Modul Etika Dan Moral Dalam Pendidikan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

ETIKA DAN MORAL DALAM PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN

By: Dr. Setiadi, M.Kep., Ns.

Etika dan moral merupakan dua istilah yang sejak dulu kala diperbincangkan oleh para ahli,
terutama di dunia filsafat dan pendidikan. Dalam berinteraksi di tengah-tengah masyarakat, etika
dan moral sangat diperlukan agar tercipta tatanan masyarakat yang damai, rukun, dan tenteram
(etis dan bermoral). Meskipun kedua kata ini secara mendalam berbeda, namun dalam praktik
sehari-hari kedua kata ini hampir tidak dibedakan. Dalam kehidupan sehari-hari perbedaan konsep
normatif tidaklah penting selama hasilnya sama, yakni bagaimana nilai-nilai positif (baik dan
benar) dapat diwujudkan dan nilai-nilai negatif (buruk dan salah) dapat dihindarkan.

Etika dan etiket


Kata “etika” berasal dari bahasa Yunani kuno, ethos, yang secara jamak artinya adalah adat
kebiasaan, sehingga dalam arti yang terbatas etika kemudian diartikan sebagai ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (Bertens, 2002: 4). Etika lebih condong
kearah ilmu tentang baik dan buruk dan etika juga lebih sering dikenal sebagai kode etik. Jadi
Etika dapat diartikan sebagai nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Satu kata yang hampir sama dengan etika dan sering dimaknai sama oleh sebagian orang adalah
“etiket” Jika etika berbicara tentang moral (baik dan buruk), etiket berbicara tentang sopan santun.
Etika menyangkut cara perbuatan yang harus dilakukan oleh seorang atau kelompok tertentu. Etika
memberikan norma tentang perbuatan itu sendiri, suatu perbuatan bisa dilakukan antara ya dan
tidak. Etiket memberikan dan menunjukan cara yang tepat dalam bertindak.

Macam-macam Etika ada 2, yaitu :


Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang
dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif
tersebut berbicara me-ngenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia
sebagai suatu fakta yang terkait de-ngan situasi dan realitas yang mem-budaya. Dapat disimpulkan
bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang
dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.

Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai si-kap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh
manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam
hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia
bertindak secara baik dan meng-hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma
yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Bertens mencata beberapa persamaan dan perbedaa makna dari Etika dan etiket.
Persamaannya adalah:
- etika dan etiket menyangkut perilaku manusia, sehingga binatang tidak mengenal etika dan
etiket; dan
- baik etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma
bagi perilaku manusia sehingga ia tahu mana yang harus dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan.

Adapun perbedaannya adalah:


- etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, sedang etika tidak terbatas pada cara
dilakukannya suatu perbuatan. Etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh
dilakukan atau tidak;
- etiket hanya berlaku dalam pergaulan, sedang etika selalu berlaku dan tidak tergantung pada
ada atau tidaknya orang lain;
- etiket bersifat relatif, sedang etika bersifat lebih absolut; dan
- etiket memandang manusia dari segi lahiriahnya saja, sedang etika memandang manusia secara
lebih dalam (Bertens: 2002).

Moral
kata “moral” berasal dari bahasa Latin, mores, jamak dari mos yang berarti kebiasaan, adat. Secara
umum makna moral ini hampir sama dengan etika, namun jika dicermati ternyata makna moral
lebih tertuju pada ajaran-ajaran dan kondisi mental seseorang yang membuatnya untuk bersikap
dan berperilaku baik atau buruk. Jadi, makna moral lebih aplikatif jika dibandingkan dengan
makna etika yang lebih normative. Etika merupakan kajian atau filsafat tentang moral, dan moral
merupakan perwujudan etika dalam sikap dan perilaku nyata sehari-hari.
Kata moral selalu mengarah kepada baik buruknya perbuatan manusia. Inti pembicaraan tentang
moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik atau buruk perbutaannya.
Kata lain yang juga lekat dengan kata moral adalah moralitas, amoral, dan immoral.

Moralitas
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang berkenaan dengan baik
buruk. Moralitas melibatkan kehidupan sosial maupun nonsosial. Moralitas didasarkan atas hasrat
alamiyah seseorang, untuk memperbaiki diri sendiri dan keinginan untuk mencapai cita-citanya.
Ada dua kaidah dasar moral seseorang, yaitu :
a. Kaidah sikap baik, yaitu pada dasarnya kita mesti berbuat baik terhadap apa saja dan sikap
baik itu harus dinyatakan dalam bentuk yang konkret yang disesuaikan dalam situasi yang
kongkret itu.
b. Kaidah keadilan, yaitu kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain
yang disesuaikan dengan kadar anggota masing-masing.
Amoral dan Immoral
a. Amoral adalah sebuah tindakan tidak bermoral yang dilakukan oleh seseorang karena
kurangnya pengetahuan, memiliki kelainan atau belum cukup umur.
b. immoral adalah tindakan tidak bermoral yang dilakukan oleh seseorang walaupun orang
tersebut sudah tahu bahwa hal tersebut memang salah dan tetap melakukannya.
Subyektif
Subyektif adalah cara berpikir yang terpengaruh oleh atau berdasarkan keyakinan atau perasaan
pribadi tidak berbasis terhadap fakta. Sesorang yang lebih cenderung berpikir Subyektif
merupakan gaya berpikir yang dipengaruhi oleh atau berdasarkan keyakinan pribadi atau perasaan,
bukan berbasis pada fakta. Seseorang yang kreatif bahkan memiliki banyak ide didalam dirinya,
itu semua karena dia memiliki kecenderungan subyektifitas, ini semua terjadi karena pola pikirnya
yang mampu berimajinasi dan menggambarkan sebuah pemikiran atau informasi yang telah
diterima. Namun demikian tidak semua orang yang berpikir subyektif dapat menjadi penemu atau
pencetus ide yang baik, adakalanya mereka hanya mengembangkan berdasarkan apa yang mereka
sudah pernah ketahui

Perbedaan etika Deskriptif, etika Normatif, dan Metaetika, hakekat etika filosofi
- Etika Deskriptif adalah cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat
kebiasaan, anggapan tentang baik atau buruk, tindakan yang diperbolehkan atau tidak
diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu,
kebudayaan atau subkultur tertentu, oleh karena itu, etika deskriptif tidak memberikan
pemikiran apapun, ia hanya memaparkan. Etika deskriptif lebih bersifat netral.
- Etika Normatif mendasarkan pendirinya atas norma, Ia dapat mempersoalkan norma yang
diterima sesorang atau masyarakat secara lebih kritis. Ia juga bisa mempersoalkan apakah
norma itu benar atau tidak. Etika normative berarti sistem-sistem yang dimaksud untuk
memberikan petunjuk atau penuntun dalam mengambil keputusan yang menyangkut baik atau
buruk.
- Metaetika adalah kajian etika yang ditujukan pada ungkapan-ungkapan etis, yang menganalisis
logika perbuatan dalam kaitan dengan 'baik' dan 'buruk'.
- Etika filsafat adalah salah satu cabang ilmu filsafat yang paling tua

Etika Dalam Pendidikan


Proses intemalisasi etika dalarn diri peserta didik tidak dapat dilakukan secara instant, namun
melalui proses sejalan dengan perkembangan jasad dan rohani peserta didik. Proses intemalisasi
dimulai dengan pengenalan nilai-nilai di dalam keluarga oleh orangtua maupun sanak famili yang
serumah.

Karakter
Karakter sering dikaitkan dengan masalah kepribadian dan ada hubungan yang cukup erat antara
karakter dan kepribadian seseorang. Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Secara terminologis, makna karakter dikemukakan
oleh Thomas Lickona yang mendefinisikan karakter sebagai “A reliable inner disposition to
respond to situations in a morally good way”, yakni suatu watak terdalam untuk merespons situasi
dalam suatu cara yang baik dan bermoral. Selanjutnya, Lickona menambahkan, “Character so
conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior”
(Lickona, 1991: 51). Karakter mulia (good character), dalam pandangan Lickona, meliputi
pengetahuan tentang kebaikan (moral khowing), lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap
kebaikan (moral feeling), dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior).
Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap
(attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills). Secara
mudah karakter dipahami sebagai nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik
nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku

Jadi karakter itu identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia
yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan
Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungan, yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.

Etika Dan Moral Dalam Pembelajaran


Berbicara tentang etika dan moral dalam pembelajaran adalah berbicara tentang proses
pembelajaran yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral. Ada kalanya etika dan moral ini
terkait dengan sikap dan perilaku pendidik atau dosen (pendidik) dan ada kalanya terkait dengan
sikap dan perilaku peserta didik atau mahapeserta didik (peserta didik).

Etika dan Moral Peserta Didik


Pendidik adalah orang yang memberikan pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik, baik
secara formal maupun informal, sedang peserta didik adalah orang yang mendapatkan pendidikan
dan pengajaran dari seorang pendidik baik secara formal maupun informal. Dalam pembelajaran
interaksi yang aktif dan komunikatif terjadi antara peserta didik dengan pendidik. Karena itu,
peserta didik harus menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral ketika melakukan interaksi
dengan pendidiknya.
Ada beberapa alasan mengapa peserta didik harus menjunjung tinggi nilai-nilai etika (karakter)
ketika berinteraksi dengan pendidiknya:
a. Pendidik adalah orang yang mulia, karena dia memiliki kepandaian (ilmu) dan mengajarkan
serta mendidik manusia dengan kepandaiannya itu.
b. Pendidik sangat besar jasanya kepada manusia, karena dialah yang memberikan ilmu. Dengan
ilmu ini manusia menjadi terhormat dan beradab. Dengan ilmu juga manusia dapat menguasai
alam semesta ini. Ilmulah yang dapat mengantarkan manusia menjadi makhluk yang paling
berharga di dunia ini.
c. Pendidik biasanya lebih tua usianya dari peserta didiknya, sehingga sudah sepatutnya peserta
didik yang muda usianya menghormati pendidiknya. Seandainya usia pendidik lebih muda dari
peserta didik, maka tetap saja bagi peserta didik untuk menghormati pendidiknya, bukan
karena usianya, tetapi karena ilmunya.

Jasa pendidik itu begitu besarnya kepada manusia, maka sudah seharusnya manusia berbuat baik
kepada pendidiknya dengan cara seperti berikut:
a. Berperilaku sopan terhadap pendidik baik dalam bentuk ucapan maupun tingkah laku.
b. Memperhatikan pelajaran dan pendidikan yang diberikan pendidik baik di kelas maupun di
luar kelas serta berusaha untuk menguasainya.
c. Menaati dan melaksanakan semua yang diperintahkan oleh pendidik.
d. Mengamalkan ilmu yang diajarkan pendidik.
e. Jangan berperilaku tidak sopan kepada pendidik, apalagi berbuat kasar kepadanya.
f. Jangan mempersulit pendidik dengan berbagai pertanyaan yang memang bukan bidang
pendidiknya, apalagi dengan sengaja meremehkan dan merendahkan pendidik di hadapan
orang lain.
g. Jangan membicarakan kekurangan pendidik di hadapan orang lain (Marzuki, 2009: 227)

Etika dan Moral Pendidik


Pendidik merupakan salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran, karena pendidik
merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan peserta didik sebagai subjek dan
objek belajar. Sebaik apa pun kurikulum yang digunakan dan ditunjang oleh sarana dan prasarana
yang lengkap, tanpa diimbangi dengan kemampuan pendidik dalam mengimplementasikannya,
maka semuanya akan kurang bermakna. Di sinilah pendidik memiliki peran sentral dalam
keberhasilan proses pembelajaran. Pendidik berperan sebagai sumber ilmu atau sumber belajar
bagi peserta didiknya. Peserta didik akan belajar dari apa yang diberikan oleh pendidiknya. Di
sinilah pendidik harus berhati-hati dalam bertutur kata dan berperilaku, sebab semuanya akan
ditiru oleh peserta didiknya. Karena itu, sudah seyogyanya pendidik memiliki etika dan moral yang
baik dalam melakukan tugasnya sebagai punggawa dalam proses pembelajaran.

Wina Sanjaya (2007), mencatat ada tujuh peran pendidik dalam proses pembelajaran, yaitu:
a. Sebagai sumber belajar, sehingga pendidik harus memiliki penguasaan yang baik dan
mendalam terhadap materi pembelajaran.
b. Sebagai fasilitator, yaitu pendidik harus memberikan pelayanan yang memudahkan peserta
didik dalam mengikuti proses pembelajaran.
c. Sebagai pengelola, yaitu pendidik harus mampu menciptakan iklim belajar yang
memungkinkan peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran secara nyaman. sebagai
pengelola (manajer) pendidik harus memiliki kemampuan yang baik untuk merencanakan,
mengorganisasi, memimpin, dan mengawasi proses pembelajaran.
d. Sebagai demonstrator, yaitu peran pendidik untuk mempertunjukkan kepada peserta didik
segala sesuatu dapat membuat peserta didik lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang
disampaikan sekaligus menunjukkan sikap dan perilaku terpuji di hadapan peserta didik.
e. Sebagai pembimbing, yaitu Pendidik harus membimbing peserta didik agar dapat menemukan
berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidupnya, membimbing peserta didik agar
dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangannya sehingga ia dapat tumbuh
dan berkembang sebagai manusia ideal.
f. Sebagai motivator, yaitu pendidik dituntut agar dapat menumbuhka dan meningkatkan
motivasi peserta didik agar belajar dan mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
g. Sebagai evaluator, yaitu pendidik, berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang
keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Peran pendidik ini di samping untuk
menentukan keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran, sekaligus juga
untuk menentukan keberhasilan pendidik dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang
diprogramkan.
Etika Dalam Pendidikan Karakter
Beberapa etika dalam pendidikan karakter yang sangat penting diterapkan dalam Pendidikan
Karakter, misalnya:
a. Kepedulian dan Empati
etika kepedulian dan empati dalam pendidikan karakter adalah menanggapi perasaan, pikiran
dan juga pengalaman orang lain sebab ia merasakan kepedulian pada sesama. Selain itu,
kepedulian dan empati adalah usaha untuk mengenali pribadi orang lain dan juga usaha
membantu orang lain yang sedang kesusahan. Selain itu juga meliputi mengenali rasa
kemanusiaan terhadap orang lain.
b. Kerja Sama
Kerja sama adalah usaha menggabungkan tenaga dari diri sendiri dengan orang lain sehingga
bisa bekerja untuk mencapai sebuah tujuan. Selain itu, kerja sama juga memiliki arti membagi
pekerjaan dengan orang lain supaya sebuah tujuan nantinya bisa dicapai.
c. Berani
Berani adalah kemampuan untuk menghadapi sebuah kesulitan, bahaya dan juga sakit dengan
menggunakan cara agar situasi bisa dikendalikan sekaligus cara menguatkan mental. Berani
juga memiliki arti mengenali sesuatu hal yang sedikit menakutkan atau menantang lalu mulai
melakukan pemikiran strategi supaya bisa menghadapi situasi tersebut.
d. Teguh dan Komitmen
Keteguhan hati dan juga komitmen adalah kemampuan untuk bertahan untuk mencapai sebuah
cita cita, pekerjaan dan berbagai urusan lainnya dan juga janji yang dipegang dengan teguh
terhadap sebuah keyakinan.
e. Adil
Adil adalah usaha untuk memperlakukan orang lain dengan cara memakai sikap yang tidak
memihak dan juga dilakukan dengan wajar yang penting dalam cara membangun sikap kritis.
Adil juga mengartikan memiliki pandangan yang jujur dalam kehidupan sehari hari dan juga
dalam situasi khusus tanpa adanya pengaruh dari mana pun dan siapa pun juga.
f. Suka Menolong
Suka menolong merupakan kebiasaan baik untuk membantu orang lain dan selalu siap untuk
mengulurkan tangan sekaligus secara aktif selalu mencari kesempatan untuk menyumbang
baik dalam bentuk barang dan juga tenaga sehingga cara meningkatkan persepsi antar
pribadi bisa dilakukan.
g. Jujur dan Integritas
Jujur dan integritas merupakan cara berbicara jujur atau tidak bohong serta memperlakukan
orang lain dengan cara yang adil. Selain itu, jujur juga dilakukan pada diri sendiri sekaligus
tetap berpegang teguh dengan nilai nilai moral itu sendiri.
h. Sabar
Sabar merupakan sikap yang mampu dan bisa untuk mengendalikan diri dari berbagai
kelambatan untuk mencapai kesempatan khusus atau cita cita sebagai salah satu cara menjadi
pribadi yang dewasa. Selain itu, menunggu juga berarti menunggu atas segala kebutuhan dan
juga kepentingan dengan cara yang tenang dan bisa mengendalikan diri dari gangguan orang
lain serta menunda keinginan yang bisa merugikan diri sendiri.
i. Banyak Akal
Banyak akal merupakan kemampuan seseorang untuk berpikir secara kreatif mengenai sebuah
metode dan juga bahan yang berbeda beda dan dilakukan sebagai cara menanggulangi situasi
yang baru dan sulit. Banyak akal juga mengartikan bisa membuat pertimbangan dengan
menggunakan imajinasi dan segala pilihan terbaik untuk menemukan cara memecahkan
sebuah masalah.
j. Hormat dan Tanggung Jawab
Sikap hormat adalah cara menghormati orang lain dengan cara mengagumi, menghargai dan
juga memiliki penghargaan khusus sekaligus berlaku sopan pada orang lain dan
memperlakukan mereka dengan cara yang baik. Sedangkan tanggung jawab adalah bisa
dipercaya sekaligus bisa diandalkan mengenai sebuah perbuatan atau tindakan. Tanggung
jawab juga mengartikan segala perbuatan dan tindakan yang akan dilakukan bisa
dipertanggungjawabkan.
k. Toleransi
Toleransi adalah sikap saling menghormati antar sesama tanpa perlu memandang suku, ras,
agama atau pun aliran dan juga sikap saling membantu antar sesama manusia untuk
mewujudkan sebuah kebaikan yang membutuhkan peran lingkungan dalam pendidikan
karakter.
l. Bangga
Bangga merupakan cara untuk menghargai diri sendiri sekaligus merasa senang saat bisa
menyelesaikan sebuah tugas yang cukup memberi tantangan atau bisa mendapatkan sesuatu
yang sudah diinginkan.
m. Loyalitas
Loyalitas adalah usaha agar selalu bisa setia pada sebuah komitmen dengan orang lain baik itu
keluarga atau teman dan juga kelompok tertentu. Selain itu, loyalitas juga mengartikan tetap
bisa menjaga komitmen meski sedang berada dalam keadaan sulit dan terdapat banyak
rintangan yang menghalangi.
n. Disiplin Diri dan Mandiri
Disiplin diri merupakan penerapan disiplin pada anak usia dini untuk membiasakan diri sendiri
dalam taat pada peraturan atau kesepakatan yang sudah dibuat dan juga melakukan sebuah
perbuatan yang baik. Sedangkan mandiri adalah kebebasan untuk melakukan apa saja yang
dibutuhkan diri sendiri sekaligus mempertimbangkan pilihan dan juga mengambil keputusan
sendiri.
o. Humor
Humor adalah kemampuan seseorang untuk bisa merasakan dan menanggapi sebuah hal yang
lucu baik dari luar ataupun dari diri sendiri dan juga menciptakan suasana yang cerah dalam
kehidupan sehari hari sebab dengan wajah tersenyum, situasi senang dan tertawa serta
menggelikan akan menciptakan suasana yang baik.

Teknik Pendidikan Karakter


Dalam teknik untuk mengajarkan etika pendidikan karakter dibedakan dalam beberapa jenis
seperti teknik indoktrinasi, teknik moral reasoning atau pemikiran moral, teknik meramalkan
konsekuensi, teknik klarifikasi dan juga teknik internalisasi yang akan kami jelaskan sebagai
berikut.
a. Teknik Indoktrinasi
Dalam teknik indoktrinasi ada beberapa tahap yakni tahap brainwashing dimana pendidik
mulai menanamkan nilai dengan jalan merusak namun tidak sampai memperlihatkan tanda
tanda stress atau mengacaukan tata nilai yang sudah mapan dalam diri peserta didik terlebih
dulu sehingga mereka kehilangan pendirian. Dalam teknik ini ada beberapa metode yang
dilakukan mulai dari tanya jawab, wawancara yang mendalam dengan teknik dialektik dan lain
sebagainya. Saat pikiran dalam keadaan kosong dan kesadaran rasional tidak bisa mengontrol
diri serta hilang pendirian, maka nantinya akan dilanjutkan dengan tahapan kedua yakni
mendirikan fanatisme. Fanatisme adalah cara pendidik menanamkan berbagai ide baru yang
dianggap benar sehingga nilai yang ditanamkan tersebut bisa masuk ke dalam kepala anak
tanpa melakukan pertimbangan rasional yang mapan. Dalam usaha menanamkan fanatisme ini,
maka pendekatan emosional akan lebih banyak dipakai dibandingkan dengan pendekatan
rasional. Jika peserta didik sudah mau menerima hal tersebut dengan emosional, maka
selanjutnya akan ditanamkan doktrin yang sebenarnya.
Tahap penanaman doktrin adalah saat pendidik menggunakan pendekatan emosional dan
keteladanan yang dikenal dalam nilai kebenaran yang disajikan dan tidak ada alternatif lain
sehingga semua peserta didik nantinya bisa menerima kebenaran tersebut tanpa
mempertanyakan hakekat kebenaran tersebut.
b. Teknik Moral Reasoning
Teknik ini dilakukan dalam beberapa tahap yakni penyajian dilema moral yang kemudian akan
dilanjutkan dengan pembagian kelompok diskusi dimana peserta didik akan dibagi menjadi
kelompok kecil untuk mendiskusi hasil pengamatan terhadap dilema moral. Setelah itu, hasil
diskusi kelompok akan dibawa dalam diskusi kelas untuk klarifikasi nilai dan membuat
alternatif serta konsekuensi. Sesudah selesai berdiskusi secara intensif dan melakukan seleksi,
maka akan dilakukan organisasi nilai yang sudah terpilih.
c. Teknik Meramalkan konsekuensi
Teknik ini adalah penerapan dari pendekatan rasional dalam mengajarkan nilai yang
mengandalkan kemampuan berpikir ke depan untuk seseorang sehingga bisa membuat
proyeksi untuk hal yang akan terjadi dari nilai tertentu dari macam macam sifat manusia.
Langkah langkah yang dipakai adalah dengan cara diberikan kasus lewat cerita, membaca,
melihat film atau kejadian konkret kemudian dilanjutkan dengan memberi pertanyaan
berhubungan dengan nilai yang dilihat didengar dan dirasakan. Setelah itu akan dilanjutkan
kembali dengan membandingkan nilai dengan nilai lain yang bersifat kontradiktif dan
dilanjutkan kembali dengan meramalkan konsekuensi yang akan terjadi dari pemilihan dan
juga diterapkan dalam sebuah tata nilai tertentu.
d. Teknik Klarifikasi
Teknik ini adalah cara membantu anak untuk menentukan nilai yang akan dipilih dan dilakukan
dalam 3 tahapan yakni tahap pemberian contoh, tahap mengenal kelebihan dan kekurangan
nilai yang sudah diketahui dan juga tahap mengkoordinasi tata nilai pada diri peserta didik.
Sesudah nilai ditentukan, maka peserta didik bisa mengkoordinasikan sistem nilai tersebut
dalam diri sendiri dan menjadikan nilai tersebut sebagai pribadinya.
e. Teknik Internalisasi
Ini merupakan teknik menanamkan nilai yang sasarannya sudah sampai pada tahap
kepemilikan nilai yang menyatu dengan pribadi peserta didik. Tahapan dalam teknik ini adalah
tahap transformasi nilai, tahap transaksi nilai dan tahap transinternalisasi.
Pada etika dalam pendidikan karakter, keterlibatan semua komponen dimulai dari peran
institusi pendidikan dalam pendidikan karakter, pimpinan institusi, pendidik, peserta didik,
karyawan dan wali peserta didik sangatlah menentukan keberhasilan. Dengan adanya kerja
sama tersebut, maka proses pembentukan dan penanaman nilai serta etika akan lebih mudah
untuk dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan.

Referency
Mohmmad A. Shomali.Relativisme Etika. Press (ICAS), London: 2001)
(Sudirman Tebba. Etika Media Masa Indonesia. Ciputat Pustala Irvan: 2008)
(Prof. dr. Nina W Syam M.S. Filsafat Sebagai Akar Ilmu. Simbiosa Rekatama Media. Bandung :
2010)
Bertens, K. 2002. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cet. VII
Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam Books.
Wina Sanjaya. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana. Cet. II.

Anda mungkin juga menyukai