Laporan Pendahuluan Seizure

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATAL SEIZURE

A. PENGERTIAN
Neonatal seizure merupakan kejang yang timbul dalam masa neonatus atau
dalam 38 hari sesudah lahir. Kejang merupakan manifestasi klinis dari disfungsi
neurologi setelah terjadinya berbagai macam kerusakan pada susunan saraf pusat.
Kejang pada neonatus sangat berbeda dengan kejang anak-anak yang lebih besar.
Perbedaan ini disebabkan oleh karena proses myelinisasi sistem saraf pusat pada
neonatus belum sempurna sehingga kejang umum tonik- klonik tidak terjadi pada
neonatus. Kejang pada neonatus lebih sering bersifat tersamar dan sulit
teridentifikasi karena proses transmisi muatan listrik di otak tidak terjadi dengan
baik.
B. ETIOLOGI
Ada beberapa penyebab utama kejang neonatus, yaitu :

PENYEBAB KETERANGAN
Ensefalopati  Penyebab paling sering pada bayi cukup bulan (40-60%)
iskemik dan merupakan penyebab utama dari perkembangan bayi
hipoksik yang buruk
 Biasanya timbul dalam 24 jam
 Sulit dikontrol dengan medikamentosa

Pendarahan  Pendarahan intraventrikular


intrakranial  Pendarahan intracerebral
 Pendarahan subdural
 Pendarahan subarachnoid

Infeksi SSP  Meningitis bakteri


 Meningitis virus
 Encephalitis
 Intrauterine (TORCH) infections
 Bakteri patogen yang paling sering dari streptokokus grup
B, escherichia coli, listeria, staphyloccocus

Stroke perinatal  Oklusi arteri atau thrombosis vena dapat menyebabkan


stroke
 Insidensi 1 per 4000

Metabolik  Hipoglikemia
 Hipokalsemia
 Hipomagnesaemia
 Hipo/hipernatremia
 Ketergantungan pyridoxine

Kelainan  Merupakan penyebab yang jarang ditemukan, namun tetap


metabolik membutuhkan perhatian khusus untuk menemukan
bawaan penyebab yang dapat di tangani

Putus obat ibu


Kelainan otak  Anomali kromosom
kongenital  Anomali otak kongenital
 Kelainan neuro-degeneratif

Kejang neonatus  Biasanya timbul sebagai kejang tonik atau klonik pada
familial jinak hari ke 2 atau ke 3

Kejang hari  Dengan nama lain kejang neonatus jinak idiopatik


kelima  Biasanya hilang pada hari ke 15, penyebab tidak diketahui

C. JENIS-JENIS KEJANG PADA NEONATUS


Menurut Wong, Perry dan Hockenberry (2002) kejadian kejang pada
neonatus dapat dibedakan menjadi lima jenis yaitu :
1. Jenis pertama adalah kejang fokal, kejang ini ditandai dengan kontraksi
otot secara periodik seperti otot kaki, tangan dan wajah.
2. Jenis kedua adalah kejang mulifokal; yaitu kejang yang melibatkan
sekelompok otot pada waktu yang bersamaan.
3. Jenis ketiga adalah kejang tonik yang ditandai dengan kekakuan postur
pada ektremitas, batang tubuh dan deviasi mata horizontal.
4. Jenis kejang keempat adalah kejang mioklonik yang ditandai dengan
sentakan pada ektremitas atau batang tubuh.
5. Selanjutnya, jenis kejang yang terakhir adalah kejang tersamar,
manifestasi klinik dari kejang jenis ini adalah gerakan seperti
mengunyah, gerakan mengayuh sepeda.
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah produksi saliva yang berlebihan,
apnue, blinking nystagmus, dan perubahan warna kulit. Jenis-jenis kejang ini juga
sedikit sulit dibedakan, karena sebagian besar dari manifestasi kejang hampir
menyerupai pergerakan normal. Walaupun demikian tenaga medis yang
melakukan observasi ketat akan mudah mengenal jenis kejang tersebut dengan
baik.
D. MANIFESTASI KLINIK
Kejang neonatus bisa timbul dalam beberapa tipe yang mungkin terlihat
bersamaan selama beberapa jam. Kejang diklasifikasikan menurut manifestasi
klinis yang timbul seperti dibawah ini :
Proporsi dari
Tipe kejang Tanda klinis
kejang neonatus
Subtle o Mata- melotot, mengedip,
o Lebih sering deviasi horizontal
pada bayi o Oral- Mencucu,
cukup bulan mengunyah, menghisap,
o Terjadi pada menjulurkan lidah
bayi dengan o Ekstremitas- memukul,
gangguan SSP gerak seperti berenang,
berat mengayuh pedal
o Otonomik- apneu,
takikardia, tekanan darah
tidak stabil

Klonik o Biasanya dalam keadaan


o Lebih sering sadar
pada bayi o Gerak ritmik (1-3/detik)
cukup umur o Fokus organ lokal atau 1
sisi wajah atau tubuh.
Mungkin merupakan
fokal neuropathy yang
tersembunyi
o Multifokal – irregular,
terpotong-potong

Tonik  Lebih sering  Mungkin melibatkan 1


pada bayi bagian ekstremitas atau
preterm seluruh tubuh
 Ekstensi generalisata dari
bagian tubuh atas dan
bawah dengan postur
opisthotonic

Mioklonik  Sentakan cepat terisolasi


(membedakan dari
mioklonik neonatus jinak)
 Fokal (1 bagian
ekstremitas) atau
multifokal (beberapa
bagian tubuh)
 Ditemukan pada putus
obat (terutama gol. opiat)

Harus dibedakan antara kejang dan gejala lain yang menyerupai kejang
seperti fenomena mioklonik fisiologik yang dikenal dengan nama mioklonik jinak
pada neonatus. Yang biasa terjadi pada keadaan tidur aktif (REM). Selain itu
fenomena lain yang penting adalah jitteriness.Jitteriness adalah gangguan dalam
pergerakan yang biasanya dihubungkan dengan hasil yang baik 2. Jitteriness jinak
biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Adapun perbedaan
antara kejang dan jitteriness adalah :
Tanda Jitteriness Kejang
Membutuhkan pemicu Ya Tidak
Gerakan predominan Cepat, tremor, berosilasi Tonik, klonik
Gerakan hilang jika Ya Tidak
tubuh disentuh
Kesadaran Bangun atau tertidur Terganggu (penurunan
kesadaran)
Deviasi mata Tidak Ya

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan prioritas pada pemeriksaan laboratorium, harus
digunakan informasi yang didapatkan dari riwayat dan pemeriksaan
jasmani dengan baik untuk mencari penyebab yang lebih spesifik

 Kimia darah
Pemeriksaan kadar glukosa, kalsium, natrium, BUN dan magnesium
pada darah serta analisa gas darah harus dilakukan.
 Pemeriksaan darah rutin
Termasuk di dalamnya pemeriksaan hemoglobin, hematokrit,
trombosit , leukosit, hitung jenis leukosit
 Kelainan metabolik
Dengan adanya riwayat keluarga kejang neonatus, bau yang khas
pada bayi baru lahir, intoleransi laktosa, asidosis, alkalosis atau
kejang yang tidak responsif terhadap antikonvulsan, harus dicari
penyebab-penyebab metabolik yang mungkin.
 Kadar amonia dalam darah harus diperiksa
 Asam amino di plasma darah dan urin. Pada urin sebaiknya diperiksa
untuk mencari substansi reduksi
2. Pemeriksaan radiologis
 USG kepala dilakukan sebagai pemeriksaan lini pertama untuk
mencari adanya perdarahan intraventrikular atau periventrikular.
Perdarahan subarakhnoid atau lesi kortikal sulit dinilai dengan
pemeriksaan ini.
 CT-scan cranium merupakan pemeriksaan dengan hasil mendetail
mengenai adanya penyakit intrakranial. CT scan sangat membantu
dalam menentukan bukti-bukti adanya infark, perdaraham,
kalsifikasi dan malformasi serebral.Melalui catatan sebelumnya,
pemeriksaan ini memberikan hasil yang penting pada kasus kejang
neonatus, terutama bila kejang terjadi asimetris.
 MRI merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui
adanya malformasi subtle yang kadang tidak terdeteksi dengan CT-
scan kranium.
3. Pemeriksaan lain
EEG (electroencephalography) yang dilakukan selama kejang akan
memperlihatkan tanda abnormal. Pemeriksaan EEG akan jauh lebih bernilai
pabila dilakukan pada 1-2 hari awal terjadinya kejang, untuk mencegah
kehilangan tanda-tanda diagnostik yang penting untuk menentukan
prognosis di masa depan bayi. EEG sangat signifikan dalam menentukan
prognosis pada bayi cukup bulan dengan gejala kejang yang jelas. EEG
sangat penting untuk memeastikan adanya kejang di saat manifestasi klinis
yang timbul subtle atau apabila obat-obatan penenang neuromuscular telah
diberikan. Untuk menginterpretasikan hasil EEG dengan benar, sangatlah
penting untuk mengetahui status klinis bayi (termasuk keadaan tidur) dan
obat-obatan yabg diberikan.
The International League Against Epilepsy mempertimbangkan kriteria
sebagai berikut :
 Non epileptikus : berdasarkan gejala klinis kejang semata
 Epileptikus : Berdasarkan konfirmasi pemeriksaan EEG.
Secara klinis mungkin tidak terlihat kejang, namun dari gambaran
EEG masih mengalami kejang.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Managemen Terapi
Tatalaksana kejang pada neonatus bertujuan untuk meminimalisir
gangguan fisiologis dan metabolik serta mencegah berulangnya kejang. Ini
melibatkan bantuan ventilasi dan perfusi, jika dibutuhkan, dan koreksi
keadaan hipoglikemia, hipokalcemia atau gangguan metabolik lainnya.
Kebanyakan bayi diterapi dan dimonitor hanya berdasarkan pada
diagnosis klinis saja, tanpa melibatkan penggunaan EEG. Penggunaan EEG
yang kontinyu menunjukkan bahwa masalah pada kejang elektrografik
adalah sering menetapnya kejang walaupun setelah dimulainya terapi anti
konvulsi.
Manajemen kejang pada neonatus
 Pengawasan jalan napas bersih dan terbuka, pemberian oksigen
 Periksa dan catat aktivitas kejang yang terjadi
 Lakukan penilaian secepatnya apakah penyebab kejang dapatg
ditangani dengan cepat, jika tidak bisa tangani kejang dengan
4
fenobarbital 20 mg/kg IV sambil terus memonitor sistem
kardiovaskular dan respirasi dan lakukan teapi suportif yang
dibutuhkan.
 Hentikan semua asupan secara oral
 Usahakan tangani penyebab utama kejang sesuai tata cara yang
diindikasikan
 Jika kejang masih berlanjut, berikan dosis tambahan fenobarbital 5
mg/kg IV 4(sampai tercapai dosis maksimal 40 mg/kgbb)
 Jika kejang masih berlanjut, berikan fenitoin 15-20mg/kgbb4
 Kejang dapat tertangani, lanjutkan pengawasan. Pertimbangkan untuk
menghentikan obat antikonvulsan jika : kejang terkontrol dan
pemeriksaan neurologis normal atau pemeriksaan neurologis abnormal
namun EEG normal
2. Penggunaan obat-obat anti konvulsi
Prinsip penatalaksaan pertama yaitu menangani penyebab yang
mendasari sangatlah penting untuk mencegah kerusakan otak yang lebih
berat.Namun, apabila penyebab yang mendasar kejang sulit untuk ditangani
dengan segera, perlu diingat untuk secepatnya menangani kejang agar tidak
terjadi kerusakan neurologis yang berat. Pada akhirnya, kejang yang terjadi
mungkin saja menjadi sulit ditangani dengan obat-obatan anti konvulsi
apabila penyebab utama yang mendasar tidak ditangani dengan baik. Terapi
awal yang bisa dipergunakan adalah phenobarbital dan fenitoin
Phenobarbital
Penggunaan fenobarbital telah lama dianggap sebagai yang utama untuk
menangani kejang pada neonatus. Pemberian secara intravena dapat
dilakukan secepatnya setelah jalur infus telah terpasang. Konsentarsi serum
dapat ditentukan dengan sangat cepat dan dosis yang lebih jauh lagi dapat
diberikan apabila diperlukan. Absorbsi secara enteral termasuk baik, jadi
memudahkan pemindahan antara administrasi intravena ke pemberian
secara oral. Fenobarbital dimetabolismekan di hepar, sehingga dosis
rumatan biasanya harus dinaikkan 5-8 mg/kg6 karena pada beberapa kasus
asfiksia, bayi harus memulihkan diri dari disfungsi hepar akut. Hipotermia
juga menurunkan metabolisme phenobarbital.
Fenitoin
Fenitoin memiliki efektivitas yang sama dengan phenobarbital sebagai
terapi awal kejang neonatus. Namun dikarenakan sulitnya mempertahankan
dosis terapi fenitoin, phenobarbital lebih sering digunakan sebagai terapi
awal, terutama pada kasus akut. Kekurangan lain pada fenitoin adalah
tingginya potensi interaksi dengan obat-obatan yang berikatan dengan
protein. Namun, dosis awal dari fenitoin lebih rendah resikonya untuk
menyebabkan efek sedasi dibandingkan fenobarbital. Fenitoin bercampur
kurang baik pada PH netral dan juga menyebabkan presipitat jika digunakan
bersama dextrose, jadi harus diberikan dengan jalur intravena bebas
dextrose. Fenitoin menggunakan jalur anti kejang yang berbeda dengan
phenobarbital, fenitoin menghalangi kanal natrium sehingga mencegah
tembakan neuron berulang. Sedangkan phenobarbital meningkatkan
kemampuan inhibisi.
G. ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATAL SEIZURE
1. Pengkajian
a. Data subyektif
1. Identitas Pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, nama orang
tua, umur orang tua, agama, pendidikan, pekerjaan
2. Anamnesa dengan orang tua
a) Keluhan utama
b) Riwayat kesehatan sekarang
Mengkaji kondisi bayi untuk menentukan pemeriksaan disamping alasan
datang.
c) Riwayat kesehatan Lalu
d) Riwayat Prenatal
Untuk mengetahui keadaan bayi saat dalam kandungan. Pengkajian ini
meliputi: hamil ke berapa, umur kehamilan, ANC, HPL, dan HPHT
e) Riwayat Intranatal
Untuk mengetahui keadaan bayi saat lahir (jam dan tanggal), penolong,
tempat dan cara pesalinan (spontan atau tindakan) serta keadaan bayi saat
lahir.

f) Riwayat Post Natal


Untuk mengetahui keadaan bayi dan ibu saat nifas, adakah komplikasi saat
nifas.
g) Riwayat Kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular dan
menurun.
h) Riwayat Imunisasi TT pada ibu
Untuk mengetahui apakah imunisasi telah diberikan atau belum.
i) Riwayat tumbuh kembang
Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan secara fisik dan perkembangan
dan kemampuan motorik halus dan motorik kasar, yang dikethaui refleks
pada bayi.
j) Riwayat Sosial Ekonomi
Untuk mengetahui social ekonomi keluarga apakan keluarga sanggup
membiayai perawatan bayinya.
b. Data objektif
1. Pemeriksaaan Fisik
a) Keadaan umum
b) Kesadaran
Untuk mengetahi keaadan umum bayi meliputi kesadaraan (sadar penuh,
apatis, gelisah, koma) gerakan yang ekstrem dan ketegangan otot.
c) Suhu
Untuk mengetahui bayi hipotermi atau tidak. Nilai batas normal 36,5-37,5
o
C.
d) Nadi
Untuk mengetahui nadi lebih cepat atau tidak. Nilai batas normal 120-
160x/menit.
e) Respirasi
Untuk mengetahui pola pernafasan. Nilai batas normal 30-60x/menit.
f) Apgar Score
Pemeriksaan khusus apgar score yang dinilai antara lain:
 Denyut jantung, dengan nilai batas normal adalh 120-160x/menit
 Pernafasan dengan nilai batas normal 30-60x/menit
 Tonus otot dengan batas nilai normal adalah bayi bergerak normal dan
aktif
 Reaksi pengisapan dengan batas nilai normal adalah dapat menghisap
dengan baik pada ssat menetek atau padassat pemeriksaaan fisik. Pada
hiperbilirubin penghisapan bayi lemah (Farrer, Halen, 2007).
 Warna kulit, dengan nilai batas normal merah muda dan tidak kebiru-
biruan
g) Pemeriksaan Sistematis
1) Kepala : terdapat caput atau tidak
2) Muka : simetris atau tidak
3) Mata : konjungtiva pucat atau tidak, sclera kuning atau tidak
4) Hidung : ada cairan tau tidak, ada kotoran yang menyumbat jalan
nafas atau tidak
5) Telinga : simetris atau tidak adan gangguan pendengan atau tidak.
6) Mulut : ada lender atau tidak, ada labiopalatskisi atau tidak
7) Leher : ada pembesaran kelenjar tiroid atau tidak
8) Dada : kanan/kiri simteris atau
9) Perut : kembung atau tidak
10) Tali pusat:kering atau basah, ada kemerahan, bengkak atau tidak
11) Genetalia
Laki-laki : testis sudah turun atau belum (Hidayat, Alimul, Aziz A,
2009).
Perempuan : labia mayor sudah menutupi labia minor. Pada kasus
terlihat kuning.
12) Ekstrimitas : lengkap atau tidak.
13) Anus : ada atau tidak
14) Warna kulit : sianosis atau tidak.
c. Pemeriksaaan refleks
a) Reflek Moro
Lengan ekstensi dengan ibu jari dan jari telunjuk bentuk huruf C diikuti
dengan ekstremitas kembali ke fleksi jika posisi bai berubah tiba-tiba atau
jika bayi diletakkan terlentang pada permukaan yang datar.
b) Reflek menggenggam atau reflek gaspin
Reflek menggenggam bisa kuat sekali dan kadang-kadang bayi dapat
diangkatt dari permukaan meja/tempat tidurnya sementara ia berbaring
terlentang dan menggenggam jari tangan si pemeriksa.
c) Reflek menghisap atau reflek suching
Bayi normal yang cukup bulan akan berupaya unuk menghisap setiap
benda yang menyentuk bibirnya. Reflek menelan juga seperti itu (Wong,
Dona L, 2004).
d) Reflek mencari atau reflek rooting
Kalau pipi bayi disentuh ia akan menolehkan kepalanya kesisi yang
disentuh itu untuk mencari putting susu.
e) Reflek melangkah atau plantar
Jari-jari bayi akan melekuk kebawah bila jari-jari diletakkan didasar jari-
jari kakinya.

f) Reflek tonik neck


Bila bayi ditengkurapkan maka kepala bayi akan menengadah ke atas dan
berputar.
d. Pemeriksaan Antropometri
 Lingkar kepala : batas normal 33-35 cm
 Lingkar dada : batas normal 30-33 cm
 Berat badan : batas normal 2500-3500 gram
 Panjang badan : batas normal 45-50cm
e. Eliminasi
Pada pemeriksaan ini yang dikaji antara lain eliminasi urine dan
mekonium terutama pada 24 jam pertama baik frekuensi, warna dan
kondisi eliminasinya. Pada keadaan normal urine dan emkonium sudah
keluar pada 24 jam. pada kasus fesesnya seperti dempul urine berwarna
gelap.
f. Data penunjang
a. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
b. BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
d. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
e. Skull Bayi : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
f. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu
khusus untuk transiluminasi kepala.
g. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak
yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya
normal.
h. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma,
cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
Diagnosa Keperawatan

Risiko Trauma dengan faktor risiko penurunan Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
kesadaran, penurunan koordinasi otot NOC :
NOC : Thermoregulation
Knowledge : Personal Safety Kriteria Hasil :
Safety Behavior : Fall Prevention Suhu tubuh dalam rentang normal
Safety Behavior : Fall occurance Nadi dan RR dalam rentang normal
Safety Behavior : Physical Injury Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing,
Tissue Integrity: Skin and Mucous merasa nyaman
Membran NIC :
Kriteria Hasil Temperature Regulation
Pasien terbebas dari trauma fisik Monitor suhu minimal tiap 2 jam
NIC : Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
Environmental Management safety Monitor TD, nadi, dan RR
Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien  Monitor warna dan suhu kulit
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
riwayat penyakit terdahulu pasien Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan
Menghindarkan lingkungan yang berbahaya tubuh
Memasang side rail tempat tidur Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat
Membatasi pengunjung panas
Mengontrol lingkungan dari kebisingan Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
Memindahkan barang-barang yang dapat kemungkinan efek negatif dari kedinginan
membahayakan Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang diperlukan
. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang
diperlukan
Berikan anti piretik jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

1. Ghomela, Tricia. Lange Neonatology : Management, Procedures, On-Call


Problems, Diseases, Drugs.2004. edisi 5. New York : The Mcgraw-Hills
2. Gordon B. Avery, Mhairi G. MacDonald, Mary M. K. Seshia, Martha D.
Mullett, M.D. Avery’s neonatology : Pathophysiology And Management
Of The Newborn .2005. edisi 6. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins
3. Kosim M. Sholeh, Ari Yunanto, Rizalya Dewi, Gatot Irawan Santosa, Ali
Usman. Buku Ajar Neonatologi. 2010. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. NANDA Internasional 2012-2014. Diagnosis Keperawatan . Jakarta .
EGC.

Anda mungkin juga menyukai