Teknik Mesin Modul 3 - Pengecoran

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 127

MODUL 3

PENGECORAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


REPUBLIK INDONESIA
2019
No. Kode: DAR@/Profesional/1/4/2019

PENDALAMAN MATERI TEKNIK MESIN


MODUL 3: PENGECORAN

KEGIATAN BELAJAR 1
PEMBUATAN POLA KAYU

Nama Penulis:
Dr. Ir. Heri Wibowo, MT.
Arianto Leman S., MT.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


2019

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Daftar Isi ii

A. Pendahuluan 1

1. Deskripsi Singkat 1

2. Relevansi 1

3. Panduan Belajar 1

B. Inti 2

1. Capaian Pembelajaran 2

2. Sup Capaian Pembelajaran 2

3. Pokok-Pokok Materi 2

4. Uraian Materi 2

5. Forum diskusi 22

C. Penutup 23

1. Rangkuman 23

2. Tes Formatif 23

3. Daftar Pustaka 26

ii
KEGIATAN BELAJAR 1: Pembuatan Pola Kayu

A. Pendahuluan

1. Diskripsi singkat : Pembuatan Pola Kayu adalah modul yang menjelaskan


prinsip dan cara membuat pola dari kayu untuk pengecoran logam. Setelah
mempelajari modul ini peserta dapat merencanakan pembuatan pola kayu dan
inspeksi pola,
2. Relevansi : Kedalaman materi modul ini setara dengan KKNI level 5. Capaian
pembelajaran modul dalam lingkup pengetahuan dan ketrampilan PPG vokasi
Teknik Mesin yang relevan dengan struktur kurikulum SMK. Kegiatan-
kegiatan belajar yang disajikan relevan dengan kompetensi inti dan kompetensi
dasar bidang keahlian Teknologi dan Rekayasa, program keahlian Teknik
Mesin. Dengan dikuasainya materi Pembuatan Pola Kayu maka cukup
signifikan dengan pekerjaan di industri bidang pengecoran.
3. Petunjuk belajar: Proses pembelajaran materi pengecoran yang sedang diikuti
sekarang ini, dapat berjalan dengan lebih lancar bila Anda mengikuti langkah-
langkah belajar sebagai berikut :
a) Bacalah dan pahami capaian pembelajaran dan sub capaian pembelajaran
kemudian catat bagian yang belum Anda kuasai dan yang sudah Anda
kuasai.
b) Bacalah uraian materi pada bagian yang belum Anda kuasai dan apabila
belum cukup dapat ditambah dengan sumber belajar lain dari buku bacaan
di daftar pustaka. Lakukan kajian terhadap proes pengecoran yang telah
ada dan yang telah dilakukan di tempat kerja Anda.
c) Setelah Anda menguasai semua tugas dan tes formatif pada keempat
kegiatan belajar, silahkan Anda lanjutkan dengan mengerjakan tugas akhir
dan tes akhir.

1
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran
Menguasai materi ajar pada bidang studi Teknik Mesin yang meliputi:
Teknik pemesinan; Teknik pengelasan; Teknik pengecoran Logam; Teknik
mekanik industri; Teknik perancangan dan gambar mesin; dan Teknik fabrikasi
Logam dan Manufaktur termasuk kewirausahan dan advance materials secara
bermakna yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten), “mengapa” (filosofi), dan
“bagaimana” (penerapan dalam kehidupan sehari-hari) sehingga dapat
membimbing peserta didik SMK mencapai kompetensi keahlian yang dibutuhkan
oleh DUDI

2. Sub Capaian Pembelajaran


Menganalisis dan mengajarkan kompetensi-kompetensi terkait dengan
teknik pembuatan pola (pembuatan pola Kayu dan inspeksi pola), pembuatan
cetakan dan inti (pembuatan cetakan pasir dan inti, dan inspeksi cetakan),
pengecoran manual dan mesin (penuangan manual, pembongkaran cetakan,
pembersihan produk, dan inspeksi hasil pengecoran) yang relevan dengan
kebutuhan DUDI.

3. Pokok-Pokok Materi
a. Perencanaan Pola Kayu
b. Jenis Pola
c. Pembuatan Pola
d. Inspeksi Pola

4. Uraian Materi
a. Perencanaan Pola Kayu

Langkah awal yang harus dilakukan pada pembuatan pola adalah mengubah
gambar perencanaan menjadi gambar kerja untuk pola. Gambar kerja pola secara
prinsip sama dengan gambar perencanaan dengan penyesuaian pada beberapa
bagian. Penyesuaian dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga dihasilkan produk

2
yang baik, pembuatan pola dan cetakan mudah serta murah, penempatan inti mudah
dan stabil, belahan dan permukaan pisah pola, perhitungan penyusutan coran,
kemiringan pola, tambahan untuk pekerjaan pemesinan, arah kup dan drag, dan
kemudahan pembongkaran cetakan. Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut
dibuat gambar kerja pola untuk pembuatan pola yang benar.

1). Penambahan ukuran untuk mengantisipasi penyusutan


Volume coran menyusut saat proses pembekuan. Penyusutan ini sering
tidak isotropis, sesuai dengan: bahan coran, bentuk, tempat, tebalnya coran, atau
ukuran dan kekuatan inti. Penambahan ukuran pola dilakukan untuk mengantisipasi
hal ini. Pada pembuatan pola diperlukan “mistar susut” yang telah diperpanjang
sesuai tambahan penyusutan pada ukuran pola. Persyaratan yang terkait
penambahan penyusutan harus dituliskan pada gambar untuk pengecoran.
Penambahan ukuran pola untuk mengantisipasi penyusutan ditamppilkan pada
Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Tambahan penyusutan untuk berbagai bahan (Surdia dan Chijiiwa,
1976)
Tambahan penyusutan (mm/mm) Bahan

8/1.000 Besi cor, baja tipis

9/1.000 Besi cor, baja tipis yang banyak menyusut

10/1.000 Sama dengan atas dan aluminium

12/1.000 Paduan aluminium, Brons, baja cor (tebal 5-7mm)

14/1.000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor

16/1.000 Baja cor(tebal lebih dari 10 mm)

20/1.000 Coran baja yang besar

25/1.000 Coran baja yang besar dan tebal

2). Penambahan ukuran pola untuk pengerjaan mesin


Pada beberapa bagian coran terkadang mensyaratkan penyelesaian dengan
pemesinan. Beberapa bagian permukaan coran mungkin saja disyaratkan memiliki

3
kekasaran permukaan tertentu sehingga memerlukan proses penyelesaian mesin.
Pada bagian yang memerlukan penyelesaian mesin tersebut, ukuran pola perlu
ditambah. Penambahan ukuran pada bagian tersebut berbeda menurut bahan,
ukuran dan arah kup dan drag serta keadaan pengerjaan mekanis. Penambahan
ukuran pola untuk penyelesaian mesin tampak pada Gambar 1.2 untuk coran dari
besi cor dan baja cor sedang Gambar 1.3 untuk coran dari paduan selain besi.

Gambar 1.2. Tambahan pemesinan untuk coran besi cor dan coran baja
(Surdia & Chijiiwa, 1976)

Gambar 1.3. Tambahan pemesinan untuk coran paduan selain besi


(Surdia & Chijiiwa, 1976)

4
3). Kemiringan pola
Sisi-sisi pada pola yang tegak terhadap arah penarikan perlu dibuat miring
agar lebih mudah melepaskan pola dari cetakan. Kemiringan pola sesuai bahan
pola. (Tabel 1.2). Beberapa contoh kemiringan pola tampak pada Gambar 1.4.

Tabel 1.2. Kemiringan pola

Gambar 1.4. Kemiringan pola (Surdia & Chijiiwa, 1976)

4). Tambahan pelenturan


Penyusutan coran membeku terkadang juga mengakibatkan pelenturan jika
ukuran coran cukup panjang. Tambahan pelenturan pada pola diberikan untuk
antisipasi pelenturan. Tambahan pelenturan diberikan dengan arah berlawanan.
(Gambar 1.5).

Gambar 1.5. Tambahan pelenturan (Surdia & Chijiiwa, 1976).

5
b. Jenis Pola
Pola pada pengecoran banyak macam dan bentuknya sesuai bentuk dan
ukuran coran yang akan dibuat. Pemilihan jenis pola yang akan digunakan harus
memperhatikan produktivitas, kualitas coran, dan harga.
1) Pola pejal
Pola pejal bentuknya hampir serupa dengan bentuk coran. Macam pola pejal
antara lain: pola tunggal, pola belahan, pola setengah, pola belahan banyak, pola
penarikan terpisah dan pola penarikan sebagian (Gambar 1.6 dan 1.7).

Gambar 1.6. Pola tunggal, setengah, belahan dan belahan banyak (Surdia &
Chijiiwa, 1976).

6
Gambar 1.7. Pola penarikan terpisah dan sebagian (Surdia & Chijiiwa, 1976).

2) Pola pelat pasangan


Pola plat pasangan merupakan plat yang pada kedua sisinya ditempelkan
pola dan sitem salurannya (Gambar 1.8). Pola ini cocok untuk produksi masal coran
yang berukuran kecil.
3) Pola pelat kup dan drag
Pola dilekatkan pada dua buah pelat, demikian juga sistem saluran yang
meliputi saluran masuk, saluran turun, pengalir dan penambah (Gambar 1.9).
4) Pola cetakan sapuan
Pola untuk membuat benda coran bentuk silinder atau putar. Pola ini dibuat
dari pelat dengan sebuah penggeret atau pemutar ditengahnya (Gambar 1.10).

Gambar 1.8. Pola pelat pasangan (Surdia & Chijiiwa, 1976)

7
Gambar 1.9. Pola pelat kup dan drag Gambar 1.10. Pola cetakan sapuan
(Surdia & Chijiiwa, 1976) (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Gambar 1.11. Pola Pola penggeret Gambar 1.12. Pola penggeret berputar
dengan penuntun dengan rangka cetak
(Surdia & Chijiiwa, 1976) (Surdia & Chijiiwa, 1976)
5) Pola penggeret dengan penuntun
Pola ini dipergunakan untuk membuat cetakan pipa lurus atau lengkung
yang penampangnya tidak berubah (Gambar 1.11).
6) Pola penggeret dengan rangka cetak
Pola ini digunakan untuk suatu keadaan dimana pola bagian dapat ditukar
secara konsentris (Gambar 1.12).
7) Pola kerangka A
Pola untuk membuat bentuk lengkungan yang berbeda-beda. Namun pola
ini hanya dipakai untuk jumlah produki terbatas karena waktu pembuatan pola lama
(Gambar 1.13).

8
Gambar 1.13. Pola kerangka A Gambar 1.14. Pola kerangka B
(Surdia & Chijiiwa, 1976) (Surdia & Chijiiwa, 1976)

8) Pola kerangka B
Pola ini digunakan untuk produksi komponen yang tidak lebih dari dua karena
waktu pembuatan cetakannya tiga kali lipat dari cara biasa (Gambar 1.14).

c. Pembuatan Pola
Bahan-bahan yang umum digunakan untuk membuat pola adalah kayu,
resin atau logam. Dalam kondisi tertentu atau pemakaian khusus bahan seperti lilin
(wax), gips dan stryofoam juga bisa dipakai untuk membuat pola.
Bahan pola kayu yang umum dipakai antara lain: kayu saru, kayu aras, kayu
pinus, kayu mahoni, kayu jati dan sebagainya (Surdia & Chijiiwa, 1976). Pemilihan
kayu dilakukan berdasar jenis dan ukuran pola, jumlah produksi, dan lamanya
pemakaian. Kayu dengan kadar air lebih dari 14 % tidak dapat digunakan untuk
membuat pola karena akan timbul pelentingan yang disebabkan perubahan kadar
air dalam kayu. Suhu udara sekitar terkadang harus diperhitungkan terkait lokasi
penggunaan tersebut.
Kelebihan kayu untuk membuat pola adalah (Amshori, 2014): (1)
Digunakan untuk pola yang bentuk dan ukurannya rumit; (2) Mudah didapat; (3)
Harganya murah; (4) Mudah dikerjakan (proses pengerjaannya mudah). Sedang
kekurangan kayu sebgai bahan untuk membuat pola adalah (Supendi, 2012): (1)
Tidak bisa mengerjakan produksi massal; (2) Sering terjadi penyusutan.
Persyaratan kayu untuk pembuatan pola : (1) Kering sekali (jangan melenting),

9
kadar air 5-8%; (2) Mudah dikerjakan dengan mesin atau tangan; (3) Mempunyai
serat-serat halus; (3) Tidak mudah retak atau pecah kerena proses pembuatan
cetakan; (4) Dapat digunakan untuk proses cetakan dengan tangan atau mesin.
Proses pembuatan pola diawali mengidentifikasi gambar kerja pola.
Desainer pengecoran menyampaikan informasi-informasi perencanaan pembuatan
pola yang antara lain meliputi: bentuk, ukuran, bahan dan penyelesaian akhir
permukaan pola. Pembuat pola memilih bahan pembuat pola berdasar informasi
pada gambar kerja pola. Bahan yang berbeda membutuhkan perlakuan dan proses
pengerjaan pembuatan pola yang berbeda pula. Sebagai contoh, penggunaan kayu
sebagai bahan pembuat pola harus dicermati struktur serat, sifat-sifat, kekuatan dan
ebagainya.
Pola dari kayu, murah, cepat pembuatannya dan mudah diolah dibanding
pola logam. Pola kayu umumnya dipakai untuk pengecoran dengan cetakan pasir
(Surdia & Chijiiwa, 1976). Permukaan pola kayu biasanya diperkuat dengan lapisan
plastik ataupun krom (Ngatiman, 2016). Faktor penting dalam menentukan macam
pola adalah: (1) proses pembuatan cetakan, (2) dimana pola tersebut dipakai dan (3)
pertimbangan ekonomi terkait biaya pembuatan cetakan dan biaya pembuatan pola.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan pola dari kayu adalah:
1) Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan.
2) Pola harus memiliki permukaan yang halus.
3) Pola tidak boleh memiliki sudut-sudut tajam.
4) Harus memiliki lubang pena berulir untuk pengambilan dari cetakan.
5) Ukuran pola harus lebih besar dari benda asli untuk mengantisipasi
penyusutan dan penyelesaian mesin.
6) Penempatan inti harus mudah untuk pola yang berlubang atau berbentuk
pipa.
7) Permukaan pisah jangan terlalu banyak karena akan mengambil banyak
waktu didalam proses pembuatan cetakan yang menyebabkan tonjolan-
tonjolan sehingga pembuatan pola menjadi mahal.

10
1) Mengidentifikasi gambar rencana pola

Benda seperti tampak pada Gambar 1.15 akan dibuat dengan proses
pengecoran. Hal yang diamati adalah dari gambar adalah: (1) Bentuk benda yang
akan dibuat untuk menentukan permukaan pisah dan bagian-bagian mana yang
akan diberi kemiringan; (2) Ukuran benda yang akan dibuat untuk menentukan
ukuran pola. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi ukuran benda-benda
silindris yang akan dibuat sehingga diperoleh ukuran seperti tampak pada Gambar
1.16. (Ngatiman, 2016).
Langkah selanjutnya adalah menentukan permukaan pisah. Cetakan untuk
kedua benda silindris A dan B dapat di buat secara vertikal seperti tergambar atau
secara horisontal.
1) Jika dituang secara vertikal, maka bidang-bidang yang sejajar sumbu silindrisnya
harus di beri kemiringan agar mudah di ambil dari cetakan pasir. Permukaan
pisah bisa saja tidak digunakan, yang berarti benda akan dituang secara terbuka
tanpa kup dan hanya dibutuhkan satu pola pejal. Hal ini berarti menghilagkan
pula sistem saluran. Namun dengan cara ini berarti logam akan bersentuhan
langsung dengan udara luar setelah dituang. Hilangnya sistem saluran dapat
menyebabkan kotoran dan terak di dalam ladel akan masuk ke dalam coran.
2) Jika dituang secara horisontal, maka bidang-bidang tegak lurus sumbu silindris
harus diberi kemiringan. Sedang bidang yang sejajar sumbu silindris tidak perlu
diberi kemiringan karena bentuk benda sudah membulat. Permukaan pisah
berupa sebuah bidan sejajar sumbu silindris. Pengecoran secara horisontal ini
akan membutuhkan kup dan drag sehingga diperlukan sistem saluran. Dengan
demikian logam cair yang dituang ke dalam cetakan tidak akan terlalu lam
bersentuhan dengan udara luar. Keuntungannya adalah kemungkinan terak dan
kotoran terbawa masuk ke dalam coran lebih kecil. Kerugiannya adalah proses
pembuatan cetakan membutuhkan waktu sedikit lebih lama karena dibutuhkan
kup, drag dan sistem saluran pengecoran.

11
Gambar 1.15. Benda berbentuk silinder A (kiri) dan B (kanan) (Leman, 2017)

Gambar 1.16. Benda berbentuk silinder A (kiri) dan B (kanan) (Leman, 2017)

2) Menentukan ukuran pola


Pada kasus ini akan dibuat pola tunggal dengan pengecoran vertikal. Bentuk
dan ukuran pola yang dibutuhkan seperti tampak pada Gambar 1.17. Pola didesain
untuk mengantisipasi penyusutan dan penyelesaian mesin diseluruh permukaan
coran.

12
Gambar 1.17. Desain pola untuk benda silinder A (kiri) dan B (kanan) (Leman, 2017)

3) Langkah pembuatan
Tahapan pembuatan pola dari untuk kasus seperti yang telah di bahas di atas
adalah sebagai berikut:
1) Kayu yang akan dibuat pola dibentuk menggunakan mesin bubut kayu sesuai
ukuran. Bagian-bagian tajam diberikan radius.
2) Gunakan amplas kayu untuk mengamplas permukaan hingga halus.
3) Buat lubang berulir pada bagian atasnya untuk mengambil pola dari cetakan.
4) Lapisi seluruh permukaan pola dengan dempul plastik untuk menutup pori-
pori kayu sehingga permukaannya menjadi halus disamping lebih tahan aus.
5) Lapisi seluruh permukaan pola dengan cat atau sejenisnya dengan beberapa
tahapan agar permukaan pola menjadi lebih licin.
6) Keringkan cat ditempat teduh dan bebas dari debu.
Gambar 1.18 dan 1.19 memperlihatkan langkah-langkah pembuatan pola-
pola silindris A dan B. Pola-pola didesain untuk pengecoran vertikal sehingga tidak
dibutuhkan kup.

13
Gambar 1.18. Pola untuk benda silinder A dan B sebelum di dempul dan di cat (Leman,
2017)

Gambar 1.19. Pola untuk benda silinder A dan B setelah di dempul dan dicat (Leman,
2017)
Jika akan pola benda silindris A dan B seperti di atas akan dibuat dari logam,
maka tahapan identifikasi gambar dan penentuan ukuran pola adalah sama seperti
pada pembuatan pola dari kayu. Perbedaannya adalah pada tahap pembuatan pola.
Pada pola logam digunakan mesin dan perkakas untuk pengerjaan logam, yaitu:
mesin bubut dan perlengkapannya.
Pola silindris B dapat dibuat terdiri atas dua bagian, yaitu silinder atas dan
bawah yang kemudian disatukan. Penyatuan kedua bagian sebaiknya dengan teknik
baut. Jika disatukan dengan teknik pengelesan dapat terjadi deformasi akibat panas

14
yang berdampak pada bentuk dan ukuran pola. Cara ini ditempuh untuk menghemat
bahan atau untuk mengatasi keterbatasan ketersediaan bahan baku pembuat pola.
Yang harus diperhatikan adalah kelurusan sumbu bagian atas dan bawah.

d. Inspeksi Pola
Berbagai macam bentuk dan ukuran produk dapat dibuat dengan proses
pengecoran. Bentuk yang sederhana hingga rumit dan ukuran yang kecil sampai
besar dapat dibuat. Bagaimanapun bentuk yang rumit dan ukuran yang besar akan
semakin sulit dibuat yang pada akhirnya terkait konsekuensi biaya produksi. Bentuk
dan ukuran harus diinspeksi dengan cermat agar produk dapat dibuat secara
optimal. Pertimbangan-pertimbangan terkait bentuk dan ukuran meliputi:
a. Bentuk pola sebaiknya sederhana dan mudah dalam pembuatannya.
b. Cetakan mudah dibuat.
c. Bentuk cetakan tidak menimbulkan cacat pada hasil coran.

1). Bentuk pola


Beberapa perubahan sederhana pada pola dapat mengurangi resiko cacat
pada coran serta menjadikan pembuatan cetakan lebih sederhana dan mudah.
Contoh perubahan sederhana tersebut tampak pada Gambar 1.20 sampai Gambar
1.27.
Gambar 1.20 tampak perubahan pola untuk menghindari bentuk lengkung
agar pembuatan pola lebih mudah, sedang Gambar 1.21 tampak perubahan pola
untuk menghindari permukaan pisah banyak. Perubahan pada Gambar 1.20 dan
1.21 akan memudahkan pula dalam pembuatan cetakan. Perubahan yang dilakukan
pada Gambar 1.22 adalah untuk menghindari permukaan pisah yang tidak sebidang.
Permukaan pisah tidak sebidang menyebabkan cetakan sering pecah. Sebuah
bagian menonjol tampak pada pola pada Gambar 1.23, sehingga satu set inti
dibutuhkan agar pola dapat ditarik ke atas. Perubahan pola yang dilakukan
ditujukan untuk menghilangkan inti sehingga pembuatan cetakan menjadi
sederhana.

15
Gambar 1.20 Perubahan pola agar mudah dibuat (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Gambar 1.21 Perubahan pola agar permukaan pisah lebih sedikit (Surdia &
Chijiiwa, 1976)

Gambar 1.22 Perubahan pola agar permukaan pisah menjadi satu bidang datar
(Surdia & Chijiiwa, 1976)

16
Gambar 1.23 Perubahan untuk menghindari bagian terpisah (Surdia & Chijiiwa,
1976)

Gambar 1.24 Bagian tipis sebaiknya dihindari (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Bagian yang tipis (Gambar 1.24) dapat menyebabkan cacat salah alir karena
logam dapat berhenti mengalir akibat pembekuan pada bagian tersebut. Pada
penuangan aluminium tebal 1 mm resiko terjadinya cacat adalah 80 %, sedang tebal
2 mm resiko cacatnya 0%. Gambar 1.25 dan 1.26 memperlihatkan tebal coran yang
tidak proporsional. Bagian yang terlalu tebal akan membeku lebih lambat sehingga
beresiko terhadap cacat penyusutan dalam atau rongga dalam. Tebal yang
proporsional memberikan laju pendinginan yang seragam. Bagian yang terlalu tebal
pada pertemuan di ubah agar bagian tersebut tebalnya proporsional (Gambar 1.26).
Bagian a pada Gambar 1.27 dimiringkan untuk menghindari salah alir karena logam
dapat mengisi rongga cetakan dengan baik. Lebih lanjut, bagian a yang dimiringkan
tersebut juga akan memberi ruang agar kotoran seperti terak atau pasir terdorong
keluar sehingga terhindar dari cacat inklusi pasir dan terak.

17
Gambar 1.25 Bagian yang terlalu tebal dihindari (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Gambar 1.26 Bagian yang tebal pada pertemuan dihindari (Surdia & Chijiiwa,
1976)

Gambar 1.27 Memiringkan bagian yang mendatar (Surdia & Chijiiwa, 1976)

2). Ukuran pola


Ukuran pola harus sesuai dengan jenis bahan yang akan dicor. Hal ini
dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya cacat coran.
a) Tebal minimum
Ukuran tebal pola harus dibuat sedemikian rupa agar coran mudah dibuat.
Ketebalan yang sangat tipis dapat menyebabkan cacat salah alir. Tebal minimum

18
harus ditentukan sesuai jenis bahan yang akan dicor. Tabel 1.3 menyajikan
ketebalan minimum pada pengecoran dengan cetakan pasir.
Tabel 1.3 Ketebalan minimum pada pengecoran dengan cetakan pasir
(Surdia & Chijiiwa, 1976)

Tabel 1.4 Ukuran lubang berinti (Surdia & Chijiiwa, 1976)

b) Lubang berinti
Ukuran dan bentuk lubang berinti harus diperhatikan. Pada lubang yang
sempit dan panjang inti dapat mengalami panas lanjut sehingga dapat terjadi fusi.
Gas dari pasir akan membentuk rongga-rongga udara. Ukuran lubang berinti
ditunjukkan pada tabel 1.4.

19
c) Perubahan tebal
Perubahan tebal pada pola disarankan membentuk gradien dengan sudut 150
untuk satu sisi dan 7,50 pada kemiringan dua sisi (Gambar 1.28).

Gambar 1.28. Gradien perubahan tebal (Surdia & Chijiiwa, 1976)

d) Sudut siku dan tajam


Bagian pola yang bersudut siku dan tajam harus memiliki radius pada
bagian dalamnya (Gambar 1.29).

e) Sambungan T dan Y
Pada sambungan T dan Y cenderung menjadi tebal. Perencana pengecoran
harus memperhatikan ini untuk menghindari perbedaan tebal dinding yang
berlebihan (Gambar 1.30).

Gambar 1.29 Pertemuan siku ( pertemuan L (Surdia & Chijiiwa, 1976)

20
Gambar 1.30 Pertemuan sambungan T dan Y (Surdia & Chijiiwa, 1976)

3). Ketelitian ukuran pola


a) Toleransi ukuran tebal dinding
Penyimpangan ukuran coran dapat disebabkan oleh: penyimpangan pola
saat membuat cetakan, kekurangtelitian pemasangan inti, variasi penyusutan coran
dan lainnya. Toleransi ukuran diberikan untuk meminimkan kesalahan sampai
tingkat tertentu. Toleransi tebal dinding pada pengecoran dengan cetakan pasir
tampak pada Tabel 1.5.
Tabel 1.5 Toleransi ukuran ketebalan dinding

b) Toleransi ukuran panjang


Ukuran pola yang terkait kup dan drag atau cetakan utama dan inti
seringkali cenderung mengalami penyimpangan. Toleransi ukuran panjang
dibutuhkan untuk mengantisipasi penyimpangan yang mungkin terjadi. Toleransi
ukuran panjang pada pengecoran dengan cetakan pasir tampak pada Tabel 1.6.

21
Tabel 1.6 Toleransi ukuran panjang

5. Forum diskusi
Anda diminta membuat produk seperti tampak pada Gambar 1.31 berbahan
dasar aluminium dengan proses pengecoran menggunakan cetakan pasir. Untuk
membuat cetakan pasir akan digunakan adalah pola pelat pasangan.
a) Buat gambar desain pola dengan kelompok diskusi (meliputi ukuran pola,
kemirinan pola, dan sebagainya)
b) Buat desain sistem saluran dengan kelompok diskusi (meliputi ukuran dan letak
runner, ingate dan riser)
c) Buat tahap-tahap pembuatan pola dengan kelompok diskusi.

Gambar 1.31. Gambar produk yang akan dibuat


Rubrik Penilaian
Aspek Bobot
Gambar desain pola 40%
Desain sistem saluran 30%
Tahap-tahap pembuatan pola 30%

22
C. Penutup

1. Rangkuman
Selamat, Anda telah menyelesaikan modul tentang Pengecoran Logam.
Dengan demikian Anda telah menguasai kompetensi pengecoran logam
menggunakan pasir cetak. Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dalam kegiatan
belajar pengecoran logam adalah:

a) Pola dapat dibuat dari kayu, logam, stryofoam maupun lilin/wax. Jenis-jenis
pola antara lain: pola tunggal, pola belah dan pola plat pasangan. Ukuran pola
harus lebih besar dari benda sebenarnya untuk mengantisipasi penyusutan dan
penyelesaian akir dengan pemesinan. Pada sisi tegaknya, pola di beri
kemiringan untuk memudahkan pengeluaran dari cetakan pasir. Pola dibuat
dengan bentuk sesederhana mungkin dengan sesedikit mungkin permukaan
pisah. Permukaan pola harus halus dan tidak memiliki sudut-sudut yang tajam.
b) Inspeksi pola harus dilakukan untuk menjamin keberhasilan pengecoran.
Inspeksi pola memiliki tiga tahapan yaitu: inspeksi bentuk pola, inspeksi ukuran
pola, dan ketelitian ukuran pola.

2. Tes Formatif
1. Bahan kayu akan digunakan untuk membuat sebuah pola. Kadar air dalam
kayu tersebut harus 5-8%. Jika kadar air dalam kayu lebih dari 5-8% dapat
menyebabkan ....
a. Pola yang dibuat akan menyusut
b. Pola yang dibuat akan menjadi lembek
c. Pola yang dibuat akan menjadi basah
d. Pola yang dibuat akan melenting
e. Pola yan dibuat akan menjadi berat

2. Sebuah pola akan dibuat dari kayu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi
adalah ....
a. Pola harus berbobot ringan.
b. Telapak inti harus ada.
c. Permukaan pola harus halus.
d. Sudut-sudut pada pola harus beradius kecil.
e. Harus memiliki lubang untuk keluarnya gas.

23
3. Penambah berfungsi untuk mengantisipasi penyusutan pada produk. Ukuran
penambah dibuat cukup besar sehingga …
b. Aliran logam cair terjaga.
c. Membeku paling akhir.
d. Suhu logam cair tetap.
e. Volumenya mencukupi kebutuhan.
f. Toleransi bobot produk terjaga.

4. Permukaan pola dari kayu sebaiknya di tutup dengan dempul. Tujuan


pendempulan pada pola dari kayu adalah ....
a. Permukaan pola lebih keras
b. Permukaan pola lebih ulet
c. Permukaan pola lebih halus
d. Permukaan pola lebih rata
e. Permukaan pola lebih kuat

5. Bagian menyudut pada pola sebaiknya memiliki radius. Jika radius pada
bagian tersebut terlalu kecil pola dapat menyebabkan cacat terhadap coran
karena…
a. Pasir melekat pada pola
b. Retakan karena tegangan pada radius
c. Aliran logam terganggu
d. Inklusi pasir pada radius
e. Inklusi terak pada radius

6. Pola kayu pada gambar berikut kurang baik. Perbaikan pola perlu dilakukan
untuk menghindari ...

a. Permukaan pisah yang banyak


b. Penyusutan saat pembekuan
c. Bentuk yang rumit saat pemasangan
d. Bagian yang melengkung tidak baik

24
e. Permukaan Bagian bawah tidak rata

7. Bagian yang ditunjuk dengan anak panah pada gambar pola kayu perlu
diperbaiki dengan cara bagian tersebut dimiringkan. Tujuan perbaikan
tersebut adalah ...

a. Menghindari salah alir dan inklusi terak


b. Menghindari banyak permukaan pisah dan salah alir
c. Menghindari ketebalan tidak seragam dan inklusi terak
d. Menghindari inklusi pasir dan ketebalan tidak seragam
e. Menghindari penyusutan berlebihan

8. Jenis Pola kayu berikut yang cocok untuk produksi massa berukuran kecil
adalah...

a. b. c.

d.
e.

9. Untuk membuat pola kayu seperti gambar dibawah, urutan yang benar
adalah ...

a. Identifikasi bentuk pola, ukuran pola, penentuan permukaan pisah,


pembuatan pola kayu, pengamplasan pola, pembuatan lobang berulir

25
b. Identifikasi bentuk pola, pembuatan lobang berulir, penentuan
permukaan pisah, pembuatan pola kayu, pengamplasan pola, ukuran
pola
c. Identifikasi bentuk pola, ukuran pola, pembuatan pola kayu,
pengamplasan pola, pembuatan lobang berulir, penentuan permukaan
pisah
d. Pembuatan pola kayu, pengamplasan pola, pembuatan lobang berulir,
identifikasi bentuk pola, ukuran pola, penentuan permukaan pisah,
e. Identifikasi bentuk pola, pembuatan pola kayu, pengamplasan pola,
ukuran pola, penentuan permukaan pisah, pembuatan lobang berulir
10. Bentuk pola berikut perlu diinspeksi agar dapat dibuat dengan mudah dan
murah. Langkah inspeksi yang perlu dilakukan antara lain:

a. Mengurangi permukaan lengkung, menambah ukuran bagian yang tipis,


membuat kemiringan, bagian menyiku dibuat radius
b. Menambah permukaan lengkung, menambah ukuran bagian yang tipis,
membuat kemiringan, bagian menyiku dibuat sedikit kemiringan
c. Mengurangi permukaan lengkung, mengurangi ukuran bagian yang
tipis, membuat kemiringan, bagian menyiku dihilangkan
d. Menambah permukaan lengkung, mengurangi bagian yang tipis,
membuat kemiringan, bagian menyiku dihilangkan
e. Mengurangi permukaan lengkung, mengurangi bagian yang tipis,
membuat kemiringan, bagian menyiku diperkuat

3. Daftar Pustaka
Amshori, N. C. (2014). Metalurgi. Dipetik Juli 24, 2016, dari Pola Pengecoran:
http://nandachoirul.blogspot.co.id/2014/10/proses-pengecoran-bagian-2-
pola.html
Leman, A. (2017). Pengecoran Logam, Yogyakarta: UNY Press.
Ngatiman. (2016). Modul Pengecoran Logam Aluminium. Yogyakarta:
Pendidikan Teknik Mesin, FT UNY.
Supendi, V. (2012). Pola. Dipetik Juli 24, 2016, dari Jejak Metalurgis:
http://jejakmetalurgis.blogspot.co.id/2012/09/pola.html
Surdia, T., & Chijiiwa, K. (1976). Teknik Pengecoran Logam. Jakarta: PT.
Pradnya Paramita.

26
No. Kode: DAR@/Profesional/1/4/2019

PENDALAMAN MATERI TEKNIK MESIN


MODUL 3: PENGECORAN

KEGIATAN BELAJAR 2
PEMBUATAN CETAKAN PASIR DAN INTI

Nama Penulis:
Dr. Ir. Heri Wibowo, MT.
Arianto Leman S., MT.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


2019

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Daftar Isi ii

A. Pendahuluan 1

1. Deskripsi Singkat 1

2. Relevansi 1

3. Panduan Belajar 1

B. Inti 2

1. Capaian Pembelajaran 2

2. Sup Capaian Pembelajaran 2

3. Pokok-Pokok Materi 2

4. Uraian Materi 2

5. Forum diskusi 25

C. Penutup 26

1. Rangkuman 26

2. Tes Formatif 26

3. Daftar Pustaka 29

ii
Kegiatan Belajar 2: Pembuatan Cetakan Pasir dan Inti

A. Pendahuluan
1. Diskripsi singkat : Pembuatan Cetakan Pasir dan Inti adalah modul yang
menjelaskan prinsip dan cara membuat cetakan pasir dan membuat inti untuk
pengecoran logam. Setelah mempelajari modul ini peserta dapat merencanakan
pembuatan cetakan pasir dan inti serta inspeksi cetakan. Kompetensi tersebut
diperlukan sebagai guru pada Program Keahlian Teknik Mesin.
2. Relevansi : Kedalaman materi modul ini setara dengan KKNI level 5. Capaian
pembelajaran modul dalam lingkup pengetahuan dan ketrampilan PPG vokasi
Teknik Mesin yang relevan dengan struktur kurikulum SMK. Kegiatan-kegiatan
belajar yang disajikan relevan dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar
bidang keahlian Teknologi dan Rekayasa, program keahlian Teknik Mesin.
Dengan dikuasainya materi Pembuatan Cetakan Pasir dan Inti maka cukup
signifikan dengan pekerjaan di industri bidang pengecoran.
3. Petunjuk belajar: Proses pembelajaran materi pengecoran yang sedang diikuti
sekarang ini, dapat berjalan dengan lebih lancar bila Anda mengikuti langkah-
langkah belajar sebagai berikut :
a) Bacalah dan pahami capaian pembelajaran dan sub capaian pembelajaran
kemudian catat bagian yang belum Anda kuasai dan yang sudah Anda kuasai.
b) Bacalah uraian materi pada bagian yang belum Anda kuasai dan apabila belum
cukup dapat ditambah dengan sumber belajar lain dari buku bacaan di daftar
pustaka. Lakukan kajian terhadap proes pengecoran yang telah ada dan yang
telah dilakukan di tempat kerja Anda.
c) Setelah Anda menguasai semua tugas dan tes formatif pada keempat kegiatan
belajar, silahkan Anda lanjutkan dengan mengerjakan tugas akhir dan tes
akhir.

1
B. Inti

1. Capaian Pembelajaran
Menguasai materi ajar pada bidang studi Teknik Mesin yang meliputi: Teknik
pemesinan; Teknik pengelasan; Teknik pengecoran Logam; Teknik mekanik industri;
Teknik perancangan dan gambar mesin; dan Teknik fabrikasi Logam dan Manufaktur
termasuk kewirausahan dan advance materials secara bermakna yang dapat
menjelaskan aspek “apa” (konten), “mengapa” (filosofi), dan “bagaimana” (penerapan
dalam kehidupan sehari-hari) sehingga dapat membimbing peserta didik SMK
mencapai kompetensi keahlian yang dibutuhkan oleh DUDI.

2. Sub Capaian Pembelajaran


Menganalisis dan mengajarkan kompetensi-kompetensi terkait dengan teknik
pembuatan pola (pembuatan pola Kayu dan inspeksi pola), pembuatan cetakan dan inti
(pembuatan cetakan pasir dan inti, dan inspeksi cetakan), pengecoran manual dan
mesin (penuangan manual, pembongkaran cetakan, pembersihan produk, dan inspeksi
hasil pengecoran) yang relevan dengan kebutuhan DUDI.
3. Pokok-Pokok Materi
a. Rangka Cetak
b. Perkakas untuk Membuat Cetakan Pasir
c. Sistem Saluran
d. Saluran masuk
e. Penambah
f. Prosedur penentuan saluran tuang
g. Pembuatan Cetakan
h. Pembuatan inti
i. Penempatan inti

2
4. Uraian Materi
Cetakan pasir merupakan bagian yang menerima panas dan tekanan dari logam
cair yang dituangkan sebagai bakal produk. Pasir cetak sebagai bahan cetakan harus
dipilih sesuai dengan kebutuhan krakteristik bahan yang akan dicetak baik sifat
penuangannya maupun ukuran benda yang akan dibuat. Semakin besar benda tuangan
maka tekanan yang disebut tekanan metallostatic akan semakin besar. Cetakan pasir
harus memiliki kestabilan mekanis andal.

a. Rangka Cetak

Rangka tuang atau sering disebut rangka cetak (frame) yang berfungsi sebagai
tempat membuat cetakan pasir (Ngatiman, 2016). Rangka cetak dapat dibuat dari plat
baja, besi atau kayu. Rangka cetak (frame) harus mampu mempertahankan bentuk
apabila cetakan menerima beban dari logm cair maupun saat dipindah-pindahkan.
Rangka cetak dapat berbentuk persegi panjang, segi empat atau lingkaran seperti
ditunjukkan Gambar 2.1 s.d Gambar 2.3. Pemilihan macam dan bentuk rangka cetak
disesuaikan dengan benda yang akan dibuat, bahan, volume, tingkat kerumitan, dan
jumlah produk. Rangka cetak biasanya terdiri dari 2 pasang bingkai dapat di pisahkan
yang saat proses penuangan disatukan. Bingkai bagian atas disebut kup (cope) dan
bagian bawah disebut drag. Kedua bingkai di ikat oleh pin (Leman, 2017).

Gambar 2.1. Rangka cetak berbentuk persegi dari kayu (Leman, 2017).

3
Gambar 2.2. Rangka cetak berbentuk persegi dari plat besi (Leman, 2017).

Gambar 2.3 Rangka cetak bentuk silinder dari plat besi (Sudjana, 2008)

b. Perkakas untuk Membuat Cetakan Pasir

Perkakas untuk membuat cetakan pasir terdiri dari penumbuk, sendok spantula,
sendok cetak, perata pasir (strike off bar), kuas, penarik pola, penusuk lubang angin
seperti ditunjukkan Gambar 2.4. Semua perlengkapan ini digunakan pada tahapannya
masing–masing berfungsi untuk:
1) Penumbuk berfungsi untuk memadatkan pasir cetak saat membuat cetakan pada
rangka cetak. Umumnya terbuat dari kayu mesipun dapat pula dibuat dari besi.
2) Sendok spatula berfungsi untuk meratakan, mengiris, mengambil dan
merapikan cetakan pasir pada bidang yang kecil.
3) Sendok cetak berfungsi untuk meratakan bidang yang besar
4) Kuas berfungsi untuk membasahi pasir cetak disekeliling pola
5) Penarik berfungsi untuk melepaskan pola dari cetakan pasir
6) Penusuk lubang angin , terbuat dari baja panjang yang halus dan digunakan
untuk membuat lubang saluran pembuangan gas.

4
7) Strike Off Bar, terbuat dari logam atau kayu keras dengan ujung lurus dan
panjang tertentu untuk meratakan permukaan pasir cetak.

c. Sistem Saluran

Sistem saluran merupakan jalan masuknya logam cair ke dalam rongga cetakan.
Sistem saluran harus di rencanakan secara baik karena berperan penting pada proses
penuangan logam cair. Hasil produk pengecoran ditentukan oleh sistem saluran.

Sistem saluran secara umum terdiri beberapa bagian: cawan tuang, saluran
turun, pengalir dan saluran masuk. (Gambar 2.5).

Gambar 2.4 Perkakas cetak (Leman, 2017)

5
Gambar 2.5. Sistem saluran pada proses penuangan (Surdia & Chijiiwa, 1976)

1) Cawan tuang

Cawan tuang berfungsi menerima logam cair ladel. Cawan tuang dibuat untuk
mengarahkan logam cair agar lebih mudah masuk ke saluran turun. Ukuran cawan
tuang harus cukup agar logam cair yang dituang tidak meluber. Bentuk dan ukuran
cawan tuang yang disarankan tampak Gambar 2.6.

6
Gambar 2.6. bentuk dan ukuran cawan tuang (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Ukuran “d” adalah diameter saluran masuk. Cawan tuang yang terlalu besar
akan menyebabkan sisa logam cair yang berlebihan. Sebaliknya cawan tuang yang
terlalu kecil akan menyebabkan masuknya logam cair tertahan dan logam cair dapat
meluap.

2) Saluran turun

Saluran turun merupakan saluran masuknya logam cair dari cawan tuang ke
saluran pengalir. Saluran turun berpenampang lingkaran, lurus dari atas ke bawah.
Penampangnya dapat dibuat sama dari atas ke bawah atau mengecil ke bawah.
Penampang yang sama akan memberikan aliran yang cepat dan lancar. Penampang

7
yang mengecil ke bawah berdampak dapat menahan kotoran sebanyak mungkin.
Ukuran saluran turun untuk besi tuang tampak pada Tabel 2.1. (Surdia & Chijiiwa,
1976).

Tabel 2.1. Ukuran saluran turun, saluran penglir dan saluran masuk untuk besi tuang.

d. Saluran pengalir

Saluran pengalir berfungsi mengalirkan logam cair dari saluran turun ke saluran
masuk. Saluran pengalir umumnya berpenampang trapesium atau setengh lingkaran.
Secara prinsip, ukuran saluran pengalir harus dibuat sebesar mungkin agar logam cair
membeku dalam waktu yang lebih lama yang lama. Sebagai patokan ukuran saluran
pengalir dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Logam cair yang melewati saluran pengalir masih membawa kotoran berupa
terak. Kemungkinan masuknya terak ke rongga cetakan dapat diminimalkan dengan
beberapa cara, yaitu (Gambar 2.8):

1) Pada ujung saluran pengalir dapat diperpanjang untuk tempat pengotor.


2) Pada saluran masuk dibuatkan kolam putar agar saat masuk logam cair berputar
secara tangensial sehigga kotoran berkumpul ditengah.
3) Membuat saluran bantu turun.
4) Menambahkan saringan yang terbuat dari keramik pada saluran turun.

8
Gambar 2.7. ukuran saluran pengalir (Surdia & Chijiiwa, 1976)

9
Gambar 2.8. Perangkap kotoran (Surdia & Chijiiwa, 1976)

e. Saluran masuk

Saluran masuk yang menghubungkan saluran pengalir dan rongga cetak adalah
saluran masuknya logam cair dari saluran pengalir ke rongga cetakan. Penampang
saluran masuk umumnya dibuat lebih kecil dari saluran pengalir agar dapat mencegah
kotoran masuk ke rongga cetak. Ukuran saluran pengalir untuk besi cor tampak pada
Tabel 2.1, sedang Gambar 2.9 memperlihatkan bentuk saluran masuk. Saluran masuk

10
dengan penampang yang lebih lebar pada rongga cetak dimaksudkan agar logam cair
lebih tenang masuk ke dalam rongga cetakan. Dampaknya ialah meminimalkan
turbulens pada lirani logam cair mereduksi timbulnya gelembung-gelembung gas.
Sebaliknya saluran masuk dengan penampang yang lebih sempit pada rongga cetak
diterapkan untuk membuat benda coran berukuran yang lebih besar.

Gambar 2.9. Bentuk saluran masuk (Leman, 2017).

f. Penambah

Penambah ditujukan untuk mengantisipasi kekurangan logam cair saat logam


cair didalam rongga cetak menyusut akibat pembekuan. Logam cair pada penambah di
desain agar membeku paling akhir. Hal ini dilakukan dengan cara ukuran/volume
penambah dibuat cukup besar sehingga mampu menambahkan kekurangan logam cair
pada rongga cetakan yang menyusut. Bagaimanapun, ukuran penambah yang terlalu
besar akan membuat proses pengecoran menjadi tidak efisien karena sisa logam yang
terbuang terlalu banyak. Ukuran penambah yang terlalu kecil juga tidak diinginkan.
Ukuran penambah yang terlalu kecil menyebabkan penambah akan terlalu cepat
membeku. Akibatnya penambah menjadi tidak berfungsi untuk mengantisipasi
kekurangan logam cair di dalam rongga cetakan.

Berdasar letaknya penambah dibedakan menjadi penambah atas dan penambah


samping. Penambah diletakkan di atas coran, sedang penambah samping diletakkan
samping coran. Penambah dihubungkan langsung dengan saluran turun dan pengalir.
Contoh peletakan penambah atas dan samping tampak pada Gambar 2.10.

11
Gambar 2.10. Peletakkan penambah (Surdia & Chijiiwa, 1976).

Tabel 2.2. Prosentasi berat penambah terhadap berat coran (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Tabel 2.3. Ukuran diameter penambah berdasarkan kekuatan tarik bahan besi cor
(Surdia & Chijiiwa, 1976)

Ukuran penambah ditentukan oleh jenis logam, berat coran, tebal coran dan
letaknya. Ketentuan berat penambah berdasar berat coran dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Ukuran diameter penambah didasarkan pada kekuatan tarik bahan disajikan pada Tabel
2.3. Ukuran penambah untuk besi cor secara rinci tampak pada Gambar 2.11.

12
Gambar 2.11. Ukuran penambah untuk besi cor (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Ukuran penambah untuk bahan logam paduan selain besi tuang tampak pada Gambar
2.12. Ukuran efektif penambah berdasar tebal coran disajikan pada Tabel 2.4.

13
Tabel 2.4. Ukuran penambah efektif (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Gambar 2.12. Ukuran penambah untuk bronz dan paduan alumunium


(Surdia & Chijiiwa, 1976)

14
g. Prosedur penentuan saluran tuang

Langkah-langkah untuk menghitung dan menentukan sistem saluran dari coran


besi cor adalah sebagai berikut ini:

1) Tentukan berat logam cair (W) yang akan dituang dengan cara ditimbang atau
dengan mengukur volume benda coran (V) kemudian dikalikan dengan masa jenis
logam coran (γ). (persmaan 2.1).

W= γ.V .................................................................................................... (2.1)

2) Tentukan waktu tuang T sesuai berat coran yang akan dituang W yang telah dihitung
di langkah pertama di atas menggunakan diagram empiris Gambar 2.13.

Gambar 2.13. Diagram laju penuangan (Surdia & Chijiiwa, 1976)

3) Tentukan volume penuangan per satuan waktu (Q) dari berat yang dituang W, waktu
tuang T dan berat jenis logam menggunakan persamaan 2.2:

15
𝑄 𝑉. 𝑎 ........................................................................................... (2.2)
.

dengan : v adalah kecepatan penuangan


a adalah luas irisan penampang saluran masuk

4) Volume tuang persatuan waktu (Q) ialah perkalian dari luas irisan penampang
saluran masuk a dan kecepatan rata-rata aliran logam cair , sehingga a ditentukan dari
V yang dihitung dari tinggi saluran turun h dengan persamaan 2.3:

𝑉 𝐶. 2𝑔ℎ ................................................................................................... (2.3)

Dimana g adalah percepatan grafitasi 980 cm/s2 dan C adalah koefisien aliran yaitu
0,5-0,6 untuk saluran yang rumit dan 0,9-1.0 untuk saluran sederhana.

5) Jika digunakan lebih dari 2 saluran masuk, luas irisan penampang a dibagi degan
banyaknya saluran masuk. Ukuran saluran masuk ditentukan sesuai luas irisannya.

6) Ukuran saluran turun dan pengalir ditentukan dari jumlah luas irisan saluran masuk.
Untuk besi cor biasanya ditentukan dari: luas irisan penampang saluran turun > luas
irisan penampang saluran pengalir > luas irisan penampang saluran masuk.
Perbandingan dari ketiga ini diambil 1 : 0,9 : 0,8 atau 1 : 0,75 : 0,5. Namun untuk
saluran bawah, luas saluran masuknya lebih besar dan kadang-kadang diambil
perbandingan 1 : 1,1 : 1,2 atau 1 : 1,25 : 1,5. Cara termudah untuk menentukan ukuran
sistem saluran dipergunakan ukuran standar, dimana hanya perlu memilih salah satu
harga yang cocok. Tabel 2.5 adalah salah satu contoh dari saluran turun yang lebih
besar dari saluran masuk.

16
Tabel 2.5. Contoh ukuran saluran turun, pengalir dan masuk untuk coran besi cor
(Surdia & Chijiiwa, 1976).

h. Pembuatan Cetakan

1) Pembuatan cetakan dengan tangan

Secara umum gambaran tahapan-tahapan pembuatan cetakan pasir tampak pada


Gambar 2.14. dan Gambar 2.15.

Gambar 2.14. Tahapan proses pembuatan cetakan (Surdia & Chijiiwa, 1976).

17
Gambar 2.15. Tahapan proses pembuatan cetakan dengan inti (Kalpakjian, 1985)

Pembuatan cetakan pasir cecara detail dijelaskan sebagai berikut:


a) Penempatan rangka cetak drag, penempatan pola. Masukan pasir muka yaitu pasir
cetak yang diayak sampai menutupi permukaan pola.

18
b) Pemasukan pasir secara bertahap dan dan dipadatkan. Pemasukan dan pemadatan
dilakukan bertahap hingga penuh dan ratakan permukaannya.
c) Rangka cetak drag dibalik dan taburi serbuk pemisah.
d) Penempatan rangka cetak kup, pola kup, dan pola saluran turun, saluran keluar dan
penambah (riser). Masukan pasir muka yaitu pasir cetak yang diayak sampai menutupi
permukaan pola
e) Pemasukan pasir secara bertahap dan dan dipadatkan. Pemasukan dan pemadatan
dilakukan bertahap hingga penuh dan ratakan permukaannya.
f) Pengangkatan pola saluran turun, saluran keluar dan penambah (riser). Kemudian
angkat rangka cetak kup balikkan. Angkat pola kup dan drag.
g) Buat sistem saluran (saluran pengalir dan masuk). Lapisi permukaan cetakan dan
keringkan. Tempakan inti jika ada.
h) Tutupkan kembali rangka kup ke atas rangka drag.

2) Pembuatan cetakan dengan mesin


Pemilihan mesin pembuat cetakan dilakukan dengan memperhatikan ukuran,
bentuk, berat, jumlah produksi coran dan sebagainya. Coran berukuran kecil dibuat
dengan mesin pembuat cetakan kecil. Namun demikian, terkadang mesin berukuran
besar dipakai untuk coran kecil dengan cara dibuat cetakan-cetakan kecil dalam jumlah
banyak dalam satu rangka cetakan secara bersamaan sehingga lebih efisien. Mesin-
mesin pembuat cetakan dan inti, antar lain: mesin pendesak, mesin pengguncang,
mesin guncang-desak, mesin tekanan tinggi, mesin desak tiup, pelempar pasir.

a) Mesin Pendesak
Prinsip kerja dari mesin ini adalah menekan pasir cetak di dalam rangka cetak.
Keuntungan mesin ini adalah pada umumnya mesin bekerja tanpa menimbulkan suara
bising. Kekurangannya: karena pengepresan dilakukan dari permukaan atas, maka
bagian yang paling padat adalah pada permukaan dan kepadatan semakin berkurang
kearah pola. Hal ini dapat diatasi dengan cara seperti pada Gambar 2.16. Dengan

19
metode ini, pasir yang di dekat pola menjadi lebih padat. Mekanisme pendesakan mesin
penekan dapat menggunakan sistem mekanis, sistem hidrolis yang menghasilkan
tekanan tinggi, sistem vakum, dan peniupan udara.

Gambar 2.16. Metode penekanan pasir agar kepadatannya merat (Leman, 2017).

b) Mesin Pengguncang
Keuntungan cara ini adalah pasir cetak dapat mencapai kepadatan maksimum di sekitar
pola, tetapi bagian pasir yang jauh dari pola kekerasannya kurang. Selain itu, mesin
pengguncang menimbulkan suara bising dan banyak kerusakan pada pola akibat
guncangan.

c) Mesin Guncang-Desak
Mesin ini mengkombinasikan guncangan dan desakan pada pembuatan cetakan pasir
(Gambar 2.17). Jika kedalaman rangka cetak tidak terlalu besar, kup dan drag dapat
dibuat secara bersamaan.

20
Gambar 2.17. Mesin pembuat cetakan guncang-desak (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Gambar 2.18. Mekanisme mesin pelempar pasir (Surdia & Chijiiwa, 1976).

21
d) Mesin Pelempar Pasir
Pada mesin ini pasir cetak dimasukkan ke dalam rangka cetak dengan cara
dihempaskan oleh sudu-sudu yang berputar cepat menggunakan roda pelempar.
Hempasan secara bertumpuk-tumpuk akan menghasilkan kepadatan yang baik di
sekitar pola dan juga pada seluruh cetakan (Gambar 2.18). Pada pola yang agak rumit,
seperti pola dengan lekukan atau berprofil memerlukan pemadatan dengan tangan pada
bagian-bagian tersebut agar diperoleh pemadatan yang sempurna.

i. Pembuatan inti
Dalam pembuatan inti, perangkat utama yang digunakan adalah kotak inti yang
bias dibuat dari material kayu atau logam. Inti adalah pasir yang dibentuk dan
dipadatkan kemudian ditempatkan pada rongga cetakan untuk mencegah masuknya
logam cair ke bagian-bagian yang didesain berbentuk lubang atau berongga dalam
suatu coran. Tujuan penggunaan inti adalah menghindari proses finishing yang terlalu
banyak dan menghemat proses dan biaya yang ditimbulkan dalam pembuatan profil
lubang tersebut.
Macam-macam inti dibedakan berdasar pengikatnya atau cara pembuatannya,
antara lain: inti minyak, kulit, CO2, udara dan sebagainya, disamping pasir dengan
pengikat tanah lempung. Jenis pasir cetak yang digunakan dalam pembuatan inti juga
bermacam-macam antara lain:
1) Pasir CO2, pengerasan dilakukan dengan gas CO2 yang ditembakkan pada
cetakan.
2) Pasir pepset, pasir akan mengeras sendiri dengan penambahan katalis yang
dicampurkan di pasir.
3) Pasir Furan, pasir mengeras sendiri dengan katalis dan pengikat yang berbeda
dengan pasir pepset.
4) Pasir croning (resin coat sand), merupakan pasir berpengikat resin fenol dengan
cara pembuatan yang cukup mudah sehingga banyak digunakan.

22
Macam dari kotak inti sebagai tempat untuk mencetak inti antar lain:
1) Kotak ini ini terbuat dari kayu dan diukir dengan pahat. Sesuai untuk membuat
inti dengan ukuran kecil (Gambar 2.19).
2) Kotak inti biasa berbentuk persegi dengan permukaan yang terluas merupakan
permukaan tumbuk. Bagian-bagian menonjol terdapat di samping atau di dasar
(Gambar 2.19).
3) Kotak inti lengkung dipakai untuk membuat inti dengan diameter besar yang
terbagi menjadi beberapa bagian yang sama. (Gambar 2.19).
4) Kotak inti setengah dengan pelat penyapu berupa setengah kotak dengan
sebuah penggeret yang dapat diputar di sekeliling poros pada kedua ujung kotak
(Gambar 2.19).
5) Kotak inti untuk membuat tebal dipakai untuk membuat inti yang bertebal tetap.
(Gambar 2.20).
6) Kotak inti untuk mesin pembuat cetakan digunakan dengan memasangnya pada
mesin pembuat cetakan. Ukurannya harus cocok dengan ukuran mesin. Di
dalam kotak dipasang pola. Penggunaannya jika benda coran harus mempunyai
ketelitian tinggi atau sukar untuk membuat cetakan dengan tangan. (Gambar
2.20).

Cara pembuatan inti dari pasir cetak yang sudah disiapkan adalah sebagai
berikut:
1) Pasir dicampurkan dengan resin atau katalis yang sudah disiapkan (tergantung
jenis pasir).
2) Campuran pasir inti dimasukkan didalam kotak inti sebagai tempat cetak inti.
3) Dilakukan pemadatan dengan penekanan tangan atau dengan peralatan tekan
manual yang lain.
4) Diratakan dan dihaluskan permukaan pasir pada kotak inti.

23
5) Ditunggu beberapa saat (+- 10 menit) agar inti mengeras.
6) Inti dilepas dari kotak inti.
7) Inti siap dipasangkan ke dalam cetakan pasir.

Gambar 2.19. Macam-macam kotak inti (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Gambar 2.20. (a) Kotak inti untuk membuat tebal; (b) Kotak inti untuk mesin
pembuat inti. (Surdia & Chijiiwa, 1976)

24
j. Penempatan inti

Inti adalah bagian dari cetakan yang dibuat terpisah. Fungsi inti adalah untuk
membuat profil didalam maupun diluar benda. Inti lebih dikenal untuk membuat
lubang pada coran. Inti ditempatkan pada telapak inti pada cetakan utama.
Pada pembuatan pola untuk benda-benda berlubang harus diperhitungkan penempatan
telapak inti. Telapak inti merupakan bagian yang menyatu dengan pola. Telapak inti
ini berfungsi untuk:
 meletakkan inti pada cetakan saat penuangan.
 memegang inti.
 menyalurkan udara dan gas.

Telapak inti memiliki bentuk bermacam-macam sesuai penempatannya.


Berikut bentuk telapak inti sesuai fungsi dan penempatannya.
1) Telapak inti mendatar bertumpu dua (Gambar 2.21).
2) Telapak inti dasar tegak (Gambar 2.21).
3) Telapak inti tegak bertumpu dua (Gambar 2.21).
4) Telapak inti untuk penghalang (sebagian) (Gambar 2.22)
5) Telapak inti lebih (Gambar 2.22).
6) Telapak inti pancang (Gambar 2.23).
7) Telapak inti berhubungan (Gambar 2.23).

Gambar 2.21. Telapak inti bertumpu dua, beralas tegak dan tegak bertumpu dua
(Surdia & Chijiiwa, 1976)

25
Gambar 2.22. Telapak inti penghalang dan telapak inti lebih (Surdia & Chijiiwa,
1976)

Gambar 2.23. Telapak inti pancang dan berhubungan (Surdia & Chijiiwa, 1976)

5. Forum diskusi
a. Amati macam-macam pola dan kotak inti. Gambarkan pola dan kotak inti yang
saudara amati, kemudian buatlah kelompok diskusi mengenai penggunaan masing-
masing pola dan kotak inti tersebut.
b. Diskusikan juga pemilihan jenis pola, inti, dan kotak inti yang cocok untuk
pengecoran benda dari besi cor sesuai dengan syarat-syaratnya.

26
C. Penutup
1. Rangkuman
Saudara telah menyelesaikan modul tentang Pembuatan cetakan pasir dan inti.
Dengan demikian diharapkan anda telah menguasai kompetensi tentang pembentukan
cetakan pasir dan inti. Hal-hal penting yang telah anda pelajari dalam kegiatan belajar
ini adalah sebagai berikut:
a. Konsep dan penerapan peralatan pengecoran dengan cetakan pasir secara
komprehensif melalui berbagai kajian pustaka dan sumber belajar lainnya.
b. Konsep dan cara pembuatan cetakan pasir dengan tangan dan dengan mesin secara
komprehensif melalui berbagai kajian pustaka dan sumber belajar lainnya.
c. Konsep beserta cara pembuatan dan penempatan inti pada cetakan pasir secara
komprehensif melalui berbagai kajian pustaka dan sumber belajar lainnya.

2. Tes Formatif
1. Gambar berikut merupakan sistem saluran tuang. Angka 5 adalah ...
a. Saluran masuk
b. Saluran turun
c. Cawan tuang
d. Saluran pengalir

2. Gambar berikut memperlihatkan pembuatan cetakan dengan ....

a. Pola tungggal
b. Pola belah
c. Pola resin
d. Pola pelat

27
3. Berikut adalah tahap-tahap pembuatan cetakan pasir dengan tangan.
1) Penempatan pola kup dan pola sistem saluran.
2) Masukkan pasir muka menutupi permukaan pola kup.
3) Masukkan pasir pada kup secara bertahap dan padatkan.
4) Balik drag taburi serbuk pemisah.
5) Penempatan kup.
6) Pengangkatan kup.
7) Penempatan pola drag dalam drag.
8) Masukkan pasir muka menutupi pola drag.
9) Masukkan pasir pada drag secara bertahap dan padatkan.
10) Angkat pola kup dan drag.
11) Buat sistem saluran.
12) Lapisi permukaan cetakan dan keringkan.
13) Tempakan inti jika ada.
14) Tutupkan kembali rangka kup ke atas rangka drag.
Urutan pembuatan yang benar adalah:
a. 7-8-9-4-1-2-3-5-6-10-11-12-13-14
b. 7-1-2-3-4-9-5-8-6-10-11-12-13-14
c. 7-8-9-4-5-1-2-3-6-10-11-12-13-14
d. 7-1-2-3-5-4-9-8-6-10-11-12-13-14

4. Metode pemasukan pasir pada mesin pembuat cetakan guncang-desak adalah


dengan cara ....
a. Dilempar dan diguncang
b. Diguncang dan didesak
c. Didesak dan dilempar
d. Dilempar dan diputar

5. Berikut ini adalah fungsi telapak inti .....


a. Memegang inti, mengalirkan gas menahan logam cair
b. Menempatkan inti, mengalirkan gas menahan logam cair
c. Menempatkan inti, memegang inti, menahan logam cair
d. Menempatkan inti, memegang inti, mengalirkan gas

6. Fungsi kotak inti adalah untuk....


a. Menyimpan inti
b. Membuat inti
c. Menguatkan inti

28
d. Mengepres inti

7. Fungsi penambah pada sistem saluran adalah untuk ...


a. Mengaintisipasi penyusutan
b. Menambah ukuran coran
c. Mengantisipasi volume coran
d. Menambah bobot coran

8. Saluran pengalir pada sistem saluran adalah saluran yang ...


a. Menghubungkan cawan tuang dengan saluran turun
b. Menghubungkan saluran turun dengan saluran masuk
c. Menghubungkan saluran masuk dengan coran
d. Menghubungkan saluran turun dengan coran

9. Pasir cetak pada mesin pelempar pasir dihempaskan secara bertumpuk-


tumpuk. Tujuannya adalah ...
a. Pengisian pasir cetak lebih cepat
b. Kepadatan pasir cetak lebih baik
c. Pengisian pasir cetak lebih merata
d. Kepadatan pasir cetak lebih akurat

10. Pada Gambar dibawah, berapa perbandingan tinggi saluran tuang dan cawan
tuang sebaiknya :
a. 1 : 3
b. 1 : 1
c. 3 : 1
d. 1,5 : 1
e. 1 : 1,5

29
3. Daftar Pustaka
Leman, A. (2017). Pengecoran Logam, Yogyakarta: UNY Press.
Logam Ceper. (2014, Agustus 18). Pasir cetak dalam Pengecoran Logam. Retrieved
April 16, 2016, from logamceper.com:
http://logamceper.com/?s=pasir+cetak+dalam+pengecoran
Ngatiman. (2016). Modul Pengecoran Logam Aluminium. Yogyakarta: Pendidikan
Teknik Mesin, FT UNY.
Sudjana, H. (2008). Teknik pengecoran (Vol. 2). Jakarta: DP SMK, DirJen Manajemen
DikDasMen, Departemen Pendidikaan Nasional.
Surdia, T., & Chijiiwa, K. (1976). Teknik Pengecoran Logam. Jakarta: PT. PRADNYA
PARAMITA.
Tiwan. (2010). Modul Ilmu Bahan Teknik. Yogyakarta: FT UNY.

30
No. Kode: DAR@/Profesional/1/4/2019

PENDALAMAN MATERI TEKNIK MESIN


MODUL 3: PENGECORAN

KEGIATAN BELAJAR 3
PENUANGAN MANUAL DAN MESIN,
PEMBONGKARAN DAN PEMBERSIHAN PRODUK

Nama Penulis:
Dr. Ir. Heri Wibowo, MT.
Arianto Leman S., MT.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


2019

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Daftar Isi ii

A. Pendahuluan 1

1. Deskripsi Singkat 1

2. Relevansi 1

3. Panduan Belajar 1

B. Inti 2

1. Capaian Pembelajaran 2

2. Sup Capaian Pembelajaran 2

3. Pokok-pokok Materi 2

4. Uraian Materi 3

5. Forum diskusi 25

C. Penutup 26

1. Rangkuman 26

2. Tes Formatif 27

3. Daftar Pustaka 28

ii
Kegiatan Belajar 3: Penuangan Manual dan Mesin,
Pembongkaran dan Pembersihan produk.

A. Pendahuluan
1. Diskripsi singkat : Penuangan Manual dan Mesin, Pembongkaran dan
Pembersihan Produk adalah modul yang menjelaskan prinsip dan cara
penuangan logam cair secara manual dan mesin, pembongkaran coran dan
pembersihan produk coran. Setelah mempelajari modul ini peserta dapat
melakukan penuangan baik dengan manual maupun mesin, mampu melakukan
pembongkaran dan pembersihan produk pengecoran dengan benar.
2. Relevansi : Kedalaman materi modul ini setara dengan KKNI level 5. Capaian
pembelajaran modul dalam lingkup pengetahuan dan ketrampilan PPG vokasi
Teknik Mesin yang relevan dengan struktur kurikulum SMK. Kegiatan-
kegiatan belajar yang disajikan relevan dengan kompetensi inti dan kompetensi
dasar bidang keahlian Teknologi dan Rekayasa, program keahlian Teknik
Mesin. Dengan dikuasainya materi Penuangan manual dan mesin,
Pembongkaran dan pembersihan produk maka cukup signifikan dengan
pekerjaan di industri bidang pengecoran.
3. Petunjuk belajar: Proses pembelajaran materi pengecoran yang sedang diikuti
sekarang ini, dapat berjalan dengan lebih lancar bila Anda mengikuti langkah-
langkah belajar sebagai berikut :
1. Bacalah dan pahami capaian pembelajaran dan sub capaian pembelajaran
kemudian catat bagian yang belum Anda kuasai dan yang sudah Anda
kuasai.
2. Bacalah uraian materi pada bagian yang belum Anda kuasai dan apabila
belum cukup dapat ditambah dengan sumber belajar lain dari buku bacaan
di daftar pustaka. Lakukan kajian terhadap proes pengecoran yang telah
ada dan yang telah dilakukan di tempat kerja Anda.

1
3. Setelah Anda menguasai semua tugas dan tes formatif pada keempat
kegiatan belajar, silahkan Anda lanjutkan dengan mengerjakan tugas akhir
dan tes akhir.

B. Inti

1. Capaian Pembelajaran
Menguasai materi ajar pada bidang studi Teknik Mesin yang meliputi: Teknik
pemesinan; Teknik pengelasan; Teknik pengecoran Logam; Teknik mekanik
industri; Teknik perancangan dan gambar mesin; dan Teknik fabrikasi Logam dan
Manufaktur termasuk kewirausahan dan advance materials secara bermakna yang
dapat menjelaskan aspek “apa” (konten), “mengapa” (filosofi), dan “bagaimana”
(penerapan dalam kehidupan sehari-hari) sehingga dapat membimbing peserta
didik SMK mencapai kompetensi keahlian yang dibutuhkan oleh DUDI.

2. Sub Capaian Pembelajaran


Menganalisis dan mengajarkan kompetensi-kompetensi terkait dengan
teknik pembuatan pola (pembuatan pola Kayu dan inspeksi pola), pembuatan
cetakan dan inti (pembuatan cetakan pasir dan inti, dan inspeksi cetakan),
pengecoran manual dan mesin (penuangan manual, pembongkaran cetakan,
pembersihan produk, dan inspeksi hasil pengecoran) yang relevan dengan
kebutuhan DUDI.

3. Pokok-pokok Materi
a. Penuangan manual
b. Penuangan dengan mesin
c. Pembongkaran cetakan
d. Pembersihan produk

2
4. Uraian Materi
a. Penuangan manual
Prinsip penuangan pada proses pengecoran dengan cetakan logam hampir
sama dengan prinsip penuangan di cetakan pasir. Perbedaan terletak pada sistem
dari bahan cetakan itu. Pada cetakan yang dibuat dari bahan logam, cetakan logam
harus tahan terhadap temperatur tinggi sehingga bila logam cair dituangkan ke
dalam cetakan tersebut tidak menimbulkan perubahan dimensi dan bentuk pada
cetakan yang berakibat berubahnya ukuran dan bentuk dari coran hasil cetakan
tersebut.
Proses penuangan (pengecoran) yaitu pengisian lubang cetakan dengan
bahan tuangan yang telah dicairkan atau dileburkan , berbagai metode penuangan
dapat dikerjakan sesuai dengan sistem pengecoran yang diterapkan, seperti
penuangan dengan cetakan pasir dikerjakan dengan sistem penuangan menerapkan
panci tuang (ladle), dengan cetakan dibentuk dengan rangka cetak. Proses
penuangan tersebut berlangsung cepat dan cukup menentukan keberhasilan proses
pengecoran logam, sehingga diperlukan teknisi yang menguasai metode penuangan
cairan logam dengan benar. Proses ini umumnya terdiri dari beberapa orang di
dalam group penuang antara lain operator pengarah ladel, operator pemutar ladel
dan instruktur. Instruktur mengarahkan operator untuk mengendalikan crane.
Proses penuangan cairan logam dari ladel dimasukkan ke cawan tuang harus
berlangsung secara halus. Hal ini dilakukan untuk menghindari gejolak cairan dan
getaran yang tidak perlu baik baik dari alat penuang maupun dari operator. Teknik
penuangan cairan logam yang perlu diperhatikan ada 3 yaitu :
1) Sehalus mungkin
Penuangan harus dilakukan dengan halus untuk menghidari masuknya cairan
logam ke dalam lubang cetakan agar tidak bergejolak seperti ditunjukkan
Gambar 3.1. Cairan yang masuk secara halus berakibat aliran cairan logam
yang tidak acak dan searah. Resiko yang mungkin terjadi bila cairan
bergejolak, antara lain: 1) Terjadi turbulensi, cairan yang bersifat tubulensi
dalam pengecoran logam berpotensi mengeluarkan gas udara yang
terperangkap dan beresiko mendapatkan cacat keropos akibat jebakan gas, 2)

3
Inklusi pasir, gejolak cairan yang mengalir secara acak dan berpotensi pada
rusaknya cetakan sehingga pasir cetak masuk kedalam cairan. Kejadian ini
sering terjadi menggunakan cetakan pasir basah atau disebut green sand.

Gambar 3.1. Penuangan sehalus mungkin


2) Secepat mungkin
Diketahui bahwa cairan yang dituangkan suhunya cepat drop dalam hitungan
detik. Saat penuangan memiliki suhu yang tinggi, namun cairan tersebut akan
drop puluhan derajat celsius hanya dalam hitungan detik. Cairan harus
memenuhi seluruh rongga cetakan dalam waktu yang cepat dan sesingkat-
singkatnya seperti ditampilkan Gambar 3.2. Bila waktu terlalu panjang,
resikonya cairan akan membeku sebelum masuk keseluruh rongga cetakan.
Kasus ini biasa disebut misrun.

Gambar 3.2. Penuangan secepat mungkin

4
3) Sedekat mungkin
Ketinggian penuangan antara cawan tuang dan bibir ladel seharusnya dibuat
sedekat mungkin atau serendah mungkin seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3.
Hal ini bertujuan untuk : 1) cairan lebih efektif mengisi rongga cetakan.
Kesalahan alir yang berakibat cairan terbuang bisa dihindari bila operator bisa
mengarahkan cairan kedalam cawan tuang dengan mudah, 2) semakin dekat
tinggi penuangan maka cairan akan masuk dalam cetakan secara halus, 3)
semakin dekat penuangan maka kemungkinan cairan tersebut teroksidasi
semakin kecil. Cairan logam yang sedang dituang bisa saja bereaksi dengan
udara luar sehingga teroksidasi lebih cepat.

Gambar 3.3. Penuangan sedekat mungkin.

Ladel sebagai peralatan tuang terdiri dari berbagai jenis yaitu: ladel jenis
gayung, ladel dengan pencepitan pembawa, ladel yang dapat dimiringkan melalui
roda gigi, ladel tuang dasar dengan sumbat(kapasitas 200-10000 kg) dan lain-lain.
Ladel biasanya berbentuk kerucut atau silinder. Jenis ladel seperti ceret teh dan jenis
tuang dasar biasa dipakai untuk mencegah terak dan inklusi terbawa cairan logam.
Ladel tersebut terbuat dari pelat baja dan diberi lapisan bahan tahan api bagian
dalamnya. Ladel yang dilapis bahan tahan api harus dikeringkan selama setengah
sampai satu jam dengan burner agar minyak residu hilang. Untuk pemindahan ladel
dari tungku ke cetakan bisa digunakan monorel dengan kerkan listrik.

5
Tahapan proses dalam proses penuangan yang perlu menjadi perhatian
adalah sebagai berikut:
1) Pengeringan ladel
Pengeringan ladel yang tidak baik menyebabkan turunnya temperatur logam
cair, oksidasi dari cairan dan cacat coran seperti rongga udara, lubang lubang
jarum dan sebagainya.
2) Pembuangan Terak
Sebelum penuangan, terak diatas cairan harus dibuang. Terak terjadi karena
penambahan inokulan dan erosi dari lapisan. Untuk memudahkan pembuangan
terak, dengan cara abu jerami atau tepung gelas ditaburkan diatas permukaan
cairan logam, mereka menutupi permukaan cairan dan mencegah penurunan
temperatur.
3) Temperatur Penuangan
Temperatur penuangan banyak mempengaruhi kualitas coran. Jika temperatur
terlalu rendah menyebabkan waktu pembekuan yang pendek, kecairan yang
buruk dan menyebabkan cacat coran seperti rongga penyusutan, rongga udara,
salah alir dan sebagainya.
4) Waktu Penuang
Dalam menuang logam penting dilakukan dengan tenang dan cepat. Selama
penuangan cawan tuang perlu terisi penuh dengan logam cair. Waktu
penuangan yang cocok perlu ditentukan dengan mempertimbangkan berat, tebal
coran, sifat cetakan, dsb.

b. Penuangan dengan mesin


1) Centrifugal casting (pengecoran)
Teknik pengecoran dengan metoda sentrifugal dilakukan dengan
menggunakan cetakan yang terbuat dari logam (die casting). Namun demikian,
tidak semua bentuk benda cor dapat dikerjakan dengan teknik ini. Benda-berbentuk
bulat silinder dan simetris yang diaplikasikan dalam konstruksinya dapat di cor
dengan teknik sentrifugal ini, seperti pembuatan pipa, tabung, bushing, cincin, dan

6
lain-lain. Secara prinsip teknik pengecoran dengan sentrifugal bisa dicermati pada
gambar (Gambar 3.4).
Karakteristik benda cor hasil pengecoran sentrifugal sejati antara lain: a)
memiliki densitas (kepadatan) yang tinggi terutama pada bagian luar coran, b) tidak
terjadi penyusutan pembekuan benda terutama pada bagian luar cor karena adanya
gaya sentrifugal, dan c) cenderung ada impuritas pada dinding dalam coran dan hal
ini dapat dihilangkan dengan proses pemesinan.

Gambar 3.4. Proses penuangan pada pengecoran sentrifugal (Sudjana,


2008)

Pengecoran dengan teknik centrifugal ini menerapkan putaran yang tinggi


dari cetakan sehingga logam cair yang cukup berat akan terlempar keluar dari posisi
penuangan ke posisi bentuk cetakan atau bentuk benda kerja yang diinginkan.
Gambar 3.5 ditampilkan proses penuangan dengan teknik sentrifugal dengan posisi
Horizontal. Secara prinsip proses penuangan sentrifugal dapat dilakukan secara
Vertical atau semi sentrifugal, namun hal itu tergantung dari bentuk benda kerja
yang akan dilakukan pengecoran. Pengecoran centrifugal memiliki keunggulan
seperti hasil penuangan yang padat, permukaan tuangan yang halus serta dapat
membentuk dinding tuangan pada ukuran yang tipis, namun kelebihan tersebut
bergantung pula pada kemungkinan pengecoran yang paling baik yang dapat
dilakukan untuk menghasilkan benda cor yang memuaskan menurut bentuk yang
dikehendaki.

7
Pada gambar berikut diperlihatkan prinsip pengecoran dengan centrifugal
secara Vertical dan semi centrifugal.

MOULD

CASTING

Gambar 3.5. (a) Prinsip centrifugal casting, (b) centrifugal casting dengan
inti/core (Sudjana, 2008).

2) Continouos casting (pengecoran)


Teknik pengecoran secara konvesional menggunakan proses pembentukan
dengan cetakan seperti pada pembuatan baja batangan (Ingot). Proses pemanasan
ulang pada ingot dilakukan untuk menghasilkan bentuk serta ukuran yang sesuai
dan dikehendaki. Bentuk bongkahan (billets), dan lembaran (slabs) dibentuk dalam
keadaan panas dari ingot tersebut yang merupakan dasar pembentukan ulang pada
hot working processes. Pada gambar dibawah ditampilkan prinsip-prinsip dalam
penuangan (pengecoran) sesuai dengan penerapannya.
Proses penuangan berlanjut (Continouos Casting) seperti ditunjukkan pada
Gambar 3.6 diterapkan untuk menghasilkan benda tuangan yang panjang dan
dilanjutkan proses pemotongan sesuai dengan kebutuhan benda kerja. Mesin
penuangan pada Continouos Casting ini terdiri atas bagian yang sejajar dengan
saluran logam cair dimana logam cair dituangkan dan mengalir ke dalam cetakan
(mould) dari bahan tertentu yang berbentuk pipa sepanjang ± 1m dengan dinding
yang dilapisi dengan chromium bagian ini dilengkapi juga dengan air pendingin.
Setelah logam cair melewati cetakan dilanjutkan proses pendinginan yang
selanjutnya diarahkan oleh roller khusus (straightening roller). Mesin ini juga
dilengkapi teknik pengendalian gerakkan casting hingga terdapat pebagian

8
pemotongan (flying shears) yang berfungsi memotong coran sesuai panjang yang
diinginkan.

Gambar 3.6. Prinsip dasar penuangan continous casting (Sudjana, 2008).

Continouos casting ini dapat diterapkan dalam pembentukan bagian yang


berukuran kecil serta menghasilkan produk dengan kualitas baik dan mendekati
kualitas yang dihasilkan oleh hot working processes serta dengan gerakan kerja
secara automatic.

3) Shell Moulding
Shell Moulding merupakan cetakan tipis dengan perekat resin-bond dari
bahan pasir cetak dengan bentuk benda pada cetakan terbagi menjadi dua bagian.
Cetakan tipis dihasilkan melalui proses pemanasan cetakan yang diproses dengan
pengerasan kimiawi bahan resin, dengan demikian cetakan diperoleh bentuk dan
ukuran yang akurat sesuai keinginan. Kelemahan cetakan ini dalam pembuatannya
memerlukan teknik serta biaya yang relatif mahal. Contoh produk yang dibuat

9
dengan teknik shell moulding antara lain: roda gigi, value bodies, bushing,
camshaft, dll. Berikut ilustrasi pembuatan shell moulding dapat dilihat pada
Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Prinsip dasar penuangan shell moulding.

Proses shell mold casting terdiri dari langkah-langkah berikut:


a) Pada logam dipanaskan dan diletakan di atas kotak yang telah berisi pasir
dengan campuran resin termoset.
b) Kotak dibalik sehingga campuran pasir dan resin jatuh di atas pola yang masih
panas, membentuk lapisan campuran yang melapisi permukaan pola sehingga
membentuk kulit keras.
c) Kotak dikembalikan ke posisi semula, sehingga kelebihan pasir kembali jatuh
kedalam kotak.
d) Kulit pasir dipanaskan dalam oven selama beberapa menit sehingga seluruh
kulit mengering.
e) Cetakan kulit dilepaskan dari polanya.
f) Dua belahan cetakan kulit dirakit, didukung oleh butiran pasir atau butiran
logam dalam sebuah rangka cetak, dan kemudian dilakukan penuangan.
g) Coran yang telah selesai dengan saluran turun dilepaskan dari cetakan.

10
4) Die Casting
Proses pengecoran dengan cetakan logam dirancang tidak hanya
menyesuaikan bentuk benda kerja agar sesuai keinginan akan tetapi faktor kualitas
hasil pengecoran memegang peranan penting dimana kualitas coran juga
dipengaruhi oleh banyak factor salah satunya proses penuangan.
Proses penuangan pada die casting memiliki cara atau metoda penuangan
yang dibedakan menjadi dua selain metoda sentrifugal yang telah diuraikan diatas,
antara lain : 1) Pressure die casting, 2) Gravity die casting.
a) Pressure die casting (injection moulding)
Pressure die casting memanfaatkan mesin penekan (press) yang bekerja
menekan logam cair kedalam cetakan. Pengecoran jenis ini merupakan salah satu
proses pengecoran yang cepat, serta mesin ini juga dilengkapi dengan komponen
yang dapat membuka dan menutup cetakan sehingga mempermudah dalam
melepaskan coran dari cetakan. Mesin semi otomatis ini biasanya digunakan pada
proses pengecoran benda-benda dengan ukuran kecil dan benda tuangan yang
ukuran terbatas serta untuk mengecor jenis bahan logam tuangan yang tidak dapat
dilakukan dengan mesin lain serta sangat baik dipakai dalam pengecoran jenis
paduan seng (zinc base alloy).
Gambar 3.8 merupakan gambar illustrasi yang menunjukkan prinsip kerja
pengecoran dengan teknik pressure die casting. Proses pengecoran dengan pressure
die casting biasa juga disebut injection moulding ditunjukkan pada Gambar 3.9.
Proses pressure die casting seperti diperlihatkan gambar illustrasi dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
i) Pemasangan dan penyesuaian posisi die pada mesin injection moulding .
ii) Penyetelan posisi dua bagian dies cetakan yang biasanya bagian luar dari dies
diberi tanda posisi antara keduanya.
iii) Proses Injeksi yaitu memasukan logam cair ke dalam rongga cetakan.
iv) Tekanan berhenti jika rongga saluran dibelakang sudah terisi logam cair dengan
mekanisme melepaskan tekanan akibat menggeser bagian cetakan.
v) Proses pengeluaran benda tuangan.

11
Gambar 3.8. Pressure die casting (Sudjana, 2008)
Dies dibuat melalui proses pembentukan dipemesinan sesuai dengan bentuk
yang dikehendaki, bagian dari badan dies disesuaikan dengan bentuk kedudukan
pada Mesin injeksi yang digunakan atau dapat disesuaikan dengan pamakaian Jig.

Gambar 3.9. Skematik diagram dari proses injection molding (Sudjana, 2008).

12
b) Gravity die Casting (Penuangan Curah)
Gravity die Casting (penuangan curah) seperti ditampilkan Gambar 3.10
merupakan proses penuangan logam cair kedalam cetakan dengan cara dicurahkan
melalui saluran-saluran cetakan yang telah disediakan pada cetakan dengan
menggunakan panci tuang (ladle). Proses penuangan ini dilakukan sebagaimana
dijelaskan pada contoh dalam pengecoran bahan roda gigi.
Proses penuangan merupakan proses yang menentukan keberhasilan dalam
pembentukan benda kerja, oleh karena itu didalam pelaksanaannya harus dilakukan
secara hati-hati terutama dalam memperlakukan cetakan ini. Dan yang paling
penting lagi dalam proses penuangan ini ialah factor keselamatan kerja, alat-alat
keselamatan kerja seperti sarung tangan, sepatu, kaca mata dan lain-lain hendaknya
sangat diperhatikan.

Gambar 3.10. Proses penuangan curah pada pengecoran roda gigi (Sudjana,
2008).

5. Investment casting
Proses penuangan investment casting secara skematis dapat dicermati pada
Gambar 3.11b. Proses ini diawali dengan membuat pola dari lilin yang dibuat
dengan cara dicetak. Pola-pola lilin kemudian disusun menjadi sebuah pohon pola
(Gambar 3.11a). Pohon pola selanjutnya dilapisi pasir muka dengan cara dicelup
dan kemudian pasir luar agar cetakan lebih kuat. Berikutnya, cetakan dipanaskan
sehingga lilin akan meleleh keluar dari cetakan dan terbentuk rongga cetakan.
Logam cair dituangkan ke rongga cetakan dan setelah membeku pasir dihilangkan
dari produk dengan cara digetarkan.

13
Gambar 3.11. Bentuk cetakan dan proses penuangan pada investment casting.

Investment casting relatif mahal tetapi sering dilakukan hanya untuk


produk-produk tertentu yang tidak mungkin dibentuk dengan berbagai metode
pembentukan seperti pemesinan, dan lain-lain, hal ini karena investment casting
menghasilkan produk dengan permukaan yang sangat halus yakni hingga 5 sampai
10 μm dengan penyimpangan sebesar 0,05 sampai 0,1 μm seperti dicontohkan
Gambar 3.12. Contoh produk dengan teknik investment casting antara lain:
komponen mesin turbin, perhiasan, alat penguat gigi. Cetakan presisi dapat
digunakan pada semua jenis logam, seperti: baja, baja tahan karat, paduan dengan
titik lebur tinggi.

Gambar 3.12. Air-Cast Alloy hasil pengecoran Precision Casting dengan


Ivestment casting (Sudjana, 2008).

14
6) Faktor-faktor penting dalam proses penuangan (pengecoran)
Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan
produk penuangan (pengecoran) adalah bahwa perubahan temperatur pada bahan
produk penuangan tersebut akan mengakibatkan pula perubahan terhadap bentuk
dari produk itu sendiri, dengan keragaman dimensional produk akan terjadi
perbedaan ketebalan bahan sehingga proses pendinginan pun tidak akan merata,
dengan demikian maka akan terjadi tegangan yang tidak merata pula, maka
deformasi pun tidak dapat dihindari, akibatnya benda kerja akan mengalami
perubahan bentuk secara permanent disamping dapat merugikan sifat mekanis dari
bahan tersebut. Oleh karena itu tindakan preventif harus dilakukan, antara lain :1)
Tambahan penyusutan, 2) Tambahan penyelesaian mesin, dan 3) Tambahan
Deformasi atau distorsi.

a) Tambahan penyusutan
Tambahan ukuran bahan diberikan pada saat pembuatan cetakan yang
direncanakan sejak pembuatan model (pattern), walaupun tidak sangat akurat
penambahan ukuran ini dapat dianalisis dari bentuk dimensi produk tersebut
melalui bentuk Model yang kita buat dapat ditentukan besarnya kelebihan ukuran
yang harus dilebihkan, dimana penyusutan pada bahan yang tipis akan berbeda
dengan penyusutan bahan yang lebih tebal. Tabel 3.1 berikut dapat dijadikan acuan
dalam menentukan kelebihan ukuran (Allowance) terhadap kemungkinan terjadi
penyusutan.
Tabel 3.1 Tambahan ukuran penyusutan (Sudjana, 2008).

15
b) Tambahan penyelesaian mesin (machining)
Pada beberapa produk bagian tertentu dari produk penuangan diperlukan
permukaan dengan kualitas tertentu sehingga dipersyaratkan penyelesaian dengan
pekerjaan pemesinan (machining). Benda yang demikian ini biasanya merupakan
bagian dari konsruksi rakitan sehingga masing-masing komponen akan terpasang
secara baik, misalnya Cylinder Block dengan Cylinder head pada engine dan lain-
lain. Untuk itu maka benda tuangan tersebut harus diberikan kelebihan ukuran,
sehingga setelah pemesinan ukuran akhir sesuai dengan yang dikehendaki, oleh
karena itu pula analisis terhadap gambar kerja menjadi sangat penting sebelum
pembentukan model yakni drag dan cope dilakukan. Tabel 3.2 merupakan acuan
dalam memberikan ukuran tambahan pada cetakan sesuai dengan ukuran benda
yang akan dikerjakan.
Tabel 3.2 Tambahan ukuran untuk benda tuangan besi (casting iron) untuk
penyelesaian mesin (machining) (Sudjana, 2008).

c) Tambahan Pelengkungan (Bending Allowance)


Distorsi bahan dalam pekerjaan panas tidak dapat dihilangkan, oleh karena
itu upaya untuk meminimalkannya harus selalu dilakukan, dan ini merupakan
keterampilan yang berkembang sesuai dengan pengalaman sehingga dapat
memperkirakan kemungkinan arah pelengkungan itu terjadi. Pada beberapa bentuk
coran dapat dilakukan dengan memberikan penguatan, seperti penulangan dengan
rusuk-rusuk sehingga membentuk profil penguat, namun penguatan ini tidak
mungkin dilakukan untuk benda dengan bentuk dan kebutuhan tertentu.
Cara lain dengan menambah/merubah bentuk atau ukuran seperti
ditunjukkan Gambar 3.13, sehingga apabila terjadi pelengkungan, maka
pelengkungan itu akan berada pada posisi bentuk yang diinginkan, dan cara yang

16
lain ialah dengan mengatur kecepatan laju pendinginan yakni dengan menempatkan
“chil”. Tentang Chil ini akan dibahas lebih lanjut. Bentuk-bentuk penanganan
pelengkungan ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.13. Tambahan bentuk penguatan untuk pelengkungan (Sudjana,


2008).

c. Pembongkaran Cetakan
Proses pembongkaran merupakan proses pengambilan coran dari pasir cetak
dan cetakan. Proses ini tergantung pada macam dan cara pembuatan cetakan, antara
lain:
1) Memakai drag dengan rusuk
Tipe pengecoran drag dan kup dengan memakai rusuk banyak digunakan
seperti ditunjukkan Gambar 3.14. Rusuk-rusuk di hubungkan membentuk
persegi empat atau bujur sangkar dan diikat dengan pin-pin. Tujuan memakai
rusuk ini jika pengecoran sudah selesai, pembongkaran lebih mudah dilakukan.
Langkah-langkah pembongkaran pada tipe kup dan drag dengan rusuk
adalah sebagai berikut: 1) sebelum dilakukan pembongkaran, kup dan drag harus
dipisahkan dulu dengan membuka pin pengikat kup dan drag, 2) Kup diangkat,
bila coran terangkat bersamaan kup, rusuk-rusuk pada bingkai di lepas dan
dibawa ke mesin pembongkar atau dipukul sehingga pasir yang melekat pada
coran dan kup terlepas, 3) bila coran ditinggal didalam drag, kup diangkat dan
coran langsung diangkat keluar atau dengan membalik drag atau membuka
rusuk-rusuk bingkai drag.

17
Gambar 3.14. Pembongkaran cetakan kup dan drag (Sudjana, 2008).

2) Memakai drag tanpa rusuk


Tipe ini digunakan pengecoran benda-benda tertentu. Metode
pembongkaran drag dan cope lebih sederhana, namun kemungkinan bingkai
menjadi rusak lebih besar dari tipe rusuk. Untuk memisahkan benda coran,
langkah pembongkaran yang dilakukan ada 2 cara yaitu: 1) tanpa terlebih dahulu
memisahkan kup dan drag, cetakan dan coran langsung didorong bersama pasir
diatas mesin pembongkar, 2) dipisahkan cope dan drag kemudian dipisahkan
pasirnya dengan dipukul atau dengan mesin pembongkar.

3) Tidak memakai rangka cetak


Rangka cetak tidak harus dipakai pada proses pengecoran logam. Rangka
cetak dapat digantikan bila menggunakan mesin cetak dan mesin inti. Bila
pengecoran dilakukan tanpa rangka cetak, penyingkiran pasir dilakukan
langsung dengan meletakkan coran dan cetakan diatas mesin pembongkar.

Peralatan Pembongkaran
Pembongkaran adalah pekerjaan pembebasan tuangan dari cetakannya
terutama pasir cetak. Peralatan yang digunakan sebagai pembongkar biasanya tipe
penggetar yang dipakai untuk menggantikan cara lama dengan membebaskan
tuangan dari pasir cetak dilakukan pemukulan pada rangka cetaknya.

18
1) Tipe penggetar tempel
Tipe ini alat hanya sekedar ditempel pada rangka cetak kemudian bergetar
secaraelektrik maupun hidrolik seperti ditampilkan Gambar 3.15. Getaran alat
menyebabkan pasir akan rontok. Penggetar ini hanya digunakan untuk cetakan
pasir dengan pengikat bentonit.
2) Tipe meja penggetar
Meja penggetar bekerja lebih praktis dari penggetar tempel, dimana cetakan
hanya diletakkan diatasnya dan digetarkan. Pasir akan rontok, menembus lubang
pada lantai penggetar dan dengan ban berjalan dikirim kembali kemesin pendaur
ulang. Gerak penggetar dihasilkan dari motor listrik.

Gambar 3.15. Penggetar tempel (Sudjana, 2008).

d. Pembersihan produk
Setelah proses pembongkaran selesai, pasir harus disingkirkan dari rangka
cetakan dan dari coran, kemudian saluran turun, saluran masuk dipisahkan dari
coran dan akhirnya sirip-sirip dipangkas serta permukaan coran dibersihkan.
Penyingkiran pasir dan pembersihan permukaan coran dapat dilakukan dengan 3
cara yaitu:
1) Cara pertama dengan cara manual memakai sikat baja dan pemukul. Pemakaian
dengan menyikat permukaan coran sampai pasir yang menempel pada

19
permukaan hilang. Cara ini sederhana dilakukan namun hasilnya kurang bersih
dan untuk skala besar kurang efektif.
2) Cara kedua dilakukan dengan alat semprotan air. Penyemprot ini dibuat untuk
membersihkan tuangan berukuran besar, tekanan air yang disemprotkan antara
60 bar sampai 600 bar. Dengan tekanan air sebesar ini inti yang keras akan
mudah disingkirkan.
Prosedur penyemprotan dengan air adalah sbb: (1) coran diletakkan di atas meja
putar dalam ruang tertutup atau kabinet, (2) pengaturan dilakukan dari luar
kabinet sambil melihat melalui lobang, (3) pasir dibersihkan dengan
penyemprotan air, dengan senapan penyemprot. Penyemprot dapat digerakkan
secara tegak dan mendatar sementara tempat operasi bergerak, demikian juga
sudut senapan dapat diatur bebas sehingga pasir bagian luar dan dalam dapat
disingkirkan. Keuntungan peralatan ini adalah tidak menimbulkan debu. Tetapi
sebaliknya memiliki kelemahan yaitu memerlukan peralatan penampungan air
kotor dan untuk mengumpulkan pasir kering.
3) Cara ketiga adalah penyingkiran pasir dan pembersihan permukaan coran dengan
penyemprotan mimis dilakukan dengan menembakkan mimis baja pada coran
yang telah diletakkan pada meja putar atau dalam kabinet. Dengan mengatur
tembakan yang lebih lama maka permukaan coran akan dibersihkan. Kapasitas
pembersihan coran dari penyemprot mimis, ditentukan oleh jenis penyemprot
mimis, ukuran coran dan sebagainya yang ditunjukkan dalam Tabel 3.3.
Dari beberapa teknik penyemprotan mimis, selain dengan semburan udara
bertekanan juga digunakan roda pelempar untuk menghempaskan mimis pada
coran. Dengan roda pelempar dapat dicapai kecepatan mimis 70 m/dt – 85 m/dt.
Sedangkan dengan udara bertekanan antara 130 m/dt – 150 m/dt. Karena konstruksi
yang lebih sederhana, roda pelempar ini yang lebih banyak dipakai. Prinsip kerja
roda berputar dapat dilihat pada gambar 3.16.

20
Tabel 3.3. Jenis dan kapasitas semprot mimis (Sudjana, 2008).

Keterangan :
Mimis (1) keluar melalui roda
pembagi (2) dan menembus
ring masuk (3) menuju sirip
pelempar (4).

Gambar 3.16. Roda pelempar mimis (Sudjana, 2008).

Menurut besar kecilnya tuangan yang akan disemprot, mesin penyemprot


mimis dibagi menjadi beberapa jenis :

21
1) Mesin semprot berputar
(jenis jungkir balik), untuk
benda coran kecil.

2) Mesin semprot berayun


1200 (jenis barel kelompok)
untuk benda coran berukuran
sedang.

3) Mesin ban berputar (jenis


barel kontinu), untuk benda
coran kecil sampai dengan
besar.

4) Ruang semprot dengan rel


penggantung (jenis
konveyor penggantung)
,untuk benda coran ukuran
sedang sampai besar.

5) Ruang semprot dengan meja


berputar (jenis meja), untuk
tuangan besar.

22
5. Forum diskusi
1) Amati aliran logam yang dituang ke dalam cetakan. Jelaskan bagaimana logam
cair tidak dapat membasahi dinding cetakan! Buatlah kelompok diskusi
mengenai fenomena tersebut.
2) Diskusikan secara berkelompok kelebihan masing-masing penuangan berikut:
sentrifugal casting, continues casting, injection moulding dan investment
casting !

C. Penutup

1. Rangkuman
Selamat, Anda telah menyelesaikan modul Pengecoran tentang Penuangan
manual dan mesin, pembongkaran cetakan dan pembersihan produk coran. Dengan
demikian Anda telah menguasai kompetensi tersebut. Hal-hal penting yang telah
Anda pelajari dalam kegiatan ini adalah:

a. Bahan yang telah dileburkan (dicairkan), dituangkan ke dalam cetakan sesuai


dengan metode penuangan agar tidak terjadi gejolak cairan dengan teknik:
sehalus mungkin, secepat mungkin dan sedekat mungkin.
b. Penuangan (pengecoran) dengan cara centrifugal ini ialah pengecoran dengan
menggunakan putaran yang tinggi dari dies sehingga logam cair yang cukup
berat akan terlempar keluar dari posisi penuangan keposisi bentuk dies sebagai
bentuk benda kerja yang kita kehendaki.
c. Proses penuangan berlanjut (Continouos Casting) bertujuan untuk
menghasilkan benda tuangan yang panjang yang dapat dipotong sesuai dengan
kebutuhan benda kerja.
d. Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan produk
penuangan (pengecoran) adalah Tambahan penyusutan, Tambahan
penyelesaian mesin dan tambahan deformasi atau distorsi.
e. Proses pembongkaran tergantung cara dan jenis cetakan yang dibongkar.
Cetakan dipisahkan dari pasirnya bisa dengan cara manual yaitu dipukul atau
dengan mesin pembongkar.

23
f. Pembersihan produk coran dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu : pembersihan
manual dengan sikat baja dan pemukul, pembersihan dengan semprot air, dan
pembersihan dengan semprot mimis.

2. Tes Formatif
1. Proses kecepatan penuangan yang rendah akan menyebabkan hal-hal sebagai
berikut, kecuali…
a. Fluiditas buruk
b. Kandungan gas tinggi
c. Oksidasi tinggi
d. Permeabilitas buruk
e. Ketelitian permukaan buruk

2. Mesin semprot mimis jungkir balik digunakan untuk membersihkan coran


berukuran .......
a. Kecil.
b. Sedang.
c. Kecil dan Sedang.
d. Besar.
e. Jumbo.

3. Berikut adalah tahap-tahap pembuatan cetakan pasir dengan tangan.


1) Penempatan pola kup dan pola sistem saluran.
2) Masukkan pasir muka menutupi permukaan pola kup.
3) Masukkan pasir pada kup secara bertahap dan padatkan.
4) Balik drag taburi serbuk pemisah.
5) Penempatan kup.
6) Pengangkatan kup.
7) Penempatan pola drag dalam drag.
8) Masukkan pasir muka menutupi pola drag.
9) Masukkan pasir pada drag secara bertahap dan padatkan.
10) Angkat pola kup dan drag, dst
Urutan pembuatan yang benar adalah:…
a. 7-8-9-4-1-2-3-5-6-10.
b. 7-1-2-3-4-9-5-8-6-10.
c. 7-8-9-4-5-1-2-3-6-10.
d. 7-1-2-3-5-4-9-8-6-10.
e. 7-5-2-4-3-1-9-8-6-10.

24
4. Urutkan peralatan berikut untuk menuang logam secara manual dimulai dari
yang paling dahulu bersentuhan dengan logam coran ... ....
a. Dapur crusibel, Ladel, tang krusibel
b. Ladel, dapur crusibel, tang krusibel
c. Ladel, tang krusibel, overhead crane
d. Overhead crane, sendok tuang, tang krusibel
e. dapur crusibel, tang krusibel, overhead crane

5. Pada penuangan secara manual, tumbukan logam cair terhadap dinding cetakan
dipengaruhi oleh ...…
a. Berat jenis logam, percepatan gravitasi bumi, kecepatan alir dan debit.
b. Berat jenis logam, percepatan gravitasi bumi, kecepatan alir dan putaran
c. Berat jenis logam, percepatan gravitasi bumi, kecepatan alir dan tekanan
d. Berat jenis logam, percepatan gravitasi bumi, kecepatan alir dan gaya
gesek
e. Berat jenis logam, kecepatan alir dan gaya gesek

6. Mesin penggetar tempel cocok digunakan untuk membersihkan hasil


pengecoran yang dibuat dengan cetakan ….. ...
a. Pasir dengan pengikat C02
b. Pasir dengan pengikat bentonit
c. Pasir dengan pengikat resin
d. Pasir dengan pengikat semen
e. Pasir dengan pengikat kapur

7. Pada penuangan dengan kapasitas yang besar digunakan ....


a. Tang krusibel
b. Kowi
c. Sendok tuang
d. Overhead crane
e. Sendok tuang

8. Aliran logam memberikan gaya tumbuk terhadap dinding cetakan. Hal ini
dsebabkan oleh ....
a. Berat jenisnya lebih besar dari berat jenis air
b. Berat jenisnya sama dengan berat jenis air
c. Berat jenisnya lebih kecil dari berat jenis air
d. Berat jenisnya berubah-ubah sesuai suhunya
e. Berat jenisnya berubah-ubah sesuai humidity

25
9. Kecepatan penuangan ladel mempengaruhi kualitas coran. Kecepatan
penuangan yang rendah menyebabkan hal berikut, kecuali
a. Kecairan yang buruk
b. Kandungan gas
c. Kekuatan coran menurun
d. Oksida logam
e. Ketelitian permukaan buruk

10. Prinsip pengisian cairan pada cetakan sentrifugal casting seperti gambar
dibawah adalah dengan :
a. Gaya grafitasi
b. Gaya putar
c. Gaya berat cairan
d. Daya sedot motor listrik
e. Daya tiup motor listrik

3. Daftar Pustaka

Leman, A. (2017). Pengecoran Logam, Yogyakarta: UNY Press.


Ngatiman. (2016). Modul Pengecoran Logam Aluminium. Yogyakarta:
Pendidikan Teknik Mesin, FT UNY.
Sudjana, H. (2008). Teknik pengecoran (Vol. 2). Jakarta: DP SMK, DirJen
Manajemen DikDasMen, Departemen Pendidikaan Nasional.
Supendi, V. (2012). Pola. Dipetik Juli 24, 2016, dari Jejak Metalurgis:
http://jejakmetalurgis.blogspot.co.id/2012/09/pola.html
Surdia, T., & Chijiiwa, K. (1976). Teknik Pengecoran Logam. Jakarta: PT.
PRADNYA PARAMITA.

26
No. Kode: DAR@/Profesional/1/4/2019

PENDALAMAN MATERI TEKNIK MESIN


MODUL 3: PENGECORAN

KEGIATAN BELAJAR 4
INSPEKSI HASIL PENGECORAN

Nama Penulis:
Dr. Ir. Heri Wibowo, MT.
Arianto Leman S., MT.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


2019

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Daftar Isi ii

A. Pendahuluan 1

1. Deskripsi Singkat 1

2. Relevansi 1

3. Panduan Belajar 1

B. Inti 2

1. Capaian Pembelajaran 2

2. Sup Capaian Pembelajaran 2

3. Uraian Materi 2

4. Forum diskusi 23

C. Penutup 23

1. Rangkuman 23

2. Tes Formatif 25

3. Daftar Pustaka 28

Tugas Akhir 29

Tes Sumatif 30

Kunci Jawaban Tes Formatif KB 1-4 33

ii
KEGIATAN BELAJAR 4: Inspeksi Hasil Pengecoran.

A. Pendahuluan
1. Diskripsi singkat : Inspeksi Hasil Pengecoran adalah modul yang
menjelaskan prinsip dan cara melakukan inspeksi pada benda hasil pengecoran
logam. Setelah mempelajari modul ini peserta dapat mengidentifikasi cacat
pada benda coran dan mampu melakukan inspeksi hasil pengecoran.
2. Relevansi : Kedalaman materi modul ini setara dengan KKNI level 5. Capaian
pembelajaran modul dalam lingkup pengetahuan dan ketrampilan PPG vokasi
Teknik Mesin yang relevan dengan struktur kurikulum SMK. Kegiatan-
kegiatan belajar yang disajikan relevan dengan kompetensi inti dan kompetensi
dasar bidang keahlian Teknologi dan Rekayasa, program keahlian Teknik
Mesin. Dengan dikuasainya materi Pembuatan Inspeksi hasil pengecoran maka
cukup signifikan dengan pekerjaan di industri bidang pengecoran.
3. Petunjuk belajar: Proses pembelajaran materi pengecoran yang sedang diikuti
sekarang ini, dapat berjalan dengan lebih lancar bila Anda mengikuti langkah-
langkah belajar sebagai berikut :
a. Bacalah dan pahami capaian pembelajaran dan sub capaian pembelajaran
kemudian catat bagian yang belum Anda kuasai dan yang sudah Anda
kuasai.
b. Bacalah uraian materi pada bagian yang belum Anda kuasai dan apabila
belum cukup dapat ditambah dengan sumber belajar lain dari buku bacaan
di daftar pustaka. Lakukan kajian terhadap proes pengecoran yang telah
ada dan yang telah dilakukan di tempat kerja Anda.
c. Setelah Anda menguasai semua tugas dan tes formatif pada keempat
kegiatan belajar, silahkan Anda lanjutkan dengan mengerjakan tugas akhir
dan tes akhir.

1
B. Inti

1. Capaian Pembelajaran
Menguasai materi ajar pada bidang studi Teknik Mesin yang meliputi:
Teknik pemesinan; Teknik pengelasan; Teknik pengecoran Logam; Teknik
mekanik industri; Teknik perancangan dan gambar mesin; dan Teknik fabrikasi
Logam dan Manufaktur termasuk kewirausahan dan advance materials secara
bermakna yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten), “mengapa” (filosofi), dan
“bagaimana” (penerapan dalam kehidupan sehari-hari) sehingga dapat
membimbing peserta didik SMK mencapai kompetensi keahlian yang dibutuhkan
oleh DUDI

2. Sub Capaian Pembelajaran


Menganalisis dan mengajarkan kompetensi-kompetensi terkait dengan
teknik pembuatan pola (pembuatan pola Kayu dan inspeksi pola), pembuatan
cetakan dan inti (pembuatan cetakan pasir dan inti, dan inspeksi cetakan),
pengecoran manual dan mesin (penuangan manual, pembongkaran cetakan,
pembersihan produk, dan inspeksi hasil pengecoran) yang relevan dengan
kebutuhan DUDI.

3. Pokok-pokok Materi
a. Tujuan dan macam pemeriksaan coran
b. Pemeriksaan Rupa (Visual)
c. Pembongkaran cetakan
d. Pembersihan produk

4. Uraian Materi
Proses pemeriksaan bahan merupakan bagian dari tugas Quality Control
baik pada bahan baku produk yang diterima (incoming materials) maupun pada
produk yang telah selesai dikerjakan. Proses inspeksi ini lebih dititik beratkan pada
sifat physic dari bahan atau produk yang dihasilkan dari kemungkinan adanya cacat,
baik cacat luar maupun cacat dalam. Benda-benda logam atau baja yang telah

2
melalui proses perlakuan panas biasanya sangat mungkin akan terjadi keretakan
dibagian kulit, namun pada bahan-bahan tuangan atau casting biasanya cenderung
pada cacat dalam, seperti keropos atau berongga. Untuk proses lanjutan terutama
proses produksi pada benda benda tuangan (casting), seperti blank roda gigi, Pulley
serta bahan-bahan komponen lainya biasanya akan terdeteksi setelah proses
pekerjaan berlanjut, jika demikian ini akan sangat merugikan sekali terutama jika
pekerjaan itu mendekati penyelesaian, baik rugi waktu, biaya pengerjaan, biaya
listrik, tenaga kerja dan lain-lain.
Oleh karena itu pemeriksaan terhadap bahan baku khususnya bahan tuangan
(casting) diperlukan perhatian khusus serta metoda metoda pemeriksaan yang tepat.
Kendati demikian pemeriksaan ini tidak boleh mengakibatkan cacat atau kerusakan
selama atau setelah pemeriksaan berbeda dengan pengujian terhadap sifat mekanik
bahan yang disebut sebagai merusak (Destructive Testing of Materials/DT), oleh
karena itu pemeriksaan ini disebut sebagai pengujian yang tidak merusak (NDT =
Non-destructive Test).

a. Tujuan dan Macam Pemeriksaan Coran


Produk coran dibuat berdasarkan pesanan dan perencanan. Untuk
memastikan apakah produk cora sesuai dengan yang diinginkan maka dilakukan
pemeriksaan. Pemeriksaan coran bertujuan untuk:
1) Menjamin dan memelihara kualitas produk coran
2) Penekanan biaya dengan mengetahui produk coran yang cacat seawal mungkin.
3) Sebagai data untuk menyempurnakan teknikpengecoran selanjutnya.

Pemeriksaan dan pengujian produk coran dapat dilakukan secara visual dan
dengan bantuan peralatan. Pada umumnya pemeriksaan dan pengujian produk
coran yang dilakukan meliputi :
1) Pemeriksaan rupa
2) Pemeriksaan ukuran
3) Pemeriksaan cacat dalam
4) Pemeriksaan struktur mikro
5) Pengujian sifat-sifat mekanis

3
b. Pemeriksaan Rupa (Visual)
Pemeriksaan rupa atau pemeriksaan visual hasil coran dapat dilakukan cepat
dan murah. Pemeriksaan visual yaitu proses pemeriksaan yang dilakukan dengan
menggunakan alat indera mata tanpa alat bantu lain. Pemeriksaan langsung
dilakukan oleh penguji dengan melihat benda coran. Pemeriksaan ini terbatas pada
cacat-cacat permukaan yang dapat terlihat oleh alat indera mata. Dalam prosesnya
hasil yang dicapai tergantung dari ketelitian, ketrampilan dan pengalaman dari
penguji. Jenis cacat yang dapat diinspeksi dengan pemeriksaan visual antara lain :
1) cacat ekor tikus tak tentu dan kekasaran meluas
Cacat ekor tikus merupakan cacat dibagian luar yang dapat dilihat dengan
mata. Bentuk cacat ini mirip seperti ekor tikus, yang diakibatkan dari pasir
permukaan cetakan yang mengembang dan logam masuk kepermukaan
tersebut. Kekasaran yang meluas merupakan cacat pada permukaan yang
diakibatkan oleh pasir cetak yang tererosi. Bentuk cacat ekor tikus dan
kekasaran yang meluas dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Cacat ekor tikus dan kekasaran meluas


Untuk mencegah timbulnya cacat di atas dapat dilakukan dengan
merencanakan pembuatan cetakan, peleburan dan penuangan yang baik.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah :
 Menggunakan pasir cetak yang berkualitas, tahan panas dan tidak benyak
mengandung unsure lumpur.
 Pembuatan cetakan yang teliti baik pemadatan yang cukup, lubang angin
yang cukup dan pelapisan tipis yang merata.
 Membuat saluran turun yang tepat, sesuai bentuk coran,

4
 Mengecek temperature logam sebelum penuangan, tempertur tuang harus
sesuai yang disyaratkan.
 Melakukan penuangan dengan kecepatan yang cukup dan kontinyu.
2) Lubang-lubang atau Porositas,
Cacat lubang-lubang memiliki bentuk dan akibat yang beragam. Bentuk cacat
lubang-lubang dapat dibedakan menjadi : a. Rongga udara, b. Lubang jarum,
c. Rongga gas oleh cil, d. Penyusutan dalam, e. Penyusutan luar dan f. Rongga
penyusutan. Bentuk, penyebab dan pencegahan cacat lubang-lubang dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Cacat porositas dan pencegahan.
Jenis cacat lubang Bentuk cacat Pencegahan

a) Rongga udara
1. Diusahakan pada saat
pencairan alas kokas
dijaga agar logam
tidak berada di daerah
oksidasi.
2. Temperature tuang
b) Lubang jarum logam sebelum
penuangan, dipastikan
sudah sesuai dan
penuangan dengan
cepat.
3. Pembuatan cetakan
yang teliti baik
permeabilitas,
pemadatan yang
cukup, lubang angin
yang cukup
4. Diusahakan tekanan di
atas dibuat tinggi

c) Penyusutan dalam 1. Diusahakan pada saat


pencairan alas kokas
dijaga agar logam
tidak berada di daerah
oksidasi.
2. Temperature tuang
logam sebelum

5
d) Penyusutan luar penuangan, dipastikan
sudah sesuai dan
penuangan dengan
cepat.
3. Perencanaan dan
e) Rongga penyusutan peletakan penambah
yang teliti.
4. Menghilangkan
sudut-sudut tajam
pada cetaan Mendsain
coran dengan radius
yang cukup.
5. Merencanakan sisitim
saluran yang teliti.
f) Rongga gas karena 1. Menggunakan bahan
cil yang tidak
cil menguap
2. Menghilangkan karat
pada bahan cil
3. Memastikan
permukaan cil betul-
betul kering sebelum
penuanga

3) Retakan,
Cacat retakan dapat disebabkan oleh penyusutan atau akibat tegangan sisa.
Keduanya dikarenakan proses pendingan yang tidak seimbang selama
pembekuan. Bentuk cacat retakan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Cacat retakan


Upaya untuk mencegah cacat retakan adalah sebagai berikut:
a) Menyeragamkan proses pembekuan logam dengan memanfaatkan cil bila
perlu.
b) Pengisian logam cair dari beberapa tempat

6
c) Waktu penuangan harus sesingkat mungkin
d) Menghindakan coran yang memiliki sudut-sudut tajam
e) Menghindarkan perubahan mendadak pada dinding coran.
4) Salah alir,
Cacat salah alir dikarenakan logam cair tidak cukup mengisi rongga cetakan.
Umumnya terjadi penyumbatan akibat logam cair terburu membeku sebelum
mengisi rongga cetak secara keseluruhan. Bentuk cacat salah alir dapat dilihat
pada gambar 4.3.

Gambar 11.3. Cacat salah alir


Pencegahannya adalah sebagai berikut :
a) Temperatur tuang harus cukup tinggi
b) Kecepatan penuangan harus cukup tinggi
c) Perencanaan sistim saluran yang baik
d) Lubang angin harus ditambah
e) Menyempurnakan sistim penambah.

5) Inklusi pasir cetak,


Cacat inklusi terjadi karena masuknya terak atau bahan bukan logam ke dalam
cairan logam akibat reaksi kimia selama peleburan, penuangan atau
pembekuan. Cacat struktur tidak seragam akan membentuk sebagian struktur
coran berupa struktur cil. Bentuk, penyebab dan pencegahan cacat inklusi dan
struktur tidak seragam dapat dilihat pada table 4.2.
Tabel 4.2. Cacat inklusi dan pencegahan.
Jenis inklusi Bentuk cacat inklusi Pencegahan
a) Inklusi terak 1. Menjaga logam cair tidak
teroksidasi
2. Penyingkiran terak sampai
bersih

7
3. Perencanaan saluran tuang
yang cermat dan teliti.
b) Inklusi pasir 1. Menggunakan bahan
pelapis ladel yang tahan
panasnya baik
2. Pembersihan bagian
dalam cetakan sebelum
penuangan
3. Menggunakan pasir
yang tahanan panasnya
tinggi
4. Pemadatan pasir harus
cukup

6) Deformasi atau melintir


Cacat deformasi dikarenakan perubahan bentuk coran selama pembekuan
akibat gaya yang timbul selama penuangan dan pembekuan. Bentuk, penyebab
dan pencegahan cacat deformasi dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Cacat deformasi dan pencegahan.
Jenis cacat deformasi Bentuk cacat inklusi Pencegahan
a) Pembengkakan 1. Meningkatkan
kekuatan tekan pasir
cetak
2. Pemadatan pasir
cetak dibuat seragam

b) Pergeseran 1. Cermat dan teliti


pada saat pembuatan
cetakan
2. Cermat dan telti pada
saat pemasangan inti.
3. Cermat pada saat
pemasangan kup dan
drag.
c) Perpindahan inti 1. Telapak inti diperkuat
2. Menggunakan
penyangga pada
pemasangan inti

d) Pelenturan Memperhitungkan bentuk


coran dengan cermat

8
c. Pemeriksaan Ukuran
Ukuran hasil coran umumnya mendekati hasil perencanaan. Jika terjadi
perbedaan ukuran yang jauh dari yang seharusnya, hal pasti dikarenakan kesalahan
pada perencanaan dan pembuatan pola. Jika kesalahan itu hanya sedikit hal itu
dikarenakan penyusutan, keausan pola, kesalahan penyusunan pola, pembuatan
cetakan dan deformasi dari cetakan selama proses penuangan.
Cacat kesalahan ukuran terjadi akibat kesalahan dalam pembuatan pola.
Pola yang dIbuat untuk membuat cetakan ukuranya tidak sesuai dengan ukuran
coran yang diharapkan. Selain itu kesalahan ukuran dapat terjadi akibat cetakan
yang mengembang atau penyusutan logam yang tinggi saat pembekuan.
Pencegahan kesalah ukuran adalah membuat pola dengan teliti dan cermat.
Menjaga cetakan tidak mengembang dan memperhitungkan penyusutan logam
dengan cermat, sehingga penambahan ukuran pola sesuai dengan penyusutan logam
yang terjadi saat pembekuan.
Pemeriksaan ukuran coran dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1) Menggunakan alat ukur
Alat-lat ukur yang dapat digunakan seperti : jangka sorong, jangka pengkur
diameter, pengukur dalam, micrometer dan lain-lain. Yang terpenting dalam
pengukuran adalah ketepatan dan kebenaran penggunaan alat ukur dan ketelitian
dalam membaca skala ukur. Contoh alat ukur yang digunakan dapat dilihat pada
Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Macam-macam alat ukur yang digunakan

9
2) Menggunakan jig pemeriksa
Pemeriksaan coran dengan jig adapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
Pemeriksaan dengan jig umumnya digunakan untuk memeriksa coran dalam jumlah
yang besar atau produk masal. Jig umumnya dipasang pada meja dan ukuran-
ukuran sudah setting sesuai dengan bentuk dan ukuran coran yang di periksa.
Contoh pemeriksaan dengan jig dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Pemeriksaan ukuran dengan jig.

3) Pengukuran dengan alat ukur elektronik


Untuk mengukur pada bagian yang susah dan lat ukur biasa tidak dapat
masuk maka digunakan alat ukur elektronik. Alat ukur ini dapat berupa alat ukur
dengan prinsip tahanan listrik dan alat ukur pantulan suara atau pengukur
supersonic. Alat ukur ini mempermudah dalam proses pengukuran dimensi namun
mahal. Contoh penggunaan alat ukur elektonic dapat dilihat pada gambar 4.3.

10
Gambar 4.3. Alat ukur elektronik.

d. Pemeriksaan Cacat Dalam


Untuk melakukan pengujian cacat dalam pada benda tuang memerlukan alat bantu,
tidak bisa dilihat dengan mata biasa. Ada beberapa proses pengujian untuk
memeriksa cacat dalam pada benda tuang mulai dari yang sederhana sampai yang
modern. Diantaranya yaitu dengan metode serbuk dye-penetran, serbuk magnet,
ultrasonic dan radiograpi.
1) Pemeriksaan dengan Dye-Penetran
Pengujian dengan dye-penetran digunakan untuk memeriksa adanya cacat
atau retak halus yang terbuka terhadap permukaan bahan yang diperiksa.
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk memeriksa hasil coran bila pada
permukaannya terdapat retak halus yang tidak dapat dilihat dengan mata.
Pengujian dye-penetran dapat digunakan pada semua jenis logam, baik yang
magnetic maupun yang tidak magnetic. Pengujian ini dapat dibagi menjadi dua
yaitu cara fluorensen dan cara pemberian zat warna. Keduanya mempunyai
prosedur pengujian yang sama, perbedaannya hanya pada warna cairan penetran
dan developvernya.
Prinsip metode penetran yaitu bahan yang akan diperiksa dicelup atau diberi
cairan, yang mana cairan akan merembes dalam retakan. Selanjutnya pada
permukaan yang diuji diberi zat warna. Kemudian dengan menyinari permukaan
dengan sinar ultra violet, bila ada retakan maka akan terlihat dengan jelas.

11
Prosedur Pengujian dengan Dye-Penetran ditunjukkan pada Gambar 4.4
dengan rincian sebagai berikut:
a) Membersihkan permukaan benda tuang yang akan diperiksa dari karat, minyak
dan kotoran lainnya.
b) Pemberian cairan penetran dengan jalan dicelup atau dioleskan, atau
disemprotkan sehinggga menutupi semua permukaan yang akan diuji.
c) Benda uji dibiarkan selama 10 – 20 menit, agar cairan penetran meresap pada
retakan. Lamanya tergantung rekomendasi dari yang disarankan pada cairan
penetran.
d) Membersihkan permukaan benda tuang yang diuji denga jalan dilap dengan kain.
e) Memberikan cairan developver agar cairan penetran yang masuk pada retakan
dapat tertarik dan muncul kepermukaan. Ditunggu selama 5 – 10 menit untuk
memberi kesempatan cairan penetran tertarik cairan developver.
f) Memeriksa retak yang terlihat pada permukaan dengan menyinari permukaan
benda uji dengan sinar ultraviolet dalam ruangan gelap.

Gambar 4.4. Tahapan proses pemeriksaan Dye-Penetran (Leman, 2017).

12
2) Pemeriksaan dengan Serbuk Magnet.
Pengujian dengan serbuk magnet dapat digunakan untuk mengetahui cacat
coran yang ada dipermukaan atau dibawah permukaan seperti diperlihatkan
Gambar 4.5. Pengujian dengan serbuk magnet terbatas pada benda tuang yang
bersifat magnetic. Dengan pengujian serbuk magnet kita dapat melihat letak atau
lokasi cacat, tetapi tidak dapat melihat besar dan letak kedalaman cacat. Untuk
melihat lebih jauh dilakukan pemeriksaan dengan ultrasonic atau radiograpi.
Prosedur pengujian dengan serbuk magnet adalah sebagai berikut:
a) Benda yang akan diuji dialiri listrik dengan amper yang tinggi, sehingga
menghasilkan medan magnet.
b) Permukaan benda uji ditaburi dengan serbuk besi.
c) Mengamati garis gaya manet yang terbentuk oleh serbuk besi. Bila pada benda
tuang terdapat cacat maka pada daerah tersebut akan timbul gaya tarik yang
magnet yang lebih kuat, sehingga serbuk mengumpul pada daerah tersebut.
d) Memberi tanda pada bagian yang cacat.

Gambar 4.5. Pemeriksan dengan serbuk magnet (Leman, 2017).

3) Pengujian dengan Ultrasonic


Pengujian ultrasonic merupakan pengujian yang memanfaatkan gelombang
suara frekuensi tinggi. Gelombang suara frekuensi tinggi tidak dapat didengar
dengan telinga manusia. Gelombang suara yang didapat didengar manusia yaitu
20.000 getaran tiap detik atau 20 kHz. Jika gelombang suara di atas 20 kHz manusia
tidak mampu mendengar.

13
Pemeriksaan cacat coran dengan ultrasonic menggunakan geombang suara
dengan frekuensi 250 kHz hingga 15.000 kHz. Jika gelombang suara dilalukan pada
benda tuang, maka bila menemui cacat, gelombang tersebut akan dipantulkan
kembali seperti ditunjukkan Gambar 4.7. Prinsip pemantulan inilah yang digunakan
untuk menentukan ada tidaknya cacat dalam benda tuang.

Gambar 4.7. Azas pemeriksaan dengan ultrasonik (Leman, 2017).

Prinsip kerja pengujian dengan Ultrasonik


Getaran-getaran yang dipancarkan oleh generator listrik disalurkan ke probe
pemancar melalui amplifier transmisi. Getaran listrik tersebut diubah menjadi
getaran mekanik oleh probe pemancar dan dipancarkan ke dalam benda tuang yang
diperiksa setelah melewati lapisan minyak.
Getaran-getaran mekanik setelah mencapai dasar dari bahan akan
dipantulkan kembali dan diterima oleh probe, kemudian diubah menjadi getaran
listrik yang diteruskan ketabung sinar katoda mealui echo. Bila pada benda tuang
terdapat cacat dalam maka getaran mekanik akan dipantulkan dan menghasilkan
sinyal pada tabung sinar katoda.
Cara Pemeriksaan dengan Ultrasonic.
a) Metode transmisi
Pada metode transmisi digunakan dua probe, yaitu probe transmisi yang
dipasang pada permukaan benda dan probe penerima yang dipasang pada sisi

14
sebaliknya. Probe transmisi dan penerima dipasang berhadapan lurus seperti
ditampilkan Gambar 4.8. Namun ada juga yang menggunakan model probe sudut
seperti ditunjukkan Gambar 4.9. Pada model ini pemasangan probe transmisi dan
penerima sama-sama pada permukaan benda kerja.

Gambar 4.8. Pemasangan probe lurus (Leman, 2017).

Gambar 4.9. Pemasangan probe sudut (Leman, 2017).

b) Metode pulsa echo


Pada metode ini hanya menggunakan satu probe yang berfungsi sebagai
transmisi dan penerima. Getaran suara dipancarkan dari probe kedalam benda
tuangkemudian setelah sampai sisi paling belakang getaran suara dipantulkan
kembali dan diterima probe seperti ditunjukkan Gambar 4.10. Pantulan gelombang
suara yang diterima probe selanjutnya diteruskan ketabung sinar katoda dan akan
terlihat gambar pulsa yang menunjukkan pantulan gelombang suara tersebut.

15
Jarak lokasi cacat dapat dihitung dengan rumus ; S = ½ c.t, dimana c adalah
kecepatan suara dan t adalah waktu.

Gambar 4.10. Inspeksi dengan pulsa echo (Leman, 2017).

4) Pengujian dengan Radiografi


Radiograpi digunakan untuk memeriksa cacat coran bagian dalam untuk
semua jenis logam. Pengujian dengan radiograpi menggunakan sinar x dan sinar
gamma. Sinar x dihasilakan dari electron sedangkan sinar gamma dihasilkan dari
sumber radio aktif. Kedua sinar ini mempunyai kesamaan dan keduanya
mempunyai karekter sebagai berikut.
 Dapat melalui bahan yang tebal.
 Memancar dalam gerak tegak lurus dan tidak dipengaruhi oleh listrik atau
medan magnet.
 Dapat mempengaruhi emulsi fotografi.
 Sinar ini berbahaya pada kehidupan sel, karena dapat mengurangi sel dalam
tubuh.
a) Pengujian radiografi dengan sinar X.
Sinar X dihasilkan oleh electron dengan kecepatan pancar yang tinggi.
Energi ini kemudian diubah menjadi panas dan menghasilkan sinar X seperti
ditampilkan Gambar 4.11. Elektron ini diarahkan kecermin dalam ruang hampa
sehingga memantul melalui lubang dan diteruskan menuju benda yang akan

16
diperiksa. Adapun cara pemeriksaan dengan radiografi sinar X adalah sebagai
berikut.
i) Menyiapkan benda tuang yang akan diuji. Benda tuang harus bersih dari minyak
dan kotoran.
ii) Memasang film pada tempatnya.
iii) Benda tuang yang diuji diletakkan diantara tabung sinar x dan film.
iv) Menghidupkan sinar x, sehingga mengenai benda tuang dan tembus ke film.
v) Melakukan pencucian film.
vi) Mengamati film dengan teliti. Jika benda tuang dalam keadaan utuh tanpa cacat
film akan menerima bayangan yang merata, jika terdapat cacat maka pada film
akan terlihat noda hitam.

Gambar 4.11. Pemeriksaan radiografi dengan sinar X.

b) Pengujian Radiografi dengan sinar Gamma.


Metode ini secara prinsip sama dengan cara sinar X, perbedaannya terletak
pada sumber cahayanya. Sinar gamma diperoleh dari isotop radio aktif dari sebuah
reactor nuklir seperti ditampilkan Gambar 4.12. Sebagai sumber energi dipakai
Cobal –60, Iridium –192, dan calsium 137. Sinar gamma dapat mengarah ke semua
arah, beda dengan sinar X yang mempunyai cahaya lurus.

17
Gambar 4.12. Pemeriksaan radiografi dengan sinar gamma (Leman, 2017).
Adapun cara pemeriksaan dengan sinar gamma adalah sebagai berikut.
i) Menyiapkan benda tuang yang akan diuji. Benda tuang harus bersih dari kotoran
dan minyak yang melekat.
ii) Memasang film pada sisi belakang benda kerja.
iii) Benda kerja diletakkan di antara dua kutup sinar.
iv) Mengaktifkan sinar gamma.
v) Mencuci film
Memeriksa bayangan pada film dengan teliti. Jika benda tuang dalam keadaan utuh
tanpa cacat film akan menerima bayangan yang merata, jika terdapat cacat maka
pada film akan terlihat noda hitam.

e. Pengujian Mekanis
Dalam proses pengecoran banyak factor-faktor yang menyebabkan cacat pada
benda tuang hasil coran. Untuk meyakinkan penyebab-penyebab cacat perlu
pengalaman. Untuk mengetahui lebih jauh tentang karakteristik benda tuang
terutama yang berhubungan dengan sifat mekanis dilakukan pengujian di
laboratorium. Pengujian sifat mekanis sifatnya merusak artinya setelah pengujian
pada benda uji akan mengalami cacat atau rusak. Proses pengujian merusak ini di
antaranya uji tarik, uji keras, dan uji impak.

18
1) Uji tarik
Uji tarik dilakukan dengan jalan memberikan beban tarik pada kedua ujung batang
uji secara perlahan-lahan sampai batang uji tersebut putus. Dengan pengujian tarik
akan diketahui kekuatan tarik, kekuatan luluh, modulus elastisitas dan keuletan dari
material. Dari hasil pengujian tarik maka kita dapatkan grafik hubungan tegangan
dan regangan.
Kekuatan tarik 𝜎 :
𝜎 (N/mm2)

dengan : Fmax = Beban maksimum (N) dan A0 = Luas penampang awal (mm2)
Regangan:
𝑙 𝑙
𝜀 𝑥 100%
𝑙
dengan : l0 = panjang mula-mula (mm) dan l1 = panjang setelah patah (mm)
Kontraksi:
𝐴 𝐴
𝛿 𝑥 100%
𝐴
dengan : A0 = luas mula-mula (mm) dan A1 = luas setelah patah (mm)
Modulus Elastisitas:
𝜎
𝐸
𝜀
dengan : 𝜎 = tegangan tarik elastis (N/mm2) dan 𝜀 = Regangan (%)
Spesimen uji tarik
Untuk besi cor ukuran spesimen tidak mengikuti batang uji proporsional,
sehingga tidak ada ketentuan perbandingan antara panjang ukur dan luas
penampang seperti pada bahan logam ulet. Ukuran spesimen uji tarik untuk bahan
besi tuang dapat dilihat pada Gambar 4.13 dan Tabel 4.1.

19
Gambar 4.13 Spesimen uji tarik untuk benda tuang (Leman, 2017).

Tabel 4.1. Ukuran specimen uji tarik (Leman, 2017).

2) Uji kekerasan.
Kekerasan merupakan ketahanan suatu material terhadap perubahan yang
tetap. Pada dasarnya ada tiga cara penentuan kekerasan yaitu dengan cara goresan,
cara pantulan dan cara penekanan. Pengujian dengan cara penekanan ini banyak
digunakan. Berikut akan dijelaskan pengujian kekerasan yang banyak dilakukan
pada pengujian benda tuang yaitu dengan cara penekanan yang meliputi, cara
Brinell, dan cara Rockwell.

20
a) Pengujian kekerasan cara Brinell.
Pengujian kekerasan cara Brinell dilakukan dengan cara menekankan bola
baja pada permukaan material yang diuji. Besarnya beban yang digunakan
tergantung dari material dan diameter bola baja. Berikut disajikan Tabel 4.2 yang
memuat hubungan beban penekanan, material dan diameter indentor, sedang pada
Tabel 4.3 disajikan pengaruh jenis bahan.

Harga kekerasan Brinell dihitung dengan persamaan 4.1 sebagai berikut:

HB ................................................................ (4.1)

dengan: HB = Harga kekerasan brinell


F = Beban (kgf)
D = Diameter bola baja (mm)
D = Diameter bekas penekanan (mm)
π = konstanta nilainya 22/7 atau 3,14.
Tabel 4.2. Hubungan tebal bahan, diameter indentor dan gaya penekanan (Leman,
2017).

Tabel 4.3 Hubungan bahan dengan gaya penekanan (Leman, 2017).

21
b) Pengujian kekerasan cara Rockwell
Pengujian Rockwell didasarkan pada kedalaman masuknya penekan pada
benda uji. Makin keras benda yang diuji makin dangkal masuknya penekan. Cara
Rockwell sangat disukai karena cepat dapat diketahui kekerasan tanpa mengukur
dan menghitung. Nilai kekerasan dapat langsung dibaca pada skala indikator. Pada
besi tuang digunakan skala Rockwell E, dengan indentor penekan bola baja
berdiameter 1/16 inchi, beban 100 kgf dan pembacaan pada skala merah.
Sedangkan untuk besi tuang yang keras digunakan skala Rockwell C, dengan
indentor penekan kerucut intan (brale), dengan beban 150 kgf dan pembacaan pada
skala hitam.

3) Uji Impak
Uji impak diperlukan untuk mengetahui ketangguhan bahan terhadap beban
kejut. Prinsip pengujiannya adalah membuat tarikan pada benda uji sehingga
tegangan akan terkonsentrasi saat diaplikasikan beban yang dipukulkan secara tiba-
tiba. Dua cara pengujian impak yaitu cara Charpy (Gambar 4.13) dan cara Izod
(Gambar 4.14). Pada cara Charpy beban pendulum diarahkan pada bagian belakang
takikan, sedangkan pada cara izod beban pendulum diarah pada ujung batang uji
yang berjarak 22 mm dan takikan menghadap pendulum.

Gambar 4.13 Uji impak charpy (Leman, 2017).

22
Gambar 4.14 Uji impak izod (Leman, 2017).

4. Forum diskusi
1) Sebuah roda gigi yang dibuat dengan pengecoran invesmen akan di periksa
bagian dasar gigi-giginya terhadap retakan halus. Jenis pemeriksaan apakah
yang sesuai? Diskusikan secara kelompok prosedur pemeriksaannya!
2) Sebuah pabrik memproduksi velg mobil secara massal. Jenis pemeriksaan
ukuran apakah yang sebaiknya dilakukan? Diskusikan secara kelompok
prosedur pemeriksaannya!

C. Penutup

1. Rangkuman
a) Pemeriksaan coran bertujuan untuk: menjamin dan memelihara kualitas produk
coran, penekanan biaya dengan mengetahui produk coran yang cacat seawal
mungkin, dan sebagai data untuk menyempurnakan teknik pengecoran
selanjutnya.
b) Pemeriksaan dan pengujian produk coran dapat dilakukan secara visual dan
dengan bantuan peralatan. Pada umumnya pemeriksaan dan pengujian produk
coran yang dilakukan meliputi : pemeriksaan rupa, pemeriksaan ukuran,
pemeriksaan cacat dalam, pemeriksaan struktur mikro dan pengujian sifat-sifat
mekanis

23
c) Pemeriksaan rupa hasil coran dapat dilakukan cepat dan murah dengan
pemeriksaan visual dengan menggunakan alat indera mata tanpa alat bantu lain.
Pemeriksaan ini terbatas pada cacat-cacat permukaan yang dapat terlihat oleh
alat indera mata.
d) Perbedaan ukuran yang pada coran dikarenakan kesalahan pada perencanaan
dan pembuatan pola. J ika kesalahan itu hanya sedikit hal itu dikarenakan
penyusutan, keausan pola, kesalahan penyusunan pola, pembuatan cetakan dan
deformasi dari cetakan selama proses penuangan. Alat untuk memeriksa ukuran
dapat menggunakan alat ukur biasa, dengan jig dan alat ukur elektronik.
e) Untuk melakukan pengujian cacat dalam pada benda tuang memerlukan alat
bantu, tidak bisa dilihat dengan mata biasa. Ada beberapa proses pengujian
untuk memeriksa cacat dalam pada benda tuang mulai dari yang sederhana
sampai yang modern. Diantaranya yaitu dengan metode serbuk dye-penetran,
serbuk magnet, ultrasonic dan radiograpi
f) Pengujian sifat mekanis sifatnya merusak artinya setelah pengujian pada benda
uji akan mengalami cacat atau rusak. Proses pengujian mekanis di antaranya uji
tarik, uji keras, dan uji impak.
g) Pengujian struktur makro yang dilakukan pad coran adalah untuk mengamati
besar butir kristal, warna dan aliran logam cor. Dari gambar struktur makro
dapat menegetahui kehomgenan dari struktur coran. Pemeriksaan struktur
mikro dilakukan dengan bantuan mikroskop, dan dapat diamati struktur mikro
besi cor, baik itu berupa besar butirnya, arah dan susunan butir dan fasa-fasa
yang ada di dalam kristal.

24
2. Tes Formatif
1. Beberapa metode pengujian berikut yang bisa dikombinasikan untuk
mengetahui cacat internal benda cor tanpa merusak produk adalah….
1) Ultrasonic
2) Penetrasi
3) Serbuk magnetik
4) SEM
5) Radiograpi
6) EDS
a. 1, 3, 5
b. 1,2,6
c. 2,3,4
d. 2,4,5
e. 2,4,6
2. Gambar dibawah ini menunjukkan cacat produk cor yang disebabkan oleh …

a. Material logam
b. Hydrogen
c. Pasir cetak
d. Inti
e. Semua salah

25
3. Gambar dibawah ini menunjukkan produk cor yang mengalami cacat berupa…

a. Rongga udara
d. Rongga gas oleh cil
b. Penyusutan dalam
e. Penyusutan luar
c. Lubang jarum
4. Pemeriksaan ukuran hasil pengecoran dalam jumlah banyak biasa dilakukan
dengan …..
a. Mikrometer
b. Jangka Sorong
c. Mistar baja
d. Jig
e. Meteran
5. Pemeriksaan cacat coran dengan ultrasonik menggunakan geombang suara
dengan frekuensi ….
a. 250 kHz hingga 15.000kHz
b. 2500 kHz hingga 15.000kHz
c. 25000 kHz hingga 15.000kHz
d. 2,5 kHz hingga 15.000kHz
e. 25 kHz hingga 15.000kHz
6. Dari produk coran berikut yang paling urgen dilakukan pengujian impak adalah
a. Pipa
b. Bushing
c. Roda gigi
d. handle rem
e. kran minyak

26
7. Pipa hasil pengecoran akan digunakan untuk mengalirkan minyak dari satu
lokasi ke lokasi lain. Pengujian berikut wajib dilakukan pada pipa, kecuali
a. Pemeriksaan rupa
b. Pemeriksaan ukuran
c. Pemeriksaan kekuatan tarik
d. Pemeriksaan ketahanan aus
e. Pemeriksaan cacat dengan NDT
8. Tujuan uji impak adalah untuk mengetahui ........ suatu bahan
a. Kekasaran
b. Kekerasan
c. Kekuatan
d. Ketangguhan
e. Keausan
9. Diameter bola indentor pada pengujian Brinell adalah 5 mm. Bila pengujian
menerapkan beban 250 kg dan diperoleh diameter bekas penekanan 1 mm,
maka kekerasan coran adalah ...
a. 315,09 BHN
b. 314,42 BHN
c. 313,53 BHN
d. 312,74 BHN
e. 311,42 BHN
10. Kekuatan tarik benda cor dengan beban maksimal 10000 N arah memanjang
pada benda uji dengan ukuran panjang 200 mm, lebar 25 mm dan tebal 5 mm
adalah
a. 25 kg/mm2
b. 10 kg/mm2
c. 80 kg/mm2
d. 400 kg/mm2
e. 200 kg/mm2

27
3. Daftar Pustaka

Amshori, N. C. (2014). Metalurgi. Dipetik Juli 24, 2016, dari Pola Pengecoran:
http://nandachoirul.blogspot.co.id/2014/10/proses-pengecoran-bagian-2-
pola.html
Leman, A. (2017). Pengecoran Logam, Yogyakarta: UNY Press.
Ngatiman. (2016). Modul Pengecoran Logam Aluminium. Yogyakarta:
Pendidikan Teknik Mesin, FT UNY.
Sudjana, H. (2008). Teknik pengecoran (Vol. 2). Jakarta: DP SMK, DirJen
Manajemen DikDasMen, Departemen Pendidikaan Nasional.
Supendi, V. (2012). Pola. Dipetik Juli 24, 2016, dari Jejak Metalurgis:
http://jejakmetalurgis.blogspot.co.id/2012/09/pola.html
Surdia, T., & Chijiiwa, K. (1976). Teknik Pengecoran Logam. Jakarta: PT.
PRADNYA PARAMITA.

28
4. Tugas Akhir
Tugas yang dikerjakan peserta agar mampu memahami proses pengecoran adalah
sebagai berikut:

1. Jelaskan dengan detail penyebab penambahan ukuran pola untuk penyusutan


pada pengecoran aluminium lebih besar untuk pengecoran baja.
2. Jelaskan fungsi “Penambah” untuk mengantisipasi cacat akibat penyusutan
dan pembekuan dini. Apa akibatnya jika ukuran penambah terlalu besar dan
sebaliknya jika terlalu kecil? Jelaskan juga di bagian manakah penambah
harus ditempatkan!
3. Lakukan pemeriksaan visual, pemeriksaan ukuran, dan pemeriksaan
cacat dalam pada benda hasil pengecoran di industri kecil pengecoran
logam. Lakukan inspeksi pada salah satu sampel, kemudian lakukan
analisis hasil pengujian.

29
5. Soal Sumatif

1. Jenis pemeriksaan tak merusak terhadap hasil pengecoran adalah ….


a. Uji tarik
b. Uji charpy
c. Uji izod
d. Uji ultrasonic
e. Uji struktur mikro

2. Pengujian dye-penetrant dilakukan untuk mendeteksi cacat …


a. Retakan pada permukaan
b. Retakan halus pada permukaan
c. Retakan di dalam coran
d. Retakan halus di dalam coran
e. Rongga di dalam coran

3. Gambar nomor 1-5 berikut secara berurutan menunjukkan jenis cacat …

a. Rongga udara, lubang jarum, rongga gas, penyusutan dalam, penyusutan luar
b. Penyusutan luar, lubang jarum, rongga gas, penyusutan dalam, rongga udara
c. Lubang jarum, porositas, rongga gas, penyusutan dalam, penyusutan luar
d. Penyusutan dalam, lubang jarum, rongga gas, penyusutan luar, rongga udara
e. Semua salah

4. Gambar dibawah ini menunjukkan cacat produk cor yang bisa dihindari dengan
cara …

30
a. Kontrol hidrogen
b. Material logam
c. Pasir cetak
d. Bahan inti
e. Semua benar
5. Pemeriksaan kekasaran permukaan, porositas, retakan, aliran logam, inklusi
pasir cetak, deformasi atau melintir dan bentuk terhadap benda hasil
penuangan merupakan pemeriksaan …
a. Pemeriksaan visual
b. Pemeriksaan ukuran
c. Pemeriksaan cacat dalam
d. Pemeriksaan struktur mikro
e. Pemeriksaa dimensi

6. Toleransi ukuran tebal dinding pada pola pengecoran perlu diberikan untuk
menghindari penyimpangan yang disebabkan oleh
a. Perbedaan ketebalan pada sambungan T
b. Penyimpangan pola saat membuat cetakan
c. Permukaan pisah yang banyak
d. Bagian pertemuan pada coran
e. Adanya tegangan sisa pada benda
7. Yang belum lengkap dari gambar pola berikut adalah…

31
a. Jawaban b dan c benar
b. Penyusutan
c. Kemiringan
d. Keterangan bahan
e. Jawaban b, c dan d benar
8. Tambahan penyusutan pada pola untuk pengecoran baja adalah 8/1000. Arti
tambahan penyusutan tersebut adalah ...
a. Ukuran pola ditambah 8 mm untuk setiap panjang 1000 mm
b. Ukuran pola ditambah 8 cm untuk setiap panjang 1000 cm
c. Ukuran pola ditambah 8 cm untuk setiap panjang 1000 mm
d. Ukuran pola ditambah 8 mm untuk setiap panjang 1000 cm
e. Ukuran pola ditambah 8 mm untuk setiap panjang 100 mm
9. Perubahan tebal pada coran disarankan membentuk gradien kemiringan.
Sudut keiringan yang disarankan adalah ... dengan
a. Sudut 150 untuk satu sisi dan 7,50 pada kemiringan dua sisi
b. Sudut 1,50 untuk satu sisi dan 7,50 pada kemiringan dua sisi
c. Sudut 7,50 untuk satu sisi dan 150 pada kemiringan dua sisi
d. Sudut 7,50 untuk satu sisi dan 7,50 pada kemiringan dua sisi
e. Sudut 750 untuk satu sisi dan 7,50 pada kemiringan dua sisi
10. Berikut ini adalah tujuan ukuran pola dibuat lebih besar dari ukuran benda/
komponen yang akan dibuat, kecuali ....
a. Kemudahan pengambilan pola.
b. Mengantisipasi penyusutan saat pembekuan logam cair.
c. Mengantisipasi penyelesaian akhir.
d. Tambahan kemiringan pola.
e. Mengantisipasi distorsi

11. Pasir cetak ini dibuat dari pasir silika SiO2 yang dicampur bahan pengikat.
Kompisisi campurannya adalah ....
a. Pasir kuarsa 80 – 90 %, bentonit 8 %, Air 4 – 5 %
b. Pasir kuarsa 70 – 80 %, bentonit 15 %, Air 4 – 5 %
c. Pasir kuarsa 80 – 90 %, bentonit 10 %, Air 2 – 3 %
d. Pasir kuarsa 70 – 80 %, bentonit 20 %, Air 2 – 3 %
e. Pasir kuarsa 60 – 80 %, bentonit 20 %, Air 6 – 8 %
12. Berikut adalah tahapan pada pembuatan cetakan dengan metode CO2 proses.
1) Campurkan pasir silika, air kaca dan gula tetes.
2) Alirkan gas CO2.
3) Campuran disolasi dari udara luar.
4) Padatkan pasir tersebut.
5) Masukkan pasir pada cetakan

32
Urut-urutan proses yang benar adalah ....
a. 1-2-3-4-5
b. 1-3-4-5-2
c. 1-2-4-5-3
d. 1-3-5-4-2
e. 1-3-5-2-4
13. Persentase berat penambah pada gambar dibawah untuk besi cor adalah :

a. 25 - 40% b. 40 - 55% c. 55 - 70% d. 70 - 85% e. 85 - 100%


14. Pada pembuatan pola juga harus memperhitungkan penempatan telapak inti
untuk cora yang berongga. Yang bukan merupakan fungsi telapak inti:
a. Mengeraskan inti
b. meletakkan inti pada cetakan saat penuangan
c. menyalurkan udara dan gas
d. Memegang inti
e. Mengokohkan posisi inti
15. Pada pembuatan coran dengan inti yang panjang perlu di minimalkan adanya
pelenturan, salah satu cara yang lazim dengan:
a. Pelenturan arah berlawanan
b. Penyangga inti
c. Penambahan inti besi pada inti
d. Memisahkan inti
e. Memotong inti beberapa bagian
16. Jenis telapak inti pada gambar dibawah ini adalah:

a. Telapak inti tegak bertumpu dua


b. Telapak inti tegak

33
c. Telapak inti tinggi
d. Telapak inti dalam
e. Telapak inti bermuka dua
17. Penyemprotan dengan mimis bertujuan untuk ...
a. Membersihkan coran
b. Membongkar pasir
c. Merontokkan cetakan pasir
d. Mencuci coran
e. Menghaluskan coran
18. Pada gambar proses investment casting ini, proses nomor 3,4,9,8,7 secara
berurutan adalah….

a. Perakitan pola, pelapisan semen, pembongkaran, penuangan, pelelehan lilin


b. Perakitan pola, pelapisan semen, pelelehan lilin, penuangan, pembongkaran
c. Perakitan pola, pelelehan lilin, pelapisan semen, pembongkaran, penuangan
d. Pelelehan lilin, pelapisan semen, pembongkaran, penuangan, Perakitan pola
e. Pelelehan lilin, pembongkaran, pelapisan semen, penuangan, Perakitan pola
19. Gambar dibawah adalah mesin pembuat cetakan guncang desak dimana
bagian nomor 2,3 dan 4 secara berurutan adalah adalah…

a. Penggetar, katup lutut, katup Z


b. Pengukur tekanan, katup lutut, katup Z

34
c. Pedal kakai, katup lutut, katup Z
d. Katup lutut, katup Z, penggetar
e. Semua jawaban salah
20. Penuangan laden sesuai Gambar dibawah ini dilakukan pada cetakan:

a. Sentrifugal casting
b. Continues casting
c. Shell Moulding
d. Die casting
e. Hollow casting

5. Kunci Jawaban Tes Formatif KB 1-4


Kunci Jawaban KB 1 Kunci Jawaban KB 2
1. D 1. A
2. C 2. D
3. A 3. C
4. C 4. B
5. B 5. D
6. A 6. B
7. A 7. A
8. D 8. B
9. A 9. B
10. A 10. C

Kunci Jawaban KB 3 Kunci Jawaban KB 4


1. D 1. A
2. A 2. B

35
3. C 3. B
4. A 4. D
5. A 5. A
6. B 6. C
7. D 7. D
8. A 8. D
9. C 9. A
10. B 10. C

36

Anda mungkin juga menyukai