Bahan Ajar Manajemen Rugi Fiskal

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan bahan ajar
mata kuliah Manajemen Perpajakan tepat pada waktunya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Erny Luxy D. Purba, SE., M.Si
selaku dosen Perpajakan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan bahan ajar ini tidak menutup
kemungkinan apabila masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu penulis
menerima kritik dan saran dari pembaca agar dapat menjadi perbaikan dalam laporan
penyusunan tugas sejenis ini di masa mendatang. Semoga tulisan ini memberikan
manfaat bagi penulis dan bagi pembaca.

Medan, 10 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i

Daftar Isi.............................................................................................................. ii

Pendahuluan ........................................................................................................ 1

Penilaian Kembali/ Revaluasi Aktiva Tetap ......................................................... 2

Penggabungan Usaha (Merger) ........................................................................... 11

Menunda Biaya Penyusutan ................................................................................ 12

Penutup ............................................................................................................... 14

Daftar Pustaka..................................................................................................... 15

ii
PENDAHULUAN

Bila SPT Tahunan Badan yang melampirkan Laporan Keuangan Fiskal


sudah dimasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak setelah berakhirnya masa pajak
tahun yang bersangkutan, maka pada saat itu juga terdapat pengakuan secara
fiskal (sebelum pemeriksaaan pajak) apakah perusahaan mengalami kerugian
atau mendapatkan laba usaha. Laba/rugi fiskal tersebut sebenarnya adalah hasil
dari perhitungan laba/rugi komersial setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi
fiskal baik positif maupun negatif.
Jika pengeluaran yang diperkenankan, setelah dikurangkan dari
penghasilan bruto didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan
penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun berturut-turut, dimulai
sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
Situasi perekonomian yang lesu dan perusahaan mengalami kerugian
beruntun karena kemunduran kegiatan usaha, akan menyebabkan menurunnya
daya tahan perusahaan. Situasi dan kondisi yang tidak kondusif semacam itu
akan mengancam cash flow perusahaan dan bila dibiarkan terus, semua aktifitas
perusahaan akan terhenti, atau ekstrimnya perusahaan terpaksa tutup.
Dalam menyiasati kerugian perusahaan, ada beberapa strategi yang bisa
ditempuh untuk menyelamatkan kelangsungan hidup perusahaan dari kerugian
yang lebih parah, antara lain:
1) Melakukan penilaian kembali atau reevaluasi aktiva tetap
2) Melakukan penggabungan usaha (merger/business combination)
3) Menunda biaya penyusutan.

1
PENILAIAN KEMBALI/ REVALUASI AKTIVA TETAP

Revaluasi aktiva tetap perusahaan dilakukan karena ada ketidaksesuaian


yang cukup materiil antara unsur biaya dengan penghasilan, karena
perkembangan atau fluktuasi harga, baik harga barang (karena faktor inflasi)
maupun karena terjadinya fluktuasi nilai tukar mata uang yang tinggi.Jadi
tindakan revaluasi dimaksudkan agar perusahaan dapat melakukan perhitungan
biaya dan penghasilan secara lebih wajar yang dapat mencerminkan kemampuan
dan nilai perusahaan yang sesungguhnya.

Tindakan revaluasi ini akan memberi manfaat bagi perusahaan, sebagai berikut:

1) Posisi kekayaan perusahaan yang tercermin dalam neraca perusahaan akan


menunjukkan posisi yang sama arau mendekati harga pasar yang wajar,
sehingga nilai solvabilitas perusahaan akan semakin tinggi dimata investor atau
calon investor dan pemakai laporan keuangan tersebut. Semakin soluable suatu
perusahaan, akan semakin tinggi tingkat kepercayaan para investor atau calon
investor terhadap bonafiditas perusahaan, dan akan semakin tinggi pula nilai
perusahaan yang dicerminkan dengan semakin baiknya nilai saham perusahaan
(bagi yang sudah Tbk) tercatat di pasar modal.

2) Terjadi peningkatan struktur modal (capital seructure) sendiri, di mana Debt to


Equity Ratio(DER) atau perbandingan antara pinjaman (debet) dengan modal
sendiri (Equity) menjadi membaik. Dengan membaiknya DER, perusahaan akan
lebih mudah menarik dana melalui pinjaman dari pihak ketiga atau melalui emisi
saham untuk meningkatkan likuiditasnya.

3) Perhitungan biaya dan penghasilan dilakukan secara lebih wajar. Perhitungan


harga pokok akan menghasilkan nilai yang mendekati harga pokok yang wajar.

2
Dalam melakukan revaluasi, kita harus mempertimbangkan beberapa hal berikut
ini:

1) Apakah perusahaan mengalami rugi atau memperoleh laba fiskal?

2) Apakah rugi fiskal tersebut sudah pernah dikompensasi kerugian di tahun-tahun


sebelumnya, dan kapan baras terakhir kompensasi kerugian tersebut?

3) Bagaimana dampak revaluasi tersebut terhadap beban pajak di masa yang akan
datang.

1. Tarif PPh Penilaian Kembali Aktiva Tetap

Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva adalah merupakan objek pajak
penghasilan (Pasal 4m UU PPh No. 36 tahun 2008).

Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva terap perusahaan di atas, nilai sisa
buku fiskal semula dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10%
(sepuluh persen). (Peraturan Menkeu No. 79/PMK.03/2008 dan Pasal4m UU PPh
No. 36 tahun 2008 jo. Peraturan Dirjen Pajak No. PER- 12/PJ/2009 jo. SE-
56/PJ./2009).

Contoh:

PT ABC pada awal tahun 2006 membeli akriva tetap berupa mesin
pabrik sehargaRp 920 juta. Dari data pembukuan diinformasikan, perusahaan
menggunakan metode penyusutan garis lurus dan digolongkan dalam aktiva
tetap kelompok 2 (masa manfaat 8 tahun). Pada awal tahun 2010,
perusahaanjasa penilai (appraiser)yang diakui pemerintah melaporkan nilai
wajar mesin saat ini sebesar Rp 700 juta.

Pertanyaan:

Apakah perusahaan PT ABC sebaiknya melakukan revaluasi, bila:

a. PT ABC tidak mengalami rugi fiskal.

3
b. PT ABC mengalami rugi fiskal tahun 2006 sebesar Rp 800 juta dan hingga
tahun 2010 baru dilakukan kompensasi kerugian sebesar Rp500 juta,
sedangkan laba tahun berjalan tahun 2011 diprediksi sebesar Rp 500 juta.

Jawab:

a. Bila perusahaan tidak mengalami rugi fiskal (s/d tahun2010)


Harga perolehan Mesin Rp 920 juta

Akumulasi penyusutan Rp 575 juta (5/8×920 juta)

Nilai buku mesin Rp 345 juta

Nilai revaluasi Rp 700 juta

Selisih lebih penilaian kembali Rp 355 juta

Selisih lebih penilaian kembali tersebut bukanlah perkiraan pendapatan


bagi perusahaan,tetapi terwujud dalam penambahan atau penurunan nilai aktiva
tetap akibat revaluasi, serta perkiraan lawannya (contra account) dibukukan
dalam akun modal (ekuitas) dengan nama “selisih penilaian kembali aktiva
tetap”, sehingga penyusutandi tahun berikutnya didasarkan atas nilai baru
setelah revaluasi. Atas selisih lebih penilaian kembali tersebut dikenakan PPh
Final 10% atau sebesar Rp 35,5 juta.

Karena perusahaan tidak mengalami rugi fiskal, maka pertimbangannya


adalah dengan cara membandingkan nilai tunai (present value) dari kenaikan
biaya penyusutan setelah revaluasi dengan cashflow perusahaan yang keluarkan
untuk membayar PPh Final. Bila nilai tunai penyusutan tersebut lebih besar dari
PPh Final 1096, maka tindakan revaluasi tersebut dapat dijalankan.

b. Bila perusahaan mengalami rugi fiskal

Rugi fiskal tahun 2006 sebesar Rp 800 juta

Kompensasi kerugian terhadap laba th. 2011 Rp 500 juta

Kompensansi kerugian yang hangus bila

4
perusahaan tidak melakukan revaluasi Rp 300 juta

Sesuai Pusal 6 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2008 centang Pagak


Penghasilan, kompensasi kerugian ditetapkan selama 5 (Iima) tahun.Kompensasi
kerugian terhadap laba perusahaancelah dilaksanakan dari tahun 2006 hingga
tahun 2010 (4 tahun) tinggal sisanya 1 (satu) tahun lagi.Dalam situasi yang
demikian, daripada kompensasi kerugian tersebut hangus, lebih baik perusahaan
melakukan revaluasi pada awal tahun 2011, karena “Selisih lebih penilaian
kembali" tersebut harusdi kompensasi dulu terhadap rugi fiskal, sehingga tidak
dikenakan PPh final.Bila tidak dilakukan revaluasi, maka perusahaanakan rugi
karena kompensasi kerugian yang hangus sebesar Rp 300 juta.

Bagaimana bila perusahaan melakukan revaluasi, apa dampaknya terhadap


PPh Final?

Rugi fiskal tahun 2011 Rp 800 juta

Selisih lebih penilaian kembali Rp 355 juta

Selisih lebih penilaian kembali (net) setelah kompensasi Rp 445 juta

Artinya, dari contoh di atas, bila perusahaan melakukan revaluasi, maka


perusahaan tidak perlu membayar PPh Final 10% karena akun“selisih lebih
penilaian kembali (net) setelah kompensasi masih negatif. Tambahan biaya yang
timbul dari“selisih lebih penilaian kembali" sebesar Rp 355 juta tersebut dapat
dibiayakan secara bertahap melalui penyusutan sesuai dengan umur aktiva yang
bersangkutan setelah revaluasi.

2. Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan

Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap:

1. Seluruh aktiva berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak
bangunan.
2. Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau
berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.

5
Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
untuk tujuan perpajakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (selanjutnya disebut
perusahaan), tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin
menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa inggris dan mata uang dolar
AS, dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan
perpajakan, dengan syarat telah memenuhi kewajiban pajaknya sampai
dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian
kembali.
b. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan dilakukan
terhadap:
1) Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau
hak guna bangunan.
2) Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah yang terletak di
Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memlihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
a) Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan tidak
dapat dilakukan kembali sebelum jangka waktu 5 tahun terhitung sejak
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan terakhir yang dilakukan
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008
tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan
Perpajakan.
b) Sisa kerugian tidak dapat diperhitungkan lagi dalam peentuan Pajak
Penghasilan yang bersifat final atas penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan untuk tujuan perpajakan.
c) Pelunasan Pajak Penghasilan yang bersifat final terhutang dalam rangka
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dapat dilakukan secara
amgsuran dalam jangka waktu paling lama 12 bulan.
d) Perusahaan yang melakukan penilaian kembali aktiva tetap harus
mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak dengan cara
mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP yang
membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempar Perusahaan terdaftar (KPP

6
Domisili), dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam
lampiran I Peraturan Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ./2009.

(SE-56/PJ./2009 jo. PER-12/PJ./2009 jo. PMK No. 79/PMK.03/2008)

Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai
sisa buku fiskal semula, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar
10%.Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap dapat dikapitalisasikan menjadi
modal saham, dan saham tersebut dapat dibagikan kepada pemegang saham
berupa saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva
tetap yang dibagikan kepada pemegang saham, bukan merupakan dividen
sehingga tidak dikenakan Pajak Penghasilan (Pasal 1 PP.138/2000).

3. Pengukuran Aktiva Tetap Berdasarkan PSAK Berbasis IFRS

Dengan pemberlakuan PSAK Nomor 16 berbasis IFRS (International


Financial Reporting Service) yang telah berlaku efektif pada 1 Januari 2008
sebagai konsekuensi adanya kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota
G20 Forum, maka penyesuaian tersebut telah menghadirkan sejumlah perubahan
dalam pengukuran aktiva tetap. Perubahan yang cukup fundamental terjadi pada
aturan main pengukuran aset atau aktiva tetap setelah pengakuan awal.

Suatu entitas atau perusahaan diberi kesempatan untuk menentukan


kebijakan akuntansinya dalam mengukur aset/aktiva tetap setelah pengakuan
awal. Suatu entitas harus memilih model biaya (cost model) atau model revaluasi
(revaluation model) sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan
tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama (PSAK No. 16,
paragraf 29. IAI. SAK Per 1 Juli 2009), yaitu:

a) Model Biaya (cost model)


Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat sebesar biaya
perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai
aset.

7
b) Model Revaluasi (revaluation model)
Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapar
diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasi, yaitu nilai wajar pada
tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan
nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan
teratur untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material
dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal
neraca.
Frekuensi revaluasi tergantung perubahan nilai wajar dari suatu aset tetap
yang direvaluasi.Jika nilai wajar dari aset yang direvaluasi berbeda secara
material dari jumlah tercatatnya, maka revaluasi lanjutan perlu
dilakukan.Beberapa aset tetap mengalami perubahan nilai wajar secara
signifikan dan fluktuatif, sehingga perlu direvaluasi secara tahunan.

Contoh :
Pada awal tahun 2009, PT ABX yang bergerak di bidang usaha
perkebunan kelapa sawit membeli traktor dengan harga perolehan sebesar
Rp600 juta.Mesin traktor tersebut masuk dalam kelompok II dalam UU Pajak
Penghasilan (PMK No. 96/PMK/.03/2009) dengan masa manfaat 8 tahun, dan
untuk penyusutan aktiva tetapnya menggunakan metode garis lurus.Diamsusikan
tidak ada nilai residu.

Pengakuan awal di PT ABX:

Harga perolehan mesin traktor yang dibeli

tgl. 2 Januari 2009 Rp 600 juta

-/-: Akum. Penyusutan mesin traktor sampai

dengan 31/12/2010 Rp 150 juta

Nilai buku (book value) per 31/12/2010 Rp 450 juta

8
Jurnal penyesuaian tahun 2009 dan 2010 adalah sebagai berikut:

Tgl. 31 Desember 2009:

Beban Penyusutan mesin traktor Rp 75 juta

Akum. Penyusutan mesin traktor Rp 75 juta

Tgl. 31 Desember 2010:

Beban penyusutan mesin traktor Rp 75 juta

Akum. Penyusutan mesin traktor Rp 75 juta

Dalam rangka pengukuran aset tetapnya setelah pengakuan awal, Direksi


PT ABX memutuskan untuk menggunakan model revaluasi terhitung awal tahun
2011.Berdasarkan revaluasi aset tetap per 31 Des 2010 diketahui nilai wajar
mesin traktor tersebut sebesar Rp 550 juta. Oleh sebab itu untuk pengukuran aset
tetapnya dibukukan sebagai berikut:

Jurnal penyesuaian per 31/12/2010 sebagai berikut:

Alternatif I:

Akum. Penyusutan mesin traktor Rp 100 juta

Surplus revaluasi Rp 100 juta

Alternatif II:

Akum. Penyusutan mesin traktor Rp 150 juta

Mesin traktor (600 jt – 550 jt) Rp 50 juta

Surplus revaluasi Rp 100 juta

9
4. Bagaimana perlakuan akuntansi terhadap “Surplus Revaluasi”?
 Dalam PSAK No. 16 paragraf 39 diatur: Jika jumlah aset tercatat menignkat
akibat revaluasi, kenaikan tersebut langsung dikredit ke ekuitas pada bagian
surplus revaluasi. Namun kenaikan tersebut harus diakui dalam laporan laba
rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah
diakui sebelumnya dalam laporan laba rugi.
 Dalam PSAK No. 16 paragraf 40 diatur: Jika jumlah aset tercatat turun
akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam laporan laba rugi. Namun
penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung didebit ke ekuitas pada
bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo
kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.

Mengacu pada Pasal 5 PMK Nomor: 79/PMK.03/2008 mengenai


pengenaan PPh yang bersifat final sebesar 10% atas selisih lebih revaluasi aktiva
tetap, maka pencatatan akuntansinya adalah sebagai berikut:

Jurnal penyesuaian Tgl. 31 Desember 2011:

Alternatif I:

Akum. Penyusutan mesin traktor 100.000.000

Surplus revaluasi 90.000.000

Utang PPh final 10.000.000

Alternatif II:

Akum. Penyusutan mesin traktor 150.000.000

Mesin traktor 50.000.000

Surplus revaluasi 90.000.000

Utang PPh final (10% × 100 juta) 10.000.000

10
PENGGABUNGAN USAHA (MERGER)

Merger meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha.


Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih wajib pajak
badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan
berdirinya salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa kerugian atau
mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil.

Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih wajib pajak
badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha
baru. (Peraturan Menkeu No. 43/PMK.03/2008).

Pada industri perbankan, peristiwa penggabungan usaha ini banyak


dilakukan para pebisnis setelah krisis perekonomian terjadi di wilayah ekonomi
Asia Timur dan Asia Tenggara pada tahun 1997 yang berdampak pada
terjadinya kemelut di industri perbankan di dalam negeri.Cukup banyak bank
yang menghadapi masalah bahkan kolaps akibat krisis tersebut. Upaya
penyelamatan dari bank-bank yang masih bertahan dilakukan cara
"restrukturisasi finansial" atau dengan "merger dan akuisisi".

Proses merger biasanya dilakukan atas dorongan untuk mempercepat


penyelesaian kemelut keuangan di salah satu bank peserta. Dengan merger dan
akuisisi akan diperoleh peningkatan modal perusahaan sehingga CAR (capital
adequacy ratio) akan meningkat sehingga dapat memanage biaya serta
memperbesar margin bunga pinjaman.

Wajib pajak yang melakukan merger dapat menggunakan nilai buku,


dengan beberapa ketentuan sebagai berikut:

a. Wajib pajak yang melakukan merger dengan menggunakan nilai buku, tidak
boleh mengkompensasikan kerugian atau sisa kerugian dari wajib pajak yang
menggabungkan diri atau wajib pajak yang dilebur.

b. Wajib pajak yang menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan harta
tersebut sesuai dengan nilai sisa buku sebagaimana tercantum dalam
pembukuan pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan.

11
c. Sebaliknya, penyusutan atas harta yang diterima bagi pihak yang menerima
pengalihan harta tersebut dilakukan berdasarkan masa manfaat yang tersisa
sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak yang
mengalihkan. (Peraturan Menkeu No. 43/PMK.03/2008).

Dalam rangka melakukan penggabungan (merger) atau peleburan usaha


(konsolidasi), wajib pajak juga dapat mengajukan permohonan pengurangan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan bila terjadi pengalihan hak atas tanah
atau bangunan (PER- Dirjen Pajak No. 29/ PJ/2009).

Wajib Pajak yang melakukan merger wajib memenuhi persyaratan


sebagai berikut:

a. Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan


melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha.

b. Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait.

c. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).

Sehubungan dengan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak


tersebut, terhadap wajib pajak dilakukan pemeriksaan rutin dengan mendasarkan
antara lain pada:

1) Data SPT Rugi Tidak Lebih Bayar

2) Data wajib pajak badan yang melakukan penggabungan usaha, peleburan


usaha, pemekaran usaha, pemecahan usaha, pengambilalihan usaha, dan
likuidasi/penutupan usaha.

MENUNDA BIAYA PENYUSUTAN

Menunda biaya penyusutan harta berwujud hanya diperbolehkan bagi


wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dengan criteria bahwa
harta berwujud tersebut berupa aktiva tetap yang dimiliki dan digunakan serta
merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu, yaitu:

1) Bidang usaha kehutanan, meliputi tanaman kehutanan, kayu.

12
2) Bidang usaha industri perkebunan tanaman keras meliputi tanaman keras.

3) Bidang usaha peternakan meliputi ternak, termasuk ternak sapi pejantan.

Dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta


berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang
telah ditentukan bagi harta tersebut.

b. Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud tersebut termasuk biaya


pembelian bibit, biaya untuk membesarkan dan memelihara bibit, tetapi tidak
termasuk sebagai pengeluaran biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja.

c. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud tersebut


dimulai pada bulan produksi komersial, yakni bulan di mana penjualan mulai
dilakukan. (Peraturan Menkeu No. 249/PMK.03/2008)

Berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, saat mulainya


penyusutan dapat dilakukan pada bulan harta tersebut digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta
tersebut mulai menghasilkan.Saat mulai menghasilkan dalam ketentuan ini
dikaitkan dengan saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat
diterima atau diperolehnya penghasilan.

Contoh :

PT X yang bergerak di bidang perkebunan tanaman ubi ( bahan baku


tapioca ), membeli traktor pada bulan Maret 2005. Traktor tersebut memiliki
masa manfaat 8 tahun (Golongan II). Masa panen hanya 9 bulan, sehingga
perkebunan tersebut mulai menghasilkan panen pada bulan Januari 2006.
Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, penyusutan traktor tersebut dapat
dilakukan mulai bulan Januari 2006. Permohonan untuk menunda penyusutan
harus disampaikan oleh wajib pajak pada tahun dilakukannya pengeluaran.

Penundaan penyusutan adalah salah satu cara untuk menggeser (shifting)


beban perusahaan ke masa pajak berikutnya, sehingga akan mengurangi
kerugian wajib pajak dari tahun yang berjalan.

13
PENUTUP

Revaluasi aktiva tetap perusahaan dilakukan karena ada ketidaksesuaian


yang cukup materiil antara unsur biaya dengan penghasilan, karena
perkembangan atau fluktuasi harga, baik harga barang (karena faktor inflasi)
maupun karena terjadinya fluktuasi nilai tukar mata uang yang tinggi.

Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai
sisa buku fiskal semula, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar
10%.Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap dapat dikapitalisasikan menjadi
modal saham, dan saham tersebut dapat dibagikan kepada pemegang saham
berupa saham bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva
tetap yang dibagikan kepada pemegang saham, bukan merupakan dividen
sehingga tidak dikenakan Pajak Penghasilan (Pasal 1 PP.138/2000).

Merger meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha.


Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih wajib pajak
badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap mem pertahankan
berdirinya salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa kerugian atau
mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil.

Menunda biaya penyusutan harta berwujud hanya diperbolehkan bagi


wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dengan criteria bahwa
harta berwujud tersebut berupa aktiva tetap yang dimiliki dan digunakan serta
merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu.

14
DAFTAR PUSTAKA

Pohan, Chairil Anwar. 2013. Manajemen Perpajakan Strategi Perencanaan Pajak dan
Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

15

Anda mungkin juga menyukai