Makalah Farmakologi K1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FARMAKOLOGI

OBAT-OBAT ANTIHIPERTENSI

DI SUSUN OLEH :

Kelompok 1

1. Ade Dian Pratiwi


2. Aldaffa Dwi Nugroho
3. Fepy Wahyuni
4. Intan Nurjana
5. Jihan Fazat Adibah
6. Maria Dwi Octaviani
7. Oktarizqi Azhari
8. Tenti Elia Nugraha
9. Tiara Rinaldi
10. Ummi Lathifah Hanun

DOSEN PENGAMPU :
Nadia Pudia Arifanti, M.Farm,Apt

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

PRODI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "OBAT-OBAT
ANTIHIPERTENSI" dengan tepat waktu.

Makalah disusun berdasarkan referensi-referensi yang kami dapatkan dari buku,


artikel dan referensi lainnya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah
Farmakologi. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan
tentang Farmakologi dan obat-obat antihipertensi bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bunda Nadia Pudia Arifanti selaku


dosen mata kuliah Farmakologi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, 12 Agustus 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................1

DAFTAR ISI.............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................3

1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................3


1.2 RUMUSAN MASALAH..............................................................................4
1.3 TUJUAN........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................5

2.1 DEFINISI HIPERTENSI.............................................................................5


2.2 KLASIFIKASI HIPERTENSI....................................................................6
2.3 PENGOBATAN HIPERTENSI..................................................................7

BAB III PENUTUP................................................................................................15

3.1 KESIMPULAN ..........................................................................................15


3.2 SARAN........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16

2
BAB I

PENDHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hipertensi atau yang biasa disingkat HT/HTN merupakan adanya peningkatan


tekanan darah di arteri secara abnormal. Dalam kasus ini jantun akan beerja lebih keras
untuk mengedarkan darah dalam tubuh melalui pembuluh darah. Terdapat dua
pengukuran dalam mengukur tekanan darah, sistolik dan diastolik disesuaikan dengan
pergerakan otot jantung. Jika otot jantung berkontraksi maka pengukuran yang
digunakan adalah sistole dan jika oto jantung sedang berelakssi maka yang akan
dipengaruhi adalah pengukuran diastole. Tekanan darah normal pada saat istirahat untuk
range sistolik adalah (100-140 mmHg) dan untuk diastolik (60-90 mmHg).

Pada pengukuran tensi/tekanan darah, angka bacaan atas mewakili ukuran sistol
dan angka bacan bawah mewakili ukuran diastol. Tekanan darah disebut tinggi jika
pengukuran tensinya terus menerus menunjukkan angka 140/90 mmHg atau lebih. Obat
yang dapat digunakan untuk mengatasi hipertensi antara lain: Calcium channel blocker
dengan diuretik, beta bloker dengan diuretik, antagonis saluran Ca dengan beta bloker,
antagonis Ca dengan Diltiazem. Adapun mekanisme kerja dari obat antihipertensi
adalah sebagai berikut.

1) Diuretik. Mengeluarkan cairan tubuh melalui air seni/kencing sehingga


volume cairan tubuh berkurang. Berkurangnya volume cairan tubuh ini
mengakibatkab daya pompa dan kerja jantung menjadi lebih ringan.
2) Betabloker. Zat beta bloker pada obat antihipertensi juga berfungsi untuk
menurunkan daya pompa jantung.
3) Vasodilator. Dengan adanya fungsi vasodilator pada obat anti hipertensi,
pembuluh darah akan melebar dengan adanya relaksasi otot polos. Sehingga
aliran darah lebih lancar dan daya pompa jantung lebih ringan.

3
4) Antagonis Kalsium. Ion kalsium dalam jantung mempengaruhi kinerja
denyut dan daya pompa jantung. Dengan adanya antagonis kalsium atau
Calcium Channel Blocker, jumlah ion Ca2+ yang masuk ke jantung
menurun sehingga dapat mengurangi dan menghambat kontraksi jantung.
Dengan terhambatnya kontraksi jantung, daya pompa jantung juga akan jadi
lebih ringan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1 Apa pengertian dari hipertensi?
2 Apa saja klasifikasi hipertensi?
3 Bagaimana pengobatan hipertensi?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hipertensi
2. Untuk mengidentifikasi apa saja yang termasuk klasifikasi hipertensi
3. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi tentang pengobatan hipertensi

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hipertensi

Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua
kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau
tenang (Kemenkes RI, 2014). Seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg (Mansjoer et al., 2001). Hipertensi
didefinisikan oleh JNC 7 sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg
(Chobanian et al., 2003). Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah pada waktu
jantung menguncup (sistol), adapun tekanan darah diastolik adalah tekanan darah pada
saat jantung mengendor kembali (diastol) (Chin & Badri, 2012).
Ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi diantaranya
yaitu riwayat keluarga, individu dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai risiko
dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Obesitas juga merupakan salah satu faktor risiko,
hal ini disebabkan karena lemak dapat menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah, stres atau situasi yang menimbulkan
distres dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang (Hall et al., 2001).

Diagnosis hipertensi tidak boleh ditegakkan berdasarkan sekali pengukuran,


kecuali bila tekanan darah diastolik (TDD) > 120 mmHg dan/atau tekanan darah
sistolik (TDS) > 210 mmHg. Diagnosis hipertensi ditegakkan bila dari pengukuran
berulang-ulang tersebut diperoleh nilai rata- rata TDD > 90 mmHg dan/atau TDS > 140
mmHg (Setiawati dan Bustami, 1995).
Hipertensi sering disebut sebagai silent killer karena pasien dengan hipertensi
esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik yang utama adalah
meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali ditentukan untuk
mendiagnosis hipertensi. Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosis dan

5
mengklasifikasikan sesuai dengan tingkatannya (Depkes RI, 2006). Banyak orang yang
tidak menyadari bahwa dirinya mengalami hipertensi, disebabkan karena pada gejala
hipertensi tidak terlalu terlihat nyata dan pada stadium awal belum meninggalkan
gangguan yang serius pada kesehatan (Gunawan, 2001).
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh
darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah.
Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas
pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah
(Ronny dkk., 2010).

2.2 Klasifikasi Hipertensi

a. Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu :

1. Hipertensi primer (esensial)

Hipertensi primer merupakan hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui.


Lebih dari 95% kasus hipertensi masuk dalam kelompok ini. Hipertensi esensial dapat
disebabkan oleh multifaktor (faktor genetik dan lingkungan). Faktor genetik dapat
mempengaruhi hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem reninangiotensin, ekskresi
Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler. Faktor lingkungan dapat berupa obesitas,
alkohol dan merokok (Mansjoer dkk., 2001).
2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya dan ini


menyangkut ±10% dari kasus-kasus hipertensi. Hipertensi ini sebagai akibat dari suatu
penyakit dan kondisi kebiasaan (life style). Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi
penyebabnya adalah penyakit ginjal, pada sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan
hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB) (Sheps, 2005).

b. Berdasarkan bentuk hipertensi dikenal 3 jenis hipertensi yaitu :

6
1. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension)

Hipertensi diastolik yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti


peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak- anak dan dewasa muda.

2. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension)

Hipertensi sistolik yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan


tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut.
Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi)

Hipertensi campuran yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol
(Gunawan,2001).

2.3 Pengobatan Hipertensi

Tujuan dalam pengobatan hipertensi adalah untuk mengurangi morbiditas dan


mortalitas. Morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan kerusakan organ target
seperti pada kejadian kardiovaskuler, gagal jantung dan gagal ginjal (Depkes RI, 2006).
Tujuan penanganan hipertensi adalah menurunkan kesakitan dan kematian dari
hipertensi.

Pengobatan hipertensi pada dasarnya dilakukan secara bertahap. Bila harus


segera diberikan obat antihipertensi, maka pilihan obat pertama yang diberikan
umumnya memilih salah satu obat antihipertensi dari lima obat yang ada (diuretik, Β-
blocker, ACE inhibitor, Antagonis Reseptor angiotensin II, Calcium Channel bloker,
serta kombinasi obat antihipertensi dalam dosis kecil). Pemilihan obat antihipertensi
awal berdasarkan pada ada tidaknya indikasi dan kontraindikasi. Strategi pengobatan
hipertensi harus dimulai dengan perubahan gaya hidup berupa diet rendah garam,
mengurangi konsumsi alkohol, berhenti merokok, olahraga teratur dan penurunan berat
badan bagi pasien dengan berat badan lebih (Gunawan et al., 2008).
1) Terapi farmakologi

7
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target
tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan
efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan memulai terapi dengan satu jenis
obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada
tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah
kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah
meningkatkan dosis obat tersebut atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis
rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik
tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat
meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat
yang harus diminum bertambah (Yogiantoro, 2006).
Terdapat 5 golongan obat yang bekerja sebagai obat penurun tekanan darah yaitu
Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI), Angiotensin Receptor Blocker (ARB),
Beta Blocker (BB), Calcium Channel Blockers atau Calcium antagonist (CCB) dan
diuretik tipe thiazide (Chobanian et al., 2003).

A. Diuretik
Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstra seluler. Akibatnya terjadi
penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa
diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya
(Tanu, 2007). Obat- obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh
(Iewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa
jantung menjadi lebih ringan dan berefek turunnya tekanan darah. Digunakan sebagai
obat pilihan pertama pada hipertensi tanpa adanya penyakit lainnya. Diuretik terdiri dari
golongan thiazide, diuretik kuat, dan diuretik hemat kalium.

8
1. Thiazide

Thiazide merupakan agen diuretik yang paling efektif untuk menurunkan tekanan
darah. Obat diuretik jenis thiazide harus digunakan sebagai pengobatan awal pada semua
pasien dengan hipertensi, baik penggunaan secara tunggal maupun secara kombinasi
dengan satu kelas antihipertensi lainnya (ACEI, ARB, BB, CCB). Diuretik golongan
thiazide ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium
klorida. Efeknya lebih lemah dan lambat tetapi tertahan lebih lama (6-48 jam) dan
terutama digunakan dalam terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung.
Contoh dari golongan thiazide adalah hidroklorothiazide (HCT) dan indapamid.

2. Diuretik kuat
Diuretik kuat bekerja di ansa henle asenden bagian epitel tebal dengan cara
menghambat kotransport NA+, K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan elektrolit.
Contoh obat dari diuretik kuat adalah furosemid dan torasemid.

3. Diuretik hemat kalium


Diuretik hemat kalium merupakan diuretik yang lemah jika digunakan tunggal,
biasanya dalam penggunaanya dilakukan kombinasi dengan obat hipertensi lain seperti
ACE inhibitor, beta bloker, ARB. Contoh obat dari diuretik hemat kalium ini adalah
spironolakton dan amilorid (Tanu, 2007).

B. β- blocker

Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa
jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernafasan seperti asma bronkhial. Beta bloker bekerja dengan menghambat
adrenoreseptor beta di jantung, pembuluh darah perifer, bronkus, pankreas dan hati
(BPOM RI, 2015). Bekerja pada jantung untuk meringankan stres sehingga jantung
memerlukan lebih sedikit darah dan oksigen sehingga menurunkan tekanan darah.
Contoh obat yang termasuk beta bloker adalah kardioselektif (atenolol, bisoprolol),
nonselektif (propanolol, timolol) (Depkes RI, 2006).

9
C. Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
Calcium Channel Blocker (CCB) bekerja menurunkan tekanan darah dengan
memperlambat pergerakan kalsium ke dalam sel jantung dan dinding arteri (pembuluh
darah yang membawa darah dari jantung ke jaringan), sehingga arteri menjadi relax dan
menurunkan tekanan dan aliran darah ke jantung. Obat yang termasuk dalam golongan
CCB ini adalah amlodipin, nifedipin, verapamil, diltiazem (Depkes RI, 2006). Ada dua
subkelas CCB, dihidropiridine dan nondihidropiridine. Keduanya sangat berbeda satu
sama lain. Efektifitas antihipertensinya hampir sama, tetapi ada perbedaan pada
efekfarmakodinamik yang lain. Efek samping dari dihidropiridin adalah pusing,
flushing, sakit kepala, edema perifer, mood changes dan gangguan gastrointestinal. Efek
samping pusing, sakit kepala dan edema perifer lebih jarang terjadi pada
nondihidropiridin verapamil dan diltiazem karena vasodilatasinya tidak sekuat
dihidropiridin (Depkes RI, 2006).

D. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)


ACE inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu degradasi
bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan
berperan dalam efek vasodilatasi ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan
menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan
ekskresi air, natrium dan retensi kalium. ACE inhibitor juga memblok degradasi
bradikinin dan merangsang sintesa zat yang menyebabkan vasodilatasi. Peningkatan
bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dan berperan terhadap efek
samping terjadinya batuk kering yang sering terjadi pada penggunaan ACE inhibitor.
Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini adalah captopril, lisinopril dan enalapril
(Nafrialdi, 2007).

E. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)

Dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa ini merelaksasi otot


polos sehingga mendorong vasodilatasi, meningkatkan ekskresi garam dan air di ginjal,

10
menurunkan volume plasma dan mengurangi hipertrofi sel. Antagonis reseptor
angiotensin II secara teoritis juga mengatasi beberapa kelemahan ACE inhibitor (Oates
& Brown, 2007). Tidak seperti pada ACE inhibitor, obat ini tidak menghambat
degradasi bradikinin, sehingga efek samping batuk menahun tidak terjadi. Contoh dari
obat ini adalah losartan dan valsartan. Pemberian Angiotensin Reseptor Blocker
menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Pemberian
jangka panjang tidak mempengaruhi lipid dan glukosa darah (Priyanto, 2009).

F. Penghambat Adrenoseptor Alpa (Alpha Bloker)


Alpha bloker bekerja dengan menghambat reseptor alfa pasca sinaptik dan
menimbulkan vasodilatasi, namun jarang menyebabkan takikardi. Obat ini menurunkan
tekanan darah dengan cepat setelah dosis pertama, sehingga harus hati-hati pada
pemberian pertama. Contoh dari obat ini adalah daksazosin dan indoramin (BPOM RI,
2015).

G. Vasodilator
Vasodilator menurunkan tekanan darah dengan bekerja pada ginjal untuk
mengeluarkan kelebihan garam dari darah. Hal ini menaikkan aliran urin dan keinginan
untuk urinasi, sehingga menurunkan jumlah air dalam tubuh dan membantu
menurunkan tekanan darah. Contoh obat yang termasuk vasodilator adalah hidralazin
(Depkes RI, 2006).

H. Agonis α 2 Central
Klonidin, guanabenz, guafacine dan metildopa menurunkan tekanan darah
terutama dengan merangsang reseptor α2 adrenergic di otak. Perangsangan ini
menurunkan aliran simpatetik, Penurunan aktivitas simpatetik, bersamaan dengan
meningkatnya aktivitas parasimpatetik, dapat menurunkan denyut jantung (Saseen dan
Maclaughlin, 2008).

11
Dosis terapi obat-obat antihipertensi menurut JNC 7 Tahun 2003 dapat dilihat
pada tabel I.
Tabel I. Dosis Terapi Obat-Obat Antihipertensi (Chobanian et al., 2003)
Dosis
Nama Obat Frekuensi
(mg/hari)
chlorothiazide 125-500 1-2
chlorthalidone 12.5-25 1
hydrochlorothiazide 12.5-50 1
polythiazide 2-4 1
Diuretik thiazide indapamide 1.25-2.5 1
0.5-1.0 1
metolazone
2.5-5 1
bumetanide 0.5-2 2
Furosemide 20-80 2
Diuretik kuat
Torsemide 2.5-10 1
Diuretik hematAmiloride 5-10 1-2
Triamterene 50-100 1-2
kalium
Antagonis aldosteron Eplerenone 50-100 1
spironolactone 25-50 1
atenolol 25-100 1
betaxolol 5-20 1
bisoprolol 2.5-10 1
metoprolol 50-100 1
metoprolol extended
release 50-100 1
β blocker nadolol 40-120 1
propranolol 40-160 1
propranolol long
acting 60-180 1
timolol 20-40 1
BBs with intrinsic acebutolol 200-800 2
penbutolol 10-40 1
sympathomimetic
pindolol 10-40
2
activity
Combined alpha- and carvedilol 12.5-50 2
labetalol 200-800 2
BBs
benazepril 10-40 1
captopril 25-100 2
enalapril 5-40 1-2
fosinopril 10-40 1
lisinopril 10-40 1

12
moexipril 7.5-30 1
perindopril 4-8 1
ACEIs
quinapril 10-80 1
ramipril 2.5-20 1
trandolapril 1-4 1

candesartan 8-32 1
eprosartan 400-800 1-2
irbesartan 150-300 1
losartan 25-100 1-2
Angiotensin IIolmesartan 20-40 1
telmisartan 20-80 1
antagonists
valsartan 80-320 1-2
diltiazem extended180-420 1
120-540 1
release
verapamil immediate
CCBsnon
release 80-320 2
Dihydropyridines
verapamil long
acting 120-480 1-2
amlodipine 2.5-10 1
felodipine 2.5-20 1
Isradipine 2.5-10 2
nicardipine sustained
CCBs release 60-120 2
Dihydropyridines nifedipine long-
acting 30-60 1
nisoldipine 10-40 1

13
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah tekanan darah di atas 140/90 mmHg
(WHO). Obat antihipertensi adalah obat yang digunakan untuk menurunkan
tekanan darah tinggi hingga mencapai tekanan darah normal. Reserpine
merupakan obat yang disebut Rauwolfia Alkaloid. Resperine bekerja dengan
cara mengurangi jumlah zat kimia tertentu dalam otak misalnya Norepinephrine
dan Serotonim, yang mana membantu merendahkan tekanan darah dan
mengurangi peradangan yang memiliki masalah mental tertentu.

3.2 SARAN
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengobatan hipertensi baik
pengobatan non-farmakologi mauoun farmakologi, karena pola hidup modern
saat ini sangat rentan memacu timbulnya hipertensi

14
DAFTAR PUSTAKA

Farmakologi ebook, http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-


content/uploads/2017/11/FARMAKOLOGI-RMIK_FINAL_SC_26_10_2017.pdf

Hipertensi, Amalia Husna http://repository2.unw.ac.id/943/5/BAB%201%20-%20Malia


%20Husna.pdf

http://eprints.ums.ac.id/12689/3/BAB_I.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai