Makalah Start Up Kelompok 2
Makalah Start Up Kelompok 2
Makalah Start Up Kelompok 2
StTART UP BISNIS
PENGEMBANGAN PRODUK
Disusun Oleh :
KELOMPOK 2:
1. Dea Novita Arum K (141190029)
2. Faidin J.N.R (141190032)
3. Dimas Andi Kusuma (141190038)
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas Start Up Bisnis.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Start
Up Bisnis. Sebagai manusia yang tidak lepas dari kekurangan, kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Serta masih banyak kekurangan, maka kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tugas yang mendatang.
Selama proses penyusunan tugas ini, tentunya tidak lepas dari berbagai kesulitan, akan
tetapi atas bantuan, petunjuk, bimbingan, dan masukan-masukan dari berbagai pihak makalah
dapat terselesaikan tepat waktu. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Start Up
Bisnis dan juga rekan yang terlibat didalamnya, sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................5
A. Latar Belakang.................................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................5
C. Tujuan.............................................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
A. Pengertian dari Pengembangan Produk dan Strategi Pengembangan Produk..................................6
B. Strategi Pengembangan Produk.......................................................................................................7
C. Tujuan dari Pengembangan Produk...............................................................................................13
D. Tahap – Tahap Pengembangan Produk..........................................................................................13
BAB III......................................................................................................................................................15
PENUTUP.................................................................................................................................................15
A. Kesimpulan....................................................................................................................................15
B. Saran..............................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................16
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan produk baru atau menciptakan produk baru merupakan tugas yang sering
terlupakan. Pada saat salah satu ataupun beberapa produk yang sedang dipasarkan itu berada
pada tahap “kedewasaan” , maka pengusaha haruslah mulai memanfaatkan keuntungan yang
diperolehnya dari produk yang berada pada tahap tersebut untuk mengembangkan ide penciptaan
produk baru. Produk baru inilah yang diharapkan nantinya dapat menggantikan produk lama
yang sedang jaya tersebut. Untuk alasan tersebutlah penulis membuat makalah dengan judul
Pengembangan Produk.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian pengembangan produk telah banyak dikemukakan para ahli, antara lain ;
1. Assaury (1996) mengatakan bahwa pengembangan produk (product development)
adalah suatu kegiatan atau aktifitas yang dilakukan dalam menghadapi kemungkinan
perubahan suatu produk ke arah yang lebih baik sehingga dapat memberikan daya guna
maupun daya pemuas yang lebih besar
2. Stanton (1996) mengatakan bahwa pengembangan produk (product development)
adalah suatu istilah yang terbatas mneliputi kegiatan teknis, seperti riset produk, rekayasa
dan desain.
3. Guiltinan (1991) mengatakan bahwa pengembangan produk (product develpoment)
adalah suatu kebutuhan dan keinginan yang selalu berubah mengakibatkan adanya
segmen baru atau adanya persaingan dan perubahan teknologi.
Dari berbagai pengertian pengembangan produk tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa pengembangan produk adalah suatu usaha yang dilakukan perusahaan melalui
perbaikan bentuk, penyederhanaan, pembentukan kembali, menambah desain atau
model dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen atau pelanggan.
Strategi Pengembangan Produk
Strategi pengembangan produk adalah bagian dari strategi korporasi (corporate
strategy). Dalam strategi pengembangan produk terdapat potensi keuntungan maupun
risiko dari aktifitas pengembangan produk, dan banyak faktor yang menyebabkan suatu
organisasi mempertimbangkan melakukan pengembangan produk baru. Hampir semua
organisasi menemukan bahwa pendekatan strategi managerial pada aktifitas
pengembangan produk baru akan meningkatkan peluang keberhasilan dan juga
meminimasi biaya dan risiko.
6
B. Strategi Pengembangan Produk
Ketika ide sudah dapat. Sekarang waktunya untuk mengembangkan ide tersebut
menjadi sebuah produk. Masalah utama dari sebuah start-up adalah adanya keterbatasan
sumber daya (resources): orang, waktu, dana, peralatan, dan tempat. Banyak start-up
yang frustasi, menyerah dan mengeluh bahwa mereka tidak dapat mengembangkan
idenya karena tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk mengembangkan
produknya. Namanya juga start-up. Jangan dilihat pihak-pihak lain yang memiliki sumber
daya yang lebih hebat-hebat. Yang perlu Anda ingat adalah mereka tidak memiliki ide
(konsep) Anda yang lebih hebat. Perlu ditekankan kembali, SEMUA start-up akan
mengalami masalah keterbatasan sumber daya ini. Tidak ada pengecualian. Bahkan di
perusahaan yang sudah besarpun kadang untuk mengembangkan produk atau layanan
baru juga tidak mendapat dukungan sumber daya yang cukup dari pimpinan perusahaan.
Atas dasar keterbatasan itulah maka ada beberapa strategi pengembangan produk untuk
start-up.
1. Membuat Sendiri
Ini adalah cara yang paling lazim dilakukan, kembangkan sendiri. Sebagian besar start-
up melakukan hal seperti ini. Selain keterbatasan sumber daya, orang lain biasanya tidak
percaya dan tidak mengerti akan ide dari start-up ini. Maka salah satu cara untuk
mengimplementasikannya adalah dengan mengembangkan sendiri. Beberapa contoh
start-up yang pendirinya mengembangkan produk sendiri antara lain: Yahoo!, Google,
Facebook, Twitter, dan seterusnya. Mark Zuckerberg dan kawan-kawannya
mengembangkan sendiri program untuk situs The Facebook sebelum akhirnya menjadi
perusahaan sendiri. Bill Gates awalnya mengembangkan sendiri BASIC interpreter
sebelum akhirnya mengajak kawan-kawannya untuk membuat perusahaan Microsoft.
Steve Wozniak membuat sendiri prototipe komputer Apple. Bahkan pada saat itu banyak
orang termasuk pakar yang mengatakan bahwa tidak mungkin membuat komputer
personal karena akan dibutuhkan rangkaian yang kompleks, membutuhkan komponen
yang banyak, sehingga besar dan mahal. Orang tidak mengerti sehingga tidak mencoba
membuat komputer personal itu. Salah satu masalah dengan membuat sendiri adalah
seringkali dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghasilkan produk yang
diinginkan. Hal ini biasanya dikaitkan dengan pengembangan produk yang dilakukan
secara paralel dengan pekerjaan lain. Biasanya sang founder masih bekerja di tempat lain,
atau masih sekolah, atau masih ada tugas yang lain. Founder belum bisa mendedikasikan
semua waktunya untuk mengembangkan produk tersebut. Dalam contoh-contoh
sebelumnya, tentang Microsoft, Google, dan lain-lainnya, pada akhirnya para founder
tersebut memang meninggalkan pekerjaannya atau sekolahannya untuk 100 fokus pada
pengembangan produknya. Hasilnya memang produk menjadi selesai. Keuntungan
mengembangkan sendiri adalah irit di biaya.
7
maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mencari mitra (partner atau co-
founder) untuk mengembangkan bisnis tersebut. Hal ini dilakukan karena pada tahap
awal start-up tidak memiliki cukup dana untuk membayar pengembang. Maka bermitra
(dengan berbagi kepemilikan perusahaan) merupakan cara yang lazim ditempuh.
Di sisi lain, sering juga perusahaan start-up didirikan oleh orang teknis yang
kemudian nantinya mencari mitra orang bisnis untuk menjalankan sisi bisnis dari start-up
ini. Orang teknis biasanya tidak suka menjalankan bisnis dan bisa fokus kepada
pengembangan produk atau layanannya.
Bermitra ini merupakan hal yang harus dilakukan dengan hati-hati. Pasalnya,
nanti Anda akan bersama-sama dengan mitra Anda. Kecocokan visi dan kultur menjadi
hal yang esensial karena start-up Anda ini akan berjalan untuk waktu yang lama. Jika
tidak ada kecocokan, maka akan mudah start-up ini menjadi pecah. Jadi jangan hanya
karena seseorang memiliki skil yang hebat (atau uang yang banyak) kita terima menjadi
co-founder. Kita akan bahas ini kembali di bagian mengembangkan perusahaan.
Pendekatan mitra ini berbeda dengan pendekatan lainnya dalam hal kepemilikan
saham, yang notabene adalah kepemilikan start-up itu. Pendekatan lain dilakukan jika
kita belum menemukan partner yang cocok.
3. Outsource
Pilihan untuk melakukan outsource juga tersedia jika ada sedikit uang untuk
melakukannya. Biasanya pilihan ini dilakukan ketika pendiri belum yakin untuk berbagi
kepemilikan dengan pihak lain (pengembang) sebagaimana dilakukan dengan cara
bermitra. Outsource juga memiliki keuntungan bahwa pengembang merupakan
pihak yang cekatan untuk mengembangkan produk yang diinginkan sehingga produk
dapat tersedia dengan cepat. Seringkali waktu merupakan hal yang esensial. Namun,
biaya membengkak.
Pendekatan outsource harus dilakukan dengan cermat karena pihak pengembang
belum tentu mengerti apa yang diinginkan sehingga harus sering terjadi diskusi yang
sangat intens. Bahkan seringkali requirement berubah-ubah. Ini merupakan hal yang tidak
diinginkan oleh pihak outsourcer. Seringkali ada layer formalitas yang menhambat
kecepatan pengembangan. Pendekatan outsource ini juga berisiko mengalami
kegagalan. Uang sudah habis (maklum start-up), produk belum jadi. Maka bubarlah
start-up yang ada. Saya sudah pernah mengalami hal seperti ini.
4. Karyawan
Satu pilihan lagi adalah produk dikembangkan oleh karyawan yang kita gaji.
Yang ini terjadi kalau start-up memiliki cukup uang untuk melakukan hal itu. Ini juga
terjadi kalau kita sudah memiliki perusahaan sendiri dan kemudian bersiap-siap untuk
melakukan spin off.
Saya pernah mengembangkan produk dengan cara ini untuk sebuat start-up di
Kanada. Pada waktu itu ada program dimana pemerintah menanggung setengah dari gaji
karyawan. Namun sayangnya start-up kami tersebut gagal karena kehabisan dana.
8
5. Mengembangkan di Garasi
Salah satu ungkapan yang sering muncul dalam start-up di dunia teknologi
informasi adalah usaha dikembangkan dari garasi. Memang salah satu perusahaan yang
dianggap sebagai awal dari start-up di Silicon Valley yaitu Hewlett-Packard (hp)
sesungguhnya memang dimulai dari garasi. Garasi tempat berdirinya Hewlett-Packard
memang merupakan sebuah tempat yang dapat “dikorbankan” untuk mengembangkan
bisnis. Garasi dapat digunakan sebagai “kantor” atau markas yang gratis atau sangat
murah. Perlu diingat bahwa pada awal pengembangan produk, start-up tidak memiliki
(banyak) uang untuk menyewa kantor. Maka cara yang paling murah atau gratis adalah
garasi salah satu pendiri usaha. Untuk Indonesia, “garasi” di sini mungkin bisa digantikan
dengan tempat kos-kosan, karena banyak start-up yang dimulai dari anak kosan.
Salah satu tempat yang banyak juga menjadi alternatif mulainya start-up adalah
kampus. Banyak contoh start-up yang bermula dari lab di kampus, misalnya Sun
Microsystems, Cisco, dan seterusnya. Kampus merupakan pilihan yang natural karena
infrastruktur - tempat (ruangan), listrik, peralatan (yang boleh jadi harganya mahal), dan
bahkan kadang bahan-bahan (komponen) - disediakan oleh kampus secara gratis. Start up
bisa lebih fokus kepada pengembangan produknya tanpa perlu pusing dengan
infrastruktur. Setelah cukup matang, start-up kemudian keluar dari kampus dan
mendirikan perusahaannya secara formal. Kampus dapat dianggap sebagai inkubator dari
start-up, yang menyangga start-up ini hingga cukup kuat untuk bertarung di dunia.
Sebagian besar kampus tidak memiliki unit khusus untuk mendukung para start-
up ini. Bentuk dukungan biasanya dilakukan secara informal. Mekanisme dan peraturan
yang memungkinkan dukungan secara formal - apalagi bagi perguruan tinggi milik
pemerintah - masih belum ada. Namun hal ini seharusnya tidak boleh menjadi halangan
bagi kampus untuk mendukung upaya pendirian start-up. Ketika start-up ini sudah
sukses, nantinya mereka akan memberikan dukungan balik kepada kampusnya.
Pada saat buku ini ditulis ada sebuah trend baru yaitu mengembangkan start-up
dengan menggunakan fasilitas coworking space. Ini adalah tempat yang disediakan atau
disewakan untuk pengembang atau start-up yang belum memiliki tempat sendiri. Bahkan
garasi pun tidak punya. Maklum, kalau di Indonesia tidak semua orang memiliki garasi di
rumahnya. Co-working space biasanya menyediakan fasilitas meja, kursi, listrik, internet,
dan kadang ruang pertemuan. Selain itu ada juga yang menyediakan layanan bisnis
lainnya.
Sayangnya ada banyak start-up yang lupa diri. Begitu mereka mendapat
pendanaan, maka yang pertama kali mereka lakukan adalah menyewa kantor. Perlu
menyewa kantor atau tidaknya mungkin dapat diperdebatkan, tetapi kalau menyewa
kantor yang mewah di daerah yang mahal (distrik bisnis) nampaknya kurang tepat. Ada
orang-orang marketing yang merasa ini adalah bagian dari marketing. Saya berpendapat
bahwa ini tidak tepat. Terlalu banyak kebutuhan lain bagi start-up yang lebih penting
daripada terlihat “keren”.
9
Pada bagian terdahulu dibahas strategi pengembangan produk untuk start up
dengan segala keterbatasannya. Pada bagian ini kita bahas mengenai produknya itu
sendiri. Ketika kita mengkhayalkan produk kita, biasanya kita bayangkan dia bisa ini dan
itu. Fiturnya banyak sekali. Pada kenyataannya untuk mengimplementasikan fitur itu
dibutuhkan waktu dan sumber daya yang banyak. Lagi-lagi ini tidak mungkin dilakukan
oleh start up. Maka kita harus memiliki fitur-fitur apa yang harus ada. Mereka sering
disebut “must have”. Tanpa fitur-fitur tersebut, produk kita tidak dapat berfungsi
sebagaimana diharapkan.
Fitur lain yang kita inginkan ada tetapi tidak harus ada disebut “nice to have”.
Seringkali kita salah menilai sehingga justru fitur ini yang dikembangkan dahulu
sementara yang penting malah belum jadi. Saya berpendapat bahwa “70 persen siap
sekarang lebih baik dari pada komplit tapi baru terjadi 6 bulan lagi”.
Fitur-fitur ditambah sesuai dengan berjalannya waktu. Atau boleh jadi start up
kita sudah mati sebelum fitur tersebut berhasil diimplementasikan? Semoga ini tidak
terjadi dengan start up kit.
Sebagai contoh, kita dapat melihat fitur yang ada di Facebook beberapa tahun
yang lalu dibandingkan dengan sekarang. Tentu saja fitur yang ada sekarang lebih
lengkap dan lebih baik dibandingkan dahulu. Bahkan untuk smartphone, sekarang
Facebook memiliki aplikasi Message yang terpisah dari aplikasi utamanya. Aplikasi ini
dahulu belum ada.
Kapan kita mengatakan fitur-fitur ini cukup untuk merilis produk kita? Ada istilah
MVP (Minimum Viable Product) untuk menyatakan versi layak rilis dari sebuah produk.
MVP ini hanya sebuah panduan (guideline) saja. Bukan sebuah ukuran yang pasti (exact).
Namun, bagaimana kita memperkirakan MVP ini? Coba perhatikan (protipe) produk
Anda ketika digunakan oleh pengguna. Fitur apa saja yang paling sering (katakanlah 80
persen dari waktu) digunakan oleh 80 persen dari pengguna Anda? Kemungkinan, dari
10 fitur yang Anda berikan, hanya 2 atau 3 saja yang paling harus ada (esensial). Jika
demikian, fokus kepada fitur itu dulu. Implementasikan fitur tersebut dengan sangat baik
(excellent). Jika memungkinkan, hapuskan 8 atau 7 fitur yang tidak perlu itu. Sangat
mahal untuk tetap memiliki dan mendukung (support) fitur-fitur tersebut. Menambahkan
fitur adalah hal yang susah, mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki start up.
Jangan salah, mengurangi fitur itu juga tidak kalah susahnya. Seringkali terjadi
perdebatan di dalam antar pengembang karena biasanya pengembang sangat terikat
(secara bathin) terhadap fitur (kode) yang dia kembangkan. Oleh sebab itu, pikirkan
dengan matang untuk menambahkan sebuah fitur baru. Anda dan tim perlu berjuang
keras untuk tidak menambahkan fitur. Saying "NO" is not easy.
Mengurangi fitur bahkan mungkin malah membuat produk Anda menjadi lebih
fokus dan lebih sukses. Instagram merupakan contoh kasus ini. Pada awalnya Instagram
merupakan aplikasi bernama Burbn yang fungsinya adalah untuk berbagi (share) berbagai
hal. Namun ternyata aplikasi ini memiliki terlalu banyak fitur. Akhirnya mereka
memutuskan untuk fokus di satu hal saja, berbagi foto. Setelah diluncurkan, dalam waktu
singkat (jam-jaman?) mereka langsung menjadi aplikasi berbagi foto nomor satu. (Di
kemudian harinya mereka menambahkan fitur baru, yaitu berbagi video pendek.)
10
Contoh lain adalah kesuksesan dari Palm Pilot Jeff Hawkins adalah pengembang
dari produk handheld computer. Pada awalnya dia mengembangkan Zoomer, sebuah
produk yang mencoba menggantikan komputer. Produk ini memiliki keyboard dalam
ukuran kecil, memiliki koneksi ke printer, mesin faks, dan software dengan kemampuan
mengenali tulisan tangan. Gagal! Masalahnya ternyata Zoomer ingin memiliki semua
fitur yang ada di sebuah komputer (Personal Computer, PC). Padahal orang tidak ingin
mencari perangkat yang menggantikan PC, tetapi mencari perangkat yang komplemen
dengan PC. Akhirnya dia menciptakan Palm Pilot yang memiliki fitur lebih sedikit tetapi
fokus pada hal-hal tertentu. Palm Pilot kemudian meledak luar biasa.
Contoh-contoh di atas merupakan contoh klasik bahwa menghapuskan fitur yang
terlalu banyak, menyederhanakan, adalah kunci kesuksesan.
7. Project Management
Pada tahap awal pengembangan produk, biasanya tidak ada yang namanya project
management. Pada tahap sangat awal ini terlalu banyak perubahan-perubahan dan
pengaturan sumber daya yang masih sekenanya. Tidak apa-apa. Ini hal yang wajar.
Setelah produk atau layanan sudah memiliki bentuk, dan sudah mulai digunakan, maka
Anda akan mengembangkan versi-versi berikutnya. Tentunya ini termasuk menerapkan
fitur-fitur baru yang “terpaksa” harus diimplementasikan. (Lihat bagian sebelumnya.)
Maka kali ini Anda sudah harus menerapkan project management.
Khususnya untuk produk atau layanan yang berbasis teknologi informasi (IT),
sistem pengelolaan proyek yang umum kadang tidak efektif. Banyak produk yang
meleset baik dari kelengkapan fitur yang diharapkan maupun dari segi waktu - 26 budi
rahardjo sehingga berdampak kepada layanan. Padahal pada tahap awal start-up,
kecepatan menyediakan layanan itu sangat esensial (sebelum didahului oleh pihak lain).
Buku dari Frederick Brooks Jr., “The Mythical Man-month”, merupakan salah satu
bacaan klasik untuk ini.
Mengenai manajemen dari proyek ini saya menemukan dua sisi ekstrim. Di satu
sisi ada yang tidak percaya dengan project management untuk start-up. Katanya namanya
juga startup. Kondisinya berbeda. Sementara itu di sisi yang lainnya - biasanya dari
kalangan kampus - tetap memaksa penerapan project management yang ketat. Saya
sendiri memilih berada di tengah, yaitu menerapkan project management tetapi tidak
sepenuhnya kaku seperti yang seharusnya. Salah satu hal yang kami terapkan adalah
rapat mingguan (weekly meeting), yang mana semua berkumpul untuk melaporkan status
dari masingmasing. Menurut saya, weekly meeting ini yang membuat start-up tetap fokus
kepada targetan.
11
Ketika kita menggunakan produk kita sendiri, maka masalah yang menyebalkan
bagi pengguna akan kita alami juga. Kita berempati kepada pengguna kita. Maka kita
perbaiki produk kita.
Lucu saja kalau ada orang yang menjual sebuah sistem email tetapi masih
menggunakan email dari Gmail atau Yahoo! sebagai email utamanya dengan berbagai
alasan. Bagaimana kita bisa percaya kepada produknya?
13
Pengembangan produk mengkonversi ide produk baru menjadi bentukfisik dan
sekaligus mengidentifikasi pola strategi pemasaran yang akanditerapkan. Fase ini
mencakup konstruksi produk, packaging, pemilihan brand, brand positioing, dan
usage testing.
7. Test Marketing (Pengujian Pasar)
Fase ini mencakup konstruksi produk, packaging, pemilihan brand,brand
positioing, dan usage testing. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kinerja produk
dan efektivitas program pemasaran secara terbatas sebelum a full-scale introduction.
Melalui ujipemasaran ini, perusahaan dapat melakukan observasi perilaku pelanggan
secara aktual. Perusahaan juga dapat melihat reaksi yang dilakukan pesaing, dan juga
respon dari para distribution channelmembers.
8. Commercialization (Komersialisasi)
Setelah pengujian selesai, perusahaan siap untuk mengenalkan produknya ke
pasar yang ditargetkan secara full scale. Sejumlah aspek yang perlu dicermati dalam
tahap commercialization adalah kecepatan penerimaan konsumen dan para
distributor, intensitas distribusi (berapa banyak toko penyalur), kemampuan produksi,
serta efektivitas promosi, strategi harga, dan reaksi persaingan.
Selain hal – hal diatas, point penting lainnya adalah Diferensiasi menjadi suatu
strategi yang baik. Adanya diferensiasi menjadikan suatu produk memilki identitas
yang khas dan unik. Sehingga menjadi pembeda bagi produk pesaing dan
memungkinkan untuk sulit ditiru. Terkadang pula, perilaku konsumen yang sangat
sensitif terhadap sesuatu yang baru dan beda, menjadikan suatu produk yang memiliki
diferensiasi dengan produk pesaingnya sangat dicari konsumen.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa pengembangan produk adalah suatu
kegiatan perusahaan guna untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang selalu berubah
– ubah. Perusahaan harus memadukan keputusan – keputusan pemasarannya dengan
fungsi pemasaran yang lain diantaranya pengembangan produk baru. Biasanya bagian
pemasaran mengkoordinasikan tugas – tugas pada bagian dalam perusahaan secara
informal. Hal ini menyebabkan semakin pentingnya strategi pengembangan produk
bagi pemasaran suatu perusahaan
B. Saran
Tentunya semua produk akan menjalani siklus daur produk. Pengembangan
produk sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan oleh setiap perusahaan pada
produk – produknya. Untuk menghindari kejenuhan konsumen kepada produknya,
sehingga produk tersebut tidak mengalami tahap decline, yang akan berakibat pada
kelangsungan hidup suatu perusahaan
15
DAFTAR PUSTAKA
http://farihahalmuchtar.blogspot.com/2017/11/makalah-pengembangan-produk-
dan.html
Rahardjo Budi. “Starting Up”, PT Insan Indonesia, 2002.
16