi
hipertensi meningkat dengan cepat pada perempuan.11
• Ras – Di Amerika Serikat didapati hipertensi pada orang kulit hitam Amerika
pada usia lebih muda dan menyebabkan kerusakan organ yang lebih
bermakna. 11
• Status Perkawinan – dari penelitian ditunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara angka kesakitan maupun kematian dengan status kawin, tidak kawin,
cerai dan janda. Kecenderungan bagi orang-orang yang tidak kawin lebih
8
sering berhadapan dengan penyakit, atau karena adanya perbedaan-perbedaan
dalam gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan penyebab
penyakit-penyakit tertentu.
• Status Pendidikan – status pendidikan bisa menggambarkan kelas sosial,
dimana tingkat pendidikan yang lebih tinggi menggambarkan tingkat
pengetahuan dan ini mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk
pemeliharaan kesehatan.
• Riwayat Penyakit Keluarga – Kejadian hipertensi didapati lebih tinggi pada
individu yang mempunyai hubungan kekeluargaan dibanding dengan
individu tanpa hubungan kekeluargaan dan lebih tinggi di antara kembar
monozigot dibanding dengan heterozigot. Kurang lebih 70% dari kejadian
hipertensi dalam suatu keluarga dihubungkan dengan faktor genetik
dibanding dengan faktor lingkungan.11
• Kebiasaan – Yang dimaksud dengan kebiasaan di sini adalah kebiasaan fisik,
kebiasaan mengkonsumsi kafein, dan juga kebiasaan merokok. Kebiasaan
aktivitas fisik secara umum bisa dibagi kepada kegiatan rumah tangga dan
kegiatan olahraga. Inaktivasi fisik secara kuat dan positif diasosiasi dengan
hipertensi. Pada suatu penelitian American Journal of Public Health, April
2007, didapati bahwa orang dewasa muda yang berolahraga rata-rata 5 kali
seminggu dan membakar kira-kira 300 kalori per sesi olahraga mengalami
penurunan risiko hipertensi sebanyak 17%.
• Dari penelitian yang dilakukan, didapati bahwa individu yang mengkonsumsi
kafein mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi. Hal ini karena kafein yang
terkandung dalam kopi maupun teh. Dari studi kontrol placebo menunjukkan
bahwa kafein dapat menurunkan denyut jantung, meningkatkan tekanan darah
dan meningkatkan katekolamin dan asam lemak bebas dalam plasma.11
• Kebiasaan yang selanjutnya yang juga berperan dalam kenaikan tekanan darah
adalah kebiasaan merokok. Konsumsi nikotin, suatu bahan kimia yang
terdapat didalam rokok dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dengan
9
menurunkan oksigen ke jantung, meningkatkan tekanan darah dan denyut
jantung, meningkatkan pembekuan darah dan merusak sel-sel pada pembuluh
darah. 11
• Obesitas – hipertensi karena obesitas sering dianggap sebagai salah satu
bentuk khusus hipertensi, tetapi berdasarkan kebanyakan bukti
mengindikasikan bahwa kelebihan berat badan merupakan penyebab terbesar
terjadinya hipertensi esensial pada manusia. Obesitas menyebabkan
perubahan hemodinamika dan sistem kardiovaskular pada tubuh manusia.
Penambahan berat badan yang cepat meningkatkan aliran darah regional,
kadar curah jantung, dan denyut jantung berdasarkan studi eksperimental pada
hewan dan manusia. Individu yang mengalami obesitas secara umum
mengalami hipertensi karena resistensi insulin dan hiperlipidemia hasil dari
peningkatan massa lemak. 111
10
Gambar 2.2 Pengaruh Renin Angiotensin Aldosteron terhadap Kenaikan
Tekanan Darah11
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang
keluhan pasien, riwayat penyakit terdahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisis
serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Anamnesis atau proses wawancara merupakan langkah awal untuk
penegakkan diagnosis hipertensi. Anamnesis atau wawancara bertujuan untuk
menggali informasi tentang penyakit pasien. Anamnesis ini bisa dilakukan langsung
dengan pasien (autoanamnesis) atau dengan keluarga pasien (heteroanamnesis). Hal-
hal yang dapat ditanyakan untuk mendapatkan informasi penyakit hipertensi
meliputi:7
1. Sudah berapa lama pasien menderita hipertensi dan berapa tekanan darahnya?
11
2. Pertanyaan yang menunjukkan adanya indikasi hipertensi sekunder, seperti:
a. Apakah ada keluarga dengan penyakit ginjal (ginjal polikistik)?
b. Apakah pasien mempunyai penyakit ginjal, infeksi saluran kemih,
hematuri, pemakaian obat-obat analgesik dan obat lainnya?
c. Apakah ada gejala – gejala, seperti episode berkeringat, sakit kepala,
kecemasan dan palpitasi? (gejala tersebut di atas dapat
mengindikasikan adanya penyakit feokromasitoma)
d. Apakah ada gejala – gejala, seperti episode lemah otot dan tetani?
(gejala tersebut di atas dapat mengindikasikan adanya penyakit
aldesteronisme)
3. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan faktor – faktor risiko penyakit
hipertensi, seperti :
a. Apakah ada riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien?
b. Apakah ada riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya?
c. Apakah ada riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya?
d. Apakah pasien mempunyai kebiasaan merokok?
e. Bagaimana dengan pola makan pasien?
f. Apakah pasien mengalami kegemukan dan bagaimana intensitas
olahraga pasien?
g. Bagaimana kepribadian pasien ?
4. Pertanyaan – pertanyaan yang menunjukkan adanya gejala kerusakan organ,
seperti :
a. Otak dan mata: Apakah ada gejala-gejala seperti sakit kepala, vertigo,
gangguan penglihatan, TIA, deficit sensoris atau deficit motoris?
b. Jantung: Apakah ada gejala – gejala seperti palpitasi, nyeri dada,
sesak, bengkak kaki?
c. Ginjal: Apakah ada gejala – gejala seperti haus, poliuria, nokturia,
hematuria?
12
d. Arteri perifer: Apakah ada gejala – gejala seperti ekstremitas dingin,
klaudikasio intermiten?
5. Bagaimana riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya?
6. Apakah ada faktor lainnya yang mendukung terjadinya hipertensi, seperti
faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan?
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah
pasien istirahat selama 5 menit. Kaki di lantai dengan lengan pada posisi setinggi
jantung. Ukuran dan peletakkan manset (panjang 12 – 13 cm, lebar 35 cm untuk
standar orrang dewasa) dan stetoskop harus benar. Pengukuran dilakukan 2 kali,
dengan sela 1 – 5 menit.7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan seperti:
- Tes darah rutin
- Hemoglobin dan hematokrit
- Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula
- Kimia darah untuk kalium (serum), kreatinin (serum), gula darah puasa, total
kolesterol
- Elektrokardiogram
- Ekokardiogram
- Radiologi: foto toraks dan sesuai penyakit penyerta
- Kolesterol total serum, kolesterol HDL serum, LDL serum, kolesterol
trigliserida serum (puasa)
- Asam urat serum
- Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin
- Ekokardiografi bila diduga KOS (kerusakan organ sasaran), seperti adanya
LVH
13
- Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
- Ultrasonografi ginjal bila diduga adanya kelainan ginjal
- Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak
- Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
2.1.6 Tatalaksana
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:8,11
• Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi
(diabetes, gagal ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
• Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
• Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap factor resiko atau kondisi
penyerta lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan
hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi.8
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis.
Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan
tujian menurunkan tekanan darah dan mengendalikan factor-faktor resiko serta
penyakit penyerta lainnya.8
Terapi nonfarmakologis terdiri dari:8
• Menghentikan merokok
• Menurunkan berat badan berlebih
• Menurunkan konsumsi alcohol berlebih
• Latihan fisik
• Menurunkan asupan garam
• Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
Jenis – jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan JNC 7:8,9,11,12
• Diuretika, terutama jenis Thiazie (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo
Ant)
14
• Beta Blocker (BB)
• Calcium Channel Blocker atau Calcium Anatagonist (CCB)
• Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
• Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1receptor antagonist / blocker (ARB)
Masing – masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan
dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi
beberapa factor, yaitu:8
• Faktor sosio ekonomi
• Profil factor resiko kardiovaskular
• Ada tidaknya kerusakan organ target
• Ada tidaknya penyakit penyerta
• Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
• Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk
penyakit lain
• Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan resiko kardiovaskular
Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi
menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan tekanan
darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang digunakan.
Tetapi terdapat pula buki – bukti yang menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi
tertentu memiliki kelebihan untuk kelompok pasien tertentu.8
Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokan pasien berdasar yang
memerlukan pertimbangan khusus (Special Consederations), yaitu Kelompok
Indikasi yang Memaksa (Compelling Indications), dan Keadaan Khusus lainnya
(Special Situations).8
15
• Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
• Diabetes
• Penyakit ginjal kronis
• Pencegahan stroke berulang
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan
target tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.
Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau
yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan memulai
terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung tekanan
darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat
dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka
langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke
antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindarkan
dengan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien
memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah,
16
tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan bisaya pengobatan dan menurunkan
kepatuhan pasien karena jumlah obat yang semakin bertambah.8
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah:8
• CCB dan BB
• CCB dan ACEI atau ARB
• CCB dan diuretika
• AB dan BB
• Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat
Tabel 2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Anti Hipertensi
Menurut ESH8,9
KI Tidak
Kelas Obat Indikasi KI Mutlak
Mutlak
Gagal jantung kongestif, usia
Diuretika
lanjut, isolated systolic Gout Kehamilan
(Thiazide)
hypertension, ras Afrika
Insufisiensi ginjal, gagal
Diuretika (Loop)
jantung kongestif
Diuretika (anti Gagal jantung kongestif, Gagal ginjal,
aldosteron) pasca infark miokardium hiperkalemia
Asma, Penyakit
penyakit paru pembuluh darah
Angina pectoris, pasca infark
obstruktif perifer,
miokardium, gagal jantung
Penyekat β menahun, A- intoleransi
kongestif, kehamilan,
V block glukosa, atlit
takiaritmia
(derajat 2 atau pasien yang
atau 3) aktif secara fisik
Usia lanjut, isolated systolic
Calcium hypertension, angina Takiaritmia,
Antagonist pectoris, penyakit pembuluh gagal jantung
(dihydopiridine) darah perifer, aterosklerosis kongestif
karotis, kehamilan
Calcium Angina pectoris, A-V block
Antagonist aterosklerosis karotis, (derajat 2
(verapamil, takikardia supraventrikuler atau 3), gagal
17
jantung
diltiazem)
kongestif
Gagal jantung kongestif, Kehamilan,
disfungsi ventrikel kiri, pasca hiperkalemia,
Penghambat ACE infark miokardium, non- stenosis
diabetic nefropati, nefropati arteri renalis
DM tipe 1, proteinuria bilateral
18
Hipertensi ≥ 160 atau ≥ Ya Kombinasi 2
derajat 2 100 obat untuk
sebagian besar
kasus umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan
ACEI atau ARB
atau BB atau
CCB
19
Gambar 2.3 Algoritme Penanganan Hipertensi
20
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi hipertensi terjadi karena kerusakan organ yang diakibatkan
peningkatan tekanan darah sangat tinggi dalam waktu lama. Organ-organ yang paling
sering rusak antara lain:11
1. Otak
Pada otak, hipertensi akan menimbulkan komplikasi cukup mematikan.
Berdasarkan penelitian sebagian besar kasus stroke disebabkan hipertensi.
Apabila hipertensi tersebut dapat dikendalikan resikonyapun menjadi menurun,
selain stroke komplikasi pada organ otak akibat hipertensi ini adalah dimensia
atau pikun.
2. Mata
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah halus pada retina
(bagian belakang mata) robek, darah merembes ke jaringan sekitarnya sehingga
dapat menimbulkan kebutaan.
3. Gagal jantung
Gagal jantung, yaitu suatu keadaan ketika jantung tidak kuat untuk memompa
darah keseluruh tubuh sehingga banyak organ lain rusak karena kekurangan darah
dan tidak kuatnya otot jantung dalam memompa darah kembali ke jantung.
4. Arteriosklerosis
Arteriosklerosis atau pengerasan pembuluh darah arteri, pengerasan pada dinding
arteri ini terjadi karena terlalu besarnya tekanan, karena hipertensi, lama
kelamaan dinding arteri menjadi kebal dan kaku, pengerasan pada arteri ini
mengakibatkan tidak lancarnya aliran darah sehingga dibutuhkan tekanan yang
lebih kuat lagi sebagai kompensasinya.
5. Aterosklerosis
Arterosklerosis atau penumpukan lemak pada lapisan dinding pembuluh darah
arteri, penumpukan lemak dalam jumlah besar disebut plak. Pembentukan plak
dalam pembuluh darah sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penyempitan
pembuluh darah sehingga organ tubuh akan kekurangan pasokan darah.
21
Aterosklerosis paling sering terjadi pada arteri yang melewati jantung, otak dan
ginjal, juga pada pembuluh darah besar yang disebut aorta abdominalis di dalam
perut dan tungkai.
6. Aneurisma
Aneurisma yaitu terbentuknya gambaran seperti balon pada dinding pembuluh
darah akibat melemah atau tidak elastisnya pembuluh darah akibat kerusakan
yang timbul. Aneurisme paling sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang
melalui otak dan pembuluh darah aorta yang melalui perut. Areurisma sangat
berbahaya karena bisa pecah mengakibatkan pendarahan yang sangat fatal.
7. Penyakit pada arteri koronaria
Arteri koronaria adalah pembuluh darah utama yang memberi pasokan darah pada
otot jantung. Apabila arteri ini mengalami gangguan misalnya karena plak aliran
darah ke jantung akan terganggu sehingga kekurangan darah.
8. Hipertensi bilik kiri jantung.
Bilik kiri jantung atau serambi kiri jantung adalah ruang pompa utama jantung
akibat otot yang bekerja terlalu berat ketika memompakan darah ke aorta karena
hipertensi, akhirnya terjadi hipertensi atau penebalan otot serambi kiri tersebut
sehingga mengakibatkan semakin besarnya ruang serambi kiri jantung. Semakin
besarnya serambi menyebabkan semakin bertambahnya pasokan darah. Dilain
pihak penyempitan pembuluh darah karena hipertensi menyebabkan tidak
tercukupinya kebutuhan darah tersebut sehingga jantung akan rusak dan akan
bekerja lebih kuat lagi dalam memompakan darah.
9. Gagal ginjal
Komplikasi hipertensi timbul karena pembuluh darah dalam ginjal mengalami
aterosklerosis karena tekanan darah terlalu tinggi sehingga darah keginjal akan
menurun dan ginjal tidak dapat melaksanakan fungsinya. Apabila tidak berfungsi,
bahan sisa makanan akan menumpuk dalam darah dan ginjal akan mengecil dan
berhenti berfungsi.
22
Gambar 2.4 Target Kerusakan Organ pada pasien Hipertensi11
2.1.8 Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat.
Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi
biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan
kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius
dari hipertensi adalah untuk mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi3
23
2.2 Hipertensi pada Usia Muda
2.2.1 Hipertensi pada Remaja
2.2.1.1 Definisi
Definisi hipertensi pada anak dan remaja tidak dapat disebut dengan satu
angka, karena nilai tekanan darah normal bervariasi pada berbagai usia. Pada
awalnya, Gauthier dkk membagi hipertensi menjadi hipertensi ringan, sedang dan
berat dengan menambahkan 10 mmHg setiap tingkatnya di atas persentil ke-95 pada
grafik persentil dari Task Force on The High Blood Pressure Control in Children
1977. Khusus untuk remaja, Gauthier membagi hipertensi tersebut menjadi hipertensi
ringan apabila tekanan darah 140/90 – 149/99 mmHg, hipertensi sedang 150/100 –
159/109 mmHg, dan hipertensi berat = 160/110 mmHg. Jadi pada remaja, dikatakan
hipertensi bila tekanan darah sistolik (TDS) = 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik (TDD) = 90 mmHg.13
Task Force Report on High Blood Pressure in Children and Adolescents pada
tahun 1987 dan 1996 mengemukakan beberapa definisi hipertensi. Tekanan darah
tinggi atau hipertensi apabila rata-rata TDS dan atau TDD lebih tinggi atau sama
dengan persentil ke-95 terhadap umur dan jenis kelamin pada tiga kali pemeriksaan.
Hipertensi ini dibagi menjadi dua kelas, yaitu hipertensi signifikan bila TDS dan atau
TDD terus-menerus berada di antara persentil ke-95 dan ke- 99, dan hipertensi berat
bila TDS dan atau TDD terusmenerus berada di atas persentil ke-99 terhadap umur
dan jenis kelamin.13
2.2.1.2 Etiologi
Penyebab hipertensi yang paling sering pada remaja (usia 13-18 tahun) adalah
hipertensi esensial dan penyakit parenkim ginjal. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa hipertensi esensial tercatat lebih dari 80% sebagai penyebab
hipertensi pada remaja diikuti oleh penyakit ginjal lainnya. Penyakit renovaskular
dapat dicurigai pada remaja yang menderita hipertensi berat. Juga terdapat beberapa
24
penyebab hipertensi yang jarang, seperti renin-secreting tumor, pheochromocytoma,
obat-obatan (kokain, kontrasepsi, dekongestan), dan sebagainya.13
1. Hipertensi Essensial
Banyak bukti yang mendukung konsep hipertensi esensial berawal dari masa
kanak-kanak, meskipun hipertensi esensial lebih sering terjadi pada remaja
dibanding pada anak. Remaja dengan hipertensi esensial kebanyakan tanpa gejala
(asimtomatik) dan sering terdeteksi hanya pada saat pemeriksaan rutin. Obesitas
sering dihubungkan dengan hipertensi esensial dan dijumpai pada hampir 50%
kasus. Riwayat keluarga yang menderita hipertensi sering dijumpai. Faktor
lingkungan juga berperan dalam hipertensi esensial seperti konsumsi garam yang
tinggi, konsumsi alkohol, merokok, stres psikogenik, sosial ekonomi, dan faktor
predisposisi lainnya seperti ras dan jenis kelamin.13
Ras
Remaja kulit hitam mempunyai tekanan darah lebih tinggi dibanding yang
kulit putih. Perbedaan tekanan darah pada remaja putri kulit hitam dan kulit
putih dihubungkan dengan adanya perbedaan maturitas.
Jenis kelamin
Tekanan darah remaja laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Sinaiko
dkk dalam penelitiannya terhadap murid SLTP di Minnesota, Minneapolis,
menemukan secara signifikan tekanan darah remaja laki-laki lebih tinggi
dibanding perempuan.
Riwayat keluarga dan faktor genetik
Remaja yang berasal dari keluarga dengan riwayat hipertensi, mempunyai
risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi dibanding dengan keluarga
tanpa riwayat hipertensi. Jika kedua orangtua hipertensi, maka angka kejadian
hipertensi pada keturunannya meningkat 4 sampai 15 kali dibanding bila
kedua orangtua adalah normotensi. Bila kedua orangtua menderita hipertensi
esensial, maka 44,8% anaknya akan menderita hipertensi. Jika hanya salah
satu orangtua hipertensi maka 12,8% keturunannya akan mengalami
25
hipertensi. Ekspresi dari hipertensi pada seseorang sepertinya merupakan hasil
dari perubahan-perubahan pada genetik. Telah terbukti bahwa bukan hanya
tekanan darah, tapi juga mekanisme pengaturan sistem reninangiotensin-
aldosteron, sistem saraf simpatis, semuanya dipengaruhi secara genetik.
Tehnik biomolekular modern telah memungkinkan pemeriksaan gen yang
bertanggungjawab terhadap terjadinya hipertensi pada seseorang
Obesitas
Telah lama diketahui bahwa kejadian hipertensi berhubungan dengan obesitas.
Namun mekanisme yang pasti masih belum jelas. Selective insulin resistance
adalah suatu keadaan apabila seseorang mengalami gangguan kemampuan
insulin dalam metabolisme glukosa, namun efek fisiologis lain dari insulin
masih terjadi seperti retensi sodium, perubahan struktur dan fungsi vaskular,
transpor ion, dan aktivasi sistem saraf simpatis, sehingga akan mengakibatkan
hipertensi. Hipotesis yang paling mungkin untuk menjelaskan terjadinya
hipertensi pada obesitas apabila hipertensi berhubungan dengan suatu
interaksi yang kompleks antara retensi sodium, aktivasi sistem saraf simpatis
dan selective insulin resistance.
Konsumsi garam
Konsumsi garam yang tinggi dihubungkan dengan terjadinya hipertensi
esensial, terlihat dari penelitian epidemiologi terhadap tekanan darah orang
yang konsumsi makanannya garam tinggi. Namun demikian oleh karena
kebanyakan dari mereka tidak menderita hipertensi, pasti ada perbedaan
sensitivitas terhadap garam. Suatu respons tekanan darah yang sensitive
terhadap garam/sodium didefenisikan sebagai kenaikan rata-rata tekanan
darah arteri sebesar = 5 mmHg setelah konsumsi tinggi garam selama 2
minggu. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pengurangan
konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah sistolik rata-rata 3-5
mmHg, dengan efek yang lebih besar pada orang tua yang menderita
hipertensi berat.
26
2. Hipertensi Sekunder13
Penyakit ginjal
Pada remaja, setelah hipertensi esensial penyakit ginjal hipertensi yang
disebabkan oleh penyakit ginjal dapatberasal dari parenkim atau pembuluh
darah ginjal. Hipertensi yang berasal dari penyakit parenkim ginjal dapat
ditemukan pada penyakit glomerulonefritis akut pasca streptokokus,
pielonefritis, lupus eritematosus sistemik, gagal ginjal akut, anomaly
kongenital seperti hipoplasia ginjal segmental, dan ginjal polikistik 9,29
Selain penyakit parenkim ginjal, 12% penyebab hipertensi kronik pada remaja
juga berasal dari penyakit pembuluh darah ginjal/arteri renalis
Penyakit kardiovaskular
Koarktasio aorta merupakan penyakit kardiovaskular yang selalu
menyebabkan hipertensi, baik masa bayi maupun pada usia anak dan remaja.
Di dalam kepustakaan disebutkan sebanyak 2% koarktasio aorta sebagai
penyebab hipertensi sekunder.
Penyakit / gangguan endokrin.
Feokromositoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel kromafin yang
berlokasi di bagian medulla kelenjar adrenal. Sekitar 0,5 % dari penyebab
hipertensi sekunder pada anak berasal dari feokromositoma. Sel-sel kromafin
merupakan tempat untuk mensintesis, menyimpan dan mensekresikan hormon
katekolamin, yaitu suatu neurotransmiter alfa adrenergik yang memegang
peranan dalam patogenesis hipertensi. Gangguan endokrin lain yang dapat
menyebabkan hipertensi adalah sindrom Cushing, sindrom adrenogenital,
hiperaldosteronisme esensial, dan hyperplasia adrenal kongenital.
27
2.2.1.3 Evaluasi Diagnostik Hipertensi
Remaja dengan tekanan darah sistolik dan diastolik diatas persentil ke-90
menurut umur dan jenis kelamin, dan yang dengan hipertensi bermakna memerlukan
pemeriksaan berkala.29 Untuk setiap remaja evaluasi diagnostik yang dikerjakan
harus disesuaikan dengan gambaran klinis individu. Umur, jenis kelamin, ras, berat
badan, dan tinggi badan, nilai tekanan darah pada lengan dan paha harus diukur dan
dicatat.13
Anamnesis yang teliti dan terarah sangat diperlukan untuk evaluasi etiologi
hipertensi pada remaja. Sebaiknya ditanyakan tentang gejala hipertensi, riwayat
pertumbuhan, keluhan/gangguan ginjal dan urologi yang sekarang dan sebelumnya,
pemakaian obat-obatan serta riwayat hipertensi pada keluarga.13
Pemeriksaan fisik juga perlu dilakukan secara teliti dan sistematis oleh karena
ada beberapa kelainan yang dapat ditemukan dan merupakan tanda penyebab
hipertensi atau lamanya hipertensi berlangsung. Telah dicapai konsensus bahwa
untuk remaja dengan hipertensi ringan yang asimptomatik hanya memerlukan
pemeriksaan sederhana.13
28
Gambar 2.5 Evaluasi Hipertensi pada Remaja12
2.2.1.4 Tatalaksana
Tujuan tata laksana hipertensi pada remaja untuk menurunkan tekanan darah
di bawah persentil ke-95 dan mencegah komplikasi hipertensi, Tata laksana ini
meliputi non farmakologik dan farmakologik.13
Pengobatan hipertensi pada remaja diberikan berdasarkan keadaan masing-
masing remaja tersebut. Remaja yang obese atau yang menderita hipertensi esensial,
hal pertama yang dilakukan adalah terapi non farmakologik seperti penurunan berat
badan, peningkatan aktifitas fisik dan mengurangi konsumsi garam, sebelum
diberikan pengobatan anti hipertensi. Pada remaja yang hipertensi namun tidak obese,
aktifitas fisik kurang efektif dan pengobatan dengan anti hipertensi dapat diberikan.13
Non Farmakologi13
29
Pengobatan hipertensi secara non farmakologik termasuk di antaranya
mencegah dan mengatasi obesitas, peningkatan aktivitas fisik dan olah raga,
modifikasi diet termasuk mengurangi konsumsi garam, dan berhenti merokok.
Pada remaja yang obese terdapat penurunan tekanan darah yang signifikan setelah
program penurunan berat badan, terlebih lagi bila digabung dengan peningkatan
akifitas fisik/olahraga. Mengurangi garam dalam makanan sehari-hari juga dapat
membantu menurunkan tekanan darah. Jumlah garam yang dianjurkan adalah 0.5-
1 mEq/kgBB/hari atau kira-kira 2 gram NaCl/hari untuk remaja dengan berat
badan 20-40kg. Berhenti merokok, minum alkohol dan obat golongan
simpatomimetik, juga dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah.
Bila dengan cara ini, setelah beberapa minggu tidak berhasil menurunkan
tekanan darah atau sebaliknya jadi meningkat, maka selanjutnya diperlukan
pengobatan farmakologik.
Farmakologi13
Pengobatan farmakologik harus diberikan kepada remaja yang menderita
hipertensi berat, atau yang tidak respon dengan pengobatan non farmakologik.
Tidak ada data yang menunjukkan kapan obat sebaiknya diberi kepada penderita
hipertensi ringan atau sedang. Sejak tahun 1990-an, obat b-adrenergik blocker,
ACE inhibitor, dan calcium channel antagonis telah dianjurkan sebagai awal
monoterapi.
Jika awal monoterapi dalam dua minggu gagal menurunkan tekanan darah,
dapat ditambahkan ontrol . Jika responnya masih kurang memuaskan, langkah
ke-3 adalah mengganti diuretik dengan suatu vasodilator. Langkah terakhir adalah
menggunakan vasodilator minoxidil sebagai pengganti vasodilator sebelumnya,
dan menggantikan ACE inhibitor atau calcium-channel antagonist dengan obat
yang bereaksi secara sentral. Setelah tekanan darah terkontrol maka dilakukan
step-down therapy sebagai berikut, apabila tekanan darah telah terkontrol dalam
30
batas normal untuk 6 bulan – 1 tahun dan kontrol tekanan darah dengan interval 6
– 8 minggu, ubah menjadi monoterapi.
Setelah terkontrol selama kira-kira 6 minggu, turunkan monoterapi setiap
minggu dan bila memungkinkan berangsur-angsur dihentikan. Jelaskan
pentingnya pengobatan non-farmakologik untuk pengontrolan tekanan darah serta
pentingnya memonitor tekanan darah secara terus-menerus. Terapi farmakologik
dapat dibutuhkan setiap waktu.
31
2.2.2 Hipertensi pada Anak
2.2.2.1 Definisi dan Klasifikasi
Hipertensi pada anak didefinisikan sebagai rerata tekanan darah sistolik
(TDS) dan/atau tekanan darah diastolik (TDD) yang ≥ persentil 95 sesuai jenis
kelamin, usia, dan tinggi badan dalam 3 kali pengukuran yang berbeda.14
Pre-hipertensi pada anak didefinisikan sebagai rerata TDS atau TDD ≥
persentil 90 tetapi < persentil 95, keadaan ini berisiko tinggi berkembang
menjadi hipertensi. Terdapat istilah ”white-coat hypertension” yang merujuk
pada suatu keadaan penderita memiliki tekanan darah > persentil 95 pada
pemeriksaan di klinik atau praktek dokter, sedangkan di luar tempat kesehatan
tersebut penderita memiliki tekanan darah yang normal.4,5,6
Hipertensi tingkat 1 (hipertensi bermakna) yaitu rerata TDS atau TDD yang
berada ≥ 95 sampai dengan 5 mmHg di atas persentil 99. Hipertensi tingkat 2
(hipertensi berat) yaitu rerata TDS atau TDD > 5 mmHg di atas persentil 99. Krisis
Hipertensi yaitu rerata TDS atau TDD > 5 mmHg di atas persentil 99 disertai gejala
dan tanda klinis4,5,6
32
Gambar 2.7 Tekanan Darah di Persentil 95 Laki-laki dan Perempuan Tinggi 15
33
Tabel 2.4 Tekanan Darah Anak Laki-Laki Berdasarkan Persentil Usia dan Tinggi Badan. 15
34
35
36
Kriteria hipertensi juga dibagi atas derajat ringan, sedang, berat, dan krisis
berdasarkan kenaikan tekanan darah sistolik normal sesuai dengan umur yang seperti
terlihat pada tabel 3 di bawah ini:14
Tabel 2.6 Kriteria Derajat Hipertensi Berdasarkan Kenaikan Tekanan Diastolik
Formula untuk menghitung tekanan darah pada anak juga dikembangkan untuk
memfasilitasi deteksi dini hipertensi pada anak yaitu:
Tekanan darah sistolik (persentil 95)
1-17 tahun = 100 + (usia dalam tahun x 2)
Tekanan darah diastolik (persentil 95)
1-10 tahun = 60 + (usia dalam tahun x 2)
11-17 tahun = 70 + (usia dalam tahun)
2.2.2.2 Etiologi
1. Hipertensi Primer/Essensial
Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang tidak
dapat dijelaskan penyakit yang mendasarinya. Meskipun demikian,
identifikasi faktor-faktor yang dapat diperkirakan menjadi penyebab
37
terjadinya hipertensi primer telah dilakukan. Beberapa predictor
diidentifikasi seperti faktor keturunan, berat badan, respon terhadap stres fisik
dan psikologis, abnormalitas transpor kation pada membran sel,
hipereaktivitas sistem saraf simpatis, resistensi insulin, dan respon terhadap
masukan garam dan kalsium.14,16
Tekanan darah yang tinggi pada masa anak-anak merupakan faktor
risiko hipertensi pada masa dewasa muda. Hipertensi primer pada masa anak
biasanya ditandai oleh hipertensi ringan atau bermakna. Evaluasi anak dengan
hipertensi primer harus disertai dengan evaluasi beberapa faktor risiko yang
berkaitan dengan risiko berkembangnya suatu penyakit kardiovaskular.
Obesitas, kolesterol lipoprotein densitas tinggi yang rendah, kadar trigliserida
tinggi, dan hiperinsulinemia merupakan faktor risiko yang harus dievaluasi
untuk berkembangnya suatu penyakit kardiovaskular.16
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi oleh karena adanya
penyebab yang jelas.9 Hipertensi sekunder lebih sering terjadi pada anak-
anak dibanding orang dewasa. Evaluasi yang lebih teliti diperlukan untuk
setiap anak untuk mencari penyebab yang mendasarinya.16
Anak dengan hipertensi berat, anak dengan umur yang masih muda,
serta anak remaja dengan gejala klinis suatu kondisi sistemik disertai
hipertensi harus dievaluasi lebih lanjut. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
merupakan langkah pertama evaluasi anak dengan kenaikan tekanan darah
yang menetap sehingga dapat mengarahkan pada suatu kelainan sistemik yang
mendasari terjadinya hipertensi. Jadi, sangat penting untuk mencari gejala
dan tanda klinis yang mengarah pada penyakit ginjal (hematuria nyata,
edema, kelelahan), penyakit jantung (nyeri dada, dispneu, palpitasi), atau
penyakit dari sistem organ lain (seperti kelainan endokrinologis,
38
reumatologis). Riwayat penyakit dahulu diperlukan untuk mengungkap
penyebab hipertensi. Pertanyaan berupa riwayat opname sebelumnya, trauma,
infeksi saluran kemih, diabetes, atau masalah gangguan tidur. Riwayat
penyakit keluarga berupa riwayat hipertensi, diabetes, obesitas, apnea pada
waktu tidur, penyakit ginjal, hiperlipidemia, stroke, dan kelainan
endokrinologis pada keluarga.4,16
Sekitar 60-80% hipertensi sekunder pada masa anak berkaitan dengan
penyakit parenkim ginjal.9 Kebanyakan hipertensi akut pada anak
berhubungan dengan glomerulonefritis. Hipertensi kronis pada anak paling
sering berhubungan dengan penyakit parenkim ginjal (70-80%), sebagian
karena hipertensi renovaskular (10-15%), koartasio aorta (5-10%),
feokromositoma dan penyebab endokrin lainnya (1-5%). Pada anak yang lebih
kecil (< 6 tahun) hipertensi lebih sering sebagai akibat penyakit parenkim
ginjal, obstruksi arteri renalis, atau koartasio aorta. Anak yang lebih besar
bisa mengalami hipertensi dari penyakit bawaan yang baru menunjukkan
gejala hipertensi dan penyakit dapatan seperti refluks nefropati atau
glomerulonefritis kronis.5,16
Patogenesis hipertensi pada anak dengan penyakit ginjal melibatkan
beberapa mekanisme. Hipoperfusi ginjal pada penyakit glomerular diketahui
menstimulasi produksi renin melalui apparatus jukstaglomerular yang
mengaktifkan angiotensin I dan selanjutnya mengaktifkan angiotensin II
sehingga menyebabkan hipertensi. Sistem hormonal seperti prostaglandin
meduler yang bersifat vasodepresor dapat menurun dan menyebabkan
hipertensi, substansi lipid pada medula ginjal juga menurun pada penyakit
ginjal. Hipervolemia dapat timbul akibat retensi air dan cairan sehingga curah
jantung meningkat dan menimbulkan hipertensi. Hipertensi juga bisa
disebabkan oleh farmakoterapi untuk penyakit parenkim ginjal yang diobati
dengan kortikosteroid.14
39
2.2.2.3 Manifestasi Klinis
Hipertensi derajat ringan atau sedang umumnya tidak menimbulkan gejala.
Namun dari penelitian yang baru-baru ini dilakukan, kebanyakan anak yang
menderita hipertensi tidak sepenuhnya bebas dari gejala. Gejala non spesifik berupa
nyeri kepala, insomnia, rasa lelah, nyeri perut atau nyeri dada dapat dikeluhkan.17,18
Pada keadaan hipertensi berat yang bersifat mengancam jiwa atau fungsi organ vital
timbul gejala yang nyata. Keadaan ini disebut krisis hipertensi. Krisis hipertensi ini
dibagi menjadi dua kondisi yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi.
Manifestasi klinisnya sangat bervariasi namun komplikasi utama pada anak
melibatkan sistem saraf pusat, mata, jantung, dan ginjal.14,16
Anak dapat mengalami gejala berupa sakit kepala, pusing, nyeri perut,
muntah, atau gangguan penglihatan. Krisis hipertensi dapat pula bermanifestasi
sebagai keadaan hipertensi berat yang diikuti komplikasi yang mengancam jiwa atau
organ seperti ensefalopati, gagal jantung akut, infark miokardial, edema paru, atau
gagal ginjal akut.4,6 Ensefalopati hipertensif ditandai oleh kejang fokal maupun
umum diikuti penurunan kesadaran dari somnolen sampai koma.5,14 Gejala-gejala
yang tampak pada anak dengan ensefalopati hipertensif umumnya akan segera
menghilang bila pengobatan segera diberikan dan tekanan darah diturunkan menjadi
normal.14
Gejala dan tanda kardiomegali, retinopati hipertensif, atau gambaran
neurologis yang berat sangat penting karena menunjukkan hipertensi yang telah
berlangsung lama.5,16
2.2.2.4 Diagnosis
Anak yang benar-benar mengalami peningkatan tekanan darah harus
diklasifikasikan menjadi salah satu dari dua kemungkinan kategori berdasarkan
manifestasi klinisnya. Kategori I adalah anak-anak dengan peningkatan tekanan
40
darah yang bermakna dan dengan kemungkinan komplikasi dengan onset akut. Yang
termasuk kategori ini biasanya anak yang lebih muda dengan hipertensi sekunder
yang memerlukan terapi emergensi, terapi terhadap komplikasi yang terjadi, dan
terapi spesifik terhadap penyebab hipertensi. Kategori II adalah anak-anak dengan
peningkatan tekanan darah yang ringan dan dengan kemungkinan komplikasi
jangka panjang yang biasanya adalah anak remaja dengan hipertensi esensial.4
Klasifikasi ini penting baik untuk tujuan diagnostik maupun terapi.
Algoritma mengenai manajemen anak dengan peningkatan tekanan darah ditampilkan
dalam gambar di bawah ini.
41
Gambar 2.8 Algoritme Untuk Manajemen Anak Dengan Peningkatan Tekanan Darah .6
2.2.2.5 Tatalaksana
Penanganan anak dengan hipertensi ditujukan pada penyebab naiknya
tekanan darah dan mengurangi gejala yang timbul. Kerusakan organ target,
kondisi-kondisi lain yang terjadi bersamaan, serta faktor-faktor risiko juga
mempengaruhi keputusan terapi. Terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis
direkomendasikan berdasarkan usia anak, tingkatan hipertensi, dan respon terhadap
terapi.15
1. Terapi nonfarmakologis
Pada anak dengan kondisi pre-hipertensi atau hipertensi tingkat 1 terapi
berupa perubahan gaya hidup direkomendasikan. Terapi ini berupa pengontrolan
berat badan, olahraga yang teratur, diet rendah lemak dan garam, pengurangan
kebiasaan merokok pada anak remaja yang merokok, dan tidak mengkonsumsi
alkohol.6 Korelasi yang kuat terdapat pada anak yang memiliki berat badan lebih
dengan peningkatan tekanan darah. Pengurangan berat badan telah terbukti efektif
pada anak obese disertai hipertensi.
Pengontrolan berat badan tidak hanya menurunkan tekanan darah juga
menurunkan sensitivitas tekanan darah terhadap garam, menurunkan risiko
kardiovaskular lain seperti dislipidemia dan tahanan insulin. Pada penelitian tersebut
disebutkan bahwa penurunan indeks massa tubuh 10% menurunkan tekanan darah
dalam jangka waktu pendek sebesar 8 sampai 10 mmHg.15,16
Aktivitas fisik yang teratur membantu menurunkan berat badan dan
sekaligus menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Aktivitas fisik tersebut
42
minimal dilakukan selama 30-60 menit per hari.14 Intervensi diet pada anak
dapat berupa ditingkatnya diet berupa sayuran segar, buah segar, serat, dan
makanan rendah lemak, serta konsumsi garam yang adekuat hanya 1,2 g/hari (anak
4-8 tahun) dan 1,5 g/hari untuk anak yang lebih besar membantu dalam
manajemen hipertensi.15
Pengurangan garam pada anak dan remaja disebutkan dapat mengurangi
tekanan darah sebesar 1 sampai 3 mmHg. Peningkatan masukan kalium, magnesium,
asam folat juga dikaitkan dengan tekanan darah yang rendah.15
2. Terapi farmakologis
Indikasi penggunaan terapi farmakologis hipertensi pada anak dan remaja
jika ditemukan keadaan hipertensi yang bergejala, kerusakan organ target
(seperti: hipertrofi ventrikel kiri, retinopati, proteinuria), hipertensi sekunder,
hipertensi tingkat 1 yang tidak berespon dengan perubahan gaya hidup, dan
hipertensi tingkat 2.15
Tujuan terapi adalah mengurangi tekanan darah kurang dari persentil 95.
Jika terdapat kerusakan organ target atau penyakit yang mendasari, tujuan terapi
adalah tekanan darah kurang dari persentil 90. Dalam memilih terapi farmakologi
harus dipertimbangkan efikasi ketersediaan obat, frekuensi pemberian, efek
samping dan biaya. 15
Farmakoterapi harus mengikuti tahapan peningkatan dosis obat secara
bertahap. Menggunakan satu macam obat dengan dosis terendah kemudian
meningkatkan dosis sampai efek terapetik terlihat. Bila terdapat efek samping atau
dosis obat maksimal dapat digunakan obat kedua yang memiliki mekanisme kerja
berbeda.15
Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI) (seperti: kaptopril,
enalapril, lisinopril, ramipril) dan Calcium Channel Blocking Agents (seperti:
nifedipin, amlodipin, felodipin, isradipin) adalah obat antihipertensi yang sering
43
digunakan karena efek sampingnya yang rendah. Diuretika (diuretik tiazid, loop
diuretic, dan diuretik hemat kalium biasanya digunakan sebagai terapi tambahan.
Obat-obatan baru seperti penghambat reseptor angiotensin (seperti:
irbesartan) juga digunakan pada hipertensi yang terjadi pada anak dan remaja. Obat
ini mungkin bisa menjadi pilihan pada anak yang menderita batuk kronik akibat
penggunaan penghambat ACE.
Penghambat reseptor adrenergik (seperti: propanolol, atenolol, metoprolol,
dan labetolol), penghambat reseptor adrenergik, agonis reseptor, vasodilator
langsung, agonis reseptor adrenergik perifer jarang digunakan pada pasien anak
karena efek samping yang ditimbulkannya, akan tetapi obat-obatan ini dapat menjadi
pilihan bila terjadi kegagalan terapi dengan obat-obatan Calcium Channel Blocking
Agents, Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors, atau penghambat reseptor
angiotensin.14,15
44
Tabel 2.7 Obat Antihipertensi Untuk Hipertensi Pada Anak 1-17 Tahun Yang
Dirawat Jalan14
45
BAB III
KESIMPULAN
46
DAFTAR PUSTAKA
47
16. Guertin SR. Systemic Hypertension. In: Behrman RE, Vaughan VC,
penyunting. Nelson’s Textbook of Pediatrics. 17th Edition. Philadelpia: WB
Saunders Company; 2002. h.1400-10
48