Bagi Laporan 3 (Porifera) - Lena Enjelina - 2008086080

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM ZOOLOGI INVERTEBRATA

“KARAKTERISASI DAN IDENTIFIKASI ANGGOTA FILUM


PORIFERA”

Disusun oleh:

Nama : Lena Enjelina

NIM : 2008086080

Gol./Kel. : I (Satu)

Dosen Pengampu : Saifullah Hidayat, S.Pd., M.Sc.

LABORATORIUM BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2021
BAB I

KARAKTERISASI DAN IDENTIFIKASI ANGGOTA FILUM PORIFERA

A. Judul Praktikum
Praktikum ini berjudul “KARAKTERISASI DAN IDENTIFIKASI
ANGGOTA FILUM PORIFERA”.

B. Tujuan
1. Mampu mengenal beberapa anggota filum porifera.
2. Mempelajari beberapa karakter penting dalam klasifikasi filum porifera.
3. Mampu mengidentifikasi secara tepat contoh anggota filum porifera.

C. Dasar Teori
Identifikasi adalah suatu kegiatan katakterisasi semua sifat yang dimiliki atau
yang terdapat pada suatu sumber keragaman genetik sebagai data base sebelum
memulai rencana pemuliaan. Identifikasi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu
identifikasi berdasarkan sifat morfologi dan argonomis; identifikasi berdasarkan
sitologi; dan identifikasi berdasarkan pola pita pada DNA/molekuler (Jamsari, 2008).
Porifera berasal dari bahasa Latin, porus dan ferra. Porus berarti lubang kecil
(dalam bentuk tunggal = porus, dalam bentuk jamak= pori), sedangkan ferra berarti
mengandung atau mengemban. Jadi, Porifera adalah hewan yang memiliki banyak
lubang kecil atau hewan berpori. Porifera dimasukkan dalam golongan metazoan
(hewan multiseluler) tingkat rendah, karena jaringan tubuh masih sederhana, belum
mempunyai organ tubuh, susunan syaraf, saluran pencernaan, bersifat primitif,
sebagian besar hidup di laut dan beberapa jenis yang hidup di air tawar (Zakiyul Fuad,
2016).
Porifera adalah hewan spons yang menetap (sesil), sangat jarang kelihatan
bergerak. Bentuk morfologi beraneka ragam, seperti mangkuk, vas bunga, dan
bercabang-cabang dengan ukuran diameter 1 mm sampai dengan 2 m; warna tubuh
spons (Porifera) juga beraneka ragam, yaitu kelabu, merah, jingga, kuning, biru, hitam
dan violet. Kegunaan Porifera dalam masyarakat umum adalah sebagai busa spons
untuk berbagai kebutuhan rumah tangga (Hurip Pratomo, tanpa tahun). Spons hidup

1
pada komunitas terumbu karang, terutarna dalam peran ekologi dan biomassa
(Wilkinson, 1987 dalam Ichsan Amir dan Agus B., 1996).
Beberapa Porifera memiliki manfaat untuk bioindikator pencemaran, indikator
dalam interaksi komunitas, dan sebagai alat penggosok (bath sponges). Beberapanya
kaya akan senyawa kimia seperti karotin, asam amino bebas, sterol, asam lemak,
brominat phenol, derivat senyawa dibromotyrosine dan bromopyrol (Bergquist &
Hartman, 1969; Bergquist, 1978; Lawson, dkk., 1984).
Porifera bersifat non selective filter feeder (menyaring apa yang ada). Porifera
memberikan sumbangan penting terhadap komunitas benthik laut dan sangat umum
dijumpai di perairan tropik dan sub-tropik. Persebaran mulai dari zona intertidal
hingga zona subtidal suatu perairan (Iwenda Bella Subagio dan Aunurohim, 2013).
Porifera bereproduksi secara seksual dan aseksual (Ismail Marzuki, 2018).
Hewan ini memiliki ciri tubuh berpori, diploblastik, simetri radial, tersusun atas sel-
sel yang bekerja secara mandiri (belum ada koordinasi antar sel yang satu dengan sel
yang lainnya). Bentuk tubuh seperti kipas, jambangan bunga, batang globuar, genta,
terompet, dan lain-lain. Warna tubuh kelabu, kuning, merah, biru, hitam, putih keruh,
coklat, jingga (sering berubah tergantung tempat sinar), mempunyai rongga sentral
(spongecoel), hidup secara heterotrof, makanannya adalah bakteri dan plankton
(Rahmadina, 2019).
Porifera memiliki 3 tipe sistem saluran air. Pertama, tipe Ascon yang
merupakan tipe yang sederhana, misalnya Leucosolenia sp., dinding tubuh tipis,
saluran pendek dan lurus dari ostia langsung masuk ke dalam spongcoel yang dibatasi
sel-sel choanocyte. Kedua, tipe Sycon, misalnya pada scypha mempunyai 2 macam
saluran horizontal, dengan saluran radial dibatasi sel-sel choanocyt. Ketiga, tipe
Leucone, mempunyai tubuh mesenchym yang tebal dan dapat dengan saluran yang
bercabang-cabang, komplek, dengan sel-sel choanocyt hanya pada rongga membulat
(Zakiyul Fuad, 2016).
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap panjang dan lebar spikula Porifera.
Semakin dalam suatu perairan rata-rata panjang dan lebar spikula akan semakin
tinggi. Sehingga, adaptasi dari spons (Porifera) di setiap tingkatan kedalaman akan
berbeda (Bell James & Smith David, 2004).
Porifera dikelompokkan menjadi 4 kelas kelas Calcarea, kelas Hexactinellida,
kelas Demospongiae, dan kelas Sclerospongiae. Sclerospongiae termasuk ke dalam

2
kelas Demospongiae. Sehingga, terdapat tiga kelas didalam filum Porifera, yaitu kelas
Calcarea, kelas Hexactinellida, dan kelas Demospongiae (Pechenik, 2005).
Calcarea (dalam Latin, calcare = kapur) atau Calcispongiae (dalam Latin,
calci = kapur, spongia = spons) memiliki rangka dari kalsium karbonat. Tubuhnya
berwarna pucat dengan bentuk seperti vas bunga, dompet, kendi, atau silinder.
Hexactinellida (dalam bahasa Yunani, hexa = enam) atau Hyalospongiae (dalam
bahasa Yunani, hyalo = kaca/transparan, spongia = spons) memiliki spikula yang
tersusun dari silika sehingga dikenal dengan bunga karang gelas. Ujung spikula
berjumlah enam. Demospongiae (dalam bahasa Yunani, demo = tebal, spongia =
spons). Demospongie bertulang lunak, tidak memiliki rangka (Ismail Marzuki, 2018).
Microciona sp. termasuk kelas Demospongia, memiliki tubuh yang terdiri atas
serabut/benang-benang spongin tanpa skeleton, kadang dengan spikula dari bahan zat
kersik. Tipe aliran airnya adalah leukon. Demospongia merupakan kelas yang
memiliki jumlah anggota terbesar (Joana Sandes dan Ulisses Pinheiro, 2016).
Sebagian besar anggota Desmospongia berwarna cerah, karena mengandung banyak
pigmen granula pada sel amoebositnya. Hewan ini memiliki tubuh lunak dan lembek,
bercabang seperti ranting, di dalam air berkembang dan bertambah panjang hingga
15 cm (Rusyana Adun, 2011).
Spongia officinalis merupakan kelas Demospongiae. Tubuhnya tidak berturan
(asimetris), ada juga yang simetris radial. Berbentuk seperti tabung, vas bunga,
mangkuk, atau tumbuhan. Tubuhnya memiliki banyak pori (Suhardi, 2007).
Leucosolenia sp. terdiri dari retikulasi basal dari tabung berdinding tipis yang
merayap dan ber-anastomosis di atas substrat, dari mana muncul banyak, panjang,
berdiri bebas, tabung oscular yang dipasang rapat yang selalu dilengkapi dengan
lateral. Spikula Leucosolenia sp. berkapur. Triaktin memiliki sinar berpasangan 75-
90x ca. Tebal 7 µm dan panjang sinar basal 100-200 µm x ca. (Rob van Soest, 1989).
Euplectella sp. adalah hewan yang hermafrodit (berkelamin ganda). Hasil
pembuahan berupa zigot yang akan berkembang menjadi larva bersilia. Karena
bersilia, larva dapat bergerak bebas dan akhirnya akan menempel pada tempat tertentu
dan kemudian tumbuhmenjadi individu baru (Akbar D. Yogaswara, 2014).

3
D. Metode Penelitian
1. Waktu Pelaksanaan
Kegiatan praktikum yang berjudul “Karakterisasi dan Identifikasi Anggota
Filum Porifera” dilaksanakan pada hari Senin, 22 Maret – Minggu, 28 Maret
2021. Dengan proses pengamatan dan identifikasi preparat/sampel dilakukan
pada tanggal 22 Maret 2021.

2. Alat dan Bahan


a. Alat
Adapun peralatan yang digunakan dalam praktikum ini, meliputi:
1) Mikroskop
b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah preparat
awetan anggota filum Porifera, yang meliputi:
1) Microciona sp.
2) Spongia officinalis.
3) Leucosolenia sp.
4) Euplectella sp.
3. Cara Kerja
Pengamatan preparat awetan:
Praktikan menyiapkan preparat awetan filum Porifera dan mikroskop.
Mengamati preparat menggunakan mikroskop. Praktikan menggambar secara
skematis preparat awetan yang diamati dan memberi keterangan pada bagian
tubuh yang menjadi karakter khas dari preparat yang diamati. Praktikan menulis
klasifikasi pada preparat awetan. Menganalisis dan mendiskusikan dengan
kelompok mengenai karakter yang teramati dan karakter lain yang menjadi ciri
khas dari organisme yang diamati pada preparat. Hasil pengamatan dan diskusi
disusun dalam bentuk laporan praktikum.

4
BAB II

ISI LAPORAN

A. Hasil dan Pembahasan


1. Hasil Penelitian
Tabel 1. Gambar Preparat dan Klasifikasi Anggota Filum Porifera
No. Nama Klasifikasi Gambar Praktikum Gambar Ilustrasi dan
Anggota Struktur
Porifera
1. Microciona Kingdom : Animalia
sp. Subkingdom: Parazoa
Filum : Porifera
Kelas : Demospongiae
Ordo : Poecilosclerida
Famili : Microcionidae
Genus : Clathria
(Microciona)
Spesies : Microciana sp.
(Carter, 1887)

2. Spongia Kingdom : Animalia


officinalis Filum : Porifera
Kelas : Demospongiae
Ordo : Dictyoceratida
Famili : Spongiidae
Genus : Spongia
Spesies : Spongia
officinalis
(Linnaeus, 1759)

5
3. Leucosolenia Kingdom : Animalia
sp. Subkingdom: Parazoa
Filum : Porifera
Kelas : Calcarea
Ordo : Leucosolenida
Famili : Leucosolenidae
Genus : Leucosolenia
Spesies : Leucosolenia
sertularia
(Bowerbank, 1861; Heekel,
1872)

4. Euplectella Kingdom : Animalia


sp. Filum : Porifera
Kelas : Hexactinellida
Ordo : Lyssacinosida
Famili : Euplectellidae
Subfamili : Euplectellinae
Genus : Euplectella
(Owen , 1841)

Tabel 2. Karakteristik Anggota Filum Porifera yang Diamati


No. Karakter Microciona sp. Spongia officinalis Leucosolenia sp. Euplectella sp.
1. Tipe saluran Leucon Leucon (raghon) Ascon menjadi Sycon (inkuren dan
air leucon (raghon) radial)
2. Ukuran tubuh 15 cm >1 m 9 cm – 1 m 7,5 cm – 1,3 m
3. Warna tubuh Putih Hijau pucat Kuning pucat Putih pucat

4. Bentuk tubuh Asimetris: semak Simetri radial Silinder, seperti radial simetris,

6
bercabang tabung, melengkung silinder,
dan berdiri tegak melengkung dan
berdiri tegak
dengan topangan
spikula
5. Struktur tubuh Sel amoebosit, pori Oskulum, Sel amoebosit, pori Sel amoebosit, pori
(ostium), kanal, ostium(pori), (ostium), kanal, (ostium), kanal,
spongoecoel, flagela, spongocel, flagel, spongocoel, flagela, spongocoel,
sel kolar, oskulum, spikula, choanocytes, sel kolar, oskulum, flagela, sel kolar,
spikula, bud, branch kanal, choanocyte spikula, bud, branch oskulum, spikula
chambers.
6. Sistem Tidak memiliki secara Tidak memiliki Tidak memiliki Tidak memiliki
respirasi khusus; Sel secara khusus; Sel secara khusus; Sel secara khusus; Sel-
koanosit/sel leher, koanosit, secara koanosit, secara sel koanosit, secara
secara difusi difusi difusi absorbsi

7. Sistem digesti Intraseluler (koanosit Intraseluler Intraseluler Intraseluler


dan amoebosit)
8. Sistem Tidak memiliki secara Tidak memiliki Tidak memiliki Tidak memiliki
ekskresi khusus; Dikeluarkan secara secara khusus; secara khusus;
melalui oskulum khusus;mDikeluarkan Dikeluarkan melalui Dikeluarkan
melalui oskulum oskulum melalui pori-pori
(oskulum)

9. Sistem Seksual: pembentukan Seksual: Seksual: Seksual:


reproduksi sel gamet pembentukan sel pembentukan sel pembentukan sel
Aseksual: tunas gamet gamet gamet
budding atau kuncup Aseksual: tunas atau Aseksual: tunas atau Aseksual: tunas
(gemmule) kuncup (gemmule) kuncup (gemmule) atau kuncup
(gemmule)

10. Tekstur tubuh Mengeras pada laut Kasar, berpori di Lembut/halus, Kasar, berpori di
dangkal seluruh permukaan berpori di seluruh seluruh permukaan
tubuh permukaan tubuh tubuh

7
11. Jumlah sel Multiseluler Multiseluler Multiseluler Multiseluler
(uniseluler/
multiseluler
12. Sifat (autotrof/ Heterotrof Heterotrof Heterotrof Heterotrof
heterotrof)
13. Ada tidaknya Eukariotik Eukariotik Eukariotik Eukariotik
membran inti
(Prokariotik/
Eukariotik)
14. Ada tidaknya Flagel pada koanosit Flagel pada koanosit Flagel pada koanosit Flagel pada
flagel koanosit
15. Makanan Plankton, oksigen Bakteri, plankton Bakteri, plankton Bakteri, plankton
terlarut
16. Sistem Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
peredaran
darah
17. Cara hidup Koloni Koloni atau soliter Koloni Koloni
(soliter/koloni)

18. Habitat Laut zona interdial – Laut dangkal atau air Laut area pasang Laut kedalaman
abisal, juga air tawar; tawar; melekat pada surut, area jernih, di 100–5.500 m;
melekat pada batuan batuan/karang sekitar dasar rumput melekat pada batu
laut atau bebatuan
29. Fungsi Tempat bersembunyi Spons mandi, obat Tempat Spons pembersih
hewan laut kecil, penyakit asma, bersembunyi hewan mengandung
sebagai tempat perlindungan laut kecil silika), sebagai
hiasan/pajangan hewan laut kecil hiasan/pajangan
20. Susunan Tanpa rangka, Tanpa rangka, Kalsium karbonat/ Dari silika/zat
rangka dan spongin dengan spongin dengan zat kapur kersik
spikula spikula dari kersik spikula dari kersik
(silika) (silika)

8
2. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan terhadap sampel/preparat anggota filum Porifera,
maka diperoleh data berupa gambar dan klasifikasi (tabel 1.) serta karakteristik
(tabel 2.) dari masing-masing anggota filum Porifera yang diamati. Pembahasan
dari setiap sampel adalah sebagai berikut:
a. Microciona sp.
Microciona sp. merupakan anggota filum Porifera yang termasuk ke
dalam kelas Demospongiae. Sebagian besar anggota Desmospongia berwarna
cerah, karena mengandung banyak pigmen granula dibagian sel amoebositnya,
yaitu seperti warna kuning terang, orange, merah, ungu, atau hijau (Rusyana
Adun, 2011). Namun berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan,
Microciona sp. memiliki ciri-ciri yaitu tubuh berwarna putih, dengan bentuk
tubuhnya asimetris seperti semak bercabang, serta panjang berkisar antara 15
cm, serta hidup secara berkoloni. Struktur tubuhnya tidak memiliki rangka dan
bersifat keras, mengandung spongin dengan spikula dari kersik (silika). Semua
jenis spesies dari Porifera tidak memiliki sistem peredaran darah, multiseluler,
eukariotik, dan heterotrof, termasuk Microciona sp.
Tipe saluran air yang dimiliki yaitu tipe leucon. Pada tipe saluran jenis
ini ditemukan suatu peningkatan jumlah dan penurunan ukuran ruang
choanocytes (choanocytes chamber) yang secara khusus mengelompok pada
mesohyl yang tebal. Spongocoel berubah ke excurrent canals yang membawa
air dari ruang choanocytes (choanocytes chamber) ke oskula (oskulum).
Aliran air yang melalui Porifera dengan tipe leucon, yaitu demal pore (pori
dermal) – incurrent canals – prosophyle – ruang koanosit (choanocytes
chamber) – apopyle – excurrent canals – oskulum (Yunita Ramili, 2007).
Saluran air berfungsi seperti sistem sirkulasi pada hewan ini. Dengan
dilengkapi jalan bebas untuk keluar masuknya air yang mengandung makanan
ke dalam tubuh, serta sebagai pengangkut zat buangan dari dalam tubuh
Microciona sp.
Struktur tubuh Microciona sp. berupa sel amoebosit, pori (ostium),
kanal, spongoecoel, flagela, sel kolar, oskulum, spikula, bud, dan branch. Pori-
pori (ostium) merupakan lubang kecil yang berfungsi sebagai sumber nutrien
dan oksigen, serta akan membawa zat buangan dari Microciona sp. Sedangkan

9
spongocoel merupakan rongga besar di dalam tubuh tempat ostium
mengalirkan air.
Microciona sp. tidak memiliki sintem pencernaan khusus, tetapi
pencernaan dilakukan secara intraseluler melalui sel koanosit dan amoebosit.
Microciona sp. memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik renik,
seperti bakteri, mikroalga dan detritus, plankton, atau oksigen terlarut yang
masuk melalui pori-pori arus masuk (ostia) yang terbuka dalam air, dan
dibawa ke dalam rongga lambung atau ruang-ruang berflagella. Arus air
diciptakan oleh flagella choanocytes (flagel koanosit) yang memukul-mukul
secara terus-menerus. Choanocytes (koanosit) juga mencerna partikel
makanan, baik di sebelah maupun di dalam sel leher (sel kolar). Sebuah
vakuola makanan terbentuk sebagai tempat pencernaan. Percernaan terjadi
secara intraseluler di dalam vakuola makanan. Sisa makanan yang tidak
tercerna dibuang ke luar dari dalam sel leher (kolar). Sel koanosit/sel leher
berfungsi juga dalam proses respirasi yang dilakukan secara difusi. Sedangkan
untuk pembuangan makanan, air, atau zat yang tidak berguna dilakukan oleh
oskulum.
Penting bagi Porifera untuk hidup dalam air bersirkulasi, agar air yang
keluar melalui oskulum dibuang jauh dari badannya, karena air ini tidak berisi
makanan lagi, tetapi mengandung asam karbon dan sampah nitrogen yang
beracun bagi hewan tersebut (Romimohtarto dan Juwana, 1999).
Reproduksi Microciona sp. dapat terjadi secara aseksual dan seksual.
Secara aseksual, Microciona sp. yang hidup di air laut berkembangbiak
dengan cara budding. Kelompok sel berkembang pada bagian luar permukaan
tubuh. Setelah mencapai ukuran tertentu, bud ini akan jatuh dan membentuk
individu baru dekat induknya atau rnengapung mengikuti arus air dan akan
menempatkan diri dan menjadi dewasa pada substrat tertentu di suatu tempat.
Proses perkembangan aseksual secara gemmule terjadi pada Microciona sp.
yang hidup di air tawar. Gemmule mengandung kapsul spongin, spikula, dan
terdapat arkeosit yang mengandung cadangan makanan seperti glikogen.
Potongan-potongan spons yang patah dapat hidup dengan cadangan makanan
yang ada di tubuhnya, kemudian beregenerasi membentuk tunas baru atau
kompleks gemmule untuk menjadi spons dewasa (Karlenskit, 1998; Bergquist,
1978; dalam Yunita Ramili, 2007).

10
Reproduksi seksual yaitu membentuk sperma dan telur. Sperma
nampaknya berkembang terutama dari choanocyte; telur berkembang dari
chonaocytes atau archaeocytes. Spermatogenesis terjadi dalam kantong
sperma. Dalam proses oogenesis, oosit yang tersendiri (soliter) berkembang
dalam “cysts” dikelilingi oleh lapisan folikel sel dan nurse sel (tropocytes).
Permulaan meiosis setelah oogonium mengakumulasi sejumlah cadangan
makanan yang cukup, disuplai lewat pemakanan tropocytes (Brusca dan
Brusca, 1990).
Microciona sp. bersifat sesil karena hidup menempel pada bebatuan
atau karang. Banyak ditemukan pada perairan laut zona interdial hingga zona
abisal, atau dapat ditemui pada habitat air tawar. Microciona sp. di dalam laut
berfungsi sebagai tempat bersembunyi hewan-hewan laut lainnya, dan dapat
digunakan sebagai hiasan atau pajangan yang memiliki nilai estetika dan
ekonomis tinggi. Contoh spesies yaitu Microciona anancora, Microciona
aurea, dan Microciona bitoxa.

b. Spongia Officinalis
Spongia officinalis merupakan salah satu spesies dari filum Porifera,
yaitu dari kelas Demospongiae. Demospongiae adalah Porifera yang memiliki
ciri tubuh tersusun atas spikula silika, spikula tidak tersusun atas corak, rangka
spikula dapat tersusun atau tergantikan oleh kolagen organik (spongin)
(Zakiyul Fuad, 2016).
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap Spongia
officinalis, hewan ini memiliki tipe saluran air berupa tipe leucon (raghon).
Karakteristik lainnya yang dimiliki yaitu tubuhnya berbentuk simetri radial,
bulat, ukuran tubuh kurang dari 1 m, berwarna hijau pucat dengan pigmen
warna terdapat pada amoebosit, tekstur permukaan tubuh kasar karena
memiliki pori diseluruh tubuh, bersifat multiseluler, eukariotik, heterotrof, dan
memiliki flagel yang terletak pada koanosit.
Struktur yang teramati dari hewan ini yaitu memiliki oskulum yang
digunakan sebagai alat pembuangan zat makanan atau air yang tidak
dipergunakan tubuh; ostium (pori), yang berfungsi sebagai jalan masuknya
makanan, oksigen, dan air; spongocel, yaitu rongga besar yang terdapat pada
tubuh sebagai jalan lanjutan air yang masuk melalui pori; flagel, merupakan

11
alat gerak pada koanosit; spikula, yaitu berperan sebagai penyusun bentuk
tubuh pada Spongia officinalis; choanocytes (koanosit) yaitu sel pelapis
spongocoel yang berfungsi sebagai pencerna makanan, dibagian ujungnya
terdapat flagel, dan pada bagian pangkalnya terdapat vakuola; sel amoebosit
berfungsi sebagai pengedar makanan; kanal; dan choanocyte hambers.
Proses pencernaan memiliki dua sifat, yaitu mengambil makanan dari
luar tubuh dalam bentuk padat (holozik) dan mengambil makanan dari
organisme yang telah mati (saprozik) (Rahmadina, 2019). Makanan yang
masuk akan diubah menjadi bentuk partikel kecil. Partikel makanan akan
menempel pada kolar dengan mikrovili pada koanosit sebagai filter untuk
menyaring makanan. Selanjutnya vakuola bertugas mengolah makanan dengan
bantuan enzim, seperti karbohilase, protease, dan lipase. Vakuola akan
melakukan gerakan siklosis, yaitu mengedarkan sari-sari makanan didalam sel
koanosit. Makanan akan disalurkan secara difusi dan osmosis oleh sel
amoebosit menuju sel-sel tubuh. Pencernaan ini dilakukan secara intraseluler.
Zat sisa yang tidak berguna bagi tubuh akan dikeluarkan melalui oskulum
(ekskresi).
Sama seperti sistem digestinya, pada sistem respirasi Spongia
officinalis juga belum memiliki sitem respirasi layaknya binatang tinkat tinggi.
Pernafasan dilakukan dua alat pernafasan, yaitu melalui sel pinakosit (sel luar)
dan sel koanosit (sel dalam). Kedua sel tersebut bertugas menangkap oksigen
yang kemudian akan disalurkan ke seluruh tubuh oleh sel amoebosit.
Reproduksi dilakukan dengan cara seksual dan aseksual. Secara
seksual, reproduksi Spongia officinalis dilakukan dengan pembuahan sel telur
oleh sel sperma yang terjadi secara internal. Masing-masing individu
menghasilkan sperma dan ovum.
Spongia officinalis memiliki habitat di daerah pesisir atau laut dangkal
terutama pada kawasan terumbu karang, bersifat sesil dengan substrat
bebatuan, atau karang dengan kedalaman antara 5 cm – 40 m. Hewan ini
secara berkelompok/koloni atau dapat juga hidup secara soliter. Spongia
officinalis memiliki banyak manfaat. Spongia officinalis memiliki kandungan
senyawa metabolik sekunder berupa alkaloid, terpenoid, steroid, saponin, dan
tannin. Ekstrak etanol Spongia officinalis memiliki daya hambat terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 (Indria Hafizah, dkk., 2016).

12
Selain itu, hewan digunakan sebagai spons mandi, obat penyakit asma karena
mengandung senyawa bioaktif, dan tempat perlindungan hewan laut kecil.

c. Leucosolenia sp.
Leucosolenia sp. merupakan anggota filum Porifera dari kelas Calcarea
yang memiliki tipe saluran air berupa ascon menjadi leucon (raghon).
Berdasarkan pengamatan, hewan ini memiliki karakteristik yaitu memiliki
ukuran tubuh antara 9 cm – 1 m, berwarna kuning pucat agak sedikit orange,
bentuk tubuh silinder seperti tabung, melengkung dan berdiri tegak, tekstur
tubuh kasar dengan adanya pori, multiseluler, eukariotik, dan heterotrof. Organ
tubuh yang dimiliki berupa sel amoebosit, pori (ostium), kanal, spongocoel,
flagela, sel kolar, oskulum, spikula, bud, branch.
Bentuk, ukuran, dan permukaan Leucosolenia sp. terdiri dari retikulasi
basal dari tabung berdinding tipis yang merayap dan ber-anastomosis di atas
substrat. Hewan ini berkoloni, tubuhnya memanjang, berdiri bebas, dan
berbentuk seperti tabung oscular yang rapat. Bentuknya lebat dan
bergerombol. Permukaan tabung bertekstur lembut dan halus.
Spikula pada Leucosolenia sp. berkapur, karena tubuhnya tersusun atas
kalsium karbonat atau zat kapur dengan tipe monoakson, triakson, dan
tetrakson. Kerangka lapisan ruang (bagian dalam) terdiri dari triaktin, yang
juga melapisi rongga atrium. Triaktin memiliki sinar berpasangan 75-90 x ca.
Tebal 7 µm dan panjang sinar basal 100-200 µm x ca. Tebal 6 µm (Rob van
Soest, 1989).
Dinding sel bagian luar tersusun atas sel-sel yang rata yang terdapat 3
lapisan sel. Pertama, yaitu pinakosit yang bergabung membentuk pinacoderm.
Bagian basal dari pinakosit mengekskresikan material yang dapat melekatkan
hewan ini pada substratnya. Sel-sel lain yang terdapat pada pinacoderm adalah
porocytes. Porocytes berasal dari pinacocytes melalui pembentukan dari
lubang-lubang intraseluler, sel ini berbentuk tube yang membentuk ostia,
bersifat kontraktil dan dapat membuka atau menutup pori-pori untuk mengatur
diameter ostia (Rupert and Barnes, 1991; Brusca dan Brusca, 1990 dalam
Yunita Ramili, 2007). Kedua, Choanoderm, tersusun dari choanocytes yang
mempunyai sel-sel leher (sel kolar). Choanocytes merupakan sel-sel
berflagella yang membentuk choanoderm dan dapat membuat arus yang

13
mendorong air melalui sistem saluran. Flagella selalu dikelilingi oleh sel-sel
leher (kolar), yang terdiri dari sejumlah sitoplasmik mikrovilli. Choanocytes
mempunyai peran yang besar dalam fagositosis dan pinasitosis, karena itu
mempunyai vakuola makanan. Umumnya choanocytes pada spons kelas
Calcarea ukurannya lebih besar (8 - 12 pm) dari pada kelas Demospongiae (2
- 3 pm) (Harris, l990). Ketiga, adalah mesohyl, yaitu suatu matriks protein
yang terletak antara pinacodem dan choanoderm (Adams dkk., 1999 dalam
Yunita Ramili).
Sama seperti spesies Porifera lainnya, hewan ini tidak memiliki sistem
digesti, sistem ekskresi, dan sistem respirasi. Tidak seperti hewan tingkat
tinggi yang telah memiliki ketiga sistem tersebut secara sempurna. Pernafasan
pada Leucosolenia sp. dilakukan oleh sel koanosit secara difusi, yaitu dengan
cara menyerap dari luar tubuh. Pencernaan makanan dilakukan dengan
pencernaan intraseluler, yaitu terjadi di dalam sel. Ekskresi dikeluarkan oleh
oskulum, sedangkan reproduksi terjadi secara aseksual dan seksual. Aseksual
yaitu dengan tunas (budding) atau kuncup (gemmule), sedangkan pada seksual
berupa pembentukan sel gamet jantan dan betina kemudian terjadi fertilisasi.
Hewan ini memiliki ekologi yang mampu mencapai perkembangan
optimal di pesisir pantai, tumbuh sebagai tandan yang kompak (koloni),
tergantung, sering dikaitkan dengan alga merah Plumaria elegans (Rob van
Soest, 1989) atau karang. Leucosolenia sp. di habitatnya berfungsi sebagai
habitat hewan kecil lainnya dan dapat digunakan sebagai hiasan dalam
akuarium. Beberapa spesies Leucosolenia, yaitu Leucosolenia aboralis, L.
albatrossi, L. arachnoides, L. australis, L. botryoides, L. cervicornis, L.
clarkii, L. complicata, L. cyathus, L. darwinii, L. densa, L. discoveryi, L.
echinata, L. eleanor, L. eustephana, L. falklandica, L. feuerlandica, dan masih
banyak lagi.

d. Euplectella sp.
Euplectella sp. termasuk ke dalam kelas Hexactinellida. Kelas ini
memiliki ciri-ciri tubuhnya berbentuk radial simetris, silinder, melengkung
dan berdiri tegak dengan topangan spikula. Atau tubuhnya berbentuk seperti
gelas, dan banyak bentuk lainnya seperrti bentuk mangkok, jambangan bunga,

14
atau tube sederhana. Ukuran tubuh 7,5 cm hingga 1,3 m. Warna tubuh yang
teramati berwarna putih pucat, dengan tekstur kasar dan tubuh berpori.
Berdasarkan pengamatan, diperoleh data bahwa tipe saluran air
Euplectella sp. berupa tipe sycon (inkuren dan radial). Pada tipe ini
choanocytes ruang spesifik atau diverticula atrium yang disebut dengan ruang
berflagella. Setiap ruang choanocytes terbuka ke arah spongocoel oleh lubang
luas yang disebut apopyle. Tipe ini dimiliki oleh Porifera berkulit tebal dengan
sistem saluran atau incurrent canals yang berasal dari lubang kulit melalui
mesohyl ke ruang choanocytes. Pada tipe sycon, air bergerak dari permukaan
spons ke dalam aliran tubuh melalui struktur atau tahapan , yaitu incurrent
pore – incurrent canals – prosopyle – ruang choanocytes (choanocytes
chamber) – apopyle – spongocoel – oskulum.
Secara umum, struktur tubuh Euplectella sp. terdiri atas sel amoebosit,
pori (ostium), kanal, spongocoel, flagela, sel kolar, oskulum, spikula, vakuola.
Pada sistem pencernaannya tidak memiliki secara khusus, namun pencernaan
dilakukan di dalam sel (intraseluler) di dalam vakuola. Sebelum dicerna,
makanan yang masuk bersamaan dengan air ke dalam tubuh melalui pori
(ostium) akan dirombak menjadi partikel yang lebih kecil dan sederhana.
Untuk alat ekskresi berupa oskulum, yaitu tempat keluarnya air/sisa hasil
pengolahan makanan yang tidak diperlukan tubuh. Sedangkan pada
pernafasannya dilakukan oleh sel-sel koanosit, secara absorbsi. Hewan ini juga
tidak memiliki sistem peredaran darah pada tubuhnya.
Euplectella sp. dapat berkembang biak secara vegetatif (aseksual) dan
generatif (seksual). Secara vegetatif, perkembangbiakan dilakukan dengan
membentuk kuncup dalam koloni. Kuncup muncul dari pangkal tubuh.
Kuncup semakin membesar sehingga jika terbentuk beberapa kuncup, akan
membentuk sebuah koloni (budding). Selain itu, potongan tubuhnya yang
terlepas akan mudah tumbuh menjadi individu baru (gemmule).
Secara seksual, Euplectella sp. termasuk hewan yang hermafrodit atau
berkelamin ganda (Akbar D. Yogaswara, 2014). Hasil pembuahan berupa
zigot yang akan berkembang menjadi larva bersilia. Karena bersilia, larva
dapat bergerak bebas dan akhirnya akan menempel pada tempat tertentu dan
kemudian tumbuh menjadi individu baru.

15
Euplectella sp. hidup pada habitat perairan laut dengan kedalaman
100–5.500 m, melekat pada batu atau karang. Makanan hewan ini berupa
mikroorganisme seperti bakteri, plankton, atau hewan kecil lainnya.
Euplectella sp. dapat digunakan sebagai spons pembersih karena mengandung
silika. Selain itu, dapat digunkan dan dimanfaatkan sebagai hiasan/pajangan
ruangan dengan diawetkan, atau koleksi peliharaan di akuarium.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bersadarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
Porifera adalah hewan yang memiliki banyak lubang pori, bersifat diploblastik, sesil,
simetri radial, tersusun atas sel-sel yang bekerja secara mandiri (belum ada koordinasi
antar sel yang satu dengan sel lainnya), belum memiliki sistem respirasi, ekskresi,
digesti, sirkulasi, dan degesti secara khusus. Bentuk tubuh seperti kipas, jambangan
bunga, batang globuar, genta, terompet, dll. Warna tubuh bervariasi, kelabu, kuning,
merah, biru, hitam, putih keruh, coklat, jingga (sering berubah tergantung tempat
sinar), mempunyai rongga sentral (spongecoel), hidup secara heterotrof, makanannya
adalah bakteri dan plankton, reproduksi secara seksual (pembentukan gamet) dan
aseksual (tunas budding dan gemmule).
Porifera dikelompokkan menjadi 4 kelas kelas Calcarea, kelas Hexactinellida,
kelas Demospongiae, dan kelas Sclerospongiae. Sclerospongiae termasuk ke dalam
kelas Demospongiae. Sehingga, terdapat tiga kelas didalam filum Porifera, yaitu kelas
Calcarea, kelas Hexactinellida, dan kelas Demospongiae.
Microciona sp. termasuk ke dalam kelas Demospongiae, memiliki ciri-ciri
yaitu tubuh berwarna putih, bentuk tubuh asimetris seperti semak bercabang, panjang
15 cm, hidup berkoloni, tidak memiliki sistem peredaran darah, multiseluler,
eukariotik, reproduksi seksual dan aseksual, dan heterotrof. Struktur tubuhnya tidak
memiliki rangka dan bersifat keras, mengandung spongin dengan spikula dari kersik
(silika). Tipe saluran air yang dimiliki yaitu tipe leucon. Struktur tubuh Microciona
sp. berupa sel amoebosit, pori (ostium), kanal, spongoecoel, flagela, sel kolar,
oskulum, spikula, bud, branch.
Spongia officinalis dari kelas Demospongiae memiliki tipe saluran air tipe
leucon (raghon), tubuhnya berbentuk simetri radial, bulat, ukuran tubuh kurang dari 1
m, berwarna hijau pucat dengan pigmen warna terdapat pada amoebosit, tekstur
permukaan tubuh kasar karena memiliki pori diseluruh tubuh, bersifat multiseluler,
eukariotik, heterotrof, dan memiliki flagel yang terletak pada koanosit. Reproduksi
seksual dan aseksual. Habitat melekat (sesil) di pesisir atau laut dangkal, substrat

17
bebatuan, atau karang dengan kedalaman antara 5 cm – 40 m. Memiliki daya hambat
terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, digunakan sebagai spons
mandi, obat penyakit asma (mengandung senyawa bioaktif), dan tempat perlindungan
hewan laut kecil.
Leucosolenia sp. dari kelas Calcarea memiliki tipe saluran air ascon menjadi
leucon (raghon), ukuran tubuh antara 9 cm – 1 m, berwarna kuning pucat, hidup
berkoloni, tubuh silinder seperti tabung, melengkung dan berdiri tegak, tekstur tubuh
kasar dengan adanya pori, multiseluler, eukariotik, dan heterotrof. Organ tubuh yang
dimiliki berupa sel amoebosit, pori (ostium), kanal, spongocoel, flagela, sel kolar,
oskulum, spikula, bud, branch. Digesti berupa intraseluler, ekskresi melalui oskulum,
dan respirasi tidak memiliki sistem khusus. Hidup di laut daerah pantai, sebagai
habitat organisme lain, dan pajangan/hiasan ruang.
Euplectella sp. termasuk ke dalam kelas Hexactinellida, tubuhnya berbentuk
radial simetris, silinder, melengkung dan berdiri tegak dengan topangan spikula.
Ukuran tubuh 7,5 cm hingga 1,3 m. Warna tubuh putih pucat, tekstur kasar berpori.
Tipe saluran air tipe sycon (inkuren dan radial). Struktur tubuh terdiri atas sel
amoebosit, pori (ostium), kanal, spongocoel, flagela, sel kolar, oskulum, spikula,
vakuola. Euplectella sp. dapat berkembang biak secara vegetatif (aseksual) dan
generatif (seksual), termasuk hewan yang hermafrodit (berkelamin ganda). Habitat
perairan laut kedalaman 100–5.500 m, melekat pada batu atau karang. Digunakan
sebagai spons pembersih, hiasan/pajangan ruangan dengan diawetkan, atau koleksi
peliharaan di akuarium.

18
DAFTAR PUSTAKA

Adun, Rusyana. 2011. Zoologi Invertebrata. Bandung: Alfabeta.


Amir, Ichsan, dan Agus Budiyanto. 1996. Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara
Umum. Jurnal Oseana. Vol. XXI (2): 15-31. ISSN 0216-1877. Diakses dari
www.oseanografi.lipi.go.id.
Bell, J., & Smith David. 2004. Ecology of Sponge Assemblages (Porifera) in The Wakatobi
Region, South - East Sulawesi, Indonesia, Richness And Abundance. Jurnal Mar.
Biol. Ass. U.K., Vol. 84: 581 - 591.
Bergquist, P.R., dan Hartman W.D. 1969. Free Amino Acid Patterns and The Classification
of The Demospongiae. Jurnal Mar. Biol. 3 (3): 247-268.
__________. 1978. Sponges. Hutchinson, London: 268 pp.
Brusca R.C., Brusca G.J. 1990. Invertebrates. Sinauer Associates, Inc. Publishers.
Sunderland, Massachusetts.
Fuad, Zakiyul. 2016. Keanekaragaman Porifera di Zona Sub Litoral Rinon Kecamatan Pulo
Aceh Sebagai Materi Pendukung Kingdom Animalia di SMAN 2 Blang Situngkoh
Kabupaten Aceh Besar. Skripsi. Diakses dari https://repository.ar-
raniry.ac.id/id/eprint/782/1/1.%20Skripsi.pdf.
Hafizah, Indria, dkk. 2016. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Porifera (Spongia
Officinalis) terhadap Staphylococcus Aureus ATCC 25923. Jurnal Universitas
Halu Oleo. Vol. 4 (1): 296-232. Diakses dari
http://ojs.uho.ac.id/index.php/medula/article/download/2557/1907.
Harris V.A. 1990. Sessile Animals of the Sea Shore. Chapman and Hall. London, New York,
Tokyo, Melbourne, Madras.
Jamsari. 2008. Pengantar Pemuliaan Landasan Genetis, Biologis, dan Molekuler. UNRI
Press.
Lawson, M.P., Bergquist P.R., Cambie R.C. 1984. Fattyacid Composition and The
Classification of The Porifera. Biochem. Jurnal System and Ecol. 12 (4): 375-
394.
Marzuki, Ismail. 2018. Eksplorasi Spons Indonesia: Seputar Kepulauan Spermonde.
Makasar: Nas Media Pustaka. Diakses dari https://osf.io/vp369/download.
Pechenik, J.A. 2005. Biology of the Invertebrate (5 th ed.). Mc Graw Hill Higher Education
Publ. Boston. New York: Toronto.
Pratomo, Hurip. Tanpa tahun. Modul 1 (Praktikum) Kingdom Protozoa dan Filum Porifera.
Praktikum Taksonomi Invertebrata. Diakses dari www.pustaka.ut.ac.id.

19
Rahmadina. 2019. BIOLOGI, Taksonomi Invertebrata. Diakses dari
http://repository.uinsu.ac.id/9138/1/MODUL%20AJAR%20TAKSONOMI%20I
NVERTEBRATA.pdf.
Ramili, Yunita. 2007. Struktur Morfologis dan Perkembangan Gonad Spons Aaptos aaptos
(Schmidt, 1864) (Kelas Demospongiae) di Perairan Pulau Pari, Kepulauan
Seribu, DKI Jakarta. Bogor Agricultural University. Tesis. Diakses dari
http://file.pksdmo.lipi.go.id/id053-f153f-2650_541.pdf.
Romimohtarto K., Juwana S. 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut.
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi (LIPI).
Sandes, Joana, dan Ulisses Pinheiro. 2016. New Species of Clathria (Microciona)
(Poecilosclerida: Microcionina: Microcionidae) From The Tropical South-
western Atlantic Ocean (Sergipe State, North-eastern Brazil). Journal of the
Marine Biological Association of the United Kingdom. Vol. 96 (2): 251–261.
Marine Biological Association of the United Kingdom. Diakses dari
https://www.researchgate.net.
Soest, R.W.M. van. 1989. The Indonesian sponge fauna: A status report. Neth. J. S. Res. 23
(2): 223-230.
Subagio, Iwenda B., dan Aunurohim. 2013. Struktur Komunitas Spons Laut (Porifera) di
Pantai Pasir Putih, Situbondo. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 2 (2): 2337-
3520 (2301-928X Print). Diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/16043-ID-struktur-komunitas-spons-
laut-porifera-di-pantai-pasir-putih-situbondo.pdf.
Suhardi. 2007. Evolusi Avertebrata. Jakarta : Universitas Indonesia.
Yogaswara, Akbar D. 2014. Makalah Sistematika Hewan Euplectella asperillum. Diakses
pada 25 Maret 2021, dari https://id.scribd.com.

20

Anda mungkin juga menyukai