Kelompok 8 - Komplikasi BBL Sindrom Gawat Nafas

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

ASKEB GADAR

LAPORAN PENDAHULUAN DAN SOAP KASUS

KOMPLIKASI BBL

SINDROM GAWAT NAFAS

Dosen Pembimbing:

Tria Wahyuningrum,.S.SiT,.M.Keb

Disusun oleh :
Kelompok 8
1. Fenty Nur Halizah 201802012
2. Anita Dewi Anggraeni 201802013

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

Tahun 2020/2021

Jl. Raya Jabon Km 6 Mojokerto (0321) 390203


LAPORAN PENDAHULUAN

1.1. Definisi
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan.
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru(Marmi & Rahardjo, 2012).
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris disebut
neonatal respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang
terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per
menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory grunting); dan retraksi di daerah
epigastrium, suprasternal, intekostal pada saat inspirasi. Bila di dengar dengan
stetoskop akan terdengar penurunan masukan udara dalam paru.
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya
kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya
kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa kelainan paru yang menunjukkan
sindrom ini adalah pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH), pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah, 2005). Salah
satu yang akan dibahas dalam makalah ini adalah idiopatic respiratory distress
syndrome (IRDS) atau disebut juga penyakit membran hialin (PMH).
Syndrome distress pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai hyaline membrane disease (HMD) (Suriadierita Yulianni, 2006).
Sindrom gawat napas (respiratory distress syndrome, RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
RDS adalah penyakit paru yang akut dan berat, terutama menyerang bayi-bayi
preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai 5% bayi-bayi cukup bulan (Donna L.
Wong, 2003).
1.2. Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik
dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu.
Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia
kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28
minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang
lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi
dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37
minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia,
stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens tertinggi
pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Nelson, 1999).
1.3. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis
dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama
disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu memohon sisa udara
fungsional (kapasitas residu fungsional ) (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan
juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan
intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi sufaktan
menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat
ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang.
Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap
hembusan napas (ekspirasi), sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan
negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat.
Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan
(saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk
menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan.
Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya,
ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan
atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular
resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya,
terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal.
Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi,
darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan
foramen ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal
yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi
pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan
timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan
curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan
endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi
ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel
yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran
hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida
dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH
menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru
dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta
materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,
asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan
epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh
penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut
(Asrining Surasmi, dkk, 2003).
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan
yang terdiri dari : atelektasis -> hipoksia -> asidosis -> transudasi -> penurunan
aliran darah paru -> hambatan pembentukan substansi surfaktan -> atelektasis. Hal
ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi (Staf
Pengajar IKA, FKUI, 1985).
1.4. Manifestasi Klinis
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat
badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi
dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia
pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan
pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama. Setelah lahir dan gejala yang
karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan
menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan
perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis
seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O2 yang menurun dan karena
pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal, epigastrium,
interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda gangguan pernapasan, ditemukan
gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita penyakit membran
hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema terutama di daerah dorsal
tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila
terjadi komplikasi (Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).
1.5. Pemeriksaan Diagnostik
1. Gambaran Radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen
toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran
hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik
yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate
retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat
bahwa pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit
membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.
2. Gambaran Laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%,
prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi
normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya
oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi,
karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH
darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik dan
metabolik dalam tubuh.
b. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi pernapasan
yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula perubahan pada fungsi
paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung compliance’ berkurang, functional
residual capacity’ merendah disertai ‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula
fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa perubahan
dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan
atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan
arteri paru dan sistemik.
3. Gambaran Patologi / Histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran
hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian
paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan yang terdiri dari
fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel ductus yang
nekrotik.
1.6. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara
meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat
(70-80%).
b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati
karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang
terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru,
kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai
harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena.
d. Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian
surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun
harganya amat mahal.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan
berat badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu.
Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila menerima bayi
baru lahir yang demikian harus selalu waspada bahaya yang dapat timbul.
Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya kedinginan (dapat terjadi cold
injury), risiko terjadi gangguan pernapasna, kesuakran dalam pemberian
makanan, risiko terjadi infeksi, kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan
psikologik) (Ngastiyah, 2005).
1.7. Pencegahan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru yang
belum sempurna karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah
mencegah kelainan bayi yang maturitas parunya belum sempurna. Maturitas paru
dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik.
Gluck (1971) memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan
menghitung perbandingan antara lesitin dan sfingomielin dalam cairan amnion. Bila
perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari 2, bayi yang akan lahir tidak
akan menderita penyakit membran hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang
dari 2 berarti paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membran hialin.
Pemberian kortikosteroid oleh beberapa sarjana dianggap dapat merangsang
terbentuknya surfaktan pada janin. Penelitian mengenai hal ini masih terus dilakukan
saat ini. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah
prematuritas dan hal ini tentu agar sulit dikerjakan pada beberapa komplikasi
kehamilan tertentu.
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
KOMPLIKASI BBL
KASUS SINDROM GAWAT NAFAS

Ny. R mengatakan bayinya yang berusia 1 hari mengalami kesulitan bernafas dan ibu
juga mengatakan bayi lahir sebelum waktunya. Setelah dilakukan pengkajian dapat diketahui
keadaan bayi lemah, pernapasan 65x/menit, nadi 170x/menit dan suhu 35,8℃

TINJAUAN KASUS
HARI/TANGGAL PENGKAJIAN : Rabu, 12 Agustus 2020
WAKTU : 10.30
TEMPAT BERSALIN : RSUD Pare

A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas Bayi
a. Nama bayi : By. Ny. Rianti
Tgl/jam/lahir : Selasa, 11 Agustus 2020 / 23.30 wib
Jenis kelamin : laki-laki
Anak ke : 5 (lima)
b. Identitas orang tua
Nama ibu : Ny.Rianti Nama suami : Tn. Doni
Umur : 37 th Umur : 40 th
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Raden wijaya 23 Alamat : Jl. Raden wijaya 23

2. Anamnesa
a. Keluhan utama : Ibu mengatakan bayi lahir sebelum waktunya
b. Riwayat persalinan
• Ibu dengan G P A H : G 5. P 3. A 1. H 3.
• Persalinan ditolong oleh : Dokter
• Jenis persalinan : Normal
• Tempat persalinan : Rumah Sakit
• Lama persalinan :
Kala 1 : 8 jam
Kala 2 : 1 jam 15 menit

Kala 3 : 15 menit

Kala 4 : 2 jam
c. Riwayat penyakit kehamilan
• Perdarahan : tidak ada
• Preeklamsia : tidak ada
• Eklamsi : tidak ada
• Penyakit kelamin : tidak ada
• Diabetes militus : tidak ada
• Hepatitis : tidak ada
• Lain-lain : tidak ada

d. Kebiasaan sewakru hamil


• Makan : 3 x sehari
• Obat obatan : tidak ada
• Jamu : tidak ada

e. Keadaan bayi baru lahir

APGAR SCORE.

Menit : ke 1 Menit: ke 6

TANDA 0 1 2 JUMLAH
MENIT 1 Frekuensi [ ] tidak [√] 100x/i [ ] 100x/i 4
Jantung ada [√] lambat [ ]
Usaha [ ] tidak tidak menang-
Bernapas ada teratur Is kuat
Refleks [ ] [] eks. [ ]
Warna lumpuh Felksi gerakan
[ ] tidak sedikit aktif
ada [√] gerakan [ ] batuk
[ ] tidak sedikit /bersin
ada [√] tubuh [ ]
kemerahan, kemera-
tangan dan han
kaki biru
Menit 6 Frekuensi [ ] tidak [√] 100x/i [ ] 100x/i 6
Jantung ada [√] lambat [ ]
Usaha [ ] tidak tidak menang-
Bernafas ada teratur Is kuat
Tonus [ ] [ ] eks. [ ]
otot lumpuh Felksi gerakan
Refleks [ ] tidak sedikit aktif
Warna ada [√] gerakan [√] batuk
[ ] tidak sedikit /bersin
ada [√] tubuh [ ]
kemerahan, kemera-
tangan dan han
kaki biru

f. Resusitasi
 Pengisapan lendir : ada
 Ambu : ada
 Masage jantung : tidak ada
 Intubasi endrotraheal : tidak ada
 Oksigen : ada
 Terapi : ada

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : lemah
b. Pernapasan : 65 x / menit
c. HR/nadi : 170 x / menit
d. Suhu : 35,8 o c
2. Antropometri
a. Berat badan : 2100 gr
b. Panjang badan : 44 cm
c. Lingkar kepala : 29 cm
d. Lingkar dada : 27 cm
e. Lingkar lengan atas : 7 cm
3. Refleks
a. Moro : tidak ada
b. Rooting : tidak ada
c. Graphs : ada (lemah)
d. Sucking : ada (lemah)
e. Tonick neck : tidak ada
f. Walking : tidak ada
4. Eliminasi
a. Miksi : ada
b. Mekonium : ada
5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
 Simetris : ya
 Ubun ubun besar : mendatar
 Ubun ubun kecil : normal
 Caput : tidak ada
 Sephalohematoma : tidak ada
 Kelainan : tidak ada
b. Mata
 Simetris : ya
 Kelainan : tidak ada
 Pendarahan : tidak ada
 Kelainan : tidak ada
c. Hidung
 Lubang : ada
 Cuping hidung : ada
 Cairan/pengeluaran : tidak ada
 Kelainan : tidak ada
d. Mulut
 Bibir : pucat
 Palatum : ada
 Gusi : merah muda
 Kelainan : tidak ada
e. Telinga
 Simetris : ya
 Pengeluaran : tidak ada
 Lubang : ada
 Daun telinga : ada
 Kelainan : tidak ada
f. Leher
 Pembengkakan : tidak ada
 Kelainan : tidak ada
g. Dada
 Simetris : ya
 Bunyi napas : ronkhi (mendengik /rintih)
 Bunyi jantung : normal
 Kelainan : tidak ada
h. Perut
 Bentuk : bulat
 Tali pusat : bersih dan tidak basah
 Pengeluaran : tidak ada
 Pembuluh darah : normal
 Kelainan : tidak ada
i. Punggung
 Bentuk : normal
 Kelainan : tidak ada
j. Kulit
 Warna : pucat
 Turgor : kurang
 Lanugo : ada banyak
 Vernik caseosa : ada
k. Ekstremitas
 Jari-jari : lengkap
 Gerakan : lemah
 Kelainan : tidak ada
l. Genetalia
Pria
 Skrotum : testis belum turun ke skrotum
 Penis : ada
 Lubang penis : ada
m. Anus
 Lubang anus : ada
 Kelainan : tidak ada

C. Assesment
1. Diagnosa
Bayi Ny. Rianti usia 1 hari dengan syndrome gawat nafas
2. Masalah
Ibu cemas dengan kondisi bayinya yang mengalami kesulitan bernafas
3. Kebutuhan:
a. Jaga suhu tubuh tetap hangat dalam inkubator
b. Pemberian ASI yang adekuat
4. Diagnosa potensial : Hipotermia, Asfiksia, Hipoglikemia, Hipoksia
5. Masalah potensial : Hipotermia, Asfiksia, Hipoglikemia, Hipoksia

D. Planning

Tanggal : 12 Agustus 2020

Jam : 10.30

P Secara Mandiri :

1. Menjelaskan kepada ibu tentang bayinya


E/ ibu mengerti kondisi bayinya
2. Memberi konseling tentang penyakit yang sedang diderita bayinya
E/ ibu mengerti tentang penyakit yang diderita bayinya
3. Jaga kehangatan tubuh bayi untuk menghindari hipotermi
E/ ibu mengerti dan akan menjaga kehangatan tubuh bayi
4. Posisikan kepala bayi dengan kepala ekstensi untuk membuka jalan nafas untuk
memperlancar aliran O2 dan CO2
E/ Ibu mengerti tentang arahan yang diberikan bidan
5. Berikan ASI / PASI personde untuk memenuhi kebutuhan asupan nutrisi bayi.
E/ Ibu mengerti tentang penjelasan dari bidan
6. Jaga hygiene tubuh bayi dan lingkungan sekitar untuk menghindari transmisi kuman
dan memberi rasa aman pada bayi.
E/ ibu bersedia menjaga personal hygiene bayinya

P Secara Kolaboratif :

1. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan selanjutnya


a. Pemberian cairan dan nutrisi
b. Pemberian O2
c. CPAP (Continous Positive Airway Pressure)
d. Terapi surfaktan
e. Pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Monintja HE. Masalah umum sindrom gawat nafas pada neonatus. Dalam: Monintja HE,
Aminullah A, Boedjang RF, Amir I, penyunting.

Yu VYH, Monintja HE. Duktus Arteriosus persisiten pada neonatus (DAP). Dalam: Yu
VYH, Monintja HE. Beberapa masalah perawatan intensif neonatus. Jakarta: FKUI 1997. h.
57-67.

Yu VYH, Monintja HE. Hipertensi pulmonal persisten Dalam: Yu VYH, Monintja HE,
penyunting. Beberapa masalah perawatan intensif neonatus. Jakarta: FKUI, h. 39-51.

Anda mungkin juga menyukai