Makalah Aplikasi Transkultural Nursing: Beranda
Makalah Aplikasi Transkultural Nursing: Beranda
Makalah Aplikasi Transkultural Nursing: Beranda
m=1
Beranda ▼
Sabtu, 08 Desember 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dengan menjalankan tugas sebagai perawat banyak perubahan-perubahan yang ada baik di
lingkungan maupun klien. Perawat harus menghadapi berbagai perubahan di era globalisasi ini
termasuk segi pelayanan kesehatannya. Perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat
menyesuaikan diri dengan budayanya dan sesuai dengan teori-teori yang dipelajari. Dalam ilmu
keperawatan banyak sekali teori-teori yang mendasari ilmu tersebut. Termasuk salah satunya teoru
yang mendasari bagaimana sikap perawat dalam menerakan asuhan keperawatan. Salah satu teori
yang diaplikasikan dalam asuhan keperawatan adalah teori Leininger tentang “Transcultural
Nursing”.
Dalam teori ini transcultural nursing didefinisikan sebagai area yang luas dalam keperawatan
yang fokusnya dalam komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan
menghargai perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku
dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistik body of knowledge untuk kultur yang universal
dalam keperawatan. Dalam hal ini diharapkan adanya kesadaran terhadap perbedaan kultur berarti
perawat yang profesional memiliki pengetahuan dan praktik berdasarkan kultur secara konsep
perencanaan dalam praktik keperawatan. Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah
untuk mengembangkan sains dan keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan
pada kultur yang spesifik dan kultur yang universal. Kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-
nilai dan norma spesifik yang dimiliki olh kelompok tertentu. Kultur yang universal adalah nilai-nilai
dan norma-norma yang diyakini dan dilakukan hampir semua kultur (Leininger, 1979).
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan
1.4.Manfaat
PEMBAHASAN
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalammemberikan
dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinyadiberikan kepada manusia sejak
lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,masa pertahanan sampai dikala manusia itu
meninggal. Human caring secaraumum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan
dukungan danbimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena
yanguniversal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satutempat dengan
tempat lainnya.
1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan
atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan
melandasi tindakan dan keputusan.
1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma
yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger
(1984) manusia memilikikecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya,
terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam
konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang
dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu
ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle,
1995).
3. Lingkungan
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan
yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai
dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan
adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi
budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang
telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,
misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b. Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu
klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan
dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan.
Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak
merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise Model” yaitu :
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas
segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah
: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara
pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur dan
tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga,
dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang
dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat
penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi
dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan,
makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari
dan kebiasaa membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung,
jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat
diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya
dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kanto atau patungan antar anggota
keluarga.
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan
formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung
oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptas terhadap budaya
yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat
pendidikan klien, jeni pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang
pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995).
Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan
interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan
berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
4. Evaluasi
a) Budaya Jawa
Menurut orang jawa, sehat adalah keadaan yang seimbang dunia fisik dan batin. bahkan,
semua itu berakar pada batin.Jika batin karep ragu nututi artinya berkehendak, raga atau badan
akan mengikuti. Sehat dalam kontek raga berarti waras apabila seseorang tetap mampu menjalakan
peranan sosial sehari-hari.Untuk menentukan sebab-sebab suatu penyakit ada 2 konsep
yaitu,konsep Personalistik dan Konsep Naluralistik. Dalam konsep personalistik,penyakit disebabkan
oleh makhluk supernatural (makhluk ghaib, dewa), Mkhluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur,
roh jahat) dan manusia (tukang sihir ,tukang tenun). Penyakit ini disebut ora lumbrah atau ora
sabaeine (tidak wajar / tidak biasa). Penyembuhannya adalah berdasarkan pengetahuan secara
ghaib atau supernatural, misalnya melakukan upacara dan sesaji. Dilihat dari segi personalistik jenis
penyakit ini terdiri dari kesiku,kewalat.Penyembuhannya dapat melalui seorang dukun.
Ada beberapa katagori dukun pada masyarakat jawa yang mempunyai nama dan fungsi
masing-masing.
b) Budaya Sunda
Konsep sehat sakit tidak hanya mencakup aspek fisik saja,tetapi juga bersifat sosial
budaya. Istilah lokal yang biasa dipakai oleh masyarakat jawa barat(orang sunda) adalah muriang
untuk demam,nyerisirah sakit kepala.
Menurut orang sunda,orang sehat adalah mereka yang makan terasa enak walaupun dengan
lauk seadanya,dapat tidur nyenyak dan tidak ada yang dikeluhkan,sedangkan sakit adalah apabila
badan terasa sakit,panas atau makan terasa pahit.Dalam bahasa sunda orang sehat disebut
cageur,sedangkan orang sakit disebut gering.
Ada beberapa perbedaan antara sakit ringan dan sakit berat.Orang disebut sakit ringan
apabila masih dapat berjalan kaki,masih dapat bekerja,masih dapat makan dan minum dan dapat
sembuh dengan minum obat atau obat tradisional yang dibeli diwarung. Orang disebut sakit berat,
apabila badan terasa lemas, tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari, sulit tidur, harus berobat
kedokter/puskesmas, apabila menjalani rawat inap memerlukan biaya mahal.Konsep sakit ringan
dan sakit berat bertitik tolak pada keadaan fisik penderita melakukan kegiatan sehari-hari, dan
sumber pengobatan yang digunakan.Berikut contoh sakit dengan penyebab, pencegahan dan
pengobatan sendiri.
Sakit Demam
Keluhan demam (bahasa sunda-meriang atau panas tiris) ditandai dengan badan terasa pegal-
pegal,menggigil, kadang-kadang bibir biru.Penyebab demam adalah udara kotor,menghisap debu
kotor, pergantian cuaca, kondisi badan lemah,kehujanan,kepanasan cukup lama,dan
keletihan. Pencegahan demam adalah dengan menjaga kebersihan udara yang dihisap,makan
teratur, olahraga cukup, tidur cukup,minum cukup,kalau badan masih panas/berkeringat jangan
langsung mandi,jangan kehujanan dan banyak makan sayuran atau buah. Pengobatan sendiri
demam dapat dilakukan dengan obat tradisional, yaitu kompres badan dengan tumbukan daun
melinjo,daun cabe atau daun sin gkong,atau dapat juga dengan obat warung yaitu paramek atau
puyer bintang tujuh nomor 16.
1. Budaya
Budaya adalah belajar,berbagi dan dipancarkan nilai-nilai, keyakinan, norma dan cara praktek
hidup dari kelompok tertentu yang memandu pemikiran, keputusan, dan tindakan dengan cara yang
bermotif.
2. Agama
Agama adalah seperangkat kepercayaan dalam ilahi atau kekuatan manusia super (atau
kekuasaan) untuk ditaati dan disembah sebagai pencipta dan penguasa alam semesta, nilai-nilai etis
dan sistem agama kepercayaan dan praktik, perbedaan dalam budaya dan seluruh budaya yang
ditemukan.
3. Etnis
Mengacu kepada sekelompok orang yang berbagi budaya umum dan khas dan yang merupakan
anggota dari sebuah kelompok tertentu.
4. Akulturasi
Individu yang telah diambil pada, biasanya diamati, fitur dari budaya lain. Orang-orang dari
kelompok minoritas cenderung menganggap sikap, nilai, kepercayaan, menemukan praktek-praktek
masyarakat yang dominan, sehingga menghasilkan pola budaya campuran.
a. Fakta di Lapangan
Masih banyak ditemukan dan bahkan di lapangan khususnya masyarakat pedesaan masih
mempercayainya. Kegiatan ini sudah ada sejak zaman nenek moyang yang terdahulu. Tempat
mereka pakai dahulunya terletak pada daerah yang dimana disitu merupakan bagian terpenting akan
terkabulnya keinginan mereka. Intinya kegiatan yang dilakukan ini bisa merupakan wujud ungkapan
rasa sukut untuk Tuhan. Memakan makanan yang berasal dari sesaji tersebut merupakan bentuk
rasa penghormatan pada yang Kuasa dan juga bisa mendoakan apa yang kita inginkan.
b. Teori
Dilihat dari bentuk yang dihidangkan berupa nasi sayur-sayuran ayam dan lain-lain, yang menjadi
inti permasalahannya adalah pembagian ayamya dari yang masih utuh menjadi bagian kecil-kecil.
Bila orang yang membagikan tidak tahu akan makna bersih makan akan terabaikan kebersihan
kuman ayam tersebut. Selain itu ada juga bagaimana proses memasaknya untuk ayam tersebut
terkadang ayam ada bagian yang belum mencapai tingkat kematangan dan itu akan berpengaruh
pada proses pencernaan dan keamanan mengkonsumsi makanan tersebut. Kandungan daging ayam
sesungguhnya banyak mengandung protein dan nutrisi-nutrsi lain di dalamnya yang berguna untuk
keperluan tubuh. Sayur-sayuran juga diperlukan tubuh untuk proses pencernaan seperti bayam yang
banyak mengandung serat berfungsi untuk memperlancar proses metabolisme.
c. Opini
Kepercayaan yang timbul sejak zaman dahulu sudah sangat melekat dan kental akan budaya yang
tiap tahun diadakan akan sulit dihilangkan karena akan menjadi ciri khas pada daerah itu. Mereka
beranggapan barang siapa menghilangkan budaya ini dampaknya sangat bervariasi, bisa dikucilkan
masyrakat karena dianggap tidak menghargai para pendahulunya dan yang paling fatal bisa diusir
dari lingkungan.
a. Fakta di Lapangan
Sekarang ini dilihat dari kesadaran masyarakat tentang kesehatan sudah sangat berkembang.
Banyak anak kecil yang sudah lulus tingkat sekolah dasar maupun masih sudah dilakukan khitan atau
sirkumsisi. Faktor yang mempengaruhi keinginan untuk dikhitan biasanya berasal dari anak itu
sendiri yang melu pada teman-temannya maupun dari orang tua yang mendesak untuk dilakukannya
khitan. Di beberapa daerah sudah ada alat mumpuni untuk melakukan proses sirkumsisi secara
modern. Agenda yang dilakukan untuk institusi kesehatan biasanya yang sering kita dengan
Khiatanan Masal dan ini sangat membantu bagi keluarga yang tidak mampu untuk mengkhitankan
anaknya.
b. Teori
Dari segi agama islam sangat dianjurkan untuk dilakuakn sirkumsisi atau khitan dnegan tujuan
memberikan kesehatan pada umatnya. Ini merupakan tanda sudah baligh bila sudah di khitan atau
sirkumsisi. Dahulunya untuk melakukan khitan atau sirkumsisi masih sangat sederhana dan masih
menggunakan metode yang classic. Untuk penyembuhannya sendiri bisa berbulan-bulan setelah
dilakuakan sirkumsisi atau khitan. Obat yang digunakan masih sangat terbatas selain itu di daerah
desa juga sangat terbatas petugas kesehatannya. Tapi sekarang dengan kemajuan teknologi
diharapkan bisa terlaksanan proses sirkumsisi yang lebih mauu dan mencapai tingkat kesejahteraan
masyarakat. Sirkumsisi atau khitan adalah memotong sebagian dari alat kelamin dari pris untuk
menjaga kebersihan dari alat kelamin pria. Ini bisa dibuktikan dengan urine yang keluar bila belum
khitan atau sirkumsisi akan sebagian tertinggal selanjutkan akan mengendap dan bahayanya bila
terjadi hubungan intim akan membahayakan si wanita karen sperma yang keluar bersama dengan
endapan tadi akan menyebabkan kanker rahim.
c. Opini
Dilakukan khitan atau sirkumsisi dapat mempercepat proses pendewasaan dari postur tubuh
biasanyya dengan tada jakin membesar, suara yang telihat besar dan tentunya bertambah tinggi dan
berat badan. Setelah dikhitan akan merasa lega karena sudah melaksanakan tugas dari Rosul untuk
syarat sahnya sholat salah satunya juga sirkumsisi atau khitan ini bila kita sebagai imam.
a. Fakta di Lapangan
Ibu hamil jika makan pisang, nanas, mentimun itu akan menyebabkan keputihan bahkan
masyarakat sekitar berpendapat bahwa nanas bisa menyebabkan keguguran. Sewaktu ibu hamil, jika
suami memotong ayam, diprediksi anaknya akan lahir cacat. Fakta dari mitos tersebut tidak akan
terjadi kecacatan pada bayi yang dilahirkan. Jika bayi yang lahir cacat, bukan dari mitos tersebut,
tetapi karena cacat itu bisa dari faktor kelainan genetiknya.
b. Teori
Mengkonsumsi pisang, nanas, mentimun justru disarankan karen kaya akan vitamin C dan serat
yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh dan melancarkan proses pembuangan sisa-sisa
pencernaan. Untuk kehamilan itu untuk memenuhi nutrisi dan menjaga perkembangan janin.
Kehamilan seseorang tidak bisa ditentukan dengan kelahiran yang normal maupun tidak, tetapi
secara medis untuk kelahiran yang tidak normal banyak berbagai faktor yang mempengaruhi salah
satunya adalah kelainan gen pembawa dari ayah maupun ibu ini sangat berpengaruh bagi
kelahirannya.
c. Opini
Ibu hamil rentan akan masalah yang bisa ditimbulkan. Sebisa mungkin pertahanan akan kondisi
sehat sangat kuat dengan dukkungan keluarga, suami dan teman-teman, budaya dimana dia tinggal
sangatlah berpengaruh bagi perkembangan kehamilannya. Keyakinan inilah yang dipegang untuk
menjaga, merawar, melindungi kehamilan si Ibu. Nila-nilai, norma, adat istiadat masih dipegang
kuat. Mitos-mitos diatas tersebut hanya keyakinan seseorang atau kelompok karena belum tentu
setiap desa atau kota mempunyai mitos yang sama karena belum tentu mitos akan jadi kenyataan.
Terkadang ada ibu hamil anaknya lahir dalam kondisi tidak normal (cacat), misalnya makan buah
yang manjadi pantangan ibu hamil anaknya lahir cacar itu hanya bertepatan saja, dibalik semua itu
mungkin ada kelainan pada saat bayi masih dalam kandungan.
Banyak hal dalam budaya Indonesia termasuk dalam cara mereka mempercayai dan mengobati
diri mereka untuk membuat hidup mereka mampu menangani sakit yang mereka alami. Sebagi
contoh budaya jawa, budaya jawa sering diketahui cara dan adat yang mereka percayai untuk
mengobati diri saat sakit adalah kerokan. Kerokan bukanlah hal yang asing bagi budaya jawa, lebih
dari banyak orang jawa masih menggunakan kerokan untuk mengobati sakit mereka sampai saat ini.
Mereka mempercayai adat dan budaya secara turun temurun. Mereka meyakini bahwa dengan
kerokan dapat megeluarkan angin yang ada di dalam tubuh serta dapat menghilangkan nyeri atau
sakit badan yang dialami dan dengan hal tersebut dapat membantu penyembuhan yang mungkin
telah dirasakan sebelumnya hal tersebut oleh suku jawa. Hal tersebut menutup kemungkinan akan
muncul dan berada di dalam rumah sakit, meski mereka telah mendapatkan penanganan dari tim
kesehatan ada saja yang melakukan tradisi tersebut. Telah diketahui akibat dari kerokan yaitu
menyebabkan pori-pori kulit semakin melebar, lalu warna kulit memerah menunjukkan adanya
pembuluh darah dibawah permukaan kulit pecah sehingga menambah arus darah ke permukaan
kulit. Ketika melakukan komunikasi untuk memberikan informasi tentang akibat yang terjadi dari
kerokan tidak membuat para klien atau pasien tidak berhenti melakukan tradisi seperti hal tersebut
karena itu telah menjadi kebiasaan yang secara terus-menerus dilakukan. Sehingga asuhan
keperawatan yang mungkin akan diberikan kepada klien tidak dapat dilakukan karena adanya
penolakan yang terjadi terhadap anggapan akan hal tersebut.
Disini kita tidak dapat mengkritik keyakinan dan praktik budaya kesehatan tradisional yang
dilakukan. Budaya merupakan faktor yang dapat mempengaruhi asuhan keperawatan. Asuhan
keperawatan harus terus dilakuakn bagaimana caranya menangani klien tanpa menyinggung
perasaan klien dan mengkritik tradisi yang telah ada yang mungkin sulit untuk kita tentang dan ubah.
Karena tujuan kita bukanlah untuk mengubah atau mengkritik tradisi tersebut, namun bagaimana
perawat mampu melakukan semua tugasnya dalam memenuhi kebutuhan pasien.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Kami menyadari bahwa kekurangan dalam makalah yang kami buat di atas merupakan
kelemahan dari pada kami, karena terbatasnya kemampuan kami untuk memperoleh data dan
informasi karena terbatasnya pengetahuan kami.
Jadi yang kami harapkan kritik dan saran yang membangun agar kami dapat membuat
makalah yang lebih baik lagi. Dengan segala pengharapan dan keterbukaan, kami menyampaikan
rasa terima kasih dengan setulus-tulusnya.Akhir kata, kami berharap agar makalah ini dapat
membawa manfaat kepada pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Novan Dika