Tugas CND Komplit PRINT
Tugas CND Komplit PRINT
Tugas CND Komplit PRINT
BAB 34
Kompatibilitas dan Stabilitas Produk Obat dan Persiapan
Peracikan Oleh Farmasis (Terjemahan)
Dalam buku
“ A PRACTICAL GUIDE TO CONTEMPORARY
PHARMACY PRACTICE SECOND EDITION”
Disusun oleh
Angkatan pertama
Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi
Universitas Jember
2014
BAB 34
Kompatibilitas dan Stabilitas Produk Obat dan Persiapan
Peracikan Oleh Farmasis
I. Definisi
A. Pada USP Bab (1991) Pertimbangan Stabilitas dalam Peracikan, stabilitas
didefinisikan sebagai "sejauh mana produk dapat bertahan, dengan batas-
batas khusus, dan selama masa penyimpanan dan penggunaan (pertahanan
diri), tetap memiliki sifat dan karakteristik yang sama pada saat
pembuatannya ".
B. Sifat Fisik : sifat-sifat obat dan bentuk sediaan yang dapat kita lihat atau tes
dengan cara fisik adalah obat padat, cair atau gas? Apakah terlarut,
tersuspensi atau teremulsi, atau teradsorbsi ke permukaan wadah? Ketika
perubahan fisik terjadi, obat atau bahan kimia yang sama masih ada, tapi
keadaan fisik yang berubah. Contoh perubahan farmasetik dari perubahan
fisik meliputi pengendapan obat dari suatu larutan ; obat terserap ke dinding
wadah dari polyvinyl chloride (PVC) ; dan dua obat padat membentuk
campuran eutektik cair ketika ditriturasi bersama dalam mortir .
1. Dari sudut pandang farmasi, ada perubahan fisik baik yang diinginkan
dan tidak diinginkan. Ketika kita membuat larutan obat, kami ingin
merubah sifat fisik pelarutan obat padat dalam pelarut yang dipilih.
Sebaliknya, ketika kita memiliki larutan obat intravena, yang tidak dapat
diterima dan mungkin menyebabkan kematian, untuk obat yang
mengendap dari larutan .
2. Bab (1191) dari USP memberikan kriteria berikut untuk tingkat yang bisa
diterima dari stabilitas fisik : "Sifat fisik asli, termasuk penampilan,
palatibilitas, keseragaman, disolusi dan kemampuan mensuspensi, yang
dapat dipertahankan”.
C. Sifat kimia: Sifat-sifat kimia obat dipengaruhi oleh struktur molekul obat.
Ketika perubahan kimia terjadi, molekul obat asli akan hilang.
1. Mengingat kembali dari studi kimia secara umum beberapa jenis reaksi
yang terjadi dengan molekul anorganik. Sebagai contoh:
a. Reaksi netralisasi Asam-Basa :
NaOH+HCl → Na+ + Cl- + H2O
b. Reaksi Oksidasi-Reduksi :
4Fe + 3O2 → 2Fe2O3
c. Reaksi perpindahan :
NaCl + AgNO3 → Na+ +NO3- +AgCl ↓
d. Release gas :
NaHCO3 + HCl → Na+ + Cl- + H2O + CO2
15 gram Na 2 SO 4 .10 H 2O
=
322 gram /mol
x gram Na 2 SO 4 anhydrous
; x=6,6 gram Na2 SO 4 anhydrous
142 gram/mol
2. Obat higroskopik dan meleleh: obat higroskopik atau bahan kimia
padatan yang dapat menyerap kelembapan dari udara. Istilah “meleleh”
mengacu pada serbuk higroskopik yang dapat menyerap kelembapan
cukup untuk melarutkan dan membentuk larutan.
a. Contoh obat higroskopik dan meleleh, lihat tabel 34.3
Tabel 34.2 Serbuk Efflorescent (2)
Alums Morphine acetate
Atropine sulfate Quinine bisulfate
Caffein Quinine hydrobromide
Calcium lactate Quinine hydrocloride
Citric acid Scopolamine hydrobromide
Cocaine Sodium acetate
Codeine Sodium carbonate (decahydrate)
Codeine phosphate Sodium phosphate
Codeine sulfate Strychnine sulfate
Ferrous sulfate Terpin hydrate
Acetaminophen Lidocaine
Acetanilid Menthol
Aminophyrine Phenacetin (Acetophenetidin)
Antipyrine Phenol
Aspirin Phenylsalicylate (Salol)
Benzocaine Prilocaine
Betanaphthol Resorcinol
Camphor Salicylic Acid
Chloral hydrate Thymol
b. jika tidak ada bubuk yang cocok dalam formulasi, bubuk inert dapat
ditambahkan. Magnesium karbonat dilaporkan menjadi agen pilihan, tapi
cahaya atau magnesium oksida berat, kalsium fosfat, pati, bedak, dan
laktosa juga mungkin cocok (2,3)
B. Polymorphic Reversi
1. Ada obat yang bisa eksis dalam struktur kristal yang berbeda dalam keadaan
padat, meskipun mereka adalah identik dalam keadaan cair atau uap. Bentuk
polimorfik yang berbeda dari substansi yang sama akan menunjukkan sifat
fisik yang berbeda, seperti titik leleh dan tingkat dissolusi.
5. Salah satu bahan farmasi umum yang terkenal karena masalah yang disebabkan
oleh pembalikan dalam bentuk polimorfik adalah Cocoa Butter. Cocoa Butter
memiliki beberapa bentuk polimorfik dengan titik leleh 18 °, 24 °, 28 ° 31 °,
dan 34 ° C. Cocoa Butter digunakan sebagai dasar untuk membuat suppositoria
dan harus dicairkan ketika supositoria yang dibuat dengan peleburan.Hal ini
dapat sangat mudah meleleh, dan ketika itu dapat mengeras sebagai salah satu
polimorf lebur yang lebih rendah, yang bisa meleleh pada suhu kamar, atau
supositoria dapat meleleh jika sedang dipegang oleh pasien selama penyisipan.
Untuk menghindari masalah ini, Cocoa Butter harus mencair perlahan dan hati-
hati, dengan suhu tidak melebihi 34 ° C.
C. Pengendapan dari Larutan
1. Prinsip-prinsip Umum
a. Seperti yang dinyatakan pada awal bab ini, pengendapan yang tidak
diinginkan dari bahan aktif atau eksipien dari larutan bisa menjadi bahaya
besar untuk kelarutan sediaan farmasi.
1) Untuk larutan oral atau topikal, jika bahan aktifnya endapan, partikel
biasanya akan mengendap di bagian bawah botol sehingga dosis awal
dituangkan dari botol akan lebih potent dan dosis nantinya akan sangat
kuat. Hal ini dapat mengakibatkan kegagalan terapi atau toksisitas.
2. Efek pelarut: Ketika obat dilarutkan dalam pelarut dan pelarut kedua, dimana
obat ini sukar larut, ditambahkan, obat dapat mengendap.
Amati data pada Tabel34.5 dan perhatikan hasil berikut jika Injeksi
Diazepam diencerkan dengan cairan injeksi seperti Dextrose 5%
dalam Air (D5W). Dalam setiap kasus, 1ml Injeksi Diazepam(yaitu
5mg obat) yang digunakan.
Pengenceran50-50 : 1ml injeksi diazepam dan 1ml D5W:
5mg/2ml=2,5mg/ml, yang merupakan >0.41mg/ml-
ppt
Dimana:
Contoh
1. Nyatakan total kelarutan yang diinginkan (ST) dan kelarutan dalam air
(Swater) dan alkohol (Salc) dalam istilah umum (misalnya, mg / mL))
ingat bahwa persamaan ini adalah untuk sistem murni mengandung obat dan
sistem kelarutan, dan menghasilkan estimasi yang baik. Dalam saat formulasi kita
biasanya menambahkan bahan-bahan seperti pemanis, rasa, dan bahan aktif
lainnya dan bahan pembantu. Faktor-faktor ini yang mengubah kondisi dan
hasilnya. Penggunaan persamaan ini digambarkan pada contoh resep 26.5.
3. Efek PH: Kebanyakan obat adalah elektrolit lemah (asam lemah atau basa
lemah), dan derajad ionisasi mereka (contoh, Konsentrasi relative dari obat
dalam garam dibanding obat bebas, bentuk tidak terionisasi) tergantung pada
pH dari larutan. Ketika ada perbedaan besar pada daya larut dua bentuk, seperti
halnya pada kasus umumnya, suatu masalah bisa terjadi ketika kamu
mengubah pH dari larutan. Hal ini dapat terjadi ketika larutan obat dengan pH
yang berbeda dikombinasikan atau ketika suatu obat yang menghasilkan pH
berbeda ditambahkan kepada larutan obat yang asli.
Example/ contoh:
Disini kamu punya obat dengan kelarutan air tinggi dalam bentuk garamnya
dan kelarutan air rendah dalam bentuk basa bebasnya (struktur kimia yang
ditunjukkan diatas). Jika kamu akan menaikkan pH dari suatu larutan aqua dari
Chlorpromazine Hcl, beberapa bentuk dari garam dari obat akan dikonversi ke
dalam bentuk bebas takterionnya. Jika konsentrasi dari Chlorpromazine basa
akan melebihi daya larut airnya, maka akan terjadi pendendapan.
2. Phenobarbital Na: 1 g/ml air
Obat yang sangat larut dalam air seperti dalam bentuk garam dan sukar larut
dalam air (tidak terionisasi), bentuk bebas (struktur kimia ditunjukkan pada
gambar di atas). Disini kita mempunyai bentuk garam yang sebaliknya, garam
dari asam lemah lebih disukai daripada garam dari basa lemah. Dalam hal ini,
jika mempunyai larutan natrium phenobarbital dalam air dengan pH rendah,
beberapa bentuk garam dari obat akan dikonversi menjadi bentuk asam bebas
yang tidak terion. Jika konsentrasi dari asam phenobarbital berlebih, mungkin
terjadi pengendapan.
a. Lihat kelarutan semua obat dalam pelarut (kelarutan garam dan bentuk
bebas dalam pelarut atau sistem pelarut).
(1) Bahkan jika mempunyai banyak pengalaman dengan obat dan
kelarutannya, informasi ini tidak selalu berdasarkan intuisi, faktanya
terjadi hal yang mengejutkan. Sebagai contoh, codein dan morfin
mempunyai sruktur kimia yang cukup mirip, kelarutan codein base
dalam air 1g/120mL, sedangkan kelarutan morfin base dalam air
1g/5,000mL.
(2) Melibatkan sistem solven penting. Contoh yang diberikan sebelumnya
adalah klorpromazin dan phenobarbital, kemungkinan akan
mengendap jika pH larutan dalam air diubah. Jika sistem pelarut
mengandung cukup alkohol, pengendapan mungkin tidak terjadi
bahkan dengan perubahan pH, jika bentuk bebas cukup larut dalam
alkohol.
(3) Kadang bentuk garam dan bentuk bebas larut dalam air dan pelarut
lain seperti alkohol. Dalam kasus ini, perubahan pH dalam sistem
pelarut bukan masalah. Contohnya efedrin base dan efedrin HCl,
keduanya larut dalam air dan dalam alkohol.
Gambar 34. 1 Bagaimana Cara Menentukan Jika Suatu Obat Bersifat Asam
Lemah atau Basa Lemah
Fakta : Tidak bisa dikatakan apakah obat awal bersifat asam lemah
atau basa lemah dilihat dari pH larutannya.
1. Benar bahwa ketika senyawa murni dilarutkan dalam air, jika bersifat asam
lemah, larutan akan memiliki pH di bawah 7, dan basa lemah akan membuat
pH menjadi di atas 7. Akan tetapi, terkadang zat netral memiliki kelarutan
terhadap air yang terbatas, sehingga biasanya bentuk garam yang terlarut, dan
kemudian pH larutan bentuk garam tersebut bervariasi dengan senyawanya.
Contoh:
Kesalahan konsep#2: Jika obat dilaporkan memiliki pKa, pasti obat tersebut
bersifat asam lemah karena pKb dilaporkan untuk basa lemah.
Selanjutnya, tidak bisa dikatakan dari nilai bilangan pKa apakah suatu senyawa
bersifat asam lemah ataukah basa lemah. Berikut ini pernyataan yang benar:
Contoh:
Asam lemah : Asam karboksilat memiliki pKa sekitar 2-6 dan relatif lebih
asam kuat daripada fenol dengan pKa sekitar 7-11 dan tiol dengan pKa sekitar
7-10.
Basa lemah : Amina alifatik memiliki pKa sekitar 8-11 (adalah nilai pKa dari
bentuk asam terkonjugasinya) dan relatif lebih basa kuat daripada amina
aromatik dengan pKa sekitar 4-7.
Kalian tidak bisa mengatakan apa-apa dari nilai bilangan pKa kecuali kalian tahu,
dengan menggunakan bukti-bukti lainnya (seperti : struktur kimia), bahwa
senyawa yang dimaksud bersifat asam lemah atau bersifat basa lemah.
Kesalahan konsep#3 : HCl, H2SO4, HNO3, asam asetat, dll., semuanya adalah
asam, oleh karena itu, bentuk garam hidroklorida, sulfat,
nitrat, asetat, dll. pasti garam yang bersifat asam lemah.
Bagaimana cara kamu mengetahui senyawa asam lemah atau basa lemah?
1. Ada beberapa gugus fungsi yang kita tahu memiliki sifat asam atau bukan
ketika larut dalam air. Seperti contoh alcohol ( R-OH), poliol (misalnya gula),
eter (ROR’), ester (RCOOR’), aldehid (RCOOH), keton (RCOR’), dan amida
(RCONH2).
2. Beberapa gugus fungsi lainnya yang kita tahu adalah asam atau memiliki
beberapa karakter asam. Seperti asam karboksilat ( R-NH2), asam sulfonat
(RSO3H), fenol (ArOH), tiol (RSH), dan imida (RCONHCOR’).
3. Beberapa gugus fungsi basa atau memiliki beberapa karakter dasar. Seperti
amina alifatik (R-NH2) dan amina aromatic (baik ArNH2 atau nitrogen sebagai
bagian dari struktur cincin aromatic)
4. Namun karena struktur obat merupakan struktur yang kompleks, seringkali
sulit untuk melihat molekul obat dan menentukan apakah termasuk asam
lemah, basa lemah, atau tidak. Jika hal ini benar, maka cara yang tepat adalah
dengan memperhatikan bentuk garam dan menggunakan informasi ini untuk
membuat determinasi.
Pada setiap kasus ini obat yang bukan asam lemah atau basa lemah, mereka tidak
menimbulkan bentuk endapan yang dapat mempengaruhi pH
b. Tentukan jenis garam obat: apakah garam obat dari asam lemah atau basa
lemah? Dalam suatu larutan, endapan terjadi ketika bentuk garam diubah
menjadi bentuk bebas oleh perubahan pH (yaitu, dengan menaikkan ph untuk
garam dari basa lemah dan dengan menurunkan pH untuk garam dari asam
lemah). Yang perlu kamu ketahui adalah jenis garam yang ada dalam obat jika
pH berubah maka akan menjadi permasalahan. Karena menentukan jenis
garam sulit, maka diskusikan dengan beberapa petunjuk bermanfaat yang
diberikan dalam gambar 34.1 untuk diskusi yang lebih menyeluruh tentang
topik ini, Anda bisa membaca buku Thermodynamics of Pharmaceutical
Systems: An.
c. Estimasi dari larutan pH yang dihasilkan. Setelah selesai dicek secara tepat
berdasarkan referensi atau ukuran secara tepat.
(1) Jika anda menambahkan senyawa kimia murni, dicek melalui monograf
Remington: The Science and Practice of Pharmacy atau The Merck Index
untuk pH larutan aqua secara kimiawi.
(2) Jika anda menambahkan hasil dari larutan obat, produk kemasan yang
dinyatakan di referensi Trissel’s Handbook of Injectable Drugs dengan
memberikan informasi penuh. Produk obat seringkali adalah buffer untuk
stabilitas atau untuk larutan yang dituju, dan pH larutan yang berbeda
dibandingkan jika ditambah obat murni pada larutan.
(3) Membantu mempelajari contoh secara luas dalam penggunaan kelas – kelas
obat asam murni atau pH basa. Terutama untuk pekerjaan kefarmasian
dalam campuran IV. Daftar beberapa contoh obat yang dimasukkan untuk
larutan obat asam murni atau pH basa.
(4) Hati – hati ketika anda menambahkan pembawa dan diluent akan berpengaruh
terhadap pH, kapasitas buffer sangat penting untuk diperhatikan. Sebagian
besar obat – obat dan larutan obat cukup memiliki kapasitas buffer meliputi
efek pH menjadi netral, tanpa larutan pembawa buffer atau larutan LVP.
Jumlahnya relatif selalu diperhatikan. Eritromisin laktobionat I.V merupakan
contoh bagus untuk sebuah produk yang memiliki kelarutan yang sangat
sensitif pada kedua pH dan konsentrasi diluen steril saat ditambahkan untuk
rekonstruksi.
(5) pH dari hasil larutan dapat juga diperiksa dengan menggunakan kertas pH atau
pH meter.
d. Cari pKa obat dalam pertimbangan. Bagian lampiran dari CD yang menyertai
buku ini memiliki daftar panjang pKa untuk obat-obatan dan bahan kimia.
Referensi yang berguna lainnya meliputi buku-buku kimia medisinal. Stabilitas
Trissel dari formulasi –formulasi, dan Merck Index.
So
pKa = pH-log ( S T −So )
(2) Garam dari asam lemah menggunakan rumus:
(4) Perhatikan juga ketika pH dari presipitasi tergantung pada tiga faktor, dua
diantaranya pKa obat dan kelarutan dalam bentuk bebas (So) yang sifat
obat itu tidak dapat diubah dalam bentuk tertentu.
(5) Faktor ketiga, konsentrasi obat akhir yang diinginkan ( ST ), dengan situasi
yang bervariasi. Hal ini penting untuk disadari ketika menggunakan
referensi seperti buku pegangan obat injeksi. Pemberitahuan bahwa C / I
(kompatibilitas / ketidakcocokan) penilaian dalam referensi ini diberikan
untuk konsentrasi obat tertentu dan untuk kendaraan tertentu. Jika kondisi
ini berubah, mungkin ada atau mungkin tidak menjadi masalah.
Selanjutnya, dalam menggunakan penilaian ini, kita mungkin berpikir
bahwa jika konsentrasi tinggi, seperti 500 mg / L, menunjukkan
kompatibilitas, maka pasti lebih rendah, konsentrasi yang lebih encer harus
oke. Biasanya begini tapi tidak selalu benar. injeksi biasanya mengandung
buffer, dan volume kadang-kadang lebih kecil dari solusi obat, tidak
memiliki kapasitas buffer yang cukup untuk mempertahankan pH pada
tingkat yang diinginkan untuk kelarutan ketika obat lain atau larutan
ditambahkan.
Contoh :
Oleh karena itu, obat yang larut pada konsentrasi ini pH yang diinginkan dibawah
3,3 ; pH diatas ini akan menyebabkan endapan.
Anda dapat memastikan bahwa ini adalah larutan yang cocok dengan melihat
monografi untuk injeksi Chlordiazepoxide HCL dalam Handbook of Injectable
Drugs. Konsentrasi yang diinginkan dari obat ini sangat tinggi (5%) dan
formulator produk injeksi menggunakan pH rendah (2,5-3,5) dan sistem cosolvent
untuk melarutkan obat yaitu air dan propilen glikol.
Pada larutan oral dan topikal, cosolvent mungkin dapat ditambahkan jika
salah satu yang tersedia cocok dan membentuk larutan bebas dalam obat.
Contoh, Phenobarbital Na larut dalam air, tetapi asam netral bebas
mengendap di Ph asam sirup oral. Alkohol dapat ditambahkan sebagai
cosolvent untuk menjaga asam bebas dalam larutan. Ini dijelaskan pada
contoh 7.27 dalam bab 7; ulasan dalam tabel 7.1 bahwa presentase
alkohol yang diperlukan untuk mempertahankan kelarutan fenobarbital
tergantung pada kedua konsentrasi obat dan pH larutan. Namun, jumlah
alkohol yang dibutuhkan sering dikurangi dengan penggunaan cosolvent
ketiga seperti gliserin atau propilen glikol ; ini dijelaskan untuk
fenobarbital dalam tabel 7.2.
2) Pada larutan oral dan topikal, cosolvent mungkin dapat ditambahkan jika
salah satu yang tersedia cocok dan membentuk larutan bebas dalam obat.
Contoh, Phenobarbital Na larut dalam air, tetapi asam netral bebas
mengendap di Ph asam sirup oral. Alkohol dapat ditambahkan sebagai
cosolvent untuk menjaga asam bebas dalam larutan. Ini dijelaskan pada
contoh 7.27 dalam bab 7; ulasan dalam tabel 7.1 bahwa presentase
alkohol yang diperlukan untuk mempertahankan kelarutan fenobarbital
tergantung pada kedua konsentrasi obat dan pH larutan. Namun, jumlah
alkohol yang dibutuhkan sering dikurangi dengan penggunaan cosolvent
ketiga seperti gliserin atau propilen glikol ; ini dijelaskan untuk
fenobarbital dalam tabel 7.2.
3) untuk larutan oral dan topikal, periksa kemungkinan terjadi suspensi.
4) encerkan larutan akhir sehingga konsentrasi obat dibawah konsentrasi
pengendapan bebas bentuk terionisasi.
5) untuk obat injeksi yang sensitif terhadap perubahan pH yang disebabkan
oleh penyerapan CO2, waktu kadarluarsa lebih pendek. Contohnya injeksi
Phenytoin Sodium dan injeksi Aminophylline
4. Pembentukan sedikit larut garam: Bila obat dilarutkan dalam suatu pelarut
dan obat lain ditambahkan dengan pelarut yang membentuk garam dengan
obat pertama, maka endapan dapat terjadi. Pengendapan garam sedikit larut
sebenrnya merupakan perubahan fisika kimia dari senyawa baru yang
terbentuk, namun hal ini termasuk untuk kelengkapan di bidang endapan obat.
a.endapan anorganik
AnBm nA +m + mB +n
Ag + +Cl - AgCl
d. Pengendapan Alkaloid
6. Efek Temperature
b. sebaliknya, meskipun tidak umum, dan mungkin juga dapat dibenarkan. Salah
satu contoh adalah pengendapan kalsium fosfat dibasic pada larutan nutrisi
parenteral. Kalsium fosfat dan kalium fosfat dibasic menghasilkan produk yang
seimbang ketika kalsium glukonat dan kalsium difosfat ditambahkan pada
larutan nutrisi parenteral ini. Meskipun pada temperature ruang produk ini
mungkin menjadi dibawah konsentrasi kritikal untuk pengendapan jika larutan
PN ini diletakan pada suatu lingkungan hangat seperti tempat tidur neonatus,
kalsium difosfat dibasic yang tidak lain mungkin akan mengendap dari larutan.
Fenomena yang tidak biasa ini dikarenakan fakta bahwa kalsium glukonat akan
lebih terdisosiasi pada suhu yang tinggi, dan peningkatan keberadaan ion
kalsium dan menyebabkan pengendapan dengan fosfat.
c. cara untuk mencegah pengendapan larutan obat yang sensitive pada perubahan
temperature.
(1) untuk larutan yang dapat diinjeksikan cek kemasan bagian dalam
produk atau suatu referensi seperti handbook on injectable drugs. Di
literature ini pasti ditemukan peringatan mengenai efek suhu pada
pengendapan larutan obat. Jika suatu produk steril tidak dapat di dalam
lemari es beyond use time perlu disesuaikan
(2) untuk larutan oral atau topical disadari bahwa kemungkinan masalah
ketika penanganan larutan pada atau mendekati titik saturasi (kejenuhan).
Jika suatu larutan harus disimpan atau digunakan pada temperature yang
berbeda dari temperature pembuatan tahapan yang cocok untuk mencegah
pengendapan mungkin dibutuhkan.
D.Penyerapan dan pencucian
1.Penyerapan
a. Penyerapan obat pada kemasan, penutup, tube pada IV, filterbakteri, dan
perangkat/ alat penghantaran dapat menjadi masalah. Karena reaksi ini tidak
bisa dilihat, dan reaksi aslinya tidak dapat dikenali. Meski sekarang reaksi
ini yang dapat di deteksi dengan eksaminasi visual.
c. Obat dapat bereaksi baik dengan kaca atau plastik, meskipun secara umum
masih ada sedikit masalah dengan kaca.
(2) Permasalahan dengan plastik adalah masalah yang paling sering terjadi
dengan bahan yang mengandung plasticizer. Polivinil klorida (PVC) adalah
bahan plastik yang paling sering menimbulkan masalah. PVC adalah plastik
asli yang kaku yang dibuat fleksibel dengan penambahan plasticizer seperti
Di (2-ethylhexyl) phthalate (DEHP) atau dioctylphthalate (DOP). Bagian
tertentu obat-obatan keluar dari larutan dan masuk ke dalam cairan
plasticizer.
d. Secara logis, serapan tergantung pada sifat hidrofilik / lipofilik obat dan
tempat berikatan atau bahan dalam ruang kapiler antar muka.
(1) Koefisien Partisiobat, atau kelarutan minyak dan air, kadang-kadang
digunakan untuk memprediksi kecenderungan/ gejala terjadinya penyerapan.
(a) Obat yang sukar larut dalam air atau lipo filik memiliki kecenderungan
lebih besar untuk terserap dalam PVC atau larut dalam plasticizer-nya.
(a) Sangat mudah untuk melihat mengapa jumlah ikatan atau partisi dapat
mempengaruhi pH pada kasus obat yang terionisasi. Tergantung pada
sifat hidrofilik / lipofilik dari tempat berikatan / ikatan atau plasticizer,
baik bagian yang terionisasi atau non ionik akan ditarik.
(2) curigai obat baru dari kelas yang ada di mana masalah serapan dengan
anggota lain dari kelas yang telah didokumentasikan.
(3) Tubing spesial atau wadah yang mungkin digunakan. Konsultasikan isi
paket produk untuk rekomendasi. Karena tubing khusus dan wadah yang
luas, pastikan masalahnya secara klinis signifikan dan bahwa hal itu tidak
dapat ditangani dengan cara lain. Misalnya, insulin dan nitrogliserin adalah
dua obat dengan masalah penyerapan yang signifikan, namun keduanya
memiliki dosis masing-masing yang dititrasi dengan respon pasien,
sehingga berpotensi baik bahan yang menyerap atau bahan yang tidak
menyerap dapat digunakan (16). Ada dua situasi yang memerlukan
pertimbangan yang matang:
2. Pencucian
Note: Review tentang kinetika kimia dasar dan persamaan berguna dalam
mempredikisi tentang tingkat degradasi obat diberikan dalam gambar
34.2
A. Oksidasi
1. Beberapa Kelas Obat yang mudah teroksidasi
a. Catecholamine (grup yang mengandung senyawa –OH yang
berdekatan dengan atom karbon pada cincin aromatik; Contoh :
Epinephrine)
b. Fenolik (ontoh : phenylephrine, Morphine)
c. P=Fenotiazine (Contoh : Chlorpromazine, Promethazine)
d. Olefins (alkana; meliputi senyawa alifatik w/ ikatan ganda)
e. Steroid
f. Tricyclik
g. Thiol (Senyawa sulfhdryl, R-SH: seperti : Captopril)
h. Lain-lain (seperti: Amphotericin B, Sodium Nitroprusside,
Nitrofurantoin, Tetracycline, Furosemid, Ergotamin, dan lain
sebagainya)
1. Persamaan Umum
Laju reaksi tergantung pada konsentrasi dua reaktan, biasa disebut Orde Reaksi 2. Laju reaksi tersebut
ditunjjukkan dalam persamaan sebagai berikut :
−dD dD
∝ [ D ][ R ] atau− =K 2[D][ R ]
dt dt
Tidak ditambahkannya reaktan pada suatu produk dikarenakan dapat terjadi degradasi obat, akan tetapi
terkadang hal ini tidak dapat dihindari. Sperti: bentuk dosis, sediaan larutan, suspensi, dan emulsi,
dimana ketiga sediaan tersebut memmbutuhkan air dalam pendosisannya, dan air merupakan reaktan
untuk reaksi hidrolisis; oksigen merupakan reaktan dalam reaksi oksidasi apabila berada di atmosfer.
Pada produk obat yang bersifat aqueous (encer), keberadaan air lebih besar sehingga konentrasinya
cenderung lebih konstan. Pada pembahasan ini kinetika ditunjukkan seperi dalam reaksi Orde 1 yang
diberikan temperatur, dimana laju reaksi tergantung pada konsentrai obat dalam larutan.
ketika obat dalam bentuk suspensi, konsentrasi obat dalam larutan [D] adalah kelarutannya. konsentrasi obat
tersebut konstan, karena obat terdegradasi dan akan menghilang dari larutan, partikel obat terlarut dari
suspensi akan mempertahankan kejenuhan larutan. Produk seperti ini mengikuti tetapan laju untuk reaksi
kinetik orde 0 dengan konstanta laju sebagai berikut:
K0 = K1 [D]
Di mana D adalah konstan dan sama dengan kelarutan obat dalam larutan
Persamaan laju untuk laju reaksi orde 0, sebagai berikut:
−dD
=Ko
dt
Dalam kasus ini, pada suhu tertentu, laju konstan dan tergantung pada tetapan laju untuk reaksi. konsentrasi
obat pada waktu tertentu (t) sebagai berikut:
[D] = [D0] – K0t
Ketika kita memecahkan persamaan ini untuk t ketika (D/D0) adalah 0.5 (yaitu, waktu paruh dari produk obat)
kita mendapatkan:
0.5
t½=
Ko
ketika kita memecahkan persamaan ini untuk t ketika (D/D0) adalah 0,9 (yaitu, masa simpan produk obat) kita
mendapatkan:
0,1[Do]
t 0,9=
Ko
2. Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan oksidasi
a. Oksigen
b. Cahaya
c. Ion logam berat
d. Suhu
e. pH
f. Adanya obat lain yang dapat bertindak sebagai agen pengoksidasi
B. Hidrolisis
1. Golongan obat yang rentan hidrolisis antara lain :
a. Golongan ester, R-CO-O-R (contoh : anestesi lokal “-kain” seperti
prokain dan tetrakain, aspirin,alkaloid belladona dan khususnya obat obat
yang memiliki gugus cincin yang kuat seperti lakton).
b. Amida, R-CO-NH2 ,dan khususnya pada obat yang memiliki gugus
cincin yang kuat seperti laktam (Penisilin).
c.Imida, R-CO-NH2-CO-R’ (barbiturat).
d. Ester tiol, R-CO-S-R’
2. Faktor yang mempengaruhi laju hidrolisis.
a. Keberadaan air
b. pH
c. Keberadaan senyawa asam dan basa (sitrat, asetat, fosfat) yang sering
digunakan sebagai penyangga / buffer
d. Konsentrasi bahan obat
e. Suhu
f. Keberadaan dari komponen lain yang dapat mengkatalis hidrolisis.
Dekstrosa dilaporkan sebagai penyebab utama katalis hidrolisis.
3. Strategi menangani obat yang menjadi subjek hidrolisis
a. Kontrol paparan kelembaban untuk obat padat dengan menggunakan
wadah yang ketat dan desikan.
b. Kontrol pH dari formulasi sediaan larutan. Cek pH dari semua larutan
obat yang akan dikombinasikan dan pH dari obat yang akan
ditambahkan. pH akhir dari suatu larutan dapat diperiksa menggunakan
kertas pH.
c. Periksa referensi yang sesuai untuk efek negatif asam atau basa secara
umum yang mungkin terjadi. Bila ini dapat menjadi faktor dalam
mempercepat hidrolisis, hindari penambahan bahan tersebut sebagai
penyangga, atau batasi jumlah yang digunakan, karena efek ini terjadi
tergantung dari konsentrasi. Juga hindari penambahan larutan obat lain
yang mengandung bahan-bahan tersebut.
d. Diperlukan konsentrasi obat ketika ini merupakan faktor. Informasi
tentang ini tersedia pada kemasan produk yang disisipkan dan dalam
referensi seperti pada Pedoman Obat-obat yang dapat diinjeksikan (The
Handbook of Injectable Drugs). Waktu kadaluarsa dapat banyak
berkurang dengan larutan berkonsentrasi tinggi (pekat) dari beberapa
subyek obat untuk hidrolisis. Laju hidrolisis yang bergantung pada
konsentrasi dari Ampicillin Na adalah contoh klasik dari faktor ini.
e. Mengontrol suhu penyimpanan. Laju hidrolisis terjadi lebih cepat pada
suhu tinggi dan dapat dikurangi dengan menyimpan produk sensitif
tersebut pada lemari pendingin. Anda mungkin perlu membatasi atau
mengubah tanggal batas penggunaan (BUD) dari subyek obat-obat
untuk hidrolisis, tergantung pada kondisi penyimpanan.
(1) Persamaan Arrhenius merupakan alat yang berguna untuk
mengestimasi efek dari suhu pada laju hidrolisis.
k 2 Ea (T 2−T 1)
ln ( )
k1
=
R T2 T1
dimana:
(2) Informasi waktu paruh dan energi aktivasi untuk banyak obat
umum dapat ditemukan dalam Chemical Stability of
Pharmaceuticals (21). Sebuah analisis energi aktivasi untuk obat
yang tercantum dalam Chemical Stability of Pharmaceuticals
diselesaikan oleh penulis K.A. Connors. Tipe normal dari kurva
distribusi ditemukan dengan Ea terendah pada 4.000 kal/mol,
tertinggi pada 44.000 kal/mol, dan sebagian besar berkerumun
antara 17.000 dan 26.000 kal/mol.
(3) Dalam arti praktis ini adalah informasi yang berguna.
Pertimbangkan hal berikut : dalam praktik farmasi, situasi dimana
kita perlu untuk membuat prediksi tentang perubahan stabilitas
akibat pengaruh suhu seringkali di dalam area obat terlarut,
antibiotik, dan obat lain yang memiliki stabilitas yang terbatas.
Paling sering menyangkut penyimpanan di dalam lemari pendingin
dibadingkan pada suhu kamar. Kita bisa mendapatkan sebuah
penentuan perkiraan kuantitatif dari perubahan waktu paruh
dengan perubahan dalam suhu penyimpanan dengan memecahkan
persamaan Arrhenius untuk rasio konstanta laju, k2/k1, pada dua
suhu.
CONTOH
k2 22,000(295−278)
ln ( )
k1
= 1.987 (295 )( 278 )
¿
¿
k 2/k 1=9.9=10
Dari sini dapat dilihat bahwa untuk obat rata-rata dalam kondisi rata-rata, laju
reaksi degradasi (seperti hidrolisis) adalah sekitar 10 kali lebih cepat pada suhu
kamar daripada suhu kulkas.
nilai-nilai ini dapat digunakan dengan persamaan yang diberikan di bawah untuk
mendapatkan perkiraan perubahan tarif untuk berbagai perubahan suhu:
Contoh pada suhu 278o K (5o C, di suhu kulkas) sampai 295o K (22o C, di suhu
ruang), deta T dari 17o, untuk reaksi dengan Ea dari 22.000 cal/mol
Catatan: Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada Connor KA, Amidon GL,
Stella VJ, Chemical Stability of Pharmaceuticals, 2nd Ed, John Wiley & Sons,
1986
(5). Hal ini sangat penting untuk diingat bahwa energi aktivasi Ea, bervariasi
dengan obat dan kondisinya.
(b) Apabila energi aktivasi untuk reaksi diketahui, maka ketetapan ini
digunakan.
(c) Meskipun tidak diketahui nilai energi aktivasi, hal ini berguna untuk
memberikan beberapa pengetahuan mengenai besarnya perubahan laju
reaksi pada suhu yang dituju; Misalnya, perubahan laju reaksi dari 5
menjadi 15 pada sebagian besar obat ketika dikeluarkan dari kulkas ke
suhu ruangan.
D. Perpindahan
E. Kompleksasi
b. Strategi yang biasa gunakan untuk menjaga bentuk terpisah obat ion
menyinggung. Tetrasiklin tidak boleh dicampur dengan produk obat
lainnya yang mengandung ion-ion multivalen. Selanjutnya, pasien yang
menerima terapi tetrasiklin (kecuali bentuk sintetis) harus diberikan
konseling untuk tidak meminum obat dengan makanan atau obat-obatan
yang mengandung ion multivalent, seperti : susu, roti, makanan dan obat
yang kaya akan zat besi, dan antasida.
a. Dalam hal ini, prinsip teofilin menjadi aktif apabila dikomplekskan dengan
rasio 2: 1 etilenadiamina. Hal ini dilakukan untuk melarutkan teofilin karena
obat ini memiliki sifat kurang larut dalam air dan tidak ada bentuk garamnya.
b. Kompleksasi bersifat reversibel, dan aminofilin dapat memutus reaksi
reversibel tersebut dari etilenadiamina. Masalah ini akan terjadi ketika obat
ini dalam larutan karena teofilin akan mengendap dalam larutan. Bentuk
injeksi aminofilin mengandung etilenadiamina berlebih untuk memastikan
bahwa reaksi kompleksasi tidak terjadi, tetapi solusi ini harus selalu
diperiksa adanya kristal dan sedian tidak boleh digunakan apabila terbentuk
kristal.
a. Ada dua produk injeksi yang beredar: injeksi disodium edetat dan injeksi
kalsium edtat dinatrium. Kompleks disodium digunakan dalam situasi
darurat untuk mengobati hiperkalsemia karena obat ini memiliki situs
kompleksasi yang tersedia untuk komplekskan dengan dan menghilangkan
kelebihan kalsium dalam darah. Koompleks Kalsium dinatrium digunakan
terutama untuk mengobati keracunan timbal. Dalam kasus ini , kompleks
kalsium disodium digunakan sehingga obat teresebut menghilangkan
kalsium dari tubuh.
b. EDTA juga digunakan dalam produk yang ditujukan untuk oksidasi di mana
kation logam bertindak sebagai katalis untuk proses oksidasi. EDTA
dibahas secara lebih rinci dalam bab 16, antioksidan.
F. Racemization
1. Isomer adalah senyawa yang memiliki rumus molekul yang sama (yaitu,
nomor dan jenis atom yang sama ) tetapi struktur molekular berbeda.
Enantiomer adalah isomer yang merupakan bayangan satu sama lain.
Enantiomer memiliki sifat kimia sama kecuali terhadap reagen aktif optis a
dan, lebih penting dalam pengobatan, terhadap bebagai enzim, reseptor
biologis, dan membran. Sebuah campuran yang setara dari enantiomer
disebut rasemat, dan konversi dari satu enantiomer untuk rasemat ini disebut
dengan racemization.
c. Obat lain juga ada yang tersedia dalam bentuk campuran keduanya yakni
rasemat dan enansiomer tunggal; contohnya amfetamin dan
dextroamfetamin, albuterol dan levalbuterol, serta omeprazol dan
esomeprazol.
3. Masalah mucul ketika satu enansiomer memiliki lebih dari satu sisi aktif dan
ketika rasemisasi mudah terjadi. Farmasis harus mengetahui hal ini dan
mempelajari literatur ketika menangani obat-obat yang memiliki potensi
tersebut. Dimasa mendatang, akan lebih banyak obat-obat yang tersedia
sebagai enansiomer alami daripada rasemat.
G. Epimerisasi
1. Isomer optik yang tidak memiliki gambar/bayangan cermin disebut
diastereomer. Diastereomer memiliki perbedaan fisika, diantaranya:
perbedaan titik lebur, titik didih, kelarutan, dan densitas. Diastereomer
memiliki kesamaan gugus fungsi dan menunjukkan kemiripan secara kimia
tetapi laju reaksinya berbeda. Sepasang diastereomer yang berbeda hanya
pada konfigurasi 1 atom karbon disebut epimer.