Berakhirnya Perjanjian Leasing
Berakhirnya Perjanjian Leasing
Berakhirnya Perjanjian Leasing
Apabila terjadi kesepakatan antara pihak lessor, lessee, dan supplier telah tercapai, maka akan
menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak. Perjanjian leasing juga sama seperti perjanjian-
perjanjian lain pada umumnya menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang
menandatangani perjanjian tersebut, karena setelah perjanjian leasing ditandatangani oleh kedua belah
pihak, yakni lessor dan lessee, maka perjanjian tersebut berlaku sebagai undangundang bagi mereka
dan melahirkan hak dan kewajiban bagi lessor dan lessee.
Secara umum mengenai hak dan kewajiban lessor dan lessee yang berkenaan dengan tindakan
leasing saat ini masih berpedoman pada Pasal 1548-1580 KUHPerdata sedangkan sebagai dasar
kontrak antara para pihak dipergunakan Pasal 1338 KUHPerdata yang menganut asas kebebasan
berkontrak. Beberapa alasan berakhirnya perjanjian leasing yaitu :
Dalam praktek pemutusan kontrak leasing secara konsensus ini sangat jarang terjadi. Hal ini
disebabkan karena karakteristik dari kontrak leasing salah dimana satu pihak berprestasi tunggal, yaitu
pihak lessor. Artinya pihak lessor cukup sekali berprestasi yaitu menyerahkan dana untuk pembelian
barang leasing tertentu. Sekali dana dicairkan, maka pada prinsipnya selesailah tugas substansial dari
lessor. Tinggal pihak supplier kemudian berkewajiban menyerahkan barang kepada lessee, dan
sebaliknya pihak lessee harus mengembalikan uang cicilan kepada lessor.
Setelah lessor mencairkan dana selesailah tugas substansial dari lessor, maka sangat sulit bagi
lessor untuk setuju jika pihak lessee ingin memutuskan kontrak di tengah jalan, karena apabila
kontrak putus di tengah jalan lalu bagaimana dengan dana yang telah dicairkan itu.
Jika kemudian lessee harus menyerahkan kembali dana leasing di tengah jalan kepada
lessor ,biasanya dalam kontrak ditegaskan bahwa lessee diharuskan juga membayar bunga ditambah
biaya-biaya lainnya. Seandainya hal ini terjadi, maka kontrak leasing yang bersangkutan balum dapat
dikatakan putus, tetapi pelaksanaannya dipercepat. Di dalam praktek, mempercepat waktu kontrak
dari semula yang berjangka lebih lama, dapat saja dilakukan, bahkan sering juga hal tersebut diatur
tegas dalam perjanjian.
Kadang-kadang terdapat juga kontrak dimana kedua belah pihak dapat bebas memutuskannya
di tengah jalan, dengan atau tanpa sebab sama sekali. Model kontrak seperti ini jarang dipraktekkan
dan tidak sesuai dengan karakteristik kontrak leasing sebagai kontrak prestasi tunggal dari pihak
lessor. Sebab sekali lessor telah berprestasi maka kontrak tidak mungkin diputus di tengah jalan.
Kecuali terhadap transaksi leasing dimana lessor belum sempat memberikan prestasinya
dalam bentuk apapun, ataupun dalam leasing dengan mana lessor dengan mudah dapat menjual
barang modal dan dengan harga yang mencukupi. Sementara itu, apabila kontrak leasing diakhiri
dengan cara konsensus para pihak justru belum ada satu pihak pun yang melakukan prestasi, misalnya
pihak lessor pun belum ada mencairkan dananya, maka yang terjadi itu bukan pemutusan kontrak,
tetapi lebih tepat dikatakan sebagai pembatalan kontrak. Akibatnya kontrak dianggap tidak pernah ada
sama sekali. Hanya saja dengan adanya pasal 1266 KUHPerdata, yang akan diterangkan selanjutnya,
maka terjadi kekaburan antara kontrak yang dibatalkan dengan kontrak yang diputuskan.
2. Berakhirnya Kontrak Leasing Karena Habis Waktu atau Habisnya Masa Kontrak.
Perjanjian leasing berakhir pada masa akhir kontrak leasing, sesuai dengan jangka waktu yang
telah diperjanjikan dalam perjanjian leasing. Berakhirnya perjanjian leasing yang demikian
menimbulkan beberapa hak bagi lessee untuk:
a. mengakhiri kontrak dengan mengembalikan barang yang menjadi objek leasing kepada
lessor
b. mengadakan kontrak leasing yang baru dengan harga yang baru dengan nilai pasar
c. menggunakan hak pilihnya untuk memberli barang yang di lease kan.
Wanprestasi merupakan salah satu sebab sehingga berjalannya kontrak menjadi terhenti, dalam
hal ini yang dimaksud sebagai wanprestasi adalah salah satu pihak atau lebih tidak melaksanakan
prestasinya sesuai dengan kontrak.
Di dalam KUHPerdata pasal 1239 menentukan bahwa dalam hal suatu pihak melakukan
wanprestasi, maka pihak lainnya dapat menuntut diberikan ganti rugi berupa biaya, rugi dan bunga.
Alternatif lain selain tuntutan ganti rugi oleh pihak yang dirugikan, maka dapat juga dituntut
pelaksanaan perjanjian itu sendiri dengan atau tanpa ganti rugi.
Walaupun hak milik belum beralih kepada lessee sebelum hak opsi beli dilaksanakan oleh
pembeli, tetapi karena lessor memang dari semula bertujuan hanya sebagai penyandang dana, bukan
sebagai pemilik, maka sudah selayaknya jika beban resiko dari suatu leasing yang dalam keadaan
force majure dibebankan kepada lessee.