Makalah KMB Kel 5
Makalah KMB Kel 5
Makalah KMB Kel 5
ASKEP APENDISITIS
Disusun Oleh:
Kelompok 5 Kep 4A
Dosen Pengampu :
Ns. Hidayatul Rahmi, S.Kep,M.Kep
PRODI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ALIFAH PADANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, baik berupa kesempatan maupun pengetahuan
sehingga makalah “Askep Apendisitis” ini dapat kami selesaikan dalam bentuk maupun
isinya dengan sebaik-baiknya.
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Ns. Hidayatul Rahmi, S.Kep,M.Kep karena
atas bimbingan serta saran dari bapaklah kami dapat menyusun makalah ini sehingga dapat
dibaca serta dipahami isinya. kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh
dari sempurna ,baik dari segi penyusunan yang masih kurang teratur ,pembahasan yang
kurang sesuai dengan materi, ataupun penulisannya yang kurang tepat atau kesalahan saat
mengetik kata demi kata ,karena pengalaman kami yang masih kurang
Demikianlah yang dapat kami sampaikan , kami berharap semoga makalah ini bisa
menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu dimohonkan kepada Ibu dan
teman-teman yang membaca makalah ini agar memberikan kritik dan saran yang
membangun agar kedepannya, bisa diperbaiki menjadi lebih baik, kepada Ibu dosen yang
terhormat dimohon bimbingannya lebih lanjut , terutama bimbingan terhadap penyusunan
makalah dan dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan..............................................................................................5
a. Tujuan Umum..............................................................................................5
b. Tujuan Khusus.............................................................................................5
BAB II : LAPORAN PENDAHULUAN
2.1. Konsep Penyakit Apendisitis............................................................................7
A. Pengertian....................................................................................................7
B. Etiologi.........................................................................................................7
C. Patofisiologi.................................................................................................8
D. Klasifikasi....................................................................................................9
E. Manifestasi Klinis........................................................................................10
F. Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................11
G. Penatalaksanaan...........................................................................................12
H. Komplikasi...................................................................................................14
I. PenKes Apendisitis......................................................................................
2.2. Konsep Askep Apendisitis................................................................................16
A. Pengkajian....................................................................................................16
B. Diagnosa......................................................................................................16
C. Intervensi.....................................................................................................17
D. Implemetasi..................................................................................................17
E. Evaluasi........................................................................................................21
F. Dokumentasi................................................................................................22
BAB III : LAPORAN KASUS APENDISITIS....................................................24
BAB IV : PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................67
3.2 Saran..................................................................................................................67
B. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
keperawatan medikal bedah 2 sehingga nantinya melalui penugasan ini kelompok dan
mahasiswa keperawatan lainnya yang membaca makalah ini dapat memahami konsep
penyakit apendisitis yaitu struma serta nantinya dapat dijadikan sebagai referensi
untuk penulisan makalah lainnya yang berhubungan dengan asuhan keperawatan
tentang apendisitis.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami
konsep penyakit apendisitis yang meliputi defenisi, etiologi,manifestasi klinis,
patofisiologis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan askep apendisitis yang
meliputi pengkajian, diagnosa, implementasi, evaluasi dan dokumentasi, serta penkes
yang dapat diberikan kepada pasien dengan apendisitis. Kemudian dengan memahami
makalah ini nantinya mahasiswa dapat mengaplikasikannya dalam praktek
keperawatan dirumah sakit, yang menunjang kesembuhan klien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Penyakit Appendicitis
1. Definisi
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan penyebab paling umum inflamasi akut
pada kuadran bawah kanan dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer & Bare, 2013).
Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi (Docstoc, 2010).
b. Fisiologi Appendisitis
Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1 - 2 ml per hari. Lendir
normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalirkan ke
sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks berperan pada patogenesis
apendiks. Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (Gut
Associated Lympoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran pencerna
termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai
perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini
kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan
diseluruh tubuh (Arifin, 2014).
3. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan appendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. histolytica (Jong, 2010).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut (Jong, 2010).
4. Patofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan dengan asupan serat
dalam makanan yang rendah (Burkitt, 2007).
Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi
mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan
muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada
permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang
bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal
(Burkitt, 2007).
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam
lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai
apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi
nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga
peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan
terjadi (Burkitt, 2007).
5. Klasifikasi
Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan
appendisitis kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010):
a. Appendisitis akut.
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala appendisitis akut
talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
muntah. Umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat.
b. Appendisitis kronik.
Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik
appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara
1-5%.
6. Manifestasi Klinis
Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik
Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak
tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar
di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal; bila
ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada
pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks
dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah
otot rektum kanan dapat terjadi Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan
palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang
terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan
dapat lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi
klien memburuk. Gejala apendisitis secara umum yaitu :
a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
b. Mual, muntah
c. Anoreksia, malaise
d. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney
e. Spasme otot
f. Konstipasi, diare
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis
meliputi :
a. Sebelum operasi
1. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis
seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilaksanakan.
Klien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan
hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan
untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,
diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12
jam setelah timbulnya keluhan.
2. Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses intra
abdominal luka operasi pada klien apendiktomi.Antibiotik diberikan sebelum,
saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara pemberian intravena (IV)
(Sulikhah, 2014).
b. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi. Apendiktomi
adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuang apendiks (Wiwik
Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa
appendisitis telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang
meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT scan.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan
insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk memblokir sensasi rasa
sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi pada klien post operasi adalah
termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi abdomen dan
menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum munculnya peristaltik
usus (Mulya, 2015) .
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam 4 jam
pasca operasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi bertahap, dan dalam 8 jam
pertama setelah perlakuan mobilisasi dini pada klien pasca operasi abdomen
terdapat peningkatan peristaltik ususbahkan peristaltik usus dapat kembali
normal. Kembalinya fungsi peristaltik usus akan memungkinkan pemberian diet,
membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses
penyembuhan.
Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi
apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka
dilakukan dengan cara membuat sebuah sayatan dengan panjang sekitar 2 - 4 inci
pada kuadran kanan bawah abdomen dan apendiks dipotong melalui lapisan
lemak dan otot apendiks. Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus
(Dewi, 2015).
Sedangkan pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3
sayatan kecil di perut sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar,
fungsinya untuk memasukkan kamera super mini yang terhubung ke monitor ke
dalam tubuh, melalui lubang ini pula sumber cahaya dimasukkan. Sementara dua
lubang lain di posisikan sebagai jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit atau
gunting. Ahli bedah mengamati organ abdominal secara visual dan
mengidentifikasi apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua jaringan yang
melekat, kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui salah satu sayatan
(Hidayatullah, 2014).
Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan dapat menimbulkan luka
insisi sehingga pada klien post operatif apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi
luka operasi.
c. Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien
dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak
terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
8. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis.Adapun jenis
komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula- mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal
ini terjadi apabila appendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum. Operasi appendektomi untuk kondisi abses apendiks dapat
dilakukan secara dini (appendektomi dini) maupun tertunda (appendektomi
interval). Appendektomi dini merupakan appendektomi yang dilakukan segera
atau beberapa hari setelah kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan
appendektomi interval merupakan appendektomi yang dilakukan setelah terapi
konservatif awal, berupa pemberian antibiotika intravena selama beberapa
minggu.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36
jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5° C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh
perut, dan leukositosis terutama Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya
peritonitis.
Perforasi memerlukan pertolongan medis segera untuk membatasi
pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke rongga perut.
Mengatasi peritonitis dapat dilakukan oprasi untuk memperbaiki perforasi,
mengatasi sumber infeksi, atau dalam beberapa kasus mengangkat bagian dari
organ yang terpengaruh .
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi tersebar
luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang
semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita
peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit.
Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
1) Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau
obat antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk
mengobati serta mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh. Jangka
waktu pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan yang
dialami klien.
2) Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang
jaringan yang terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada organ
dalam.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik post operasi apendiktomi menurut Wijaya dan Putri
(2013), yaitu:
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat rentang 10.000 -hingga 18.000 / mm 3,
kemudian neutrofil meningkat 75%, dan WBC meningkat sampai 20.000 mungkin
indikasi terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).
Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan utama yang
dapat muncul pada appendicitis, antara lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi
appendicitis).
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur oprasi).
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada appendicitis).
d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
(muntah).
e. Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis
f. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
g. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive
3. Perencanaan Keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi keperawatan Pre operatif
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S RM : 01 02 79 92
Tanggal Lahir : 20 Nov 1990 Jenis : Perempuan
Umur : 30 Tahun kelamin
Agama Pekerjaan : Islam
Alamat :-
: Kariangau
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama (Alasan masuk RS) :
Klien masuk rumah sakit via IGD, dengan keluhan Nyeri perut sebelah
kanan, keluarga pasien mengatakan pasien mengalami nyeri perut sejak 4 hari
yang lalu.
b. Riwayat kesehatan sekarang (RKS),
Pada saat pengkajian pasien Klien mengatakan datang dari IRD masuk
Flamboyan B jam 16.00 klien mengatakan nyeri perut kanan sejak 4 hari yang
lalu, seperti di tusuk tusuk dan tiba tiba. klien tidak mengeluh adanya mual
muntah. P: nyeri saat melakukan aktivitas, Q: tertusuk-tusuk, R:abdomen kanan
bawah, S: skala nyeri 4, T:tiba-tiba
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan tidak pernah menderita suatu penyakit yang berat
d. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Klien mengatakan Keluarga tidak ada yang memiliki kelainan / kecacatan dan
menderita suatu penyakit yang berat.
3. Pengkajian Keperawatan
a. Pola Persepsi dan Penanganan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit/perawatan:
Pasien menderita DM tipe II sudah sejak tahun 2003, awalnya pasien tidak
mengerti tentang penyakitnya. Setelah menjalani beberapa kali pengobatan
pasien mulai mengerti tentang penyakitnya. Namun demikian pasien tidak mau
nengikuti proses pengobatan sebagaimana mestinya, pasien tidak menghiraukan
semua larangan dan pantangan yang terkait kontrol gula darah dan kontrol
hipertensi. Akibatny gula darah pasien sering naik, begitu juga dengan tekanan
darah pasien.
b. Pola Nutrisi / Metabolisme
Intake makanan dan cairan (sehat/sakit):
Keluarga Pasien mengatakan saat sehat makannya tidak ada mengalami
masalah. Pasien serig mengkonsumsi semua jenis makanan kesukaannya tanpa
menghirauka efek nya terhadap gula darah dan tekanan darah Pasien. Pasien
tidak memiliki makanan pantangan dan tidak ada alergi makanan. Pasien
mengatakan menyukai semua jenis makanan. Keluarga Pasien mengatakan
setelah sakit makannya mulai berkurang, nafsu makan berkurang, Keluarga
Pasien mengatakan berat badan pasien turun sejak 3 bulan yang lalu. Saat
pengkajian pasien terpasang NGT karena pasien tidsk msmpu msksn lewat oral
karena pasien mengalami penurunan kesadaran. Mukosa bibir kering, bibir dan
lidah tampak kotor,. kulit pasien terlihat kering dan turgor kulit jelek. Pasien
terlihat pucat. Keluarga pasien mengatakan pasien banyak berkeringat, Keluarga
pasien mengatakan pasien sering minta minum. Pasien mendapatkan diet cair
yaitu susu.
Gula darah pasien dicek setiap kali akan makan 3x sehari : (tgl 27 Sep 2018)
Jam 8.00 : 394 g/dl
Jam 13.00 : 393 g/dl
c. Pola Eliminasi
1) Buang air besar (sehat/ sakit):
Keluarga pasien mengatakan selama dirumah pasien tidak ada
mengalami ganguan dalam BAB, sejak dirawat pasien BAB nya setiap 3 hari
sekali. Terakhir pasien BAB hari rabu (1 hari sebelum pengkajian. Keluarga
pasien mengatakan BAB pasien encer sedikit berserat, berwarna kuning.
2) Buang air kecil (sehat/sakit):
Keluarga pasien mengatakan sejak satu minggu sebelum dirawat pasien
sering BAK (nokturia) banyak ( poliuria ) dan tidak terkontrol. BAK berwarna
kuning bening. pasien sering banyak minum dan banyak keringatnya.
Selama dirumah sakit BAK pasien banyak
Saaat pengkajian (27 sep 2018) : pasien terpasang kateter urin , volume urin
3 x 800 sehari = 2400 L sehari
Intake cairan : susu 3x sehari, just buah = 1500 L sehari
d. Pola ktivitas / Olahraga
Keluarga pasien mengatakan semua aktifitas dirumah dilakukan oleh pasien dan
dibantu oleh anaknya. Selama dirumah sakit semua aktifitas dibantu oleh adik
perempuannya. Selama dirawat pada saat miring kiri miring kanan pasien dibantu
oleh adik perempuannya .
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum ^
Mandi ^
Berpakaian / berdandan ^
Toileting ^
Berpindah ^
Berjalan ^
Menaiki tangga ^
Berbelanja ^
Memasak ^
Pemeliharaan rumah ^
Diagnosa
NO Luaran Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen Setelahdilakukan tindakan keperawatan
Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis diharapkan tingkat nyeri dapat menurun
Observasi
dengan Kriteria Hasil :
1. Identifikasi lokasi , karakteristik, durasi, frekuensi, kulaitas
1. Keluhannyeri menurun.
nyeri, skala nyeri, intensitas nyeri
2. Meringis menurun
2. Identifikasi respon nyeri non verbal.
3. Sikap protektif menurun.
3. Identifikasi factor yang Memperberat dan memperingan nyeri.
4. Gelisah menurun.
Teraupetik
1. Berikan teknik Non farmakologis untuk Mengurangi rasa nyeri.
2. Fasilitasi istirahat dan tidur.
3. Kontrol lingkungan yang Memperberat rasa nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
3. Ajarkan teknik non Farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri .
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
Diagnosa
NO Luaran Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1. Defisit pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan perawatan
Edukasi Manajemen Nyeri
kurang terpapar informasi diharapkan tingkat pengetahuan klien
Observasi
meningkat.
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
kriteria hasil :
informasi
1. Perilaku sesuai anjuran, verbalisasi
Teraupetik
minat dan belajar meningkat.
1. Sediakan materi dan pendidikan kesehatan
2. Kemampuan menggambarkan
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
pengalaman sebelumnya yang
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
sesuai dengan topik meningkat
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan strategi meredakan
nyeri
2. Ajarkan memonitor nyeri secara mandiri
3. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasai nyeri
Diagnosa
NO Luaran Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1. Resiko infeksi b.d Setelah dlakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi
ketidakadekuatan diharapkan tingkat infeksi menurun. Observasi
pertahanan tubuh
Kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
1. Nafsu makan meningkat Teraupetik
2. Nyeri menurun. 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN PADA Ny. Y
Hari /
Diagnosa Nama/
Tanggal / Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Keperawatan Paraf
Jam
09 Maret Nyeri akut b.d agen Manajemen Nyeri S:
2020 pencedera fisiologis Observasi - Klien mengatakan nyeri perut
1. Mengidentifikasi lokasi , kanan
karakteristik, durasi, frekuensi, kulaitas O:
nyeri, skala nyeri, intensitas nyeri - Klien tampak meringis
2. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal. - Klien tampak gelisah
3. Mengidentifikasi factor yang P: nyeri saat melakukan aktivitas
Memperberat dan memperingan nyeri. Q: tertusuk -tusuk
Teraupetik R:abdomen kanan bawah
1. Memberikan teknik Non farmakologis S: skala 4
untuk Mengurangi rasa nyeri. T: tiba tiba
2. Memfasilitasi istirahat dan tidur.
3. Mengontrol lingkungan yang A:
Memperberat rasa nyeri. - Masalah belum teratasi
Edukasi
1. Menjelaskan strategi meredakan nyeri P:
2. Menjelaskan penyebab, periode dan - lanjutkan Intervensi
pemicu nyeri
3. Mengajarkan teknik non Farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri .
Kolaborasi
Mengkolaborasikan pemberian analgetik
Hari /
Diagnosa Nama/
Tanggal / Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Keperawatan Paraf
Jam
09 Maret Defisit pengetahuan Edukasi Manajemen Nyeri S:
2020 b.d kurang terpapar Observasi
informasi 1. Mengidentifikasi kesiapan dan - Klien mengatakan mengerti dan
kemampuan menerima informasi paham apa yang diajarkan
Teraupetik
1. Menyediakan materi dan pendidikan O:
kesehatan
2. Menjadwalkan pendidikan kesehatan - Klien tampak paham
sesuai kesepakatan
3. Memberikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi A:
1. Menjelaskan penyebab, periode, dan
strategi meredakan nyeri - Masalah teratasi sebagian
2. Mengajarkan memonitor nyeri secara
mandiri
3. Anjurkan menggunakan analgetik secara P :
tepat
4. Mengajarkan teknik nonfarmakologis - lanjutkan intervensi
untuk mengurangi rasai nyeri
Hari /
Diagnosa Nama/
Tanggal / Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Keperawatan Paraf
Jam
09 Maret Resiko infeksi b.d Pencegahan Infeksi S:
2020 ketidakadekuatan
Observasi - Klien mengatakan nyeri perut
pertahanan tubuh
1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal sebelah kanan
dan sistemik O:
Teraupetik
- Klien tampak cemas
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan - Leukosit 12.08
pasien - TTV :
Edukasi TD : 110/90mmhg
1. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi N : 80x/menit
2. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan R : 18x/menit
benar S : 36.5 C
3. Mengajarkan etika batuk A:
4. Menganjurkan meningkatkan asupan cairan
- Masalah teratasi sebagian
5. Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi
P:
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keluhan appendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau
periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke
kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan. Terdapat
juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya
juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap.
Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan
dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri
maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan
lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul
Pada kasus Tn.S Intervensi Berdasarkan dari hasil pengkajian pada klien
kedua klien dengan diagnosa appendicitis pada pemeriksaan abdomen klien terdapat
gejala yaitu adanya nyeri lepas pada titik Mc. Berney hal ini sesuai dengan
manifestasi klinis apendisitis bahwa terdapat nyeri lepas lokal pada titik Mc.
Burney. Nyeri ini berasal dari infeksi bakteria pada umbai cacing yang
menyebabkan sekresi mucus berlebih pada lumen appendiks yang menyebabkan
appendiks meregang dan mengakitbatkan nyeri (nurarif & kusuma,2016).
B. SARAN
Diharapkan nantinya melalui penugasan ini kelompok dan mahasiswa
keperawatan lainnya yang membaca makalah ini dapat memahami konsep kasus
apendisitis serta nantinya dapat dijadikan sebagai referensi untuk penulisan makalah
lainnya yang berhubungan dengan asuhan keperawatan tentang apendisitis.
DAFTAR PUSTAKA
Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan (p.
49). p. 49.
goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019). Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji
Pada Siswa Kelas Viii Smp Negeri 1 Yogyakarta. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689-1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Jong, S. & de. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Kedokteran, F. (2018). Teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Basic Physical Examination :
Teknik Inspeksi, Palpasi, dan auskultasi,(0271)
Kiik, S. M. (2018). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Waktu Pemulihan Peristaltik Usus Pada
Ruang ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta: Mediaction.
Potter, P., & Perry, A. (2014). Fundamentals of Nursing (7th ed.). Philadelphia: Elsevier Ltd.
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brurner & Suddarath (8th ed.).
Jakarta: EGC.
Sofiah, W. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Post OpApendiktomi Dengan Resiko
Infeksi di RSUD Kota Jakarta Utara.