Contoh Penilaian Kinerja
Contoh Penilaian Kinerja
Contoh Penilaian Kinerja
2018
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/5373
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENILAIAN KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL
SKRIPSI
Ilmu Administrasi Publik Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Oleh :
140903075
2018
ABSTRAK
Penilaian prestasi kerja adalah suatu proses penilaian hasil kerja pegawai
berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Penilaian kinerja digunakan
sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan tujuan
organisasi. Penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas unsur Sasaran Kerja Pegawai
(SKP PNS) dengan bobot 60% dan juga perilaku kerja dengan bobot sebesar 40%.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana penilaian prestasi kerja dalam
menilai hasil kerja PNS dan melihat apakah sistem penilaian kinerja yang ada
dapat diandalkan, dan dapat dijadikan dasar untuk penilaian kinerja dan
pengembangan prestasi pegawai sesuai tujuan organisasi khususnya pada Dinas
Kebudayaan Kota Medan.
KATA PENGANTAR
1. Bapak Dr.Muryanto Amin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA selaku Ketua Departemen Ilmu
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara
3. Ibu Dra. Ashima Yanti Siahaan, Ma., P.hD selaku Sekretaris Departemen
Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Prof. Dr. Erika Revida, MS selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam membantu
mengarahkan saya dalam penyususnan skripsi ini.
5. Staf Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membekali
penulis dengan berbagai ilmu selama mengikuti perkuliahan samapai kahir
penulisan skripsi ini.
6. Staf Tata Usaha Departemen Ilmu Administasi Publik yang telah banyak
membantu penulis selama mengikuti perkuliahan samapai kahir penulisan
skripsi ini (terkhusus buat Ka Dian dan Ka Ema ).
7. Seluruh pimpinan dan staf pada Dinas Kebudayaan Kota Medan yang
telah membantu saya dalam memperoleh data yang saya perlukan
8. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Asrun Daulay dan Ibunda Nurhayati
Hasibuan, serta saudara penulis Faza Khairani Daulay, Lisda Asmida
Daulay, dan Permata Akhir Putri Daulay. Kata – kata tidak akan dapat
melukiskan kasih sayang, pengorbanan, serta jasa kalian yang tak
terhingga kepada saya. Semoga skripsi ini menjadi langkah awal
kesuksesan saya agar dapat membahagiakan kalian.
9. Kawan- kawan Electra: Anggi, Defi, Puja, dan Ori yang senantiasa saling
memotivasi baik dalam perkualiahan maupun dalam penyususnan skripsi
ini. Kemudian untuk Tongam, Ester, Reliska, Dodo, Senopen, Nia
Anindita, Juliana Simamora, Umi Fatiah serta kawan – kawan yang lain
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah bersama – sama dan
saling menyemangati dalam mengarungi bangku perkuliahan maupun
penyusunan skripsi.
10. Untuk “kahang” Khoirul Akhmadi Daulay, Abdullah Husein Harahap, dan
Sawaluddin Nasution, Tongku Harahap, Sulaiman Zuhri yang juga menadi
tempat bertukar pikiran selama perkuliahaan. Dan tak lupa juga untuk
Actara Rahmadita yang juga selalu memberikan dorongan dalam
penyelesaian skripsi ini.
11. Para sahabat dan rekan-rekan mahasiswa Administrasi Publik Fisip USU
yang telah bersama-sama saling mendukung dan menyertai saya
menyelesaikan studi ini.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK........................................................................................................... i
BAB I. ................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
BAB II ................................................................................................................ 9
BAB IV ............................................................................................................. 46
4.3 Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan Daerah Kota
Medan ............................................................................................................ 53
BAB V............................................................................................................... 88
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
tujuan yang telah ditetapkan sangat bergantung kepada sumber daya yang
menjadi dua bagian yaitu sumber daya manusia (human resources) dan sumber
daya non manusia (non - human resources). Dari pengelompokan sumber daya
tersebut, sumber daya manusia merupakan faktor paling dominan. Sumber daya
manusia meliputi semua orang yang berstatus anggota dalam organisasi dengan
masing - masing peran dan fungsinya tersendiri. Manusia adalah suatu unsur
baik yang sifatnya eksternal maupun internal, sangat ditentukan oleh kemampuan
terdapat manusia yang berkualitas yang memiliki tujuan ingin memberikan yang
terbaik bagi organisasi tersebut. Selain itu untuk menjaga kinerja yang maksimal
dari pegawai agar tetap pada sasaran - sasaran yang telah ditetapkan, maka
standar kerja yang diharapkan atau belum. Kinerja pegawai dalam organisasi
merupakan cerminan dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah
individu pegawai karena dalam uraian pekerjaan inilah tetapkan tugas dan
tanggung jawab yang akan dilakukan oleh setiap pegawai. Penilai melaksanakan
uraian pekerjaan itu apakah mengacu pada standar – standar yang telah telah
ditetapkan (Hasibuan,2000:92).
organisasi telah memanfaatkan secara baik atas sumber daya manusia yang ada di
masukan dan juga umpan balik dalam mempertimbangkan gaji atau kompensasi,
promosi, tindakan disiplin, dan juga merupakan umpan balik untuk meningkatkan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara dan bagian dari
sumber daya manusia tidak lepas dari tuntutan tersebut, sehingga dibutuhkan
yang terus menerus dan berkelanjutan yang dititik beratkan pada sistem penilaian
diperlukan parameter penilaian sebagai ukuran dan standar penilaian hasil kerja
yang nyata dan terukur. Oleh karena itu penilaian prestasi kerja secara sistemik
penghargaan bagi pegawai yang bersangkutan. Unsur - unsur yang dinilai menurut
disepakati antara pejabat penilai dan pegawai yang dinilai. Kondisi yang paling
Pekerjaan (DP3) adalah penilaian sering dilakukan bagi seorang PNS ketika
berkala, mutasi kerja, dan pendidikan dan pelatihan. Faktor kedekatan ataupun
faktor ketidaksenangan antara pejabat penilai dan pegawai yang dinilai juga
seringkali menjadi dasar penilaian. Nilai yang diberikan bisa saja terlampau tinggi
karena faktor kedekatan dan hubungan yang sangat baik, ataupun sebaliknya nilai
akan sangat rendah ketika ada masalah hubungan personal antara keduanya (Jhon
Wahyudi , Jurnal Administrasi Publik dan Birokrasi Vol. 1 No. 3, 2014, artikel 3).
2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Penilaian prestasi
kerja PNS sesuai dengan pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2011
dan transparan. Adapun unsur yang dinilai sebagai prestasi kerja adalah Sasaran
Kerja Pegawai (SKP) yang berisi rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh
seorang PNS, dan perilaku kerja atau tingkah laku, sikap/tindakan yang dilakukan
PNS. Penilaian Prestasi Kerja PNS ini secara sistemik menggabungkan antara
penilaian Sasaran Kerja Pegawai Negeri Sipil dengan penilaian perilaku kerja.
pada pengukuran tingkat capaian Sasaran Kerja Pegawai atau tingkat capaian hasil
kerja (output) yang telah direncanakan. Penilaian prestasi kerja PNS secara
disyaratkan untuk mencapai hasil kerja yang disepakati dan bukan penilaian atas
Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil yang mulai
survey awal yang dilakukan penulis bahwa pegawai dinilai berdasarakan sasaran
kerja dengan tugas dan fungsi yang dimilikinya, dengan kata lain apa yang
menjadi unsur penilaian relevan dengan sasaran kerja melalui SKP. Namun salah
satu masalah dalam penyusunan SKP sebagai salah satu unsur penilaian kinerja
dari atasan langsung sebagai pejabat penilai hanya sekedar memberikan penilaian
tanpa memberikan klarifikasi dan tindak lanjut dari sasaran kerja. Pejabat penilai
juga hanya terkesan sebagai legalitas dari penyusunan SKP tanpa berperan lebih
hasil penilaian prestasi kerja pegawai sebagai dasar perhitungan besaran tunjangan
berubah menjadi lebih bersifat materialistis. Kemudian dari sisi perilaku kerja
sehingga timbul penilaian yang bersifat subjektif dan berdasarkan dugaan semata.
Maka dari itu muncullah pertanyaan apakah sistem penilaian kinerja yang
dilakukan sensitif atau sudah tepat untuk menjawab tantangan dan kebutuhan
yang ada. Sehingga penulis menetapkan Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan
Oleh karena itu diperlukan sistem penilaian kinerja yang dapat diandalkan,
dan dapat dijadikan dasar untuk penilaian kinerja dan pengembangan prestasi
akan berhasil atau gagal merujuk kepada lima hal yaitu relevansi, sensitivitas,
memperhatikan tugas pokok dan fungsi, juga melakukan penilaian terhadap tugas
Daerah Kota Medan dalam penyusunan Skripsi S1 sebagai bagian dari salah satu
menetapkan judul penelitian “Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas
variabel penilaian kinerja yang efektif, maka masalah penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
atau apa yang menjadi tujuan penelitian. Suatu riset khusus dalam pengetahuan
menguji kebenaran ilmu pengetahuan itu sendiri. Adapun yang menjadi tujuan
kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan
kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan
kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan
kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam suatu organisasi hal yang paling penting yang perlu diperhatikan
adalah sumber daya manuisa yang menjadi pendukung utama tercapai tujuan
organisasi, maka dari itu sumber daya manusia harus digerakkan secara efektif
dan efisien sehingga mempunyai tingkat hasil daya guna yang tinggi.
manusia agar efektif dan efisien perlu adanya proses manajerial berupa
manajemen sumber daya manusia dengan definisi yang berbeda – beda, namun
adalah proses pendayagunaan manusia sebagai agar potensi fisik dan psikis yang
daya manusia yang diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen
peran penting dalam suatu organisasi, dalam rumusan lain dapat disimpulkan
tujuan organiasi.
manusia guna memberikan informasi yang akurat dan tepat pada waktunya
(EEO) mempengaruhi semua aktivitas SDM yang lain dan integral dengan
c. Pengangkatan Pegawai
organisai tersebut.
pekerjaan melalui gaji, insentif, dan tunjangan. Para pemberi kerja harus
persoalan utama
Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan para karyawan
adalah hal yang sangat penting. Secara global, berbagai keselamatan dan
secara efektif apabila para karyawan dan organisasi ingin sukses bersama.
Apakah beberapa karyawan diwakili oleh suatu serikat pekerja atau tidak,
dan prosedur sumber daya manusia sehingga para manajer dan karyawan
motivasi, kompensasi dan penghargaan atas hasil karya dan jerih payah karyawan,
sehingga karyawan sadar bahwa mereka adalah bagian kemajuan organisasi. Oleh
karena itu diperlukan suatu sistem pengelolaan evaluasi kinerja karyawan agar
dikelola dengan baik oleh organisasinya. Penilaian kinerja merupakan salah satu
Penilaian kinerja adalah sistem formal dan terstruktur utuk mengukur dan menilai
hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan perilaku kerja dalam upaya pencapaian
karyawan di masa sekarang dan/atau dimasa lalu secara relatif terhadap standar
karyawan, evaluasi karyawan, tujuan kerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil.
kinerja sebagai sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan
dan kelemahan yang terkait diri seseorang atau suatu kelompok. Pendapat lain
nyata dicapai setelah satu tahap tertentu selesai dikerjakan dengan hasil yang
ditarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja merupakan penilaian hasil kerja yang
dilakukan oleh organisasi untuk mengetahui kemampuan kerja yang dimiliki oleh
kerja individu dengan mebandingkan dengan standar baku yang ada apakah sudah
sesuai sasaran atau belum dan sejauh mana sasaran organisasi telah tercapai.
Dengan kata lain bahwa penilaian kinerja merupakan usaha untuk menilai
suatu organisasi melalui standar kerja yang termuat dalam instrumen penilaian
kinerja.
ke dalam tujuan spesifik, kemudian melatih para karyawan tetapi tidak meninjau
kembali kinerja karyawan secara berkala, hal itu hanya memberikan sedikit
dan untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh bawahan.
kinerja tidak hanya dilakukan sesaat pada akhir periode penilaian saja, karena
dilakukan setiap waktu. Proses penilaian prestasi kerja merupakan hal penting
standar yang telah ditetapkan, ini biasanya melibatkan beberapa jenis formulir
Disini, atasan dan bawahan mendiskuiskan kinerja dan kemajuan bawahan, dan
proses penilaian kinerja pastinya melalui beberapa tahapan dan langkah. Menurut
Mondy dan Noe (1993:398) proses penyusunan penilaian terbagi dalam beberapa
yaitu harus ditetapkan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi
dengan adanya sistem penilaian kinerja yang akan disusun. Hal ini menjadi
penting karena dengan mengetahui tujuan yang ingin dicapai akan lebih
jabatan, sehingga akan diketahui dengan instrumen apa saja yang akan diukur
dalam penilaian kinerja. Instrumen tersebut tentunya harus sangat terkait dengan
pelaksanaan tugas pada jabatan itu. Tahap ini biasanya dapat dilakukan dengan
jabatan. Senada dengan itu Cascio (2003:336) juga mengemukakan tahapan dalam
Setelah tujuan dan dimensi yang akan diukur dalam penilaian kinerja
diketahui, maka langkah selanjutnya yaitu menentukan desain yang sesuai untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Penentuan desain penilaian kinerja ini harus
selalu dikaitkan dengan tujuan penilaian. Hal ini karena tiap-tiap desain penilaian
suatu jabatan. Penilaian kinerja ini dapat dilakukan oleh atasan saja, atau dengan
sistem 360 derajat yang melibatkan atasan, rekan kerja dan bawahan.
kembali kepada pegawai yang dinilai agar mereka mengetahui kinerjanya selama
ini serta mengetahui kinerja yang diharapkan oleh organisasi. Evaluasi terhadap
sistem penilaian kinerja yang telah dilakukan juga dilaksanakan pada tahap ini.
Apakah penilaian kinerja tersebut sudah dapat mencapai tujuan dari diadakannya
penilaian kinerja atau belum. Apabila ternyata belum, maka harus dilakukan revisi
kinerja organisasi esuai dengan bidang dan tugasnya semua layak untuk dinilai.
improve employess work performance by helping them relize and use their full
employees and managers for use in making work related decisions. Maksudnya
adalah bahwa tujuan umum dari penilaian kinerja : (1) untuk meningkatkan
mereka secara penuh dalam melaksakan misi organisasi, (2) untuk meberikan
keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan. Lebih lanjut tujuan dari sistem
berikut :
kontribusi yang tinggi terhadap organisasi. Hasil dari penilaian kinerja yang baik
akan memberikan keuntungan bagi pegawai itu sendiri dimana pegawai akan
dapat mengembangkan karirnya pada tingkat yang lebih tinggi dalam organisasi.
Sebaliknya, jika hasil dari penilaian kinerja yang dihasilkan buruk ini akan
daya manusia adalah sebagai alat yang memiliki manfaat dan kegunaan dalam
kepada pegawai sebagai bagian dari tindak lanjut terhadap hasil kerja pegawai.
informasi atas kinerja karyawan maka sumber informasi diperoleh dari beberapa
pihak baik itu perorangan ataupun kelompok yang melakukan penilaian atas
indivisu yang kan dinilai. Beberapa sumber yang dapat berperilaku sebagai pelaku
penilaian menurut Cascio (2003: 348) , Rivai dan Fawzi (2005:142) adalah:
2. Rekan kerja
Rekan kerja dapat dijadikan sebagai penilai yang baik oleh karena
keterlibatannya setiap hari secara bersama – sama, akan tetapi penilaian yang
dilakukan oleh rekan kerja sangat di pengaruhi oleh kondisi hubungan pribadi.
3. Bawahan
berbeda dengan penilai yang lain. Cara penilaian bawahan sangat dipengaruhi
oleh atasannya.
4. Diri Sendiri
Penilaian yang dilakukan oleh diri sendiri secara umum dilakukan bersamaan
dengan penilaian oleh atasan. Karena besarnya kemungkinan bias penilaian ini
lebih sering digunakan untuk tujuan pengembangan karyawan dari pada untuk
tujuan administratif.
5. Pelanggan
Pelanggan dapat menjadi penilai temporer yang baik. Kinerja dapat dilihat
obyektif saat berhadapan dengan pelanggan. Akan tetapi penilaian ini juga
memiliki kelemahan karena waktu kontak yang minimal dan sangat dipengaruhi
atasan langsung, bawahan langsung, diri sendiri dan rekan kerja. Hasil penilaian
dilihat lebih adil oleh karyawan, selain itu penilaian menggunakan 360 derajat
Badan yang beraal dari luar struktur organisasi, penilai independen pada
nilai yang baik. Hal ini menyebabkan penilaian yang bias. (Rivai dan Fawzi,
2005:142)
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian kinerja.
besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu past oriented appraisal methods (penilaian
kinerja yang berorientasi pada masa lalu) dan future oriented appraisal methods
1996:350).
Past based methods adalah penilaian kinerja atas kinerja seseorang dari
pekerjaan yang telah dilakukannya. Kelebihannya adalah jelas dan mudah diukur,
terutama secara kuantitatif. Kekurangannya adalah kinerja yang diukur tidak dapat
yang dimiliki oleh seseorang. Dan Future based methods adalah penilaian kinerja
dengan menilai seberapa besar potensi pegawai dan mampu untuk menetapkan
kinerja yang diharapkan pada masa datang. Metode ini juga kadang-kadang masih
menggunakan past method. Catatan kinerja juga masih digunakan sebagai acuan
menjadi dua yaitu metode yang memfokuskan pada tingkah laku individu
a. Narrative Essay
kelemahan metode ini adalah tidak dapat membandingkan antara satu dengan
yang lainnya dan antar departemen karena penilaian yang diberikan tiap penilai
b. Ranking
Metode ini terdiri dari simple ranking dan alternation ranking. Dalam
simple ranking, penilai mengurutkan para pemegang jabatan, dari yang terbaik
Rangking semacam ini hanya cocok dalam organisasi kecil karena semakin
kinerja mereka. Sementara itu pada metode alternation adalah penilai akan
memilih pekerja yang terbaik untuk posisi teratas dan pekerja terburuk di posisi
terburuk. Kemudian memilih pekerja kedua terbaik di posisi kedua terbaik dan
individu dengan individu lainnya, dua orang sekaligus, dengan standar tunggal
untuk menentukan siapa yang lebih baik. Urutan ranking individu dapat diperoleh
kategori yaitu dari terendah (mewakili kinerja yang buruk) sampai dengan tingkat
e. Behavior Checklist
mengenai apa saja perilaku atau pencapaian terbaik dan terburuk (extremely good
Pada metode ini, penilai menentukan dimensi kinerja yang akan dinilai.
kinerjanya.
a. Manajement By Objectives
berkinerja tinggi yang dapat mengembangkan strategi mereka sendiri. Cara kerja
dari metode ini adalah bagaimana suatu sasaran dapat tercapai dengan mengurangi
bergantung pada kebutuhan sasaran yang akan dicapai. Atasan dan bawahan akan
Metode ini mirip dengan MBO hanya saja lebih menekankan pada proses
dari pada hasil. Pada metode ini sangat membutuhkan review yang lebih sering
terkait dengan rencana kerja, sangat memakan waktu dan tidak dapat
karena tidak ada yang bersifat sempurna. Dengan demikian tidak baik bagi
metode penilaian yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis,
valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai. Tantangan yang harus
dihadapi adalah untuk merestrukturisasi dan mengelola penilaian kinerja yang fair
dan akurat.
oleh seorang penilai, dimana seorang penilai harus dapat mengetahui dan harus
1. Hallo Effect
Hallo effect terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan
mempengaruhi pengukuran prestasi kerja. Sebagai contoh, bila sorang atasan
senang kepada seorang karyawan, maka pandangan ini bisa mengubah estimasi
atasan terhadap prestasi kerja karyawan. Masalah ini paling mudah terjadi bila
para penilai harus mengevaluasi teman- teman mereka.
2. Kesalahan Kecenderungan Terpusat
Banyak penilai yang tidak suka menilai para karyawan yang efektif atau
yang tidak efektif, dan sangat baik atau sangat jelek, sehingga penilaian prestasi
kerja cenderung dibuat rata-rata pada formulir penilaian ekstrim dan dekat dengan
nilai-nilai tengah.
3. Bias Terlalu Lunak dan Terlalu Keras
Kesalahan terlalu lunak (leniency bias) disebabkan oleh kecenderungan
penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik dalam evaluasi prestasi kerja
karyawan. Kesalahan terlalu keras (strickness bias) adalah sebaliknya, yang terjadi
karena penilai cenderung terlalu ketat dalam evaluasi mereka. Kedua kesalahan ini
pada umumnya terjadi bila standar-standar prestasi tidak jelas.
4. Prasangka Pribadi
Faktor-faktor yang membentuk prasangka pribadi terhadap seorang atau
kelompok bisa mengubah penilaian. Sebab-sebab prasangka pribadi lain yang
mempengaruhi penilaian mencakup faktor senioritas, kesukuan, agama, kesamaan
kelompok dan status sosial.
5. Pengaruh Kesan Terakhir
Bila mengunakan ukuran-ukuran prestasi kerja subjektif, penilaian sangat
dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan karyawan yang paling akhir (recency effect).
Kegiatan-kegiatan terakhir baik atau buruk cenderung lebih diingat oleh penilai.
1. Kesalahan penilai
2. Ketidaksiapan penialai
3. Ketidakefektipan praktek dan kebijakan organisasi, dan
4. Formulir yang tidak baik.
Kesalahan penilai terjadi akbat kesalahan manusia yang tidak pernah luput
error of central tebdency, the liniency and strictness biases, personal prejudice,
dan the recency effect. Ketidaksiapan penilai dapat diakibatkan penilai kurang
diakibatkan tidak adanya reward penilai, norms suppoorting liniency, dan lack of
penyusunan formulir penilaian yang tidak jelas, tidak mencakup aspek utama dari
standar yang tidak jelas, efek halo, kecenderungan terpusat, longgar atau ketat,
dan bias.
Standar yang tidak jelas, skala penilaian ini terbuka terhadap interprestasi
penilaian. Skala peringkat grafis ini memang terlihat objektif, akan tetapi
menghasilkan penilaian yang tidak adil, karena sifat dan tingkat kemanfaatannya
dihasilkan dalam penilaian yang lebih konsisten dan lebih mudah dijelaskan.
Efek Halo, dalam penilaian kinerja, masalah yang muncul ketika peringkat
yang diberikan penyelia kapada bawahan atas satu sifat tertentu membuat bias
peringkat orang itu atas sifat lainnya. Terjadi karena penilai menyukai atau tidak
menyukai sifat karyawan yang dinilai. Oleh karena itu, karyawan yang disukai
oleh penilai cenderung akan memperoleh nilai yang positif pada semua aspek
penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang karyawan yang tidak disukai akan
semua karyawan dengan cara yang sama, seperti memberikan peringkat rata-rata
mereka cenderung untuk menghindari angka tinggi dan rendah dan hanya
Hal itu bias mengaburkan evaluasi, membuat mereka kurang berguna untuk
tidak menggunakan skala peringkat grafis biasa mengurangi masalah ini, karena
Longgar dan ketat, adalah masalah yang terjadi saat penyelia memiliki
semua bawahannya. Penyebab longgar atau ketatnya penilaian itu bukan hanya
seperti umur, ras, dan jenis kelamin untuk mempengaruhi peringkat penilaian
yang diterima karyawan. Karakteristik pribadi orang yang dinilai (seperti umur,
ras, dan jenis kelamin) bias mempengaruhi peringkat karyawan, sering kali
organisasi, mereka harus melakukan tugas-tugas peran mereka dengan cara yang
handal, dan mereka harus memberikan kontribusi spontan dan perilaku inovatif
yang berbeda di luar tugas formal mereka. Tiga perilaku dasar itu hendaknya
terukur. Maka dalam melaksanakan penilaian ada persyaratan yang harus dipenuhi
agar memperoleh hasil yang objektif dan sesuai tujuan khususnya serta dapat
a. Strategic Congruence
mendasar yang menentukan apakah sistem penilaian kinerja akan berhasil atau
yang akan dinilai dalam form penilaian. Dengan kata lain penilaian kinerja
pegawai yang dinilai. Tugas setiap bidang kerja atau jaatan cenderung
tidak sama dengan yang lain, maka seharusnya butir -butir yang dinilai
yang tidak efektif. Karena penilain kinerja yang tidak dapat membantu
penilaian, memiliki standar yelas dan sistem yang baku. Sebuah penilaian
kinerja yang relaibel atau dapat dipercaya dan digunakan berulang untuk
menggunakannya baik penilai maupun yang dinilai. Oleh karena ini berarti
karena selain sesuai dengan pekerjaan yang dilaksanakan atau dinilai juga
saat ini disebut dengan Penilaian Prestasi Kerja. Hal ini sesuai dengan Peraturan
bahwa :
prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.”
Pejabat penilai satu kali dalam 1 (satu) tahun yang dilakukan ditiap akhir bulan
Desember ataupun dapat juga dilaksakan paling lama pada akhir bulan Januari di
tahun selanjutnya. Selain itu, Penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas unsur
Sasaran Kerja Pegawai (SKP PNS) dengan bobot nilai 60% dan juga Perilaku
selanjutnya disingkat SKP adalah rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh
seorang PNS, yang disusun dan disepakati bersama antara pegawai dengan atasan
langsung pegawai yang meliputi kuantitas, kualitas, biaya, dan waktu. Sedangkan
Perilaku kerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh
PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan
aspek:
a. Orientasi pelayanan
antara lain meliputi masyarakat, atasan, rekan sekerja, unit kerja terkait,
b. Integritas
c. Komitmen
d. Disiplin
e. Kerjasama
PNS untuk bekerja sama dengan rekan kerja, atasan, bawahan dalam unit
kerjanya serta instansi lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan tanggung
jawab yang ditentukan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang
sebesar-besarnya.
f. Kepemimpinan
Nomor 46 Tahun 2011 dilaksanakan oleh pejabat penilai yaitu Pejabat pembina
kepegawaian sebagai pejabat penilai dan/atau atasan pejabat penilai yang tertinggi
dimaksud dalam Pasal 15 dinyatakan dengan angka dan sebutan sebagai berikut:
ξ 76 – 90 : baik
ξ 61 – 75 : cukup
ξ 51 – 60 : kurang
ξ 50 ke bawah : buruk
diusulkan sebagai suatu panduan dalam proses analisis data, dalam penelitian ini
yang berprestasi dan tidak berprestasi dan sistem penilaian prestasi kerja
terpenting yang akan memutar roda organisasi agar berjalan maksimala. Dengan
kata lain, manajemen sumber daya manusia sangat berperan dalam meningkatkan
tentunya menginginkan memiliki Sumber daya manusia yang dalam hal ini
pegawai yang berkualitas dan berkinerja baik yang mampu bekerja dengan benar
dimana kinerja pegawai dinilai dan dievaluasi oleh stakeholder organisasi melalui
metode dan kriteria penilaian tertentu setiap kurun waktu tertentu. Dalam
organisasi yang bergerak dalam sektor publik, ASN dalam hal sumber daya
manusia sektor publik dan sebagai penyelenggara Negara yang menjalankan roda
negara terdapa dua instrumen yang digunakan yaitu, Sasaran Kerja Pegawai
(SKP) dan Perilaku Kerja. Kedua Instrumen tersebut menjadi alat utama yang
BAB III
METODE PENELITIAN
Berangkat dari masalah dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang
deskriptif, format verifikasi, dan format grounded research. Dalam penelitian ini
secara cermat mengenai inidividu atau kelompok dan gejala yang terjadi.
penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara
holistic, dan dengan suatu konteks khusus yang lamiah dan dengan memanfaatkan
mengamati dan menangkap realitas yang terjadi dilapangan dan ingin mengetahui
Kebudayaan Daerah Kota Medan. Maka dari itu akan berusaha menganalisis dan
Raden Saleh No. 7-9, Kota Medan 20236. Penulis memilih lokasi di Dinas
Kebudayaan Kota Medan karena pada dasarnya semua unsur SKPD telah
pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang diharapkan
dalam penelitian kualitatif adalah kata – kata dan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain – lain. Dalam penulisan skripsi ini, penulis
akan mengumpulkan data primer dan sekunder yang berkaitan dengan masalah
1. Studi Kepustakaan
hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal
adanaya populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus
penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian ini menjadi informan yang
Dari keseluruhan unit analisis tersebut, akan diambil beberapa yang akan
permasalahan. Agar sesuai dengan tujuan penelitian maka perlu ditetapkan kriteria
Kota Medan
menyajikan data yang dimulai dengan menelaah data yang terkumpul, menyusun
dalam satu kesatuan yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan
aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
a. Reduksi data
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
b. Penyajian data
c. Penarikan kesimpulan
yang sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan
BAB IV
Daerah (SKPD) di bawah Pemerintah Kota Medan yang dipimpin oleh Kepala
Dinas, berada dan di bawah dan bertanggung jawab kepada Wali Kota melalui
tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, dan Tata Kerja
Perangkat Daerah Kota Medan. Adapun tugas dan fungsi Dinas Kebudayaan
Tugas :
Fungsi :
kebudayaan;
undangan; dan
6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh wali kota terkait dengan
Perangkat Daerha Kota Medan (Lembaran Daerah Kota Medan Tahun 2016
Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, dan Tata Kerja Perangkat Daerah
(Berita Daerah Kota Medan Tahun 2017 Nomor 1), sebagaimana diubah
dengan peraturan Wali Kota Medan Nomor 40 Thun 2017 tentang Perubahan
Atas Peraturan Wali Kota Medan Nomor 1 Tahun 2017 tentang Kedudukan,
Susunan Oragnisasi, Tugas dan Fungsi, dan Tata Kerja Perangkat Daerah
e. Peraturan Wali Kota Medan Nomor 42 tahun 2017 Tentang Rincian Tugas
Peraturan Wali Kota Medan Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Kedudukan, Susunan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Kebudayaan Kota Medan secara
No Pendidikan Jumlah
1 S3/S2 8
2 S1 17
3 D3 5
4 SD/SMP/SMA 10
Jumlah 40
No Golongan Jumlah
1 IV 4
2 III 25
3 II 11
4 I -
Jumlah 40
No Eselon Jumlah
1 II 1
2 III 3
3 IV 8
Jumlah 12
rangka menjaring data atau fakta yang diperlukan sesuai dengan permasalahan
pada seberapa banyaknya kuantitas informan yang diteliti, melainkan lebih kepada
tingkat kualitas pemahaman atas topik penelitian yang sedang ditelisik. Kriteria-
kriteria pemilihan informan ini, telah di tuliskan di dalam sub bab informan
penelitian pada bab sebelumnya. Berikut dibawah ini akan di uraikan temuan-
temuan (yang dituangkan ke dalam bentuk tabel) terkait dengan profile dari
Kota Medan
Pada tahap pengelolaan sumber daya manusia, visi dan misi organisasi
dikaitkan dengan strategi yang akan dilakukan oleh organisasi sebagai upaya
pencapaian tujuan. Strategi dan tujuan organisasi ini kemudian dirumuskan lebih
rinci ke dalam fungsi dan peran yang ingin dicapai oleh masing-masing unit
organisasi. Dalam rangka mencapai visi dan misinya, salah satu unit manajerial
dari organisasi Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan telah menerapkan suatu
Daya Manusia (MSDM) yang bertujuan untuk melakukan penilaian kinerja bagi
Sipil Negara. Penilaian prestasi kerja Aparatur Sipil Negara menggabungkan dua
indikator utama yaitu antara indikator SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dan PKP
(Perilaku Kinerja Pegawai), dan didalam SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dan
yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil pusat tersebut dengan sendirinya juga
berlaku pula bagi Pegawai Negeri Sipil daerah, kecuali ditentukan lain dalam
peraturan perundang-undangan.
Begitu juga dengan penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Dinas
Kebudayaan Daerah Kota Medan yang merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kerja Sesuai dengan dasar hukum yang telah ada tersebut. Penilaian kinerja
mencapai tujuan tertentu dan (2) mengetahui hambatan yang ada dalam
yang menentukan apakah sistem penilaian kinerja akan berhasil atau gagal.
penilaian kinerja untuk mengukur efektif atau tidaknya penilaian kinerja tersebut.
pekerjaan
Prinsip relevansi artinya aspek yang diukur dalam penilaian kinerja terkait
dengan pekerjaannya baik input, proses maupun outputnya. Dengan kata lain,
Perumusan penilaian kinerja pegawai baik kriteria penilaian, faktor yang dinilai
maupun metode penilaian harus disadari penuh, selaku perumus penilaian kinerja
artinya terdapat hubungan yang jelas antara standar kinerja untuk suatu pekerjaan
tertentu dengan tujuan organisasi. Dalam indikator relevansi ini akan melihat
Dalam pelaksanaan penilain prestasi kerja pegawai pada Dinas Kebudayaan Kota
Kinerja Pegawai (PKP) dirasa telah sesuai dengan apa yang menjadi tugas dan
fungsi yang dimiliki pegawai, karena dengan adanya Sasaran Kinerja Pegawai
(SKP) dan Perilaku kinerja Pegawai (PKP) pegawai dapat terfokus kepada
wawancara mendalam dengan Ibu Dra. Edliaty, MAP selaku Sekretaris Dinas
Kebudayaan mengatakan :
“Sangat sesuai, karena unsur – unsur yang dinilai sudah sesuai dengan tugas
dan fungsi (tupoksi) yang dimiliki pegawai tersebut. isntrumen penilaian
yaitu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 dengan
penialian prestasi kerja yang didalamnya ada Sasaran Kinerja Pegawai (SKP)
dan Perilaku Kerja Pegawai (PKP). SKP yang ada mengacu kepada tupoksi
yang sudah diatur pada Peraturan Wali Kota Medan Nomor 42 tahun 2017
Tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas Kebudayaan Kota Medan. Di situ
sudah jelas dikatakan bahwa tiap - tiap pegawai mulai dari staf, kepala seksi,
kepala bidang sudah ada tugas dan fungsinya masing - masing sehingga
uraian tugas daripada staf ini sudah jelas. Sedangkan unsur Perilaku Kerja
dinialai dari bagaimana sikap pegawai pada pelaksanaan tugas pekerjaan yang
dimilikinya pada jenjang jabatan setiap Pegawai Negeri Sipil yang dinilai”
(Hasil wawancara pada 03 Februari 2018)
“Sesuai, kita kan bekerja sesuai tupoksi dan kita dinilai juga dengan apa yang
kita kerjakanan, dalam hal ini kita menyususn SKP yang disetujui pimpinan.
Dan semua tugas itu sesuai dengan program yang kami susun sebelumnya dan
Desember itu sudah harus selesai rampung pekerjaan-pekerjaan dari setiap
bidang atau staf di Dinas ini”. (Hasil wawancara pada 03 Februari 2018)
Hal senada yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan oleh Ibu Merlin
“Sesuai, karena dalam instrumen penilaian utamanya dalam SKP itu disusun
sudah sesaui dengan tugas pokok yang kita miliki. SKP ini kan juga
tergantung arahan dari pimpinan karena ini harus disetujui pimpinan secara
langsung, dan untuk perilaku kerja itu dilihat dari bagaimana kita dalam
pelaksanaan program itu ” (Hasil wawancara pada 02 Februari 2018)
Berkaitan dengan hal tersebut juga salah staf pegawai Ibu Dewi Chantika
menjelaskan bahwa :
kinerja yang ada sudah relevan sebab disusun berdasarakan tugas dan fungsi
masing-masing pegawai menjadi sebuah rencana kerja dan target kerja yang
bagaimana sikap pegawai dalam pelaksanaan sasaran kerja yang ada. Dengan
demikian penilaian kinerja memiliki relevansi karena ada kaitan yang jelas antara
standar kinerja yang akan dilaksanakan untuk suatu pekerjaan tertentu dan tujuan
organisasi serta ada kaitan yang jelas antara elemen-elemen kerja dan dimensi
kinerja dari setiap pegawai apakah pegawai yang diamati tersebut dapat bekerja
dengan baik atau tidak, apabila seluruh pegawai bekerja dengan seharusnya dan
bekerja dengan baik, maka dapat dipastikan instansi tersebut akan lebih mudah
dan lebih ideal dalam mencapai tujuan tersebut. Ketika penulis menggali
manfaat yang ingin dicapai dengan manfaat yang saat ini dirasakan, mayoritas
untuk peningkatan kualitas kerja pegawai, disiplin, dan untuk pengembangan karir
pegawai.
menjalankannya selesai dengan baik, dengan demikian dihrapkan tugas pokok dan
fungsiny dilaksakan dengan tanggung jawab. Berkaitan dengan hal itu penulis
melakuakan wawancara dengan Ibu Dra. Edliaty, M.AP selaku Sekretaris Dinas
Kebudayaan mengatakan :
Senada dengan apa yang disampaikan Ibu Edliaty, M.AP, Ibu Nurmalia,
yang disampaikan :
pengembangan karir, penilain kinerja juga tidak dapat terlepas dari tujuan untuk
meningkatkan disiplin pegawai seperti yang diturakan oleh Bapak Candra Kirana
(Staf Subbag Umum Dinas Kebudyaan Kota Medan) yang membidangi masalah
Selanjutnya salah satu staf pegawai di Sub Bagian Umum Ibu Merlin
penulis berkaitan dengan keterangan informan yang mengatakan salah satu tujuan
penilaian prestasi kerja sebagai bagian dari perbaikan kualitas individu pegawai,
saya melihat selama proses penelitian dari sisi perilaku kerja masih ada staff
pegawai yang tidak bekerja dengan efektif dan tidak melakukan fungsinya dengan
baik pada jam kerja, ada pegawai yang sibuk memainkan telepon genggam,
bahwa belum semua pegawai memiliki sikap yang positif dalam melakukan tugas
dari sisi relevansi penilaian kinerja pegawai dianggap sudah relevan, standar
dengan atasan. Penilaian kinerja yang baru dapat mengukur dengan tepat dan
spesifik pada setiap jabatan sesuai dengan target kerja. Sehingga dari hasil
pegawai sebagai dasar pengembangan karir pegawai serta agar hasil penilaian
organisasi.
Namun, dalam hal kesesuain tujuan yang ingin dicapai dalam penilaian
dengan kenyataan yang ada masih terdapat sebuah kesenjangan antara keterangan
pada saat penelitian tujuan tersebut belum tercapai dengan masih banyaknya
pegawai yang kurang bekerja secara efektif dan tidak ada kaitannya dengan tugas
dan fungsi yang dimilikinya. Dengan demikian ada kesenjangan antara harapan
yang tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai. Penilaian tidak hanya ditujukan
untuk menilai dan memperbaiki kinerja yang buruk, namun juga untuk
pegawai yang berprestasi dan yang tidak berprestasi, bisa membedakan pegawai
yang memiliki kinerja tinggi dan pegawai yang memiliki kinerja yang rendah
secara akurat.
kinerja pegawai (SKP) sudah cukup sensitif karena dapat dilihat perbandingan
antara target kerja dengan berapa realisasi dari terget kerja yang dibebankan tetapi
khusus untuk unsur perilaku kerja berpendapat bahwa belum sensitif dalam
menilai kinerja mereka karena penilaian dengan indikator SKP terkadang lebih
Perilaku kerja tidak memiliki standar yang jelas, dan terlalu fokus kepada hasil
pengamatan pejabata penilai semata, sehingga hasil dari penilaian perilaku kerja
tergantung kepada baik atau tidaknya hubungan antara pejabat penilaian dengan
yang pegawai yang dinilai. Hal ini dinilai bertolak belakang dari tujuan awal
mengatakan :
“Metode sasaran kinerja pegawai dan perilaku kerja yang ada saat ini
menurut saya dapat membedakan kinerja pegawai. Dengan kedua metode
tersebut bahwa kinerja dilihat dari pelakasaan target sasarn kerja juga
tanpa mengesampingkan sikap dalam pelaksanaanya. Penilaian juga
dilakukan oleh atasan langsung sehingga memudahkan dalam
pengawasan” (Hasil wawancara pada 03 Februari 2018)
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Nurmalia, SE sebagai kepala seksi
cagar budaya:
“Kita kan dinilai atasan langsung, tentulah dia tahu bagaimana perilaku
kita setiap hari. Kalau SKP juga kita sepakati bersama jadi jelas apa yang
ingin dicapai. Begitu juga saya kepada staf dibawah saya. Dan saya rasa
penilaian yang ada cukup peka melihat mana yang baik dan buruk ”
(Hasil wawancara pada 03 Februari 2018)
pegawai dirasa cukup efektif dalam melihat pegawai yang berprestasi dan tidak
menggabungkan metode sasaran kinerja dan perilaku kerja sehingga kinerja tidak
hanya melihat pelaksanaan sasaran kerja tetapi juga dilihat dari sikap dalam
pelaksanaannya.
Lebih lanjut penulis bertanya mengenai tolak ukur dari kinerja pegawai
untuk membedakan pegawai yang berkinerja baik dan pegawai yang berkinerja
buruk sepeti hasil wawancara penulis dengan Ibu Merlin Sitorus (Staf Subbag
Umum) mengatakan:
“Buktinya nanti dapat dilihat dari realisasi target SKP di akhir tahun. Yang
bagus kinerjanya pasti memiliki realiasi SKP yang tinggi, begitu
sebaliknya jika relaisasi SKP - nya rendah berarti pencapaian kinerja
rendah. Pada akhirnya nanti tingak ketercapain sasaran kinerja akan
digabungkan dengan unsur perilaku sebagai hasil akhir ” (Hasil
wawancara Pada 02 Februari 2018)
“Penilaian dilakukan oleh pejabat atasan kita, jadi ya poin – poin yang
akan kita kerjakan jelas standarnya jadi bisa diliat tingkat ketercapaian
berapa. Dan sikap kita pada pelaksanaan juga diliat bagus apa tidak. Kalau
gak setuju dengan hasil penialain nantinya bisa banding, tapi kalau saya
selama ini selalu mendapat hasil yang cukup baik” (Hasil wawancara pada
05 Februari 2018)
membedakan tingkat kinerja pegawai dengan melihat sejauh mana realisasi target
dan sikap pada pelaksanaannya. Jika realisasi sasaran kinerja pegawai maka
kinerja pegawai tersebut dapat dikatakan baik, begitu juga sebaliknya jika
realisasi sasaran kinerja pegawai yang ada rendah maka kinerja pegawai tersebut
Namun jika dilihat dari sisi penilaian perilaku kerja, berdasarkan informasi
dari narasumber, pegawai selaku penerima hasil penilaian kinerja merasa bahwa
struktural ditambah satu dimensi yaitu kepemimpinan yang dirasa cenderung sulit
untuk diukur. Hal tersebut membuat kecenderungan penilaian dari penilai hanya
didasarkan perasaan subyektifitas dan dugaan belaka dari pejabat penilai. Hal
SE menuturkan :
“Coba bagaimana bisa integritas dan komitmen saya dinilai dengan angka.
Jadi untuk masalah perilaku saya belum merasa itu sebuah penialain yang
sensitif karena terlalu subyektif. Kalau misalnya saya memiliki hubungan
yang baik dengan atasan pasti akan memperoleh nilai yang bagus , kalau
Senada dengan itu Ibu Siti Holijah, SH seorang pegawai lain juga
menyatakan hal yang dirasakan sesuai dengan pendapat diatas mengenai perilaku
kerja yang masih dianggap subyektif. Berikut kutipan hasil dari wawancara yang
didapat :
narasumber penelitian, dari sisi perilaku kerja pegawai, penilaian yang dilakukan
oleh atasan langsung terkadang dianggap masih subyektif. Perilaku kerja masih
terjebak pada hubungan antara pegawai dengan pejabat yang menilainya. Tidak
bisa dipungkiri bahwa perlaku kerja dari pegawai masih sulit dilakukan secara
subjektif (terlalu pelit atau terlalu murah), nilai jalan tengah dengan rata-rata baik
untuk menghindari nilai amat baik atau amat kurang, apabila diyakini untuk
promosi dinilai tinggi, bila tidak untuk promosi cenderung mencari alasan untuk
menilai sedang atau kurang. Dapat penulis simpulkan juga bahwa penilaian
perilaku kerja pegawai memliki kesamaan dengan penilaian DP3 hanya berbeda
dari unsur -unsur yang dinilai, fenomena yang terjadi juga hampir sama yaitu
Lebih lanjut penulis bertanya terkait dengan hasil dalam penilaian kinerja
pegawai. Ketika pejabat penilai telah melakukan penilaian dan menemukan hasil
kurang memuaskan dari kinerja pegawai tersebut maupun PNS tidak menyususn
SKP, Sekretaris Dinas Kebudayaan Ibu Dra. Edliaty, M.AP mengatakan bahwa
Selama ini di Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan belum ada secara
langsung mendapat sanksi dari pelaksanaan penilain kinerja dan hanya melakukan
kurang baik dan menjadi bahan evaluasi dan memotivasi di tahun berikutnya.
Namun, untuk reward yang diberikan berupa besaran tunjangan akan terpengaruh
dari hasil penilaian sesuai dengan ketentuan Peraturan Wali Kota Nomor 44 tahun
2017.
Senada dengan hal tesebut juga diutarakan oleh Bapak Daniel Parulian
“Selam ini belum ada sih yang dapat sanksi, kita paling tanya – tanya
kenapa realisasi programnya gak berjalan terus kita evaluasi untuk
menemukan solusi untuk semakin termotivasi, tapi kalau tunjangan bakal
terpengaruh nanti berapa skor hasil penialainnya. Jadi kalau sanksi berat
sejauh ini belum pernah ada” (hasil wawancara pada 07 Februari 2018)
Pernyataan tersebut didukung oleh Ibu Candra Kirana salah satu staf sub
“Kalau mau dapat tunjangan lebih besar otomatis kinerja juga harus
ditingkatkan, sebab besaran tunjangan dilihat dari sokr penilaian kinerja.
Namun untuk sanksi selama ini belum ada baik saat masih bergabung
dengan dinas pariwisata maupun saat ini, tentunya semua pegawai ingin
dapat tunjangan” (Hasil wawancara pada 05 Februari 2018)
kualitas kerja yang rendah belum ada langkah – langkah signifikan dalam
tahun berikutnya. Namun, untuk imbal hasil berupa Tunjangan Pokok Pegawai
(TPP) masih tetap memperhitungkan skor penilaian. Jika realisasi target kerja
maupun perilaku tinggi maka tunjangan yang diterima juga besar, begitu juga
sebaliknya jika realisasi dan perlaku yang didapat rendah, maka tunjangan yang
ditetima juga semakin sedikit karena itu sudah menjadi aturan melalui perwal
Kinerja Pegawai (SKP) dengan Penilaian Perilaku Kerja (PKP) dalam kurun
waktu penilaian bersifat nyata dan dapat diukur. Penilaian SKP membandingkan
antara target kinerja yang dibebankan dengan realisasi yang dicapai dan target
pengamatan oleh pejabat penilai terhadap PNS sesuai dengan kriteria yang
belum ada sanksi yang lebih konkret ketika terdapat temuan terhadap rendahnya
berlaku. Intinya bahwa semua imbal hasil dari tingkat kinerja pegawai yang ada
diterimanya.
kepegawaian
meningkatkan kinerja dan disiplin pegawai. Disamping itu juga hasil penilaian
sendiri. Dalam kata lain ada manfaat nyata bagi pegawai bukan hanya pada
kualitas individu pegawai. Salah satu manfaat lain itu adalah digunakannya hasil
pembinaan karier PNS, yang berkaitan dengan pengembangan karir PNS itu
Pegawai (SKP).
kinerja jika dilihat dari sisi kegunaannya dalam pemberian tunjangan dasar
kompensasi (bonus dan gaji) atas kinerja dan prestasi pegawai. Hal tersebut
dipahami secara sadar oleh Pemerintah Kota Medan bahwa pada batasan tertentu
motivasi itu baik bagi kinerja individu, dimana kinerja individu niscaya akan
Salah satu pegawai Bagian Keuangan dan Penyusunan Program Ibu Rini
mencapai sasaran kerja yang ditetapkan, dan dapat menyelesaikan pekerjaan atau
tugasnya dengan baik. Olehnya karena itu diharapkan para pegawai dapat
masih banyak pegawai yang belum serius pada saat jam kerja berlangsung
Tentang Penilaian Prestasi Kerja Aparatur Sipil Negara sehingga sistem penilaian
prestasi kerja selaras dengan tujuan administrasi kepegawaian yang ada dimana
hasil dari penilaian kinerja digunakan sebagai syarat dalam pengembangan karir,
kepangakatan, disiplin, dan kegiatanan – kegiatan lain yag telah ditentukan serta
Medan.
alat ukur yang digunakan dalam penilaian kinerja pegawai adalah penilaian
kinerja yang teruji. Dengan adanya alat ukur yang telah teruji tentunya penilaian
kinerja juga akan memastikan hasil dari penilaian akan efektif. Penilaian kinerja
dengan menggunakan SKP dan PKP memang sudah diterapkan di dalam penilaian
kinerja yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan Kota Medan, bahkan penilaian
kinerja berbasis SKP dan PKP tersebut sudah diterapkan di seluruh instansi di
penilaian kinerja pegawai dari DP3 menjadi SKP dan PKP sehingga hal tersebut
memang sudah diterapkan dalam hal penilaian kinerja di seluruh Instansi yang ada
di Indonesia
menurut Ibu Dra. Edliaty, MAP selaku Sekretaris Dinas Kebudayaan mengatakan:
‡Penilaian prestasi kerja PNS terdiri yang terdiri dari SKP dan perilaku
Kerja dan unsur-unsur tersebut bersifat konsisten dilaksakan tiap
tahunnya sejak 2014 saat itu dinas kebudayaan masih gabung dengan
Dinas Pariwisata karena itu kan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi, jadi sudah terbiasalah dengan
metode penilaian ini dan kami juga tidak merasa kesulitan” (Hasil
wawancara pada 03 Februari 2018)
Hal tersebut diungkapkan juga oleh sebagai salah satu informan Bapak
”Sudah beberapa tahun ini memakai SKP dan perilaku kerja, jadi
sekarang udah terbiasa kecuali memang diawal – awal pemberlakuannya
masih keslitan cara penyusanannya, tapi itu dulu. ”( Hasil wawancara pada
08 Februari 2018)
salah satu Staf Sub Bagian Keuangan dan Penyusunan Program mengatakan :
Penilaian prestasi kerja PNS di Dinas Kebudayaan Kota dilakukan sesuai dengan
Pemerintah ini diimplementasikan sejak tahun 2014 yang pada saat itu Dinas
penilaian kinerja yang ada sekarang ini sudah dapat dikatakan teruji dengan waktu
berkesinambungan.
Penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas unsur sasaran kerja pegawai,
terdiri dari 4 (empat) aspek yaitu kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya. Sedangkan
perilaku kerja terdiri dari 6 (enam) aspek yaitu orientasi pelayanan, integritas,
konsistensi dari unsur – unsur penilaian yang ada tersebut sangat dibutuhkan
Hal yang sama menurut Ibu Esra Rumatauli Sihombing, SE salah satu Staf
„Penilaian kinerja ini sudah diatur tersendiri sampai ke teknisnya, jadi tiap
tahun diadakan kemudian kita membuat target kerja, nah itulah yang
dievaluasi di akhir tahun tadi.” (Hasil wawancara pada 05 Februari 2018)
Melalui hasil wawancara tersebut bahwa unsur – unsur yang akan dinilai
Disebabkan karena salah satu dari aspek-aspek struktural paling dasar dari suatu
birokrasi adalah prosedur, dalam hal ini prosedur penilaian kinerja telah
Pemerintah Nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian Pretasi Kerja Aparatur Sipil
Negara kemudian peraturan teknis yang menjadi aturan lanjutan yaitu Peraturan
ketentuan pelaksaan serta terdapat banyak contoh dari berbagai jenis jabatan dan
Pegawai Aparatur Sipil Negara Kota Medan yang menjadikan hasil peniaian
Maka dari itu penulis mengambil kesimpulan bahwa dari hasil wawancara
Prestasi Kerja Aparatur Sipil negara yang wajib digunakan oleh seluruh PNS
secara nasional. Penilaian prestasi kerja PNS di Dinas Kebudayaan Kota Medan
Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja tersebut selama peraturan
Dalam proses penilaian salah satu yang sangat krusial adalah kemampuan
mengerti tentang tugas dan kinerja seorang pegawai. Disamping itu penilai
dilakukan oleh pimpinan langsung dari pegawai sehingga bisa mengamati secara
langsung kinerja pegawai dibawahnya. Hasil wawancara dengan Ibu Dra. Edliaty,
Penyusunan Program) :
“Kita kan yang menilai pimpinan, sasaran kerja kita sesuai tugas dan
fungsi dan yang mengevaluasi nanti atasan, dia juga kan dinilai pimpinan
diatasnya.” (Hasil wawancara pada 03 Februari 2018)
Hal yang sama juga diutarakan Ibu Merlin Sitorus, SE ( Staf Bagian umum) :
“Kita dinilai oleh atasan langusng, jadi saya rasa dia sangat mengetahui
tentang apa yang kita kerjakan sesuai dengan sasaran kerja dan bagaimana
perilaku kita dalam bekerja. Jadi menurut saya atasan punya kapasitas
disitu” (Hasil wawancara pada 08 Februari 2018)
merupakan atasan langsung PNS yang dinilai. Prinsipnya pekerjaan dibagi dan
dinilai dari tingkat jabatan yang tertinggi sampai dengan tingkat jabatan yang
Kemudian penulis juga mencari tahu apakah penilaian kinerja ini memang
dalakukan guna mengetahui dan menjaga kineja pegawai agar tetap dalam
koridor yang direncanakan organisasi. Dengan adanya penilain kinerja ini pejabat
pimpinan dapat mengontrol pegawai agar lebih terarah sesuai dengan tugas nya
maupun dari segi perilaku kerja dalam menjalankan rencana kerja tersebut.
Konsep dari penilaian prestasi kerja PNS adalah kontrak prestasi kerja
yang bertujuan untuk memperjelas apa yang harus dilakukan seorang pegawai
dalam waktu satu tahun. Penilaian kinerja akan efektif apabila pegawai
mengetahui apa saja yang menjadi instrumen penilaian dan unsur – unsur
didalamnya sehingga mengetahui apa yang akan mereka lakukan dan memahami
penilaian yang tidak jelas maka pegawai akan mengalami kebingungan tentang
apa yang harus mereka lakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya komunikasi
antara pejabat penilai dengan pegawai yang dinilai untuk menyepakati satndar
penilaian.
penilai dengan pegawai yang dinila sehingga terjalin sebuah kesepahaman tentang
dan istrumen penilaian sangat mutlak diperlukan. Penilaian kinerja adalah dasar
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Candra Kirana yang juga
dahulu antara pejabat penilai dan yang dinilai diawal tahun sebagai perencanaan
target kerja setahun kedepan. Sasaran kinerja dari pegawai adalah representasi dan
penjabaran dari sasaran kerja pimpinan yang lebih spesifik. Penjabaran secara
jelas tentang standar kinerja yang diharapkan dari pegawai dan pemberian
dorongan untuk memenuhi standar adalah satu bagian yang sangat penting.
lebih terukur.
proses penilaian akan efektif jika penilaian kinerja tersebut juga didukung oleh
pegawainya. Pegawai harus mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuan dari
Menurut Ibu Rini Yulinawati, SE salah satu staf bidang keuangan dan
“Sudah pernah, bahkan tiap awal tahun ketika awal penyusunan SKP
selalu dilakukan sosialisasi berupa himbaun agar sesegera mungkin
menyususn target kerja sebagi dasar penilaian. Selalu ada pemberitahuan
tentang update terkini terhadap masalah penilaian kinerja ini”
tetapi juga tentang hasil dari penialian tersebut. Artinya komunikasi yang terjalin
anatara pejabat penilai dengan pegawai yang dinilai ada pada seluruh rangkain
proses kegiatan penilain kinerja. Dalam hal Pegawai Negeri Sipil yang dinilai
keberatan atas hasil penilaian maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
pejabat penilai secara hierarki paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterima
hasil penilaian prestasi kerja. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Awaluddin
Nur, yakni :
Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Aparatur Sipil Negara sudah
dilaksanakan yang mencakup semua proses penilain kinerja baik tentang standar
penilaian, unsur yang akan dinilai, sampai kepada hasil penilaian dan berjalan
dengan baik, namun disamping itu juga masih tetap dibutuhkan peran serta dari
pegawai agar ikut berperan aktif dengan mematuhi aturan dengan kesadaran yang
nyata.
Kerja sehingga seharusnya bahwa Pegawai Negeri Sipil mau tidak mau harus
merespon baik mengenai penilaian kinerja ini, karena sebagai Pegawai Negeri
Sipil itu merupakan pengabdian. Berikut pemaparan dari Ibu Dewi Cantika, SE:
“Sebagai Pegawai Negeri Sipil itu siap tidak siap, suka tidak suka dalam
pelaksanaan penilaian ini harus kita laksanakan karena merupakan bagian dari
pengabdian.Sudah sepatutnya kita melaksanakan kewajiban sebagai aparatir
negera sehingga tidak melulu menuntut hak” (hasil wawancara pada 02 Februari
2018)
Senada dengan itu Bapak Awalauddin Nur salah satu staf di bidang
“Saya rasa itu sebuah keharusan dari setiap pegawai, sebagai pegawai
negara kita wajib mematuhi aturan perundang – undangan begitu juga
dengan penilain prsetasi kerja pegawai ini. Amanat peraturan perundang –
undangan adalam wajib hukumnya untuk dilaksakana pegawai negeri”
(Hasil wawancara pada 05 Februari 2018)
pelaksanaan penilain prestasi kerja pegawai pada Dinas kebudayaan Kota Medan
inerja tersebut merupakan sebagai bagian dari pengabdian dan keawajiban dari
secara langsung dalam penetapan instrumen atau sasaran kinerja yang menjadi
landasan penilaian. sehingga kegiatan penilaian kinerja diterima dengan baik dan
ada sosialisasi mengenai aturan teknis tentang pelaksanaan serta tata cara dalam
penilaian kinerja.
kinerja pegawai alat penilaian prestasi kerja mudah digunakan dan dimengerti
dilakukan dapat dilaksanakan secara objektif, sehingga hasil penilaian yang telah
tugasnya.
mengatakan :
“Metode SKP dan perilaku kerja ini tidak memiliki kendala berarti dalam
pelaksanaanya. Apalagi dengan aturan – aturan yang sudah jelas.
Sebenarnya tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan apalagi dengan
masalah teknis, Dalam melakukan penilaian prestasi kerja didasarkan pada
petuntuk teknis yaitu Perka Nomor 1 BKN Tahun 2013 yang terdapat
banyak contoh dari berbagai jenis jabatan dan berbagai jenis permasalahan
sehingga memudahkan pemahaman PNS dalam melakukan penilaian
prestasi kerja PNS” (Hasil wawancara pada 03 Februari 2018 )
“Aturan teknis yang mengatur tentang penilaian sudah ada, dari mulai
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, sampai dengan hasil penilaian
sudah tertuang jelas pada perka BKN nomor 1 tahun 2017, dan itu juga
menjadi pedoman kita disini. Saya kepada staf dibawah saya tidak
mengalami kesulitan dan saya rasa pejabat diatas saya juga seperti itu”
(hasil wawancara pada 03 Februari 2018)
penilaian dimata pejabat yang melakukan penilaian tidak ada kesulitan yang
berarti dan menganggap bahwa metode penilaian yang ada jelas dan dapat
sampai dengan hasil penilaian kinerja telah tertuang dengan jelas sehingga
segala aturan teknis yag telah ada, unsur – unsur penilain juga perlu dipahami
secara baik oleh penilai. Lebih lanjut Ibu Dra. Edliaty, M.AP menjelaskan bahwa
penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas unsur SKP dengan bobot nilai 60% dan
Perilaku kerja dengan bobot nilai 40%. Cara menilai perilaku kerja dilakukan
melalui pengamatan oleh pejabat penilai terhadap PNS yang dinilai, penilaian
perilaku kerja dapat mempertimbangkan masukan dari Pejabat Penilai lain yang
kuantitas, kualitas, waktu, dan/atau biaya sesuai dengan karakteristik, sifat, dan
jenis kegiatan pada masing-masing unit kerja. Dan Penilaian perilaku kerja
akhir Desember pada tahunnya dan paling lama akhir Januari tahun berikutnya.
dalam rentang waktu satu tahun dianggap mudah. Informasi yang penulis
dapatkan dari wawancara bahwa dengan rentang waktu penilaian satu tahun
Seperti hasil wawancara penulis dengan Ibu Edliaty, M.AP selaku sekretaris
dinas:
“Untuk jangka waktu penilai kinerja selama setahun menurut saya cukup
idela. Selama setahun itu pegawai memiliki waktu yang cukup untuk
melaksakana sasaran kerja dan penilai dapat memantau proses pelaksanaan
sasaran kerja. Disamping itu juga semua program biasanya berlaku untuk
satu tahun, tidak mungkin dilakuakn penilaian di pertengahan tahun,
sehingga dengan jangka waktu satu tahun penialain cukup praktis” (Hasil
wawancara pada 03 Februari 2018)
Penilaian berbasis SKP dan PKP pada dasarnya lebih mudah untuk
mengamati hasil kinerja pegawai secara lebih nyata, karena dari situlah terdapat
performa pegawai dalam mengerjakan tugasnya hal tersebut dapat diamati dari
Realisasi yang telah dicapai oleh pegawai tersebut, selain itu dalam hal PKP,
pejabat penilai dapat melihat perilaku kinerja pegawai sehari hari untuk dapat
dituangkan kedalam nilai PKP, sehingga seluruh hal diatas dapat menjadi mudah
untuk diamati.
mengungkapkan:
“SKP lebih mudah diamati, Karena ada atasan langsung yang memantau,
sehingga setiap pelaksanaan pekerjaan diawasi sesuai dengan target kerja yang
telh diepakati antara pejabat penilaian dengan yang dinilai. Jadi bukan hanya
perilaku tetapi ada sasaran kerja yang harus dilakuakan.”(Hasil wawancara 03
Februari 2018)
SPK dan PKP dianggap cukup mudah dilakuakan, bahwa pendapat informan
mengenai pemahaman penilai terhadap prosedur dan tata cara yang digunakan
melaksakan penilaian disebaban telah memiliki aturan dan prosedur yang jelas.
Kemudian dari segi waktu, dengan rentang waktu penilaian yang dilakukan
pegawai. Disampig itu juga metode ini dianggap lebih memudahkan penilai dalam
menilai performa dari pegawai yang dinilai dibandingakn degan penilaian DP3.
penilaian harus juga mudah dipahami oleh pegawai. Penulis mencoba mencari
dan hampir semua informan berpendapat bahwa dinilai dengan SKP dan Perilaku
Kerja cukup mudah dimengerti dan sangat jelas unsur – unsur apa saja yang akan
dinilai.
“Saya sudah terbiasa dengan penilaian seperti ini, jadi metode penilaian
dengan SKP maupun Perilaku kerja ini menuurut saya mudah untuk
dilaksakan. Kita juga dilibatkan penuh dalam prosesnya. Jadi saya rasa
tidak masalah dan mudah dimngerti” ( Hasil wawancara pada 12 Februari
2018)
Hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Awalauddin Nur salah satu staf
“Cukup mudah sih, pegawai tinggal menyususn SKP sesuai arahan atasan,
dan aturannya sudah jelas, sudah sering disosialisasikan jadi tidak ada
kesultan yang berarti” (Hasil wawancara pada 05 Februari 2018)
pegawai mampu mencapai target kerja yang dibebankan. Dengan demikian waktu
satu tahun adalah waktu yang sangat baik untuk melakukan penilaian. Ibu
“Waktu satu tahun menurut saya dalah jangka waktu yang bagus,
memungkinkan kita mengerjakan dan menyelesaiakan target kerja yang
dibebankan, waktu satu tahun ini juga saya rasa tidak terlalu lama dan
tidak terlalu cepat. Artinya sangat memungkinkan” (Hasil wawancara pada
12 Februari 2018)
Medan sudah menerapkan sistem online. Sistem online yang ada sekarang ini
website yang disediakan oleh Badan Kepegawaian Daerah maka pegawai nisa
Kebudayaan Kota Medan, Karena hal tersebut dapat mengefektifkan waktu yang
dapat digunakan untuk membuat SKP, sehingga tidak banyak waktu yang
terbuang untuk membuat suatu SKP. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu
“Salah satu unsur penilaian yaitu SKP di Kota Medan Sendiri sudah
menerapkan sistem online, guna mempermudah pegawai dalam melakukan
pelaporan berupa upload dokumen SKP. Itu disediakan oleh BKD dan
setiap pegawai bisa mekases itu tak terkecuali pegawai dari Dinas
Kebudayaan. Dengan adanya sistem online ini, sehingga lebih efiien dari
segi waktu” (Hasil wawancara pada 03 Februari 2018)
Memperkuat pernyataan diatas, Ibu Dewi Cantika, SE salah satu satf pada
“Sekarang kan sudah online Upload SKP nya, Namanya online tujuannnya
untuk mempermudah semua proses, dan saya rasa sistem online yang ada
sangat membantu dalam pelaksanaannya” (Hasil wawanacara pada 02
Februari 2018)
sedikit, maka tingkat akurasi pun akan meningkat, Karena dengan menggunakan
software ini pegawai hanya tinggal memasukkan file SKP yang telah yang telah
disusun.
Walaupun penilaian kinerja yang ada saat ini dirasa cukup mudah oleh
yaitu DP3, Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan Perilaku Kerja Pegawai (PKP)
jelas dianggap lebih rumit. Hal itu disebabkan di dalam SKP dan PKP terdapat
banyak hal yang lebih mendetail dalam penilaiannya, hal tersebut kemudian dapat
memacu kemana pegawai akan lebih terfokus sebab dalam SKP terdapat rincian
pekerjaan yang harus dilaksanakan para pegawai. Hal tersebut diungkapkan oleh
“Jelas penilaian SKP lebih rumit daripada DP3 karena di dalam SKP
tersebut terdapat berbagai macam rincian pekerjaan, tetapi hal tersebut
berdampak positif, Karena pegawai bisa mengetahui pekerjaan yang akan
dilakkukannya selama satu tahun kedepan dibandingkan DP3 yang hanya
melihat personality dari pegawai. (Hasil wawancara pada 03 Februari
2018)
Mengenai kompleksitas Candra Kirana yang juga staf Sub Bagian Umum
mengungkapkan :
Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan Perilaku Kerja Pegawai (PKP) jika
Karena didalamnya terdapat aspek yang lebih banyak dalam hal penilaian kinerja
pegawai, maka SKP dan PKP dapat disimpulkan lebih rumit daripada sistem
langsung dari pejabat penilai dalam penyusunan Sasaran Kerja Pegawai yang
menjadi salah satu unsur penilaian kinerja. Waktu yang ada dirasa cukup dapat
melaporkan target SKP yang menajadi salah satu dasar penilaian kinerja pegawai.
dengan SKP dan PKP diangga lebih rumit dibandingkan dengan penilaian kinerja
DP3.
BAB V
5.1 Kesimpulan
telah dilakukan pada bab terdahulu, pada bagian ini secara khusus akan disajikan
yang dapat mencapai target dari Sasaran Kerja Pegawai (SKP), sedangkan
pegawai yang tidak berprestasi adalah pegawai yang tidak dapat mencapai
target sasaran kerja pegawai (SKP). Kemudian dari unsur perilaku kerja
Penilaian Prestasi Kerja dan Perka 1 BKN Tahun 2013 sebagai petuntuk
teknis yang wajib digunakan oleh seluruh PNS dan akan berkelanjutan selama
yang ada diteima oleh pegawai dengan alasan pejabat adalah atasan langsung
dari pegawai yang bersangkutan dan silaksakan secara herarki. Metode ini
uraian pekerjaan PNS. SKP yang telah disusun, disetujui dan ditetapkan oleh
pandangan bahwa metode dan unsur – unsur penilaian yang ada sangat
bahwa sistem penilaian dengan unsur Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan
5.2 Saran
memahami tidak hanya apa yang harus mereka kerjakan tetapi juga
2. Unsur perilaku kerja agar lebih didefinisikan lebih jelas agar tidak
Prestasi Kerja Paratur Sipil Negara belum ada keharusan penilai untuk
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Hasibuan, Malayu SP. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi
Aksara
Mathis, Robert L, dan Jhon H. Jackson , 2006. Human Recource Management 9th
edition, Manajemen Sumber Daya Manusia, Alih Bahasa Jimmiy Sadeli
dan Bayu Prawira, Jakarat: Karya Salemba Empat
Mondy , and Noe, 1993. Human Resource Management, United States of America
: A Division of Simon & Schuster,Inc
Rivai, Veithzal dan Ahmad Fawzi Mohd. Basri. 2005. Performance Appraisal:
Sistem yang Tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan
Daya Saing Perusahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Jurnal :
Sumber Dokumen :
PP No. 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Aparatur Sipil Negara
Peraturan Kepala BKN Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Petunjuk Teknis Penilaian
Prestasi Kerja Aparatur Sipil Negara