Makalah Kasus CKD Transkultural

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

TRANSCULTURAL NURSING DALAM PRAKTEK

PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

OLEH :

KELOMPOK 4

IMAN GAGA LABAJO


RIAN KADULAH
DITA NURFADILAH MAHADJU
FATMAWATIGHAFRAN ABDUL
JUMRIANI
KIKI FATMAWATI PAKAYA
NURFITRIA
NUR AFNI ASWAR
SONIA FRANSISKA MOHI
SRI WAHYUNI GANI
SRI IRMAYANTI SYAHRIR
SRI SELVIANA

POLTEKKES KEMENKES PALU


PROFESI NERS
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya karena
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa salawat serta salam semoga senantiasa
tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,
sahabatnya hingga kepada kita selaku umatnya hingga akhir zaman.

Pada makalah ini penulis membahas mengenai penerapan teori model Madeleine
Leininger dan transcultural nursing dalam praktek pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit.
Pembuatan makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan, baik materi
maupun moral dari pihak-pihak tertentu. Saya ucapkan terima kasih kepada Allah swt, kedua
orangtua yang sudah mendoakan dan memberi semangat kepada kami.

Penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan pembelajaran pada masa depan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Palu, 12 Agustus 2021

BAB I
A. Pendahuluan

Keperawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga, dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga
profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan
menggunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan.
Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai body of knowledge yang dapat diuji
kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat langsung.
Perawat dalam mempratikan keperawatannya harus memperhatikan budaya dan
keyakinan yang dimiliki oleh klien, sebagaimana yang disebutkan oleh teori model Madeleine
Leininger bahwa teori model ini memiliki tujuan yaitu menyediakan bagi klien pelayanan
spesifik secara kultural. Untuk memberikan asuhan keperawatan dengan budaya tertentu, perlu
memperhitungkan tradisi kultur klien, nilai-nilai kepercayaan ke dalam rencana perawatan.
Berdasarkan latar belakang di atas kami membuat makalah mengenai penerapan teori
model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan. Hal ini ditujukan supaya lebih
memahami teori model menurut Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan, agar perawat
mampu melakukan pelayanan kesehatan peka budaya kepada klien menjadi lebih baik.

B. Tujuan
1. Mengetahui Penerapan teori Madeleine Leinenger dalam Keperawatan
2. Mengetahui asuhan keperawatan tentang pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit.

BAB II
TEORI
A. Nilai-Nilai keluarga
Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama, dalam
membentuk jati diri para generasi muda, Anak sebagai generasi penerus harus
memiliki jati diri masyarakat dan bangsanya. Perwarisan nilai-nilai budaya sangat
mungkin dilakukan keluarga. Pendidikan dalam keluarga yang tepat dan benar,
merupakan modal dasar bagi perkembangan kepribadian anak masa dewasanya.
Tiga tahun pertama sebagai fase pembangunan fondasi struktur otak anak pertama
dibentuk, usia tujuh tahun hampir sempurna otak dibentuk Pola asuh ramah otak
yang dapat membangun karakter anak, sejak dini. Keluarga sangat memberikan
pengaruh dalam pembentukan kepribadian yang mendasar seseorang.
Kita hidup dalam lingkungan budaya yang beraneka ragam dipandang dari
asal usul, waktu, tempat dan coraknya. Inti kebudayaan nilai-nilai, konsep dasar,
arah berbagai tindakan Nilai budaya mondial, transnasional, pranata nilai budaya
yang berada di jalur utama (main stream), budaya nasional, etnik local. Menggali
dan menanamkan kembali kearifan lokal secara inheren berbasis nilai budaya
daerah sendiri, pembentukan karakter dan identitas bangsa. Nilai budaya
ditanamkan melalui pendidikan. Pendidikan menyesuaikan nilai-nilai dasar
kehidupan untuk masa depan.
Pendidikan nilai dalam kehidupan keluarga sehari-hari merupakan
berbagai macam aktivitas pengalaman dan metode untuk membantu anak
mengeksplorasi dan mengembangkan nilai-nilai agama, etika humanistik, nilai
pribadi dan nilai social. Nilai apa yang dikembangkan orang tua dapat diamati
anak dalam kehidupan sehari hari dari gagasan, pandangan dan pengarahan orang
tua yang dihargai ideal atau dianggap lebih baik yang dilakukan dan dikerjakan
anak. Untuk aktivitas yang membingungkan, kadang-kadang orang tua dalam
memberikan pengarahan mengajukan pilihan-pilihan, yang dapat dilakukan anak
Keputusan atau aturan yang telah diterima dan diakui oleh semua anggota
keluarga perlu dikukuhkan menjadi komitmen anggota keluarga. Nilai diterima
semua anggota keluarga sebagai suatu patokan yang mengarahkan perilaku setiap
anggota keluarga. Nilai mencakup norma-norma, standar-standar perilaku dan
prinsip-prinsip yang membimbing perilaku. Konsekuensinya nilai menentukan
tujuan dan alat mana yang sebaiknya digunakan. Orang tua perlu berusaha
menjadikan anak sebagai manusia muda menjadi pribadi dewasa mandiri yang
kompeten, tanggung jawab dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi, percaya
diri, tidak merasa rendah diri, terbuka, dapat menerima orang lain, menghargai
kedamaian, penghargaan, cinta, tanggung jawab, kebahagiaan, kerja sama,
kejujuran, kerendahan hati, toleransi, kesederhanaan, persatuan.Anak paling
mudah belajar dari contoh dan paling terbuka pada pengalaman yang
diceriterakan orang tua. Kesabaran, kasih sayang memandang keindahan masing-
masing anak sangat penting dan merupakan aspek-aspek yang tak ternilai
harganya.
Pedoman perilaku anak yang dikembangkan orang tua merupakan payung
umum untuk berbagai elemen pendidikan yang merupakan dasar.Elemen ini
meliputi nilai, perilaku, pernyataan mengenai prinsip-prinsip dari penjabaran
nilai. Pemahaman yang mudah mengenai spiritual adalah memikirkannya sebagai
dunia pikiran dan perasaan di dalam pribadi diri kita.Suatu dunia yang nyata
berada dalam kesadaran kita, walaupun tidak sesuai dengan norma masyarakat,
Keluarga merupakan lembaga kepribadian, sosial, kesehatan, iman dan spiritual,
kesenian disamping dapat kita lihat. Hasil pikiran dan perasaan yang dapat dilihat
dalam bentuk tindakan yang menciptakan dunia objek material. Berikan kepada
diri kita waktu yang teratur, tenang dan reflektif yang menempatkan kita
berhubungan dengan spiritual diri kita sendiri, menciptakan keberadaan diri kita
dan membantu kita memiliki control akan hidup kita. Metode ini sederhana yang
memerlukan satu komimen untuk meluangkan waktu regular untuk
mempraktekannya. Semakin banyak kita meningkatkan kualitas spiritual kita,
semakin banyak kita meningkatkan penghargaan dan kepercayaan diri dari orang
lain.
Pendidikan nilai moral Pancasila di dalam keluarga merupakan pokok
utama bagi bertahannya manusia secara bermartabat dan selamat dalam
kehidupan di dunia ini. Pendidikan moral memerlukan ukuran yang obyektif, baik
berupa nilai-nilai agama, maupun nilai yang telah mengalami sublimasi universal
yang dijunjung oleh umat manusia atau telah menjadi karakteristik keseluruhan,
Di dalam pendidikan moral, anak didik perlu mengalami tarap heteronomy, yaitu
menentukan benar salah menurut pola tertentu sebelum ia mampu
mengembangkan pengertian baik buruk yang menyatu dalam karakteristik
kepribadiannya. Nilai moral Pancasila perlu perhatian dalam keluarga sebab
dalam keluarrgalah dilakukan persiapan agar anak mempunyai kesiapan seperti
kesiapan sekolah ,bahasa, sosiabilitas, sadar tugas, perilaku moral. Kesiapan di
rumah yang kurang memadai dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan
sosial. Pendidikan dalam menghadapi perkembangan anak perlu memperhatikan
perkembangan kematangan anak secara personal,sosial, kultural anak.
Pendidikan nilai dalam kehidupan keluarga ditenga-tenga perubahan
kebudayaan dengan segala tantangan harus dapat menemukan fungsinya secara
tepat sehingga pada satu sisi ikut memperkokoh sifat stabil dari kebudayan dan
pada sisi lain dapat mendorong dinamika kearah pencapaian tujuan nasional. Kita
hidup dalam di dalam lingkup yang beraneka macam dipandang dari asal usul,
waktu,tempat dan coraknya.
Nilai dalam kehidupan keluarga di tengah–tengah perubahan.
Dalamsituasi demikian lumrah terjadi pergeseran, pencampurbauran,
persilangsiuran dan malah pertentangan.Orang tua dituntut untuk melakukan
pilihan dan penyusunan serta serentak memusnahkan corak ragam yang ada.
Orang tua sebagai pendidik perlu memiliki keberanian di bidang ilmu dan amal
sehingga mau berdiri di pintu-pintu keutamaan dan menerima hal-hal yang
penting.
Petunjuk berperilaku yang diberikan orang tua pada anak berasal dari
nilai. Nilai membuat kita ingin melakukan tindakan atau membuat kita merasakan
sesuatu situasi yang secara emosional dapat positif atau negatif.Terdapat tiga
tingkatan nilai , yaitu : nilai luhur, nilai antara dan nilai instrument.Nilai-nilai
luhur adalah nilai-nilai yang ideal dan abstrak seperti demokrasi, keadilan,
kemakmuran, persamaaan, kesejahteraan, kemerdekaan, perdamaian,kemajuan
social, determinasi diri, kebebasan. Nilai antara seperti kualitas keberfungsian
seseorang, keluarga yang baik, masyarakat yang baik. Nilai instrument yang
berisikan karakteristik lembaga-lembaga, pemerintah, orang-orang professional
yang baik. Pada tingkat pertama nilai dinyatakan di dalam istilah yang lebih
abstrak dan pada level lainnya, nilai bergerak dari gagasan kepada realitas
tindakan yang konkrit. Umumnya nilai yang lebih abstrak lebih disepakati oleh
masyarakat. Suatu nilai menentukan apa yang seseorang pikirkan, seharusnya ia
lakukan yang mungkin sesuai atau tidak sesuai dengan yang ia inginkan atau apa
yang dalam kenyataannya ia lakukan. Nilai memberikan patokan umum dan pola
ideal untuk menilai perilaku sendiri dan orang lain. Nilai pula memberikan
patokan-patokan tentang kewajiban tertentu. Nilai mewakili apa yang seharusnya
dilakukan sebagai kebalikan dari yang diinginkan. Nilai merupakan kepentingan
masyarakat untuk menentukan apa yang diharapkan masyarakat. Nilai hanya
dapat operatif bila individu punya pengetahuan tentang apa yang seharusnya ia
lakukan dan menyadari apa yang sebenarnya ia lakukan, menyadari tentang
adanya alternative. Pilihan mungkin terbatas karena paksaan social, atau karena
paksaan hokum atau karena paksaan ekonomi.Hukum, paksaan social dan tekanan
ekonomi merupakan alasan yang nyata mengapa seseorang tidak melaksanakan
nilai-nilai yang dipegangnya.
Peran dan tugas orang tua khususnya ibu dalam mengasuh anak dalam
keluarga sebagai implementasi Pendidikan nilai diawali dari contoh dan teladan ,
sikap dan keyakinan orang tua yang mantap terhadap agama yang mendasari
orang tua dalam memberikan pendidikan pada anak. Metode mengasuh anak yang
dapat dilakukan orang dalam keluarga didasari dari nilai yang dibentuk dan
didasari oleh kepercayaan (keyakinan) dan cita-cita tinggi adalah sesuatu yang
telah menjadi karakter pribadi ummat Islam. Cita-cita besar dengan izin Allah
akan memotivasi orang tua kepada kebajikan yang sempurna, mengalirkan pada
tubuh kesatriaan dan keberanian di bidang ilmu dan amal sehingga mau berdiri di
pimtu-pintu keutamaan dan menerima hal-hal yang penting. Sejak dini anak harus
dapat merasakan kasih sayang yang cukup, mendapat perhatian Orang tua
mengusahakan hubungan yang cukup akrab, sehinga anak dapat mengutarakan isi
hatinya atau permasalahannya, orang tua dapat merangsang inisiatif. Memberikan
kebebasan untuk mengembangkan diri, memberikan kesempatan untuk
mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan norma-norma, memotivasi yang tak
kunjung padam agar anak memiliki kemauan yang tinggi, kerja keras,
meperhatikan tata tertib keluarga, pembiasaan, melatih tanggung jawab,
memberikan pujian, teguran bila anak berlaku yang tidak sesuai dengan norma
yang dikembangkan dan diharapkan.
B. Paradigma keperawatan

Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara


pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan
yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu :
manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995).

1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memilki nilai-nilai dan norma-
norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan.
Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan
budatanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya,
terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola
kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan
seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat
mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang
sehat sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
3. Lingkungan
Lingkungan didefenisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu
totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga
bentuk lingkungan yaitu : fisik, social dan simbolik.
Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah
khatulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah didaerah eskimo
yang hamper tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan social adalah keseluruhan struktur social yang berhubungan dengan
sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di
dalam lingkungan social individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang
berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan
symbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti music, seni,
riwayat hidup, bahasa dan atributyang digunakan.
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
Asuhan keperawatanditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien.
Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan atau
mempertahankan budaya, mengkomodasi/negosiasi budaya dan mengubah atau
mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
a. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-
nilai yang relevan yang telah dimilki klien sehingga dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b. Cara II : Negoisasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu
klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan.
Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih
mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai
pantangan makan yang berbau amis, makan ikan dapat diganti dengan sumber protein
hewani yang lain.
c. Cara III : Restrukturisasi budaya
Retrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya
merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

C. Transcultural Nursing Dalam Proses Keperawatan

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan


asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar 1. Geisser (1991)
menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan
berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnose
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
“Sunrise Model” yaitu :
a. Faktor Teknologi (Tecnological Factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alas an mencari bantuan kesehatan, alas an klien memilih pengobatan
alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi
untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor Agama dan Falsafah Hidup (Religious and Philosophical Factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan yang sangat kuat untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan
dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor Sosial dan Keterikatan Keluarga (Kinship and Social Factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
d. Faktor Nilai-nilai Budaya dan Gaya Hidup (Cultural Value and Life Ways
Factors)
Niali-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut
budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu
kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait.
Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh
kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang
dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor Kebijakan dan Peraturan yang Berlaku (Political and Legal Factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan
dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga
yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor Ekonomi (Economical Factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang
harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien,sumber biaya pengobatan,
tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi,
penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
g. Faktor Pendidikan (Educational Factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka
keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan
individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan
kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara
aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya
yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan (Giger and
Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan
dalam asuhan keperawatan trankultural yaitu : gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi social berhubungan
disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
system nilai yang diyakini.
3. Perencanaan dan pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transcultural adalah suatu
proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses
memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Gigerand Davidhizar, 1995). Ada tiga
pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transcultural (Andrew and Boyle,
1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan, mengkomodasi budaya klien bila budaya klien
kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang
dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural Care Preservation/Maintenance
 Identifikasi perbedaanb konsep antara klien dan perawat tentang proses
melahirkan dan perawatan bayi
 Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan klien
 Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural Care Accomodation/Negotiation
 Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
 Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
 Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negoisasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
standar etik
c. Cultural Care Repartening/Reconstruction
 Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan
dan melaksanakannya
 Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
 Gunakan pihak ketiga bila perlu
 Terjemahkan terminology gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang
dapat dipahami oleh klien dan orangtua
 Berikan informasi pada klien tentang system pelayanan kesehatan.
Perawat dank lien harus mencoba untuk memahami budaya masing-
masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya
budaya-budaya mereka.
Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak
percaya sehingga hubungan terapeutik antar perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas
keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan lien yang bersifat
terapeutik.

4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transcultural dilakukan terhadap keberhasilan
klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi
budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya
baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui
evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang
budaya klien.

D. Aplikasi Trancultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan


Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara
fisiologis yang memiliki peranan besar di dalam tubuh, hampir 90% dari total berat badan
tubuh. Secara keseluruhan persentase cairan tubuh berdasarkan umur adalah : bayi baru
lahir 75% dari total berat badan, pria dewasa 75%, wanita dewasa 55%, dan dewasa tua
45%. Persentase cairan tubuh bervariasi, bergantung pada faktor usia, lemak tubuh, dan
jenis kelamin. Jika lemak tubuh sedikit maka cairan dalam tubuh lebih besar. Wanita
dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit dibanding pria karena pada wanita
dewasa jumlah lemak dalam tubuh lebih banyak dibanding pada pria.
Menurut Haswita dalam buku Kebutuhan Dasar Manusia (2017) Keseimbangan
cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan antara cairan yang masuk dan cairan
yang keluar.
a. Asupan Cairan
Asupan(intake) cairan untuk kondisi normal pada rang dewasa adalah ±2500 cc
per hari. Pengaturan mekanisme keseimbangan cairan ini menggunakan mekanisme rasa
haus. Pusat pengaturan haus adalah hipotalamus. Apabila terjadi ketidakseimbangan
volume cairan tubuh di mana asupan cairan kurang atau adanya perdarahan, maka curah
jantung menurun, menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah.
b. Pengeluaran Cairan
Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam
mengimbangi asupan cairan pada orang dewasa dalam kondisi normal adalah
±2300 cc. Jumlah cairan yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal (berupa
urine),
sebanyak ±1500cc perhari pada orang dewasa. Hal ini juga begantung pada
banyaknya asupan air melalui mulut. Pengeluaran cairan juga dapat dilakukan melalui
kulit (berupa keringat) dan saluran pencernaan (berupa feses).
Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan pengawasan
asupan dan pengeluaran cairan secara khusus. Peningkatan jumlah dan kecepatan
pernapasan, demam, keringat, dan diare dapat menyebabka kehilangan cairan secara
berlebihan. Kondisi lain yang dapat menyebabka kehilangan cairan secara berlebihan
adalah muntah secara terus menerus.
Hasil-hasil pengeluaran cairan adalah :

1. Urine, pembentukan urine terjadi di ginjal dan


dikeluarkan melalui vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini merupakan
proses pengeluaran cairan tubuh yang utama. Cairan dalam ginjal disaring pada
glomerulus dan dalam tubulus ginjal untuk kemudian diserap kembali ke dalam aliran
darah. Hasil ekskresi terakhir proses ini adalah urine.
Jika terjadi penurunan volume urine dalam sirkulasi darah, reseptor atrium
jantung kiri dan kanan akan mengirimkan impuls ke otak, emudian otak akan
mengirimkan impuls kembali ke ginjal dan memproduksi ADH sehingga memengaruhi
pengeluaran urine.

2. Keringat, terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu. Keringat
mengandung banyak garam, urea, asam laktat, dan ion kalium. Banyaknya jumlah
keringat yang keluar akan memengaruhi kadar natrium dalam plasma.
3. Feses, yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk padat. Pengeluaran air
melalui feses merupakan pengeluaran cairan paling sedikit jumlahnya. Jika cairan
yang keluar melalui feses jumlahnya berlebihan, maka dapat mengakibatkan tubuh
lemas. Jumlah rata-rata pengeluaran cairan melalui feses adalah 100ml/hari
.
Teori Transcultural Madeleiner Leinenger
1. Culture
Apa yang dipelajari, disebarkan dan nilai yang diwariskan, kepercayaan, norma,
carahidup dari kelompok tertentu yang mengarahkan anggotanya untuk berfikir,
membuatkeputusan, serta motif tindakan yang diambil.
2. Culture care
Suatu pembelajaran yang bersifat objektif dan subjektif yang berkaitan dengan nilai yang
diwariskan, kepercayaan, dan motif cara hidup yang membantu, menfasilitasi atau
memampukan individu atau kelompok untuk mempertahankan kesejahteraannya,
memperbaiki kondisi kesehatan, menangani penyakit, cacat, atau kematian.
3. Diversity
Keanekaragaman dan perbedaan persepsi budaya, pengetahuan, dan adat kesehatan, serta
asuhan keperawatan.
4. Universality
Kesamaan dalam hal persepsi budaya, pengetahuan praktik terkait konsep sehat dan
asuhan keperawatan.
5. Ethnohistory
Fakta, peristiwa, kejadian, dan pengalaman individu, kelompok, budaya, lembaga,
terutama sekelompok orang yang menjelaskan cara hidup manusia dalam sebuah budaya
dalam jangka waktu tertentu.

Penerapan Teori Madeleine Leininger dalam Keperawatan:


1. Riset (Research)
Teori Leininger telah diuji cobakan menggunakan metode penelitian dalamberbagai
budaya. Teori transculturalnursing ini, merupakan satu-satunya teori yang yang
membahas secara spesifiktentang pentingnya menggali budaya pasien untuk memenuhi
kebutuhannya.
2. Edukasi (Education)
Di Indonesia sendiri, sangat penting untuk menerapkan teori transcultural nursing dalam
sistem pendidikannya. Karena kelak, saat para perawat berhadapanlangsung dengan
klien, mereka tidak hanya akan merawat klien yang mempunyaibudaya yang sama
dengan dirinya. Bahkan, mereka juga bisa saja menghadapiklien yag berasal dari luar
negara Indonesia.
3. Kolaborasi (Colaboration)
Dalam mengaplikasikan teori Leininger di lingkungan pelayanan kesehatan memerlukan
suatu proses atau rangkaian kegiatan sesuai dengan latar belakang budaya klien. Hal ini
akan sangat menunjang ketika melakukan kolaborasi dengan klien, ataupun dengan staf
kesehatan yang lainnya.
4. Pemberi Perawatan (Care Giver)
Perawat sebagai care giver diharuskan memahami konsep teori Transcultural
Nursing. Karena, bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan
terjadinya cultural shock atau culture imposition. Cultural shock akan dialami oleh klien
pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai
budaya.

BAB III
KASUS

Tn. AP umur 52thn Agama islam, pendidikan terakhir SD, pekerjaan saat ini buruh, suku
gorontalo, Bone Bolango, Suwawa. Tn. AP mengalami perubahan bentuk di kedua tungkai kaki
bagian bawah yang ditandai dengan edema atau pembengkakan sejak 3 bulan sebelum masuk
rumah sakit, tidak terdapat luka maupun ruam pada kaki. Pasien mengeluh nyeri dan susah saat
BAK, Penglihatan kabur. Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan susah untuk beraktivitas
dan mudah merasa capek , konjungtiva anemis, edema pitting pada ekstremitas, TD. 180/100
mmHg, SB. 37,3 C, N. 86x/m, RR. 24x/m pemeriksaan lab, HB 7,7 gr/dl, GDS 260 mg/dl Ureum
242 mg/dl Kreatinin 15,97, diagnosa gagal ginjal kronis stadium 5.

Pasien mengatakan pernah memeriksakan diri ke puskesmas dengan hasil tekanan darah
tinggi dan gula darah tinggi. Keluarga menceritakan, sebelum mengalami sakit, pasien adalah
seorang buruh disalah satu tambang kapur di gorontalo, beberapa bulan lalu pasien berselisih
paham dengan salah satu buruh yang bekerja ditempat tersebut, menurut keluarga setelah
kejadian itu pasien sudah merasakan sulit BAK dan urine bercampur darah, kemudian pasien
dibawa ke puskesmas terdekat, karena tidak ada perubahan dan jari kaki pasien mulai bengkak,
keluarga membawa pasien ke dukun kampung. Menurut penjelasan dari dukun, sakit yang
dialami oleh pasien memiliki kaitan dengan masalah ditempat kerja. Pasien diberikan air untuk
diminum dan sesajen untuk dibuatkan ritual pengobatan di rumah. Pasien dianjurkan untuk
menghabiskan air yang diberikan agar santet yang ada pada dirinya bisa sembuh. Tetapi setelah
meminum air yang diberikan dukun itu pasien mengalami pembengkakan yang lebih meluas
pada kedua tungkai kaki.

Melihat kondisi yang dialami pasien saat ini Dokter memberikan instruksi untuk
dilakukan hemodialisis, tetapi pasien menolak karena takut dan tidak mengerti tentang tindakan
yang akan dierikan padanya, pasien juga meyakini rumor yang beredar di masyarakat dimana
tindakan hemodialisis hanya akan mempercepat kematian seseorang. pasien juga memikirkan
biaya yang dibutuhkan untuk hemodialisis mengingat saat ini pasien sudah tidak bekerja dan
tidak memiliki penghasilan.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Nama Klien : Tn. AP (52 Th)
Agama : Islam
Alamat : Gorontalo, Bone Bolango, Suwawa
Pekerjaan klien : Buruh
Pendidikan klien : SD
Pengkajian Sunrise Model

a. Faktor teknologi (technologi factors)


Pasien mengatakan pernah memeriksakan diri ke puskesmas dengan hasil tekanan darah
tinggi dan gula darah tinggi. Keluarga menceritakan, sebelum mengalami sakit, pasien
adalah seorang buruh disalah satu tambang kapur di gorontalo, beberapa bulan lalu pasien
berselisih paham dengan salah satu buruh yang bekerja ditempat tersebut, menurut keluarga
setelah kejadian itu pasien sudah merasakan sulit BAK dan urine bercampur darah,
kemudian pasien dibawa ke puskesmas terdekat, karena tidak ada perubahan dan jari kaki
pasien mulai bengak, keluarga membawa pasien ke dukun kampung. Menurut penjelasan
dari dukun, sakit yang dialami oleh pasien memiliki kaitan dengan masalah ditempat kerja.
Pasien diberikan air untuk diminum dan sesajen untuk dibuatkan ritual pengobatan di
rumah. Pasien dianjurkan untuk menghabiskan air yang diberikan agar santet yang ada pada
dirinya bisa sembuh. Tetapi setelah meminum air yang diberikan dukun itu pasien
mengalami pembengkakan yang lebih meluas pada kedua tungkai kaki.
b. Fakor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)

Klien beragam islam dan telah menikah. Klien dan dan keluarganya beranggapan bahwa
sakit yang dialami ada kaitannya dengan masalah ditempat kerja. Klien menolak untuk
diberikan tindakan hemodialisis karena takut dan menyakini rumor yang beredar di
masyarakat dimana tindakan hemodialisis hanya akan mempercepat kematian.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga

Klien biasa dipanggil Tn. A oleh keluarganya. Klien seorang laki-laki berusia 52 tahun
dengan status menikah. Klien berada di tahap perkembangan keluarga dengan usia lanjut.
Pengambilan keputusan dalam keluarga dipegang oleh suami. Klien dan suami rutin
mengikuti pengajian dan kegiatan masyarakat lainnya yang diadakan oleh lingkungannya.

d. Faktor nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and lifeways)

Klien dan keluarga sama-sama berasal dari suku gorontalo. Klien dan keluarga
menggunakan bahasa gorontalo dalam kehidupan sehari-hari. Klien mandi 2 kali sehari.
Klien makan segala jenis makanan. Tidak ada makanan pantangan menurut kepercayaan
klien. Klien susah untuk beraktivitas dan mudah merasa capek,klien juga mengeluh nyeri
dan susah saat BAK.
e. Faktor peraturan dan kebijakan (political and legal factor)

Dokter memberikan instruksi untuk dilakukan hemodialisis, tetapi pasien menolak karena
takut dan tidak mengerti tentang tindakan yang akan dierikan padanya, pasien juga
meyakini rumor yang beredar di masyarakat dimana tindakan hemodialisis hanya akan
mempercepat kematian seseorang. pasien juga memikirkan biaya yang dibutuhkan untuk
hemodialisis mengingat saat ini pasien sudah tidak bekerja dan tidak memiliki
penghasilan.
f. Faktor ekonomi (economical factors)

Klien sudah tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan.

g. Faktor pendidikan (educational factors)

Tn. AP merupakan lulusan SD. Klien pernah memeriksakan diri ke puskesmas dengan
hasil tekanan darah tinggi dan gula darah tinggi. Karena tidak ada perubahan dan jari kaki
pasien mulai bengkak, keluarga membawa pasien ke dukun kampung. Menurut penjelasan
dari dukun, sakit yang dialami oleh pasien memiliki kaitan dengan masalah ditempat kerja.
Pasien diberikan air untuk diminum dan sesajen untuk dibuatkan ritual pengobatan di
rumah. Pasien dianjurkan untuk menghabiskan air yang diberikan agar santet yang ada
pada dirinya bisa sembuh. Tetapi setelah meminum air yang diberikan dukun itu pasien
mengalami pembengkakan yang lebih meluas pada kedua tungkai kaki.

Melihat kondisi yang dialami pasien saat ini Dokter memberikan instruksi untuk dilakukan
hemodialisis, tetapi pasien menolak karena takut dan tidak mengerti tentang tindakan yang
akan dierikan padanya, pasien juga meyakini rumor yang beredar di masyarakat dimana
tindakan hemodialisis hanya akan mempercepat kematian seseorang.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (inflamasi) d/d edema dan pembengkakan di
kedua tungkai kaki
2. Intoleransi aktivitas b/d imobilitas d/d mengeluh lelah saat beraktivitas
3. Defisit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi d/d menunjukkan persepsi yang salah
mengenai penyakit

C. Intervensi
No. Diagnosa Luaran Intervensi
1. Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis intervensi keperawatan Observasi
(inflamasi) d/d edema selama .... tingkat nyeri
 Identifikasi lokasi,
dan pembengkakan di menurun dengan kriteria
karakteristik, durasi,
kedua tungkai kaki hasil:
frekuensi, kualitas,
 Kemampuan
intensitas nyeri
menuntaskan aktivitas
 Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri
 Identifikasi respon
menurun
nyeri non verbal
 Meringis menurun
 Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
 Monitor efek samping
penggunaan analgesik
Terapeutik

 Berikan teknik non


farmakologi logis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
 Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi

 Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
analgetik
2. Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan Manajemen Energi
imobilitas d/d intervensi keperawatan Observasi
mengeluh lelah saat selama .... toleransi  Identifikasi gangguan
beraktivitas aktivitas meningkat fungsi tubuh yang
dengan kriteria hasil: mengakibatkan
 Keluhan lelah kelelahan
menurun  Monitor kelehan fisik
 Perasaan lemah dan emosional
menurun  Monitor pola dan jam
tidur
Terapeutik
 Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
 Lakukan latihan
rentang gerak
pasif/aktif
 Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
 Anjurkan
menghubungi perawat
jika tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
Kolaborasi
 Kolaborasi ahli gizi
tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
3. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi Hemodialisis
b/d kurang terpapar intervensi keperawatan Observasi
informasi d/d selama .... tingkat  Identifikasi kesiapan
menunjukkan persepsi pengetahuan membaik dan kemampuan
yang salah mengenai dengan kriteria hasil: menerima informasi
penyakit  Perilaku sesuai Terapeutik
anjuran meningkat  Persiapkan materidan
 Persepsi yang keliru alat peraga
terhadap masalah hemodialisis
menurun  Buat media dan format
 Kemampuan evaluasi hemodialisis
menjelaskan  Jadwalkan waktu yang
pengetahuan tentang tepat untuk
suatu topik meningkat memberikan
pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
dengan pasien dan
keluarga
 Lakukan modifikasi
proses pendidikan
kesehatan sesuai
kebutuhan
 Berikan kesempatan
klien dan keluarga
untuk bertanya dan
mengemukakan
perasaannya
Edukasi
 Jelaskan pengertian,
tanda dan gejala,
dampak, diet, hal-hal
yang harus
diperhatikan pasien
gagal ginjal
 Jelaskan pengertia,
kelebihan dan
kekurangan terapi
hemodialisis serta
prosedur hemodialisis
 Jelaskan manfaat
memonitor intake dan
output cairan
 Jelaskan pentingnya
dukungan keluarga
Dari hasil pengkajian sunrise model yang dilakukan pada contoh kasus tersebut, terdapat
7 faktor yang harus dikaji oleh perawat. Pada pengkajian faktor teknologi (technologi factors),
Pasien mengatakan pernah memeriksakan diri ke puskesmas dengan hasil tekanan darah tinggi
dan gula darah tinggi. Keluarga menceritakan, sebelum mengalami sakit, pasien adalah seorang
buruh disalah satu tambang kapur di gorontalo, beberapa bulan lalu pasien berselisih paham
dengan salah satu buruh yang bekerja ditempat tersebut, menurut keluarga setelah kejadian itu
pasien sudah merasakan sulit BAK dan urine bercampur darah, kemudian pasien dibawa ke
puskesmas terdekat, karena tidak ada perubahan dan jari kaki pasien mulai bengak, keluarga
membawa pasien ke dukun kampung. Menurut penjelasan dari dukun, sakit yang dialami oleh
pasien memiliki kaitan dengan masalah ditempat kerja. Pasien diberikan air untuk diminum dan
sesajen untuk dibuatkan ritual pengobatan di rumah. Pasien dianjurkan untuk menghabiskan air
yang diberikan agar santet yang ada pada dirinya bisa sembuh. Tetapi setelah meminum air yang
diberikan dukun itu pasien mengalami pembengkakan yang lebih meluas pada kedua tungkai
kaki.

Pada pengkajian faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors),
klien beragam islam dan telah menikah. Klien dan dan keluarganya beranggapan bahwa sakit
yang dialami ada kaitannya dengan masalah ditempat kerja. Klien menolak untuk diberikan
tindakan hemodialisis karena takut dan menyakini rumor yang beredar di masyarakat dimana
tindakan hemodialisis hanya akan mempercepat kematian.

Pada pengkajian faktor sosial dan keterikatan keluarga, klien biasa dipanggil Tn. A
oleh keluarganya. Klien seorang laki-laki berusia 52 tahun dengan status menikah. Klien
berada di tahap perkembangan keluarga dengan usia lanjut. Pengambilan keputusan dalam
keluarga dipegang oleh suami. Klien dan suami rutin mengikuti pengajian dan kegiatan
masyarakat lainnya yang diadakan oleh lingkungannya.

Pada pengkajian faktor nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and lifeways),
Klien dan keluarga sama-sama berasal dari suku gorontalo. Klien dan keluarga menggunakan
bahasa gorontalo dalam kehidupan sehari-hari. Klien mandi 2 kali sehari. Klien makan segala
jenis makanan. Tidak ada makanan pantangan menurut kepercayaan klien. Klien susah untuk
beraktivitas dan mudah merasa capek,klien juga mengeluh nyeri dan susah saat BAK.

Pada pengkajian faktor peraturan dan kebijakan (political and legal factor), Dokter
memberikan instruksi untuk dilakukan hemodialisis, tetapi pasien menolak karena takut dan
tidak mengerti tentang tindakan yang akan dierikan padanya, pasien juga meyakini rumor yang
beredar di masyarakat dimana tindakan hemodialisis hanya akan mempercepat kematian
seseorang. pasien juga memikirkan biaya yang dibutuhkan untuk hemodialisis mengingat saat
ini pasien sudah tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan.
Pada pengkajian faktor ekonomi (economical factors), klien sudah tidak bekerja dan
tidak memiliki penghasilan.

Sedangkan pada pengkajian faktor pendidikan (educational factors), Tn. AP


merupakan lulusan SD. Klien pernah memeriksakan diri ke puskesmas dengan hasil tekanan
darah tinggi dan gula darah tinggi. Karena tidak ada perubahan dan jari kaki pasien mulai
bengkak, keluarga membawa pasien ke dukun kampung. Menurut penjelasan dari dukun, sakit
yang dialami oleh pasien memiliki kaitan dengan masalah ditempat kerja. Pasien diberikan air
untuk diminum dan sesajen untuk dibuatkan ritual pengobatan di rumah. Pasien dianjurkan
untuk menghabiskan air yang diberikan agar santet yang ada pada dirinya bisa sembuh. Tetapi
setelah meminum air yang diberikan dukun itu pasien mengalami pembengkakan yang lebih
meluas pada kedua tungkai kaki. Melihat kondisi yang dialami pasien saat ini Dokter
memberikan instruksi untuk dilakukan hemodialisis, tetapi pasien menolak karena takut dan
tidak mengerti tentang tindakan yang akan dierikan padanya, pasien juga meyakini rumor yang
beredar di masyarakat dimana tindakan hemodialisis hanya akan mempercepat kematian
seseorang.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori Leininger menyatakan bahwa kesehatan dan asuhan dipengaruhi oleh elemen-
elemen antara lain struktur sosial seperti tekhnologi, kepercayaan dan faktor filosofi, sistem
sosial, nilai-nilai kultural, politik dan fakto-faktor legal, faktor-faktor ekonomi dan faktor-
faktor pendidikan. Faktor sosial ini berhubungan dengan konteks lingkungan, bahasa dan
sejarah etnis. Masing-masing sistem ini nerupakan bagian struktur sosial. Pada setiap
kelompok masyarakat terdapat pelayanan kesehatan, pola- pola yang ada dalam
masyarakat, dan praktek-praktek yang merupakan baggian integral dari aspek-aspek
struktur sosial.

Dalam sunrise model, Leineinger menampilkan visualisasi hubungan antara


berbagai konsep yang signifikan. Ide pelayanan dan perawatan (yang dilihat Leineinger
sebagai bentuk tindakan dari asuhan) merupakan inti dari idenya tentang keperawatan.
Memberikan asuhan merupakan jantung dari keperawatan. Tindakan membantu
didefinisikan sebagai perilaku yang mendukung. Menurut Leineinger, bantuan semacam ini
baru dapat benar-benar efektif jika latar belakang budaya klien juga dipertimbangkan, dan
perencanaan serta pemberian asuhan selalu dikaitkan dengan budaya.

Budaya dan tingkat pendidikan sangat berperan penting dalam proses intervensi ini
sebagaimana disebutkan oleh Leininger bahwa budaya adalah pola dan nilai kehidupan
seseorang yang mempengaruhi keputusan dan tindakan.
B. Saran
Diharapkan ketika perawat mempelajari teori ini, perawat dapat melakukan
tindakan sesuai dengan budaya klien dan bernegosiasi apabila budaya tersebut memberikan
dampak negatif pada klien. Agar klien dapat kooperatif selama mengikuti intervensi yang
diberikan.

Anda mungkin juga menyukai