Contoh Penilaian Kinerja

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 103

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Administrasi Publik Skripsi Sarjana

2018

Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil


pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan

Daulay, Munawir Baqi


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/5373
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENILAIAN KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL

PADA DINAS KEBUDAYAAN DAERAH KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1)

Ilmu Administrasi Publik Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MUNAWIR BAQI DAULAY

140903075

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

Universitas Sumatera Utara


i

ABSTRAK

Penilaian prestasi kerja adalah suatu proses penilaian hasil kerja pegawai
berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Penilaian kinerja digunakan
sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan tujuan
organisasi. Penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas unsur Sasaran Kerja Pegawai
(SKP PNS) dengan bobot 60% dan juga perilaku kerja dengan bobot sebesar 40%.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana penilaian prestasi kerja dalam
menilai hasil kerja PNS dan melihat apakah sistem penilaian kinerja yang ada
dapat diandalkan, dan dapat dijadikan dasar untuk penilaian kinerja dan
pengembangan prestasi pegawai sesuai tujuan organisasi khususnya pada Dinas
Kebudayaan Kota Medan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan


kualitatif dimana dalam penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yang
menggambarkan fenomena sebenarnya dari kejadian di lapangan. Teknik
pengumpulan data adalah Wawancara, Observasi dan dokumen yang terkait
dengan penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara
kualitatif. Penelitian ini menggunakan indikator efektifitas penilaian kinerja dari
Cascio khususnya pada meliputi keterkaitan, Kepekaan, Keterandalan,
Kepraktisan, dan Dapat diterima.
Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa instrumen Sasaran Kerja
Pegawai (SKP) dan Perilaku kerja yang digunakan secara keseluruhan sudah
berjalan efektif jika dilihat dari sisi relevansi, sensitivitas, reliabilitas,
akseptabilitas, kepraktisan. Namun, dari instrumen perilaku kerja masih
dibutuhkan objektivitas dari penilai agar hasil penilaian tidak berdasarkan
subyektifitas dari penilai sendiri.
Kata kunci : Penilaian prestasi kerja, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Efektivitas

Universitas Sumatera Utara


ii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena limpahan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan
skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar
sarjana Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak mulai dari masa perkuliahan sampai dengan penyususnan skripsi
ini sangatlah sulit dalam melewati dan menyelesaikannya. Oleh kerena itu , saya
ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Muryanto Amin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA selaku Ketua Departemen Ilmu
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara
3. Ibu Dra. Ashima Yanti Siahaan, Ma., P.hD selaku Sekretaris Departemen
Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Prof. Dr. Erika Revida, MS selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam membantu
mengarahkan saya dalam penyususnan skripsi ini.
5. Staf Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membekali
penulis dengan berbagai ilmu selama mengikuti perkuliahan samapai kahir
penulisan skripsi ini.
6. Staf Tata Usaha Departemen Ilmu Administasi Publik yang telah banyak
membantu penulis selama mengikuti perkuliahan samapai kahir penulisan
skripsi ini (terkhusus buat Ka Dian dan Ka Ema ).
7. Seluruh pimpinan dan staf pada Dinas Kebudayaan Kota Medan yang
telah membantu saya dalam memperoleh data yang saya perlukan

Universitas Sumatera Utara


iii

8. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Asrun Daulay dan Ibunda Nurhayati
Hasibuan, serta saudara penulis Faza Khairani Daulay, Lisda Asmida
Daulay, dan Permata Akhir Putri Daulay. Kata – kata tidak akan dapat
melukiskan kasih sayang, pengorbanan, serta jasa kalian yang tak
terhingga kepada saya. Semoga skripsi ini menjadi langkah awal
kesuksesan saya agar dapat membahagiakan kalian.
9. Kawan- kawan Electra: Anggi, Defi, Puja, dan Ori yang senantiasa saling
memotivasi baik dalam perkualiahan maupun dalam penyususnan skripsi
ini. Kemudian untuk Tongam, Ester, Reliska, Dodo, Senopen, Nia
Anindita, Juliana Simamora, Umi Fatiah serta kawan – kawan yang lain
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah bersama – sama dan
saling menyemangati dalam mengarungi bangku perkuliahan maupun
penyusunan skripsi.
10. Untuk “kahang” Khoirul Akhmadi Daulay, Abdullah Husein Harahap, dan
Sawaluddin Nasution, Tongku Harahap, Sulaiman Zuhri yang juga menadi
tempat bertukar pikiran selama perkuliahaan. Dan tak lupa juga untuk
Actara Rahmadita yang juga selalu memberikan dorongan dalam
penyelesaian skripsi ini.
11. Para sahabat dan rekan-rekan mahasiswa Administrasi Publik Fisip USU
yang telah bersama-sama saling mendukung dan menyertai saya
menyelesaikan studi ini.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.

Akhirnya, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan


semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat buat
pengembangan keilmuan.

Medan, Maret 2018

Penulis

Universitas Sumatera Utara


iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii

BAB I. ................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8

BAB II ................................................................................................................ 9

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 9

2.1 Tinjauan Teori ........................................................................................... 9

2.1.1 Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia ............................................ 9

2.1.2 Konsep Penilain Kinerja ....................................................................... 13

1.1.2.1 Tujuan Penilaian Kinerja ................................................................ 19

1.1.2.2 Manfaat Penilaian Kinerja .............................................................. 21

1.1.2.3 Penilai Kinerja ............................................................................... 22

1.1.2.4 Metode Penilaian Kinerja ............................................................... 24

1.1.2.5 Hambatan Penilaian Kinerja ........................................................... 28

Universitas Sumatera Utara


v

1.5.2.6 Indikator Penilaian Kinerja Yang Efektif ........................................ 32

2.1.3 Penilain Kinerja Pegawai Negeri Sipil .................................................. 35

2.2 Hipotesis Kerja ........................................................................................ 38

2.3 Kerangka Berfikir .................................................................................... 39

BAB III ............................................................................................................. 41

METODE PENELITIAN ................................................................................ 41

2.1 Bentuk Penelitian ..................................................................................... 41

2.3 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 42

2.4 Informan Penelitian .................................................................................. 43

2.5 Teknik Analisis Data ................................................................................ 44

BAB IV ............................................................................................................. 46

HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................... 46

4.1 Gambaran Umum Dinas Kebudayaan Kota Medan .................................. 46

4.1.1 Struktur Organisasi............................................................................ 48

4.1.2 Komposisi Pegawai ........................................................................... 49

4.2 Karakteristik Informan ............................................................................. 50

4.3 Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan Daerah Kota
Medan ............................................................................................................ 53

4.3.1 Relevansi (Relevance) ....................................................................... 54

4.3.1.1 Unsur-unsur dalam penilaian prestasi kerja relevan dengan uraian


pekerjaan ................................................................................................. 54

4.3.2 Sensitivitas (Sensitivity) .................................................................... 60

4.3.2.1 Sistem penilaian prestasi kerja dirancang untuk dapat membedakan


pegawai yang berprestasi dan tidak berprestasi ........................................ 60

4.3.2.2 Sistem penilaian prestasi kerja selaras dengan tujuan administrasi


kepegawaian............................................................................................ 67

Universitas Sumatera Utara


vi

4.3.3 Kehandalan (Realibility).................................................................... 70

4.3.3.1 Unsur-unsur penilaian prestasi kerja yang digunakan sudah teruji


sehingga dapat diandalkan ....................................................................... 70

4.3.3.2 Konsistensi unsur-unsur penilaian prestasi kerja pegawai ............. 71

4.3.4 Dapat diterima (Acceptability) ........................................................... 73

4.3.4.1 Penilai memiliki kemampuan dalam melakukan penilaian sesuai


dengan kemampuan tugas dan tanggungjawab bawahannya .................... 73

4.3.4.2 Standar komponen penilaian yang harus dicapai oleh pegawai


dikomunikasikan dengan jelas. ................................................................ 75

4.3.5 Kepraktisan (Practicality) ................................................................. 80

4.3.5.1 Sistem penilaian mudah dimengerti dan digunakan oleh penilai....80

4.3.5.2 Sistem penilaian mudah dimengerti dan digunakan oleh pegawai.83

BAB V............................................................................................................... 88

KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 88

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 88

5.2 Saran ....................................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 92

Universitas Sumatera Utara


vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Proses Penilaian kinerja ................................................................ 17

Gambar 2. 2 Langkah Penyusunan Penilaian Kinerja ........................................ 18

Gambar 2. 3 Tujuan Penilaian Kinerja ............................................................... 20

Gambar 2. 4 Kerangka Berfikir Penelitian .......................................................... 40

Universitas Sumatera Utara


viii

DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1 Kualifikasi Berdasarkan tingkat pendidikan ....................................... 49

Tabel 4. 2 Kualifikasi berdasarkan golongan ...................................................... 49

Tabel 4. 3 Kualifikasi berdasarkan jabatan ......................................................... 49

Tabel 4. 4 Karakteristik Informan ...................................................................... 50

Universitas Sumatera Utara


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan –

tujuan yang telah ditetapkan sangat bergantung kepada sumber daya yang

dimilikinya. Sumber daya organisasi secara garis besar dapat dikelompokkan

menjadi dua bagian yaitu sumber daya manusia (human resources) dan sumber

daya non manusia (non - human resources). Dari pengelompokan sumber daya

tersebut, sumber daya manusia merupakan faktor paling dominan. Sumber daya

manusia meliputi semua orang yang berstatus anggota dalam organisasi dengan

masing - masing peran dan fungsinya tersendiri. Manusia adalah suatu unsur

terpenting dalam semua organisasi, keberhasilan organisasi mencapai tujuan

dalam berbagai sarananya serta kemampuannya menghadapi berbagai tantangan,

baik yang sifatnya eksternal maupun internal, sangat ditentukan oleh kemampuan

mengelola sumber daya manusia dengan tepat (Siagian,2004:40).

Organisasi akan berjalan sesuai dengan harapan dan tujuan apabila

terdapat manusia yang berkualitas yang memiliki tujuan ingin memberikan yang

terbaik bagi organisasi tersebut. Selain itu untuk menjaga kinerja yang maksimal

dari pegawai agar tetap pada sasaran - sasaran yang telah ditetapkan, maka

organisasi membutuhkan penilaian kinerja pegawainya. Penilaian disini

dimaksudkan untuk mengetahui apakah kinerja dari pegawai sudah memenuhi

standar kerja yang diharapkan atau belum. Kinerja pegawai dalam organisasi

merupakan cerminan dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah

Universitas Sumatera Utara


2

ditetapkan. Dasar dilakukannya penilaian adalah uraian pekerjaan dari setiap

individu pegawai karena dalam uraian pekerjaan inilah tetapkan tugas dan

tanggung jawab yang akan dilakukan oleh setiap pegawai. Penilai melaksanakan

uraian pekerjaan itu apakah mengacu pada standar – standar yang telah telah

ditetapkan (Hasibuan,2000:92).

Suatu langkah mengadakan penilaian prestasi kerja itu berarti suatu

organisasi telah memanfaatkan secara baik atas sumber daya manusia yang ada di

dalam organisasi. Sedangkan untuk hasil penilaian tersebut diperlukan sebagai

masukan dan juga umpan balik dalam mempertimbangkan gaji atau kompensasi,

promosi, tindakan disiplin, dan juga merupakan umpan balik untuk meningkatkan

motivasi dan pengarahan perbaikan, dan perencanaan pelatihan atau

pengembangan SDM berikutnya (widodo, 2015 : 130)

Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara dan bagian dari

sumber daya manusia tidak lepas dari tuntutan tersebut, sehingga dibutuhkan

pengembangan dan penyempurnaan sistem kerja dalam menghadapi tugas yang

semakin berat dalam pelaksanaan dan keberhasilan pembangunan. Untuk

mewujudakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang baik diperlukan PNS

yang profesional, bertangungjawab, jujur, dan adil diperlukan pembinaan pegawai

yang terus menerus dan berkelanjutan yang dititik beratkan pada sistem penilaian

prestasi kerja. Untuk mencapai obyektifitas penilaian prestasi kerja PNS,

diperlukan parameter penilaian sebagai ukuran dan standar penilaian hasil kerja

yang nyata dan terukur. Oleh karena itu penilaian prestasi kerja secara sistemik

menggabungkan antara penetapan standar kinerja pegawai dengan penilaian

Universitas Sumatera Utara


3

proses pelaksanaan pekerjaan, hasilnya direkomendasikan untuk dasar

pertimbangan dalam pembinaan dan pengembangan karier PNS yang dinilai.

Pada awalnya Penilaian Kinerja PNS di Indonesia dilaksanakan

berdasarkan PP Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan

(DP3). Hasil penilaian kinerja digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

pembinaan Pegawai Negeri Sipil, antara lain pengangkatan, kenaikan pangkat,

pengangkatan dalam jabatan, pendidikan dan pelatihan, serta pemberian

penghargaan bagi pegawai yang bersangkutan. Unsur - unsur yang dinilai menurut

PP No. 10 tahun 1979 adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggungjawab, ketaatan,

kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan.

Permasalahan yang selama ini terjadi adalah penilai seringkali tidak

memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang memadai untuk melakukan

penilaian, serta tidak memiliki komitmen untuk melakukan penilaian yang

terukur, obyektif, transparan dan berkesinambungan. Nilai-nilai yang

didokumentasikan dalam penilaian prestasi kerja adalah angka-angka yang

disepakati antara pejabat penilai dan pegawai yang dinilai. Kondisi yang paling

patal atas penilian kinerja dengan menggunakan Daftar Penilaian Pelaksanaan

Pekerjaan (DP3) adalah penilaian sering dilakukan bagi seorang PNS ketika

diperlukan untuk kepentingan syarat-syarat usul kenaikan pangkat, kenaikan gaji

berkala, mutasi kerja, dan pendidikan dan pelatihan. Faktor kedekatan ataupun

faktor ketidaksenangan antara pejabat penilai dan pegawai yang dinilai juga

seringkali menjadi dasar penilaian. Nilai yang diberikan bisa saja terlampau tinggi

karena faktor kedekatan dan hubungan yang sangat baik, ataupun sebaliknya nilai

Universitas Sumatera Utara


4

akan sangat rendah ketika ada masalah hubungan personal antara keduanya (Jhon

Wahyudi , Jurnal Administrasi Publik dan Birokrasi Vol. 1 No. 3, 2014, artikel 3).

Dari kelemahan-keleamahan yang terdapat pada sistem penilaian dengan

DP3 tersebut maka, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan peraturan baru

dalam penilaian kinerja pegawai yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun

2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Penilaian prestasi

kerja PNS sesuai dengan pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2011

tersebut dilakukan berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif

dan transparan. Adapun unsur yang dinilai sebagai prestasi kerja adalah Sasaran

Kerja Pegawai (SKP) yang berisi rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh

seorang PNS, dan perilaku kerja atau tingkah laku, sikap/tindakan yang dilakukan

PNS. Penilaian Prestasi Kerja PNS ini secara sistemik menggabungkan antara

penilaian Sasaran Kerja Pegawai Negeri Sipil dengan penilaian perilaku kerja.

Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil secara sistemik menekankan

pada pengukuran tingkat capaian Sasaran Kerja Pegawai atau tingkat capaian hasil

kerja (output) yang telah direncanakan. Penilaian prestasi kerja PNS secara

strategis diarahkan sebagai pengendalian perilaku kerja produktif yang

disyaratkan untuk mencapai hasil kerja yang disepakati dan bukan penilaian atas

kepribadian seseorang PNS. Unsur perilaku kerja yang dievaluasi memang

relevan dan secara signifikan berhubungan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan

dalam jenjang jabatan setiap individu PNS yang dinilai.

Dinas Kebudayaan Daerah merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD) dibawah Pemerintahan Kota Medan yang juga menyelenggarakan

Universitas Sumatera Utara


5

penilaian kinerja pegawai sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil yang mulai

efektif berlaku Januari 2014 di Seluruh SKPD di Indonesia. Berdasarkan pra

survey awal yang dilakukan penulis bahwa pegawai dinilai berdasarakan sasaran

kerja dengan tugas dan fungsi yang dimilikinya, dengan kata lain apa yang

menjadi unsur penilaian relevan dengan sasaran kerja melalui SKP. Namun salah

satu masalah dalam penyusunan SKP sebagai salah satu unsur penilaian kinerja

dari atasan langsung sebagai pejabat penilai hanya sekedar memberikan penilaian

tanpa memberikan klarifikasi dan tindak lanjut dari sasaran kerja. Pejabat penilai

juga hanya terkesan sebagai legalitas dari penyusunan SKP tanpa berperan lebih

jauh sebagai motivator dan evaluator yang efektif.

Demikian juga dengan adanya Perwal Nomor 14 tahun 2017 Tambahan

Penghasilan Aparatur Sipil Negara Pemerintah Kota Medan yang menjadikan

hasil penilaian prestasi kerja pegawai sebagai dasar perhitungan besaran tunjangan

yang didapat menyebabkan tujuan utama penilaian sebagai peningkatan kinerja

berubah menjadi lebih bersifat materialistis. Kemudian dari sisi perilaku kerja

yang memiliki kesamaan dengan penilaian DP3 dianggap kurang objektif

sehingga timbul penilaian yang bersifat subjektif dan berdasarkan dugaan semata.

Maka dari itu muncullah pertanyaan apakah sistem penilaian kinerja yang

dilakukan sensitif atau sudah tepat untuk menjawab tantangan dan kebutuhan

yang ada. Sehingga penulis menetapkan Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan

sebagai objek penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


6

Oleh karena itu diperlukan sistem penilaian kinerja yang dapat diandalkan,

dan dapat dijadikan dasar untuk penilaian kinerja dan pengembangan prestasi

pegawai sesuai tujuan organisasi seperti yang dikemukakan oleh Cascio

(2003:336) dan (Nawawi, 2001:256) dengan memberikan kriteria sistem

pengukuran kinerja mendasar yang menentukan apakah sistem penilaian kinerja

akan berhasil atau gagal merujuk kepada lima hal yaitu relevansi, sensitivitas,

realibilitas, akseptabilitas, dan praktis. Dengan demikian, setiap pegawai dapat

menilai seberapa jauh kinerjanya telah menghasilkan prestasi yang diharapkan

sesuai tujuan organisasi. Dalam penilaian kinerja individu PNS selain

memperhatikan tugas pokok dan fungsi, juga melakukan penilaian terhadap tugas

tambahan yang dibebankan kepada individu PNS yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk

membahas mengenai penerapan penilaian kinerja PNS di Dinas Kebudayaan

Daerah Kota Medan dalam penyusunan Skripsi S1 sebagai bagian dari salah satu

syarat untuk mendaoatkan gelar sarjana Administrasi Publik, sehingga penulis

menetapkan judul penelitian “Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas

Kebudayaan Daerah Kota Medan”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang bahwa diperlukan adanya instrumen Penilaian

Kinerja (Performance Appraisal) yang dapat diandalkan dalam menilai kinerja

pegawai yang obyektif dan terukur dengan menitikberatkan pada beberapa

variabel penilaian kinerja yang efektif, maka masalah penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


7

a. Bagaimana relevansi (relevance) penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil

Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan ?

b. Bagaimana sensitivitas (sensitivity) penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil

Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan ?

c. Bagaimana kehandalan (realibility) penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil

Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan ?

d. Bagaiamana penerimaan (acceptability) penilaian kinerja Pegawai Negeri

Sipil Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan ?

e. Bagaimana kemudahan (prakticality) penilaian kinerja Pegawai Negeri

Sipil Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran yang hendak dicapai

atau apa yang menjadi tujuan penelitian. Suatu riset khusus dalam pengetahuan

empiris pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan

menguji kebenaran ilmu pengetahuan itu sendiri. Adapun yang menjadi tujuan

penelitian ini adalah :

a. Untuk mengkaji dan menganalisis relevansi (relevance) penilaian kinerja

Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan

b. Untuk mengkaji dan menganalisis sensitivitas (sensitivity) penilaian

kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan

c. Untuk mengkaji dan menganalisis kehandalan (realibility) penilaian

kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


8

d. Untuk mengkaji dan menganalisis penerimaan (acceptability) penilaian

kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan

e. Untuk mengkaji dan menganalisis kemudahan (prakticality) penilaian

kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan dan

menambah khazanah keilmuan dalam bidang Administrasi Publik

b. Secara akademik, penelitian ini diharapkan menjadi referensi tambahan

dalam kajian keilmuan khususnya dalam bidang Administrasi Publik.

c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan

beberapa masukan dan saran terhadap persoalan yang berkaitan dengan

kebijakan pemerintah saat ini.

Universitas Sumatera Utara


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia

Dalam suatu organisasi hal yang paling penting yang perlu diperhatikan

adalah sumber daya manuisa yang menjadi pendukung utama tercapai tujuan

organisasi. Sumber daya manusia menempati posisi strategis dalam suatu

organisasi, maka dari itu sumber daya manusia harus digerakkan secara efektif

dan efisien sehingga mempunyai tingkat hasil daya guna yang tinggi.

Meningkatnya peran sumber daya manusia tidak terlepas dari keyakianan

organisasi akan peranannya yang sangat startegis demi keberhasilan kompetisi

organisasi. Sumber daya manusia menurut Nawawi (1998:48), yaitu :

a. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah manusia yang bekerja di lingkungan


suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau
karyawan)
b. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah potensi manusiawi sebagai
penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.
c. Sumber Daya Manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi
sebagai modal (non material/non finansial) di dalam organisasi bisnis yang
dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) scara fisik dan non- fisik
dalam mewujudkan eksistenso organisasi.

Untuk dapat memaksimalkan potensi yang maksimal dai sumber daya

manusia agar efektif dan efisien perlu adanya proses manajerial berupa

manajemen sumber daya manusia. Penilaian Kinerja pegawai berhubungan

langsung dengan manajemen sumber daya manusia. Manjemen sumber manusia

merupakan suatu gerakan pengakuan terhadap pentingnya manusia dalam suatu

organisasi, yang perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu

Universitas Sumatera Utara


10

memberikan kontribusi maksimal bagi organisasi. Para ahli mendefenisikan

manajemen sumber daya manusia dengan definisi yang berbeda – beda, namun

pada dasarnya memiliki makna yang sama.

Dessler (2003:5) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia

adalah proses untuk memeproleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi

kepada karyawan, memerhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, keamanan,

dan masalah keadilan.

Menurut Mathis dan Jackson (2006:3). Manajemen Sumber Daya Manusia

- SDM (human resource - HR management) adalah rancangan sistem-sistem

formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia

secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional.

Sedangakan menurut Nawawi (2005:42), Manajemen sumber daya manusia

adalah proses pendayagunaan manusia sebagai agar potensi fisik dan psikis yang

dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi.

Berdasarkan pandangan mengenai definisi – definisi manajemen sumber

daya manusia yang diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen

sumber daya manusia adalah pendayagunaan manusia dalam mencapai standar

baku organisasi yang akan diacapai dengan mengelola kehidupan lingkungan

organiasis dari segi manusianya. Manajemen sumber daya manusia memiliki

peran penting dalam suatu organisasi, dalam rumusan lain dapat disimpulkan

bahwa manajemen sumber daya manusia adalah hubungan antara pegawai

(employer-employee), untuk menciptakan manusia produktif guna pencapaian

tujuan organiasi.

Universitas Sumatera Utara


11

Disamping itu dalam segi proses, manajemen sumber daya manusia

menurut Mathis (2006:43) bahwa aktivitas manajemen sumber daya manusia

meliputi tujuh, yaitu:

a. Perencanaan dan Analisis SDM

Manajer-manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang akan

mempengaruhi persediaan dan tuntutan para karyawan di masa depan. Hal

yang sangat penting untuk memiliki sistem informasi sumber daya

manusia guna memberikan informasi yang akurat dan tepat pada waktunya

untuk perencanaan SDM.

b. Kesetaraan Kesempatan Kerja

Pemenuhuan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja

(EEO) mempengaruhi semua aktivitas SDM yang lain dan integral dengan

manajemen sumber daya manusia.

c. Pengangkatan Pegawai

Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang

memadai atas individu-individu yang berkualitas untuk mengisi lowongan

pekerjaan di sebuah organisasi. Dengan mempelajari apa yang dilakukan

para pekerja, analisis pekerjaan merupakan dasar untuk fungsi

pengangkatan pegawai. Kemudian, deskripsi pekerjaan dan spesifikasi

pekerjaan dapat dipersiapkan untuk digunakan ketika merekrut para

pelamar untuk lowongan pekerjaan. Proses seleksi berhubungan dengan

pemilihan individu yang berkualitas untuk mengisi lowongan pekerjaan di

organisai tersebut.

Universitas Sumatera Utara


12

d. Pengembangan sumber daya manusia dimulai dengan orientasi karyawan

baru, pengembangan sumber daya manusia meliputi pelatihan

keterampilan pekerjaan. Ketika pekerjaan-pekerjaan berkembang dan

berubah, diperlukan adanya pelatihan ulang yang dilakukan terus-menerus

untuk menyesuaikan perubahan teknolog

e. Perencanaan karier menyebutkan arah dan aktivitas untuk karyawan

individu ketika mereka berkembang di dalam organisasi tersebut.

f. Kompensasi dan Tunjangan

Kompensasi memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan

pekerjaan melalui gaji, insentif, dan tunjangan. Para pemberi kerja harus

mengembangkan dan memperbaiki sistem upah dan gaji dasar mereka.

Selain itu, program insentif seperti pembagian keuntungan dan

penghargaan produktivitas mulai digunakan. Kenaikan yang cepat dalam

hal biaya tunjangan, terutama tunjangan kesehatan, akan terus menjadi

persoalan utama

g. Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan

Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan para karyawan

adalah hal yang sangat penting. Secara global, berbagai keselamatan dan

kesehatan telah menjadikan organisasi lebih responsif terhadap persoalan

kesehatan dan keselamatan.

h. Hubungan Karyawan dan Buruh/Manajemen

Hubungan antara para manajer dan karyawan mereka harus ditangani

secara efektif apabila para karyawan dan organisasi ingin sukses bersama.

Universitas Sumatera Utara


13

Apakah beberapa karyawan diwakili oleh suatu serikat pekerja atau tidak,

hak karyawan harus disampaikan. Merupakan suatu hal yang penting

untuk mengembangkan, mengkomunikasikan, dan meng-updat kebijakan

dan prosedur sumber daya manusia sehingga para manajer dan karyawan

sama-sama tahu apa yang diharapkan.

2.1.2 Konsep Penilain Kinerja

Pengelolaan Sumber Daya Manusia tidak hanya terpaku pada pengarahan

pekerjaan/jabatan saja. Pengelolaan SDM juga terkait dengan pengelolaan

motivasi, kompensasi dan penghargaan atas hasil karya dan jerih payah karyawan,

sehingga karyawan sadar bahwa mereka adalah bagian kemajuan organisasi. Oleh

karena itu diperlukan suatu sistem pengelolaan evaluasi kinerja karyawan agar

dikelola dengan baik oleh organisasinya. Penilaian kinerja merupakan salah satu

faktor kunci guna mengembangkan organiasasi secara efektif dan efisien.

Penilaian kinerja adalah sistem formal dan terstruktur utuk mengukur dan menilai

hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan perilaku kerja dalam upaya pencapaian

tujuan dan sasaran organisasi.

Penilaian kinerja (Perpormance apparasial) berarti mengevaluasi kinerja

karyawan di masa sekarang dan/atau dimasa lalu secara relatif terhadap standar

kinerjanya (Dessler, 2003:322)

Sejalan dengan itu Wether dan Davis (1996:45) menuliskan bahwa

penilaian kinerja merupakan suatu proses bagaimana organisasi melakukan

evaluasi kinerja perkerjaan individu, ditambahkan juga bahwa penilaian kinerja

adalah tentang akuntabilitas dan kinerja karyawan.

Universitas Sumatera Utara


14

Handoko (2008:135) juga mengatakan bahwa penilaian prestasi kerja

(performance appraisal) adalah proses dimana organisasi-organisasi

mengevaluasi atau menilai prestasi kerja pegawai.

Melengkapi semua pendapat diatas, Mathis dan Jackson (2006:382)

memberikan difinis penilaian kerja (performance apprasial) sebagai proses

mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika

dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengomunikasikan

informasi tersebut kepada karyawan. Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan

karyawan, evaluasi karyawan, tujuan kerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil.

Kemudian disi lain, Cascio (2003 :330) meberikan defenisi penilaian

kinerja sebagai sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan

dan kelemahan yang terkait diri seseorang atau suatu kelompok. Pendapat lain

yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (2003:41)

menekankan bahwa penilaian merupakan upaya pembanding antara hasil yang

nyata dicapai setelah satu tahap tertentu selesai dikerjakan dengan hasil yang

seharusnya dicapai untuk tahap tersebut.

Definisi tersebut menunjuk kepada lima hal yaitu :

a. Penilaian berbeda dengan pengawasan yang sorotan perhatiannya


ditujukkan pada kegiatan operasional yang sedang diselenggarakan,
sedangkan penilaian dilakukan setelah satu tahap tertentu dilalui.
b. Penilaian menghasilkan informasi tentang tepat tidaknya semua
komponen dalam proses manajerial, mulai dari tepat tidaknya tujuan
hingga pelaksanaan kegiatan pengawasan.
c. Hasil penilaian menggambarkan apakah hasil yang dicapai sama dengan
sasaran yang telah ditentukan, melebihi sasaran atau malah kurang dari
sasaran
d. Informasi yang diperoleh dari kegiatan penilaian diperlukan untuk
mengkaji ulang semua komponen proses manajerial sehingga perumusan
kembali berbagai komponen tersebut dapat dilakukan dengan tepat.

Universitas Sumatera Utara


15

e. Orientasi penilaian adalah masa depan yang pada gilirannya


memungkinkan organisasi meningkatkan kinerjanya.

Dari beberapa pandangan terkait definisi penilain kinerja, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja merupakan penilaian hasil kerja yang

dilakukan oleh organisasi untuk mengetahui kemampuan kerja yang dimiliki oleh

seorang yang dilakukan secara sistematis guna mengevaluasi terhadap penampilan

kerja individu dengan mebandingkan dengan standar baku yang ada apakah sudah

sesuai sasaran atau belum dan sejauh mana sasaran organisasi telah tercapai.

Dengan kata lain bahwa penilaian kinerja merupakan usaha untuk menilai

kinerja pegawai apakah seorang pegawai telah melaksakan pekerjaannya dalam

suatu organisasi melalui standar kerja yang termuat dalam instrumen penilaian

kinerja.

Dessler (2003 : 325) menyatakan ada beberapa alasan untuk menilai

kinerja pegawai, yaitu:

Pertama, penilaian kinerja memainkan peran yang terintegrasi dalam

proses manajemen kinerja ; jika anda menterjemahkan tujuan strategis pengusaha

ke dalam tujuan spesifik, kemudian melatih para karyawan tetapi tidak meninjau

kembali kinerja karyawan secara berkala, hal itu hanya memberikan sedikit

manfaat. Kedua, penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah

rencana untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian

dan untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh bawahan.

Ketiga, penilaian harus melayani tujuan perencanaan karier dengan memberi

kesempatan meninjau rencana karier karyawan dengan memerhatikan kekuatan

Universitas Sumatera Utara


16

dan kelemahannya secara spesifik. Akhirnya, penilaian hampir selalu berdampak

pada keputusan peningkatan gaji dan promosi.

Sebagi sebuah proses, penilaian kinerja (Perpormance apparasial) berarti

mengevaluasi kinerja karyawan di masa sekarang dan/atau dimasa lalu secara

relatif terhadap standar kinerjanya. Pada initinya, penilaian kinerja selalu

melibatkan proses penilaian kinerja (Performance apparasial process). Penilaian

kinerja tidak hanya dilakukan sesaat pada akhir periode penilaian saja, karena

untuk menjaga obyektifitas penilaian, kegiatan penilaian kinerja hendaknya

dilakukan setiap waktu. Proses penilaian prestasi kerja merupakan hal penting

dalam penilaian, maka proses-proses penilaian harus dilakukan dengan

mekanisme yang benar sesuai standar operasional presedur. Menurut Dessler

(2003:327) proses penilaian kinerja ada tiga langkah yaitu mendefinisiakan

pekerjaan, menialai kinerja, dan memeberikan umpan balik.

Pendefenisian pekerjaan berati memastikan bahwa atasan dan pegawai

yang bersangkutan setuju dengan kewajiban dan standar pekerjaan. Penilaian

kinerja berrati membandingkan kinerja sessungguhnya dari bawahan dengan

standar yang telah ditetapkan, ini biasanya melibatkan beberapa jenis formulir

peringkat. Ketiga, biasanya penilaian kinerja membutuhkan sesi umpan balik.

Disini, atasan dan bawahan mendiskuiskan kinerja dan kemajuan bawahan, dan

membuat rencana untuk pengembangan apapun yang dibutuhkan. Sebagai suatu

proses penilaian kinerja pastinya melalui beberapa tahapan dan langkah. Menurut

Mondy dan Noe (1993:398) proses penyusunan penilaian terbagi dalam beberapa

tahapan kegiatan seperti gambar berikut ini :

Universitas Sumatera Utara


17

Gambar 2. 1 Proses Penilaian kinerja (Mondy and Noe, 1993:398)

Tahap pertama yang dilakukan dalam menyusun sistem penilaian kinerja

yaitu harus ditetapkan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi

dengan adanya sistem penilaian kinerja yang akan disusun. Hal ini menjadi

penting karena dengan mengetahui tujuan yang ingin dicapai akan lebih

memudahkan dalam menentukan desain penilaian kinerja.

Tahap yang kedua, menetapkan standar yang diharapkan dari suatu

jabatan, sehingga akan diketahui dengan instrumen apa saja yang akan diukur

dalam penilaian kinerja. Instrumen tersebut tentunya harus sangat terkait dengan

pelaksanaan tugas pada jabatan itu. Tahap ini biasanya dapat dilakukan dengan

menganalisa jabatan (job analysis) atau menganalisa uraian tugas masing-masing

jabatan. Senada dengan itu Cascio (2003:336) juga mengemukakan tahapan dalam

penilaian kinerja yang hampir sama seperti gambar dibawah ini :

Universitas Sumatera Utara


18

Gambar 2. 2 Langkah Penyusunan Penilaian Kinerja (Cascio, 2013:336)

Setelah tujuan dan dimensi yang akan diukur dalam penilaian kinerja

diketahui, maka langkah selanjutnya yaitu menentukan desain yang sesuai untuk

mencapai tujuan yang diharapkan. Penentuan desain penilaian kinerja ini harus

selalu dikaitkan dengan tujuan penilaian. Hal ini karena tiap-tiap desain penilaian

kinerja memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Langkah

berikutnya adalah melakukan penilaian kinerja terhadap pegawai yang menduduki

suatu jabatan. Penilaian kinerja ini dapat dilakukan oleh atasan saja, atau dengan

sistem 360 derajat yang melibatkan atasan, rekan kerja dan bawahan.

Hasil dari penilaian kinerja, selanjutnya dianalisa dan dikomunikasikan

kembali kepada pegawai yang dinilai agar mereka mengetahui kinerjanya selama

ini serta mengetahui kinerja yang diharapkan oleh organisasi. Evaluasi terhadap

sistem penilaian kinerja yang telah dilakukan juga dilaksanakan pada tahap ini.

Apakah penilaian kinerja tersebut sudah dapat mencapai tujuan dari diadakannya

penilaian kinerja atau belum. Apabila ternyata belum, maka harus dilakukan revisi

atau mendesain ulang sistem penilaian kinerja.

Universitas Sumatera Utara


19

1.1.2.1 Tujuan Penilaian Kinerja

Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan

kinerja organisasi esuai dengan bidang dan tugasnya semua layak untuk dinilai.

Tujuan dilakukannya penilaian kerja secara umum adalah untuk memberikan

feedback dalam upaya memperbaiki tampilan kerjanya dan upaya meningkatkan

produktivitas organisasi, dan secara khusus dilakukan dalam kaitannya dengan

berbagai kebijaksanaan terhadap pegawai sepetu untuk tujuan promosi, kenaiakan

gaji, pendidikan dan latihan, dan lain lain (Hariandja,2002:195).

Secara umum Cascio (2003:334) tujuan penilaian kinerja adalah : (1) to

improve employess work performance by helping them relize and use their full

potential in carrying out their firms missions, (2) to provide information to

employees and managers for use in making work related decisions. Maksudnya

adalah bahwa tujuan umum dari penilaian kinerja : (1) untuk meningkatkan

prestasi kerja dengan membantu mereka menyadari dan menggunaan potensi

mereka secara penuh dalam melaksakan misi organisasi, (2) untuk meberikan

informasi kepadapegawai dan manager untuk digunakan dalam pembuatan

keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan. Lebih lanjut tujuan dari sistem

penilaian kinerja adalah (Cascio, 2003 : 334):

a. Penilaian dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan yang legal


dan formal terkait dengan pengembangan karyawan
b. Penilaian dapat digunakan sebagai kriteria validasi suatu tes.
c. Penilaian memberikan umpan balik kepada karyawan, terkait
pengembangan karirnya
d. Penilaian dapat membantu untuk mengidentifikasi pengembangan yang
dibutuhkan dan dapat digunakan untuk menetapkan objektif dari sebuah
pelatihan
e. Penilaian juga dapat mendiagnosa permasalahan dalam organisasi

Universitas Sumatera Utara


20

Gambar 2. 3 Tujuan Penilaian Kinerja (Cascio, 2003:335)


Menurut Sedarmayanti (2007:264) tujuan penilaian kinerja yaitu sebagai

berikut :

a. Untuk mengetahui keterampilam dan kemampuan pegawai


b. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya
penyempurnaan kondisi kerja.
c. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal
mungkin, sehingga dapat diarahakan jenjang/ rencana karirnya, kenaikan
pangkat dan jabatan.
d. Mendorong terciptamya hubungan timbal balik baik yang sehat antar
atasan dan bawahan.
e. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang
kepegawaian khususnya kinerja pegawai dalam bekerja.
f. Secara pribadi,pegawai mengetahui kekuatan dan kelemahan sehingga
dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih
memperhatikan dan mengenal bawahan dan pegawainya, sehingga dapat
lebih memotivasi pegawai.
g. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian
dan pengembangan di bidang kepegawaian.

Dengan demikian diadakannya penilaian terhadap kinerja pegawai, akan

memotivasi untuk meningkatkan kualitas kinerjanya sehingga memberikan

kontribusi yang tinggi terhadap organisasi. Hasil dari penilaian kinerja yang baik

akan memberikan keuntungan bagi pegawai itu sendiri dimana pegawai akan

Universitas Sumatera Utara


21

dapat mengembangkan karirnya pada tingkat yang lebih tinggi dalam organisasi.

Sebaliknya, jika hasil dari penilaian kinerja yang dihasilkan buruk ini akan

menjadi pertimbangan bagi organisasi untuk menindak lanjuti pegawai yang

bersangkutan sesuai dengan peraturan terkait penilaian kinerja yang telah

ditetapkan dalam organisasi tersebut.

1.1.2.2 Manfaat Penilaian Kinerja

Dalam suatu proses kegaiatan tentunya ada dampak yang dihasilkan,

begitu juga dengan penilaian kinerja. Sedarmayanti (2007:264) memberikan

pendapat terkait manfaat penilaian kinerja yaitu sebagai berikut:

a. Meningkatkan prestasi kerja


Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memperoleh
umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaan/prestasinya.
b. Memberi kesempatan kerja yang adil
Penilaian akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan
menempati sisi pekerjaan sesuai kemampuannya.
c. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan
Melalui penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya
rendah sehingga kemungkinkan adanya program pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan mereka.
d. Penyesuaian kompensasi
Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam
menentukan perbaikan pemberian kompensasi, dan sebagainya.
e. Keputusan promosi dan demosi
Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan untuk mempromosikan atau mendemonstrasikan karyawan.
f. Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaaan
Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam
desian pekerjaan. Penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis
kesalahan tersebut.
g. Menilai proses rekrutmen dan seleksi
Kinerja karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya
penyimpangan proses rekrutmen dan seleksi.

Selanjutnya, pendapat tersebut tidak jauh berbeda seperti yang

diungkapkan oleh Werther dan Davis (1996 : 342), yaitu :

Universitas Sumatera Utara


22

1. Performance Improvement. Pemberian umpan balik dalam proses


appraisal memungkinkan karyawan dan manajer melakukan intervensi
untuk meningkatkan kinerja
2. Evaluasi Compensation and adjustment. Evalusi kinerja dalam proses
membantu appraisal pengambilan keputusan mengenai kenaikan gaji
yang diterima oleh karyawan.
3. Placement decision. Promosi, transfer, dan demosi berdasarkan kinerja
yang terdahulu atau kinerja yang diharapkan.
4. Training and development needs. Kinerja yang buruk menunjukkan
kebutuhan akan pelatihan, kinerja baik menunjukkan potensi yang
dapat dikembangkan.
5. Career planning and development. Pemberian umpan balik menjadi
acuan keputusan untuk menentukan karir.
6. Staffing process deficiencies. Kinerja baik atau buruk menunjukkan
kekuatan atau kelemahan prosedur di departemen staffing sumber
daya manusia.
7. Informational inaccuracies. Kinerja buruk dapat menunjukkan
kesalahan dalam job analysis, perencanaan SDM, dan bagian lain
dalam pengelolaan sistem informasi kepegawaian.
8. Job design errors. Kinerja buruk adalah gejala job design yang kurang
baik.
9. Equal employment opportunity. Appraisal yang tepat dapat mengukur
kinerja yang berhubungan dengan pekerjaan dan memastikan tidak ada
diskriminasi dalam keputusan internal placement
10. External challenge. Ketika kinerja dipengaruhi oleh faktor eksternal
dari pekerjaan, maka bagian SDM dapat memberi bantuan.
11. Feedback to human resources. Kinerja di dalam organisasi
menunjukkan seberapa baik kinerja dari fungsi SDM.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat dipahami bahwa penilaian

kinerja (Performance Appraisal) dilihat dari sudut pandang manajemen sumber

daya manusia adalah sebagai alat yang memiliki manfaat dan kegunaan dalam

mengevaluasi, memotivasi, dan memberikan penghargaan atau kompensasi

kepada pegawai sebagai bagian dari tindak lanjut terhadap hasil kerja pegawai.

1.1.2.3 Penilai Kinerja

Dalam melaksanakan kegiatan penilaian kinerja, untuk mendapatkan

informasi atas kinerja karyawan maka sumber informasi diperoleh dari beberapa

pihak baik itu perorangan ataupun kelompok yang melakukan penilaian atas

Universitas Sumatera Utara


23

kinerja pegawai. Penentuan penilai kinerja lebih ditentukan oleh keahliannya

dalam melakukan penilaian serta memiliki informasi yang memadai tentang

indivisu yang kan dinilai. Beberapa sumber yang dapat berperilaku sebagai pelaku

penilaian menurut Cascio (2003: 348) , Rivai dan Fawzi (2005:142) adalah:

1. Atasan langsung ( Immediate Supervisor )

Atasan langsung dianggap orang yang paling tepat untuk melakukan

penilaian kinerja bawahan, karena posisinya sangat strategis untuk melakukan

observasi terhadap bawahan.

2. Rekan kerja

Rekan kerja dapat dijadikan sebagai penilai yang baik oleh karena

keterlibatannya setiap hari secara bersama – sama, akan tetapi penilaian yang

dilakukan oleh rekan kerja sangat di pengaruhi oleh kondisi hubungan pribadi.

3. Bawahan

Bawahan dapat menjadi sumber penilaian karena cara pandangnya yang

berbeda dengan penilai yang lain. Cara penilaian bawahan sangat dipengaruhi

oleh impresi bawahan terhadap atasannya. Bawahan sering menolak untuk

memberika penilaian karena takut mempengaruhi hasil penilaian kinerja dirinya

oleh atasannya.

4. Diri Sendiri

Penilaian yang dilakukan oleh diri sendiri secara umum dilakukan bersamaan

dengan penilaian oleh atasan. Karena besarnya kemungkinan bias penilaian ini

lebih sering digunakan untuk tujuan pengembangan karyawan dari pada untuk

tujuan administratif.

Universitas Sumatera Utara


24

5. Pelanggan

Pelanggan dapat menjadi penilai temporer yang baik. Kinerja dapat dilihat

obyektif saat berhadapan dengan pelanggan. Akan tetapi penilaian ini juga

memiliki kelemahan karena waktu kontak yang minimal dan sangat dipengaruhi

oleh ekspektasi atau harapan dari pelanggan tersebut, sehingga memungkinkan

terjadinya bias dalam penilaian.

6. Penilaian 360 Derajat

Penilaian 360 derajat menggunakan berbagai sumber evaluasi diantaranya

atasan langsung, bawahan langsung, diri sendiri dan rekan kerja. Hasil penilaian

dilihat lebih adil oleh karyawan, selain itu penilaian menggunakan 360 derajat

memungkinkan diperolehnya gambaran menyeluruh tentang kinerja karyawan.

7. Badan Penilaian Independen (Independent Trained Observers)

Badan yang beraal dari luar struktur organisasi, penilai independen pada

umumnya menggunakan assestment centers dalam melakukan penilaian kinerja.

Halini dikarenakan apabila menggunakan cara biasa maka individu menyadari

akan dievaluasi sehingga akan menunjukkan usaha maksimal untuk memperoleh

nilai yang baik. Hal ini menyebabkan penilaian yang bias. (Rivai dan Fawzi,

2005:142)

1.1.2.4 Metode Penilaian Kinerja

Dalam mengukur kinerja maka diperlukan suatu sistem penilaian kinerja.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian kinerja.

Banyak metode yang dipergunakan dalam penilaian kinerja,namun secara garis

besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu past oriented appraisal methods (penilaian

Universitas Sumatera Utara


25

kinerja yang berorientasi pada masa lalu) dan future oriented appraisal methods

(penilaian kinerja yang berorientasi ke masa depan) (Werther dan Davis,

1996:350).

Past based methods adalah penilaian kinerja atas kinerja seseorang dari

pekerjaan yang telah dilakukannya. Kelebihannya adalah jelas dan mudah diukur,

terutama secara kuantitatif. Kekurangannya adalah kinerja yang diukur tidak dapat

diubah sehingga kadang-kadang justru salah menunjukkan seberapa besar potensi

yang dimiliki oleh seseorang. Dan Future based methods adalah penilaian kinerja

dengan menilai seberapa besar potensi pegawai dan mampu untuk menetapkan

kinerja yang diharapkan pada masa datang. Metode ini juga kadang-kadang masih

menggunakan past method. Catatan kinerja juga masih digunakan sebagai acuan

untuk menetapkan kinerja yang diharapkan.

Disamping itu Cascio (2003:341) juga membagi mentode penilain kinerja

menjadi dua yaitu metode yang memfokuskan pada tingkah laku individu

(Behavior – Oriented Rating Methods ) dan metode yang memfokuskan penilaian

pada hasil kerja individu (Results Oriented Rating Methods)

1 Behavior – Oriented Rating Methods.

a. Narrative Essay

Adalah metode yang paling sederhana dimana penilai menuliskan

kekuatan dan kelemahan karyawan serta saran untuk pengembangan. Tetapi

kelemahan metode ini adalah tidak dapat membandingkan antara satu dengan

yang lainnya dan antar departemen karena penilaian yang diberikan tiap penilai

menyentuh aspek yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara


26

b. Ranking

Metode ini terdiri dari simple ranking dan alternation ranking. Dalam

simple ranking, penilai mengurutkan para pemegang jabatan, dari yang terbaik

sampai yang terburuk, yang biasanya berdasarkan kinerja secara keseluruhan.

Rangking semacam ini hanya cocok dalam organisasi kecil karena semakin

banyak pemegang jabatan maka semakin sulit melihat perbedaan-perbedaan

kinerja mereka. Sementara itu pada metode alternation adalah penilai akan

memilih pekerja yang terbaik untuk posisi teratas dan pekerja terburuk di posisi

terburuk. Kemudian memilih pekerja kedua terbaik di posisi kedua terbaik dan

pekerja terburuk kedua di posisi kedua terburuk. Demikian seterusnya hingga

posisi yang tengah dapat terakhir diisi.

c. Perbandingan berpasangan. (Paired Comparison)

Pendekatan perbandingan berpasangan melibatkan perbandingan tiap

individu dengan individu lainnya, dua orang sekaligus, dengan standar tunggal

untuk menentukan siapa yang lebih baik. Urutan ranking individu dapat diperoleh

dengan menghitung berapa kali masing-masing individu terpilih sebagai yang

lebih baik untuk satu buah pasangan.

d. Metode distribusi paksaan. (Forced distribution)

Istilah distribusi paksaan digunakan untuk menggambarkan format

penilaian dimana penilai dipaksa mendistribusikan orang yang dinilai kepada

beberapa kategori kinerja. Penilaian tersebut biasanya menggunakan beberapa

kategori yaitu dari terendah (mewakili kinerja yang buruk) sampai dengan tingkat

tertinggi (Mewakili kinerja yang sangat baik).

Universitas Sumatera Utara


27

e. Behavior Checklist

Pada metode ini penilai dibekali dengan panduan yang menggambarkan

hubungan kerja dengan prilaku. Tugas penilai menentukan masuk di kategori

manakah karyawan yang dinilai tersebut.

f. Kejadian Kritis ( Critical Insidents )

Metode ini Merupakan teknik penilaian kinerja yaitu penilai mencatat

mengenai apa saja perilaku atau pencapaian terbaik dan terburuk (extremely good

or bad behaviour) pegawai. Pendekatan dengan metode ini memerlukan kejelian

dari penilai dalam mengamati setiap perilaku orang yang dinilai.

g. Skala Rating Grafik ( Graphic rating Scales)

Pada metode ini, penilai menentukan dimensi kinerja yang akan dinilai.

Kemudian penilai menentukan kategori penilaian yang akan dilakukan.

h. Behaviorally Anchored Rating Scales

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam metode ini adalah

mengumpulkan data yang menggambarkan perilaku yang baik, rata-rata, dan

buruk untuk masing-masing kategori jabatan. Kejadian-kejadian ini kemudian

dikelompokkan menjadi dasar penilaian yang akan dilakukan. Kemudian

kejadian-kejadian tersebut diberi nilai sesuai dengan kontribusinya pada

kinerjanya.

2 Result – Oriented Rating Methods

a. Manajement By Objectives

Penilai pada metode ini adalah orang-orang yang berpengalaman dan

berkinerja tinggi yang dapat mengembangkan strategi mereka sendiri. Cara kerja

Universitas Sumatera Utara


28

dari metode ini adalah bagaimana suatu sasaran dapat tercapai dengan mengurangi

ambiguitas dan juga hambatan yang mungkin dapat menghalangi tercapainya

sasaran. Penilaian yang dilakukan dapat secarasederhana maupun secara rumit,

bergantung pada kebutuhan sasaran yang akan dicapai. Atasan dan bawahan akan

sama-sama melakukan evaluasi atas kegagalan yang mungkin terjadi dan

kemudian memutuskan sasaransasaran baru yang dimungkinkan bagi sasaran yang

belum tercapai sebelumnya. Rata-rata sistem MBO membutuhkan waktu 2 tahun

sesudah penerapannya untuk berjalan dengan efektif .

b. Work Planning And Review

Metode ini mirip dengan MBO hanya saja lebih menekankan pada proses

dari pada hasil. Pada metode ini sangat membutuhkan review yang lebih sering

terkait dengan rencana kerja, sangat memakan waktu dan tidak dapat

membedakan antar karyawan

Dari keseluruhan metode penilaian kinerja yang sudah dipaparkan diatas,

pastiya setiap metode memiliki kelemahan dan kelebihan masing – masing

karena tidak ada yang bersifat sempurna. Dengan demikian tidak baik bagi

organisasi untuk menggantungkan penilaian kinerjanya hanya pada satu jenis

metode saja. Sebaiknya, organisasi menggabungkan beberapa metode yang sesuai

dengan lingkup organisasinya (Mondy dan Noe, 1993 : 414).

1.1.2.5 Hambatan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja harus dilaksakan secara profesional, apapun alat atau

metode penilaian yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis,

valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai. Tantangan yang harus

Universitas Sumatera Utara


29

dihadapi adalah untuk merestrukturisasi dan mengelola penilaian kinerja yang fair

dan akurat.

Didalam suatu penilaian Kinerja terdapat suatu masalah yang dihadapi

oleh seorang penilai, dimana seorang penilai harus dapat mengetahui dan harus

dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi tersebut. Kesalahan itu

umumnya terjadi pada keputusan (jugment) penilai dan pemrosesan informasi

yang berdampak serius terhadap hasil penilaian kinerja.

Handoko (2008,140), mengemukakan terdapat 5 kendala dalam

melakukan penilaian prestasi kerja, yaitu:

1. Hallo Effect
Hallo effect terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan
mempengaruhi pengukuran prestasi kerja. Sebagai contoh, bila sorang atasan
senang kepada seorang karyawan, maka pandangan ini bisa mengubah estimasi
atasan terhadap prestasi kerja karyawan. Masalah ini paling mudah terjadi bila
para penilai harus mengevaluasi teman- teman mereka.
2. Kesalahan Kecenderungan Terpusat
Banyak penilai yang tidak suka menilai para karyawan yang efektif atau
yang tidak efektif, dan sangat baik atau sangat jelek, sehingga penilaian prestasi
kerja cenderung dibuat rata-rata pada formulir penilaian ekstrim dan dekat dengan
nilai-nilai tengah.
3. Bias Terlalu Lunak dan Terlalu Keras
Kesalahan terlalu lunak (leniency bias) disebabkan oleh kecenderungan
penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik dalam evaluasi prestasi kerja
karyawan. Kesalahan terlalu keras (strickness bias) adalah sebaliknya, yang terjadi
karena penilai cenderung terlalu ketat dalam evaluasi mereka. Kedua kesalahan ini
pada umumnya terjadi bila standar-standar prestasi tidak jelas.
4. Prasangka Pribadi
Faktor-faktor yang membentuk prasangka pribadi terhadap seorang atau
kelompok bisa mengubah penilaian. Sebab-sebab prasangka pribadi lain yang
mempengaruhi penilaian mencakup faktor senioritas, kesukuan, agama, kesamaan
kelompok dan status sosial.
5. Pengaruh Kesan Terakhir
Bila mengunakan ukuran-ukuran prestasi kerja subjektif, penilaian sangat
dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan karyawan yang paling akhir (recency effect).
Kegiatan-kegiatan terakhir baik atau buruk cenderung lebih diingat oleh penilai.

Universitas Sumatera Utara


30

Menurut Hariandja (2002:201), terdapat beberapa tantangan yang dihadapi

dalam penilaian kinerja pegawai antara lain :

1. Kesalahan penilai
2. Ketidaksiapan penialai
3. Ketidakefektipan praktek dan kebijakan organisasi, dan
4. Formulir yang tidak baik.

Kesalahan penilai terjadi akbat kesalahan manusia yang tidak pernah luput

dari kesalahan, dapat diakibatkan oleh keterbatasan manusia dalam melihat

sesuatu. Beberapa kecenderungan kesalahan penialai adalah : Hallo Effect, The

error of central tebdency, the liniency and strictness biases, personal prejudice,

dan the recency effect. Ketidaksiapan penilai dapat diakibatkan penilai kurang

percaya diri, keterbatasan pengetahuan mengenai pekerjaan, dan kurangnya waktu

dalam melakukan penilaian. Ketidakefektipan praktek dan kebijakan organisasi

diakibatkan tidak adanya reward penilai, norms suppoorting liniency, dan lack of

appropriate accountability. Dan formulir yang tidak baik diakibatkan oleh

penyusunan formulir penilaian yang tidak jelas, tidak mencakup aspek utama dari

unjuk kerja, dan terlalu kompleks atau rumit.

Lebih lanjut (Dessler,2003:340) melengkapi bahwa dalam melakukan

penilaian kinerja karyawan, berikut adalah masalah-masalah yang dihadapi yaitu

standar yang tidak jelas, efek halo, kecenderungan terpusat, longgar atau ketat,

dan bias.

Standar yang tidak jelas, skala penilaian ini terbuka terhadap interprestasi

penilaian. Skala peringkat grafis ini memang terlihat objektif, akan tetapi

menghasilkan penilaian yang tidak adil, karena sifat dan tingkat kemanfaatannya

memiliki arti ganda. Cara terbaik adalah dengan mengembangkan dan

Universitas Sumatera Utara


31

menyertakan kalimat deskriptif yang mendefinisikan setiap sifat. Kekhususan ini

dihasilkan dalam penilaian yang lebih konsisten dan lebih mudah dijelaskan.

Efek Halo, dalam penilaian kinerja, masalah yang muncul ketika peringkat

yang diberikan penyelia kapada bawahan atas satu sifat tertentu membuat bias

peringkat orang itu atas sifat lainnya. Terjadi karena penilai menyukai atau tidak

menyukai sifat karyawan yang dinilai. Oleh karena itu, karyawan yang disukai

oleh penilai cenderung akan memperoleh nilai yang positif pada semua aspek

penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang karyawan yang tidak disukai akan

mendapatkan nilai yang negatif.

Kecenderungan Terpusat, merupakan kecenderungan untuk memberikan

semua karyawan dengan cara yang sama, seperti memberikan peringkat rata-rata

kepada semuanya. Beberapa penyelia bersikeras saat mengisis skala peringkat,

mereka cenderung untuk menghindari angka tinggi dan rendah dan hanya

memberikan peringkat yang sedang untuk sebagian besar orang-orang mereka.

Hal itu bias mengaburkan evaluasi, membuat mereka kurang berguna untuk

promosi, gaji, dan tujuan konseling. Memberikan peringkat karyawan dengan

tidak menggunakan skala peringkat grafis biasa mengurangi masalah ini, karena

pemberian peringkat berarti anda tidak bisa memberikan peringkat rata-rata

kepada mereka semua.

Longgar dan ketat, adalah masalah yang terjadi saat penyelia memiliki

kecenderungan untuk memberikan peringkat yang tinggi atau rendah kepada

semua bawahannya. Penyebab longgar atau ketatnya penilaian itu bukan hanya

kcenderungan si peniali saja tetapi tujuan dari penilai itu.

Universitas Sumatera Utara


32

Bias, adalah kecenderungan untuk mengizinkan perbedaan perorangan

seperti umur, ras, dan jenis kelamin untuk mempengaruhi peringkat penilaian

yang diterima karyawan. Karakteristik pribadi orang yang dinilai (seperti umur,

ras, dan jenis kelamin) bias mempengaruhi peringkat karyawan, sering kali

terpisah dan prestasi orang itu sebenarnya.

1.5.2.6 Indikator Penilaian Kinerja Yang Efektif

Dalam lingkungan persaingan kerja yang dinamis, proses pengambilan

keputusan manajemen perlu didukung dengan sistem pengukuran yang efektif.

Simamora (2004:339) mengungkapkan supaya organisasi berfungsi secara efektif,

orang-orangnya mestilah dibujuk/dipikat agar masuk dan bertahan di dalam

organisasi, mereka harus melakukan tugas-tugas peran mereka dengan cara yang

handal, dan mereka harus memberikan kontribusi spontan dan perilaku inovatif

yang berbeda di luar tugas formal mereka. Tiga perilaku dasar itu hendaknya

disertakan dalam penilaian kinerja.

Dalam melaksanakan penilaian kinerja juga membutuhkan sistem yang

terukur. Maka dalam melaksanakan penilaian ada persyaratan yang harus dipenuhi

agar memperoleh hasil yang objektif dan sesuai tujuan khususnya serta dapat

menghindari adanya hambatan-hambatan yaitu sebagai berikut (Noe,et.al,

2003:332) mengenai indikator yang diperlukan agar tercipta sistem pengukuran

kinerja yang efektif yaitu :

a. Strategic Congruence

Persyaratan kinerja yang diharapakan harus sessuai dengan strategi


organisasi, tujuan, dan budaya organisasi. Organisasi kriteria ini
menitikberatkan pentingnya sistem penilaian kinerja untuk mengarahkan

Universitas Sumatera Utara


33

pegawai untuk berkontribusi terhadap kesuksesan organisasi. Oleh karena


itu sistem manajemen kinerja harus fleksibel untuk mampu berdaptasi
dengan perubahan strategi.
b. Validity
Penilaian kinerja dapat dilakukan valid apabila ukuran – ukuran dalam
penilaian kinerja menilai aspek yang relevan dengan kegiatan prestasi
kerja. Disebut juga dengan content validity (kesesuaian isi). Validitas
berkaitan dengan memaksimalkan overlap antara kinerja nyata dengan
standar penilaian kinerja. Penilaian kinerja dikatakan “deficient” apabila
tidak mengukur keseluruhan aspek kinerja ( kinerja nyata). Penilaian
kinerja dikatakan “contaminated” apabila mengukur/menilai aspek – aspek
yang tidak relevan dengan kinerja.
c. Reliability
Realibility merupakan konsistensi penilaian kinerja; tingkat dari hasil
penilaian kinerja bebas dari kesalahan. Salah satu tipe utama dari
realibility yaitu interrater realibility; konsistensi antar penilai dalam
melakukan penilaian kinerja, dengan kata lain dua orang penilai
memberikan evaluasi yang sama/mendekati terhadap kinerja seorang
pegawai. Penilaian yang subjektif akan mengasilkan realibilitas yang
rendah. Selain itu konsistensi juga dilihat dari item – item penialain
(internal consistency realibility). Sebagai tambahan, penilaian kinerja
harus konsisten sepanjang waktu (test-retest realibility).
d. Acceptability
Sistem penilaian kinerja harus bisa diterima orang-orang yang
menjalankan penilaian kinerja.Penilaian kinerja yang valid dan reliabel
bisa saja tidak didukung oleh manejer (penilai) karena implementasinya
cukup menyita waktu. Penerimaan pegawai terhadap penilaian kinerja
dipengaruhi oleh keyakinan pegawai terhadap keadilan sistem penilaian
kinerja. Ada tiga kategori keadilan yaitu : keadilan prosedur, hubungan
interpersonal dan outcome.
e. Specificity
Penilaian kinerja menerangkan secara spesifik kepada pegawai mengenai
apa yang diharapkan dari perusahaan dan bagaimana memenuhi harapan
tersebut. Apabila instrumen penilaian tidak menerangkan secara spesifik
apa yang harus dikerjakan oleh pegawai untuk mencapai tujuan organisasi
maka dapat dikatakan tidak memenuhi tujuan strategis.

Kemudian tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh Cascio (2003:336)

dan (Nawawi, 2001:256) dengan memberikan kriteria sistem pengukuran kinerja

mendasar yang menentukan apakah sistem penilaian kinerja akan berhasil atau

gagal merujuk kepada lima hal yaitu : relevansi, sensitivitas, realibilitas,

akseptabilitas, dan praktis.

Universitas Sumatera Utara


34

Dalam pandangan Cascio (2003:336) kelima karakteristik tersebut lebih lanjut

dijabarkan dalam pengertian sebagai berikut:

1. Relevan (relevance); Relevan mempunyai makna terdapat kaitan yang erat

antara standar untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan

terdapat keterkaitan yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan

yang telah diidentifikasi melalui analisis jabatan dengan dimensi-dimensi

yang akan dinilai dalam form penilaian. Dengan kata lain penilaian kinerja

harus mampu mengungkapkan kinerja yang relevan dengan tugas pokok

pegawai yang dinilai. Tugas setiap bidang kerja atau jaatan cenderung

tidak sama dengan yang lain, maka seharusnya butir -butir yang dinilai

dikelompokkan dengan memisahkan aspek umum yang ada pada semua

pekerjaan/jabatan dengan aspek – aspek khusus sesuai dengan bidang

dengan bidang kerja atau jabtan yang berbeda.

2. Sensitivitas (sensitivity); Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem

penilaian kinerja dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai

yang tidak efektif. Karena penilain kinerja yang tidak dapat membantu

pegwai berkembang itu adalah “pointless paperwork”.

3. Reliabilitas (reliability); Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi

penilaian, memiliki standar yelas dan sistem yang baku. Sebuah penilaian

kinerja yang relaibel atau dapat dipercaya dan digunakan berulang untuk

periode kerja yang sama hasilnya tetap sama.

4. Akseptabilitas (acceptability); Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran

kinerja yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang

Universitas Sumatera Utara


35

menggunakannya baik penilai maupun yang dinilai. Oleh karena ini berarti

juga sebuah instrumen penilaian kerja yang baik adalah dipergunakan,

karena selain sesuai dengan pekerjaan yang dilaksanakan atau dinilai juga

dirancang sesuai dengan perbedaan jenjang (level) jabatan, serta tingkat

pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman kerja yang dituntut

berdasarkan posisi unit kerja masing – masing dalam suatu struktur

organisasi di lingkungan sebuah organisasi.

5. Praktis (practicality); Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang

disepakati mudah dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses

penilaian tersebut. Mudah menilainya dalam arti jelas kategorisasinya

yang dapat disebut dilaksanakandengan kinerja tinggi, sedang atau rendah.

Disamping itu memahami hasilnya berarti mudah menginterprestasikan

informasi yang diperoleh, baik dari interview atau observasi maupun

dengan mempergunakan kuisioner.

2.1.3 Penilain Kinerja Pegawai Negeri Sipil

Konsep penilaian kinerja didalam lingkungan oraganisasi pemerintahan

saat ini disebut dengan Penilaian Prestasi Kerja. Hal ini sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi

Kerja Aparatur Sipil Negara. Dalam peraturan pemerintah tersebut menyebutkan

bahwa :

“Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk menjamin

objektivitas pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang dilakukan berdasarkan sistem

prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.”

Universitas Sumatera Utara


36

Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilaksanakan oleh

Pejabat penilai satu kali dalam 1 (satu) tahun yang dilakukan ditiap akhir bulan

Desember ataupun dapat juga dilaksakan paling lama pada akhir bulan Januari di

tahun selanjutnya. Selain itu, Penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas unsur

Sasaran Kerja Pegawai (SKP PNS) dengan bobot nilai 60% dan juga Perilaku

kerja dengan bobot nilai 40% persen.

Sasaran Kerja Pegawai sesuai dengan PP No. 46 tahun 2011 yang

selanjutnya disingkat SKP adalah rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh

seorang PNS, yang disusun dan disepakati bersama antara pegawai dengan atasan

langsung pegawai yang meliputi kuantitas, kualitas, biaya, dan waktu. Sedangkan

Perilaku kerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh

PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangan-undangan. Penilaian perilaku kerja meliputi

aspek:

a. Orientasi pelayanan

Yang dimaksud dengan “orientasi pelayanan” adalah sikap dan perilaku

kerja PNS dalam memberikan pelayanan terbaik kepada yang dilayani

antara lain meliputi masyarakat, atasan, rekan sekerja, unit kerja terkait,

dan/atau instansi lain.

b. Integritas

Yang dimaksud dengan “integritas” adalah kemampuan untuk bertindak

sesuai dengan nilai, norma dan etika dalam organisasi

c. Komitmen

Universitas Sumatera Utara


37

Yang dimaksud dengan “komitmen” adalah kemauan dan kemampuan

untuk menyelaraskan sikap dan tindakan PNS untuk mewujudkan tujuan

organisasi dengan mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan

diri sendiri, seseorang, dan/atau golongan

d. Disiplin

Yang dimaksud dengan “disiplin” adalah kesanggupan Pegawai Negeri

Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang

apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

e. Kerjasama

Yang dimaksud dengan “kerjasama” adalah kemauan dan kemampuan

PNS untuk bekerja sama dengan rekan kerja, atasan, bawahan dalam unit

kerjanya serta instansi lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan tanggung

jawab yang ditentukan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang

sebesar-besarnya.

f. Kepemimpinan

Yang dimaksud dengan “kepemimpinan” diperuntukkan bagi pejabat

struktural adalah kemampuan dan kemauan PNS untuk memotivasi dan

mempengaruhi bawahan atau orang lain yang berkaitan dengan bidang

tugasnya demi tercapainya tujuan organisasi.

Penilaian prestasi kerja PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 PP

Nomor 46 Tahun 2011 dilaksanakan oleh pejabat penilai yaitu Pejabat pembina

kepegawaian sebagai pejabat penilai dan/atau atasan pejabat penilai yang tertinggi

Universitas Sumatera Utara


38

di lingkungan unit kerja masing-masing. Nilai prestasi kerja PNS sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 15 dinyatakan dengan angka dan sebutan sebagai berikut:

ξ 91 – ke atas : sangat baik

ξ 76 – 90 : baik

ξ 61 – 75 : cukup

ξ 51 – 60 : kurang

ξ 50 ke bawah : buruk

2.2 Hipotesis Kerja

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap penelitian yang

dilakukan. Dalam penelitian kuantitatif hipotesis harus diuji pengaruh antar

varibel, sedangkan dalam penelitian kualitatif hipotesisi tidak diuji, melainkan

diusulkan sebagai suatu panduan dalam proses analisis data, dalam penelitian ini

hipotesis awal yang digunakan yaitu :

a. Penilaian kinerja Pegawai Negeri Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota

Medan bersifat relevan (relevance) dengan uraian pekerjaan.

b. Penilaian kinerja Pegawai Negeri Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota

Medan bersifat sensitif (sensitivity) sehingga dapat membedakan pegawai

yang berprestasi dan tidak berprestasi dan sistem penilaian prestasi kerja

selaras dengan tujuan administrasi kepegawaian.

c. Penilaian kinerja Pegawai Negeri Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota

Medan bersifat reliabilitas (reliability) sehingga unsur-unsur penilaian

prestasi kerja yang digunakan sudah teruji sebelumnya sehingga dapat

diandalkan dan konsistensi unsur-unsur penilaian prestasi kerja pegawai.

Universitas Sumatera Utara


39

d. Penilaian kinerja Pegawai Negeri Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota

Medan bersifat akseptabilitas (acceptability) sehingga penilai memiliki

kemampuan dalam melakukan penilaian sesuai dengan kemampuan tugas dan

tanggungjawab bawahannya serta Standar komponen penilaian yang harus

dicapai oleh pegawai dikomunikasikan dengan jelas

e. Penilaian kinerja Pegawai Negeri Pada Dinas Kebudayaan Daerah Kota

Medan bersifat Praktis (practicality) sehingga sistem penilaian mudah

dimengerti baik penilai maupun yang dinilai.

2.3 Kerangka Berfikir

Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu elemen

terpenting yang akan memutar roda organisasi agar berjalan maksimala. Dengan

kata lain, manajemen sumber daya manusia sangat berperan dalam meningkatkan

keefektivan dan efisiensi sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Dalam

pencapaian tujuan tersebut, Instansi pemeritah dalam menjalankan aktivitas

tentunya menginginkan memiliki Sumber daya manusia yang dalam hal ini

pegawai yang berkualitas dan berkinerja baik yang mampu bekerja dengan benar

dan dapat menyelesaikan pekerjaannya secara maksimal dan sempurna sesuai

dengan tanggung jawab serta wewenangnya masing-masing.

Untuk mengetahui bagaimana kinerja seorang pegawai diperlukan adanya

penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan sebuah proses aktifitas organisasi

dimana kinerja pegawai dinilai dan dievaluasi oleh stakeholder organisasi melalui

metode dan kriteria penilaian tertentu setiap kurun waktu tertentu. Dalam

organisasi yang bergerak dalam sektor publik, ASN dalam hal sumber daya

Universitas Sumatera Utara


40

manusia sektor publik dan sebagai penyelenggara Negara yang menjalankan roda

pemerintahan dan sebagai pelaksana pembangunan dituntut untuk memenuhi

kualifikasi sedemikian rupa, mengingat peranan yang sangat penting dan

menentukan dalam pelaksanaan wewenang pemerintah sehingga juga

membutuhkan penilaian kinerja. Penilaian kinerja pegawai bagi aparatur sipil

negara terdapa dua instrumen yang digunakan yaitu, Sasaran Kerja Pegawai

(SKP) dan Perilaku Kerja. Kedua Instrumen tersebut menjadi alat utama yang

digunakan untuk mengukur ferformance dari ASN. Penggunaan kedua instrumen

tersebut perlu diukur apakah relevan digunakan dalam proses penilaian.

Dengan demikian penelitian ini akan mengacu kepada konsep efektifitas

penilaian kinerja menurut Cascio (2003: 336) variabel relevansi, sensitifitas,

keandalan, tingkat penerimaan dan kepraktisan. Secara singkat kerangka berfikir

penelitian ini seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2. 4 Kerangka Berfikir Penelitian

Universitas Sumatera Utara


41

BAB III

METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian

Berangkat dari masalah dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang

digunanakan adalah jenis penelitian kualitatif. Secara teoritis format penelitian

kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif. Perbedaan tersebut terletak pada

kesulitan dalam membuat desain penelitian kualitiatif, karena pada dasarnya

penelitian kualitatif tidak berpola.

Format desain penelitian kualitatif terdiri dari 3 model yaitu, format

deskriptif, format verifikasi, dan format grounded research. Dalam penelitian ini

menggunanakan format deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran

secara cermat mengenai inidividu atau kelompok dan gejala yang terjadi.

(koentjaraningrat, 1993 : 89)

Selanjutnya Penelitian kualitatif menurut Moeleong (2005:6) adalah

penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara

holistic, dan dengan suatu konteks khusus yang lamiah dan dengan memanfaatkan

berbagai metode alamiah.

Dalam penelitian ini, bentuk penelitian yang digunakan yaitu pendekatan

kualitatif dengan melakukan wawancara secara mendalam dan berusaha

mengamati dan menangkap realitas yang terjadi dilapangan dan ingin mengetahui

serta melihat langsung Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil di Dinas

Kebudayaan Daerah Kota Medan. Maka dari itu akan berusaha menganalisis dan

Universitas Sumatera Utara


42

menggambarkan situasi pada objek tersebut sehingga dapat diperoleh kesimpulan

yang jelas mengenai penelitian ini.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan Jl.

Raden Saleh No. 7-9, Kota Medan 20236. Penulis memilih lokasi di Dinas

Kebudayaan Kota Medan karena pada dasarnya semua unsur SKPD telah

melaksakanan proses penilaian kinerja sesuai dengan PP Nomor 46 tahun 2011

sehingga memungkinkan melakuakan penelitian di salah satu SKPD di Kota

Medan. Kemudian sikap keterbukaan dari pegawai sehingga mendorong penulis

menetapkannya sebagai objek penelitian.

2.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena bertujuan untuk mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik

pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang diharapkan

(Sugiyono,2016:101). Kemudian menurut Moeleong (2005 : 248) sumber data

dalam penelitian kualitatif adalah kata – kata dan tindakan, selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lain – lain. Dalam penulisan skripsi ini, penulis

akan mengumpulkan data primer dan sekunder yang berkaitan dengan masalah

yang dibahas. Untuk memperoleh data tersebu maka penulis melakukan :

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh dari

buku - buku, jurnal, peraturan perundang – undangan dan lainnya yang

memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

Universitas Sumatera Utara


43

2. Pengumpulan data dilapangan melalui observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan pengamatan secara

langsung terhadap objek atau fenomena – fenomena yang berkaitan

dengan fokus permasalahan yang diteliti dengan mencatat gejala-gejala

yang ditemukan di lapangan untuk mempelajari data- data yang diperlukan

sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian dengan.

3. Pengunpulan data dilapangan melalui wawancara

Untuk melengkapi dan memperkuat analisis, dilakukan wawancara

mendalam (in-depth interview) dengan maksud meminta informasi atau

ungkapan kepada orang yang diteliti seputar pendapat dan keyakinannya

dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun.

2.4 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari

hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal

adanaya populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus

penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian ini menjadi informan yang

akan memberikan berbagaai informasi yang diperlukan selama proses penelitian.

Dalam penelitian ini informan yang ditetapkan adalah mereka yang

mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam

penelitian, yang pada penelitian ini penulis mengambil informan berdasarkan

jabatannya secara herarkis yang menggambarkan sistem penilaian prestasi kerja

yang ada juga dilaksanakan secara berjenjang.

Universitas Sumatera Utara


44

Dari keseluruhan unit analisis tersebut, akan diambil beberapa yang akan

dijadikan informan (narasumber) yang dianggap relevan dalam menjawab

permasalahan. Agar sesuai dengan tujuan penelitian maka perlu ditetapkan kriteria

informan adalah sebagai berikut:

a. Merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Aktif pada Dinas Kebudayaan

Kota Medan

b. Pernah mengalami proses penilian kinerja baik sebagi pejabat penilai

maupun pegawai yang dinila.

2.5 Teknik Analisis Data

Menurut Moeloeng (2005:247), teknik analisis kualitatif dilakukan dengan

menyajikan data yang dimulai dengan menelaah data yang terkumpul, menyusun

dalam satu kesatuan yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan

memeriksa keabsahan serta menafsirkannya dengan analisis kemampuan daya

nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.

Miles dan Huberman dalam (Sugiyono, 2016:246) mengemukakan bahwa

aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Dalam

melakukan analisis data, ada langkah-langkah yang dilakukan, yaitu:

a. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

Universitas Sumatera Utara


45

jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

b. Penyajian data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.

Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan peneliti untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan

apa yang telah dipahami.

c. Penarikan kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru

yang sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan

bila didukung oleh data maka akan dapat menjadi teori.

Universitas Sumatera Utara


46

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Dinas Kebudayaan Kota Medan

Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan adalah Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD) di bawah Pemerintah Kota Medan yang dipimpin oleh Kepala

Dinas, berada dan di bawah dan bertanggung jawab kepada Wali Kota melalui

Sekretaris Daerah. Dinas Kebudyaan merupakan leburan dari Dari Dinas

Pariwisata berdasarakan Peraturan Wali Kota Medan Nomor 1 Tahun 2017

tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, dan Tata Kerja

Perangkat Daerah Kota Medan. Adapun tugas dan fungsi Dinas Kebudayaan

adalah sebagai berikut :

Tugas :

Mempunyai tugas dan Kewajiban membanatu Wali Kota dalam

melaksakan urusan pemerintah bidang kebudayaan.

Fungsi :

1. Perumusan kebijakan urusan pemerintahan bidang kebudayaan;

2. Pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan bidang kebudayaan;

3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan urusan pemerintahan bidang

kebudayaan;

4. Pelaksanaan administratif dinas sesuai dengan lingkup tugasnya;

5. Pelaksanaan tugas pembantuan berdasarkan atas peraturan perundang –

undangan; dan

Universitas Sumatera Utara


47

6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh wali kota terkait dengan

tugas dan fungsinya

Adapun Dasar hukum pembentukan Dinas Kebudayaan Kota Medan adalah :

a. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah

(Lembaran negara Republik Indonesia tahun 2016 nomor 114, Tambahan

Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 5887);

b. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudyaan Nomor 47 Thun 2016 Tentang

Pedoman Organisasi Perangkat Daerah Bidang Pendidikan Dan Kebudayaan

(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1498);

c. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 15 Tahun 2016 tentang Pembentukan

Perangkat Daerha Kota Medan (Lembaran Daerah Kota Medan Tahun 2016

Nomor 15, Tambahan Lembaran daerah Kota Medan Nomor 5);

d. Peraturan Wali Kota Medan Nomor 1 Tahun 2017 tentang Kedudukan,

Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, dan Tata Kerja Perangkat Daerah

(Berita Daerah Kota Medan Tahun 2017 Nomor 1), sebagaimana diubah

dengan peraturan Wali Kota Medan Nomor 40 Thun 2017 tentang Perubahan

Atas Peraturan Wali Kota Medan Nomor 1 Tahun 2017 tentang Kedudukan,

Susunan Oragnisasi, Tugas dan Fungsi, dan Tata Kerja Perangkat Daerah

(Berita Daerah Kota Medan Tahun 2017 Nomor 40);

e. Peraturan Wali Kota Medan Nomor 42 tahun 2017 Tentang Rincian Tugas

dan Fungsi Dinas Kebudayaan Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


48

4.1.1 Struktur Organisasi

Berikut ini struktur organisasi Dinas Pekerjaan Umum sesuai dengan

Peraturan Wali Kota Medan Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Kedudukan, Susunan

Organisasi, Tugas dan Fungsi dan Tata Kerja Perangkat Daerah :

Gambar 4. 1 Struktur Organisasi Dinas Kebudayaan Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


49

4.1.2 Komposisi Pegawai

Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Kebudayaan Kota Medan secara

keseluruhan berjumlah 40 orang, dengan rincian sebagai berikut :

1. Kualifikasi pegawai berdasarkan tingkat pendidikan

Tabel 4. 1 Kualifikasi Berdasarkan tingkat pendidikan

No Pendidikan Jumlah
1 S3/S2 8
2 S1 17
3 D3 5
4 SD/SMP/SMA 10
Jumlah 40

2. Kualifikasi pegawai berdasarkan golongan

Tabel 4. 2 Kualifikasi berdasarkan golongan

No Golongan Jumlah
1 IV 4
2 III 25
3 II 11
4 I -
Jumlah 40

3. Jumlah Pegawai berdasarkan menurut jabatan

Tabel 4. 3 Kualifikasi berdasarkan jabatan

No Eselon Jumlah
1 II 1
2 III 3
3 IV 8

Jumlah 12

Universitas Sumatera Utara


50

4.2 Karakteristik Informan

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan mendapatkan

informasi mengenai dari penilaian kinerja pegawai. Pengumpulan data dilakukan

dengan wawancara mendalam (Indepth interview) dengan menggunakan pedoman

wawancara. Penyusunan pedoman wawancara telah dilakukan untuk menjaring

data yang diperlukan sesuai dengan topik penelitian. Wawancara dilakukan ke

dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan terbuka dan tertutup yang terarah, dalam

rangka menjaring data atau fakta yang diperlukan sesuai dengan permasalahan

penelitian. Wawancara mendalam dilaksanakan pada tanggal 02 s/d 12 Februari

2018 dengan durasi 25 – 45 menit tiap informan.

Dalam penelitian kualitatif, proses pemilihan informan tidak didasarkan

pada seberapa banyaknya kuantitas informan yang diteliti, melainkan lebih kepada

tingkat kualitas pemahaman atas topik penelitian yang sedang ditelisik. Kriteria-

kriteria pemilihan informan ini, telah di tuliskan di dalam sub bab informan

penelitian pada bab sebelumnya. Berikut dibawah ini akan di uraikan temuan-

temuan (yang dituangkan ke dalam bentuk tabel) terkait dengan profile dari

informan dalam penelitian ini. Adapun karakteristik informan wawancara

mendalam dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4. 4 Karakteristik Informan

No. Informan Identitas Informan

1. Sekertaris Dinas Nama : Dra. Edliaty, M.AP


Usia : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pend. Terakhir : S2

Universitas Sumatera Utara


51

2. Kepala Sub Bag Nama : Khairuddin Azhar Dalimunthe


Keuangan dan Usia : 57 Tahun
Penyusunan Jenis Kelamin : Laki - Laki
Program Pend. Terakhir : S1
4. Kepala Seksi Nama : Nurmalia, SE
Cagar Budaya Usia : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pend. Terakhir : S1
5. Bendahara Nama : Daniel Parulian Sihombing, A.md
Dinas Usia : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Pend. Terakhir : D3
6. Staf Nama : Merlin Sitorus
Usia : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pend. Terakhir : S1
Nama : Esra Romatauli , SE
Usia : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pend. Terakhir : S1
Nama : Rini Yunilawati, SE, MH
Usia : Tahun
Jenis Kelamin : 35 Tahun
Pend. Terakhir : Perempuan
Nama : Siti Holijah, SH
Usia : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pend. Terakhir : S1
Nama : Ponda Eryono, A.Md
Usia : 30 Tahun

Universitas Sumatera Utara


52

Jenis Kelamin : Laki - Laki


Pend. Terakhir : D3
Nama : Jhon Kristi Ris Parulian S, SE
Usia : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Pend. Terakhir : S1
Nama : Bersetina Megawati, SS
Usia : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pend. Terakhir : S1
Nama : Tumpal J.P. Pasarubu
Usia : 37 Tahun
Jenis Kelamin : Laki Laki
Pend. Terakhir : SMA
Nama : Dewi Chantika
Usia : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pend. Terakhir : SMA
Nama : Awaluddin Nur
Usia : 37 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Pend. Terakhir : SMA
Nama : Candra Kirana
Usia : 39 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pend. Terakhir : SMA

Universitas Sumatera Utara


53

4.3 Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan Daerah

Kota Medan

Pada tahap pengelolaan sumber daya manusia, visi dan misi organisasi

dikaitkan dengan strategi yang akan dilakukan oleh organisasi sebagai upaya

pencapaian tujuan. Strategi dan tujuan organisasi ini kemudian dirumuskan lebih

rinci ke dalam fungsi dan peran yang ingin dicapai oleh masing-masing unit

organisasi. Dalam rangka mencapai visi dan misinya, salah satu unit manajerial

dari organisasi Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan telah menerapkan suatu

program pengelolaan kinerja sebagai bagian dari strategi Manajemen Sumber

Daya Manusia (MSDM) yang bertujuan untuk melakukan penilaian kinerja bagi

setiap pegawainya. Dengan demikian dapat di pahami Manajemen Sumber Daya

Manusia merupakan bagian penting dalam memahami Dinas Kebudayaan Daerah

Kota Medan sebagai sebuah organisasi.

Penilaian Prestasi Aparatur Sipil Negara mengacu kepada Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Aparatur

Sipil Negara. Penilaian prestasi kerja Aparatur Sipil Negara menggabungkan dua

indikator utama yaitu antara indikator SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dan PKP

(Perilaku Kinerja Pegawai), dan didalam SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dan

PKP (Perilaku Kinerja Pegawai) terdapat beberapa aspek didalamnya untuk

menilai bagaimana kualitas kinerja dari pegawai. Peraturan perundang-undangan

yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil pusat tersebut dengan sendirinya juga

berlaku pula bagi Pegawai Negeri Sipil daerah, kecuali ditentukan lain dalam

peraturan perundang-undangan.

Universitas Sumatera Utara


54

Begitu juga dengan penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Dinas

Kebudayaan Daerah Kota Medan yang merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah

Pemerintah Kota Medan dengan sendirinya menerapkan metode penilaian Prestasi

Kerja Sesuai dengan dasar hukum yang telah ada tersebut. Penilaian kinerja

menurut dari pandangan Cascio memiliki tantangan yang sebenarnya yaitu

mengidentifikasi teknik dan praktik penilaian yang (1) memungkinkan untuk

mencapai tujuan tertentu dan (2) mengetahui hambatan yang ada dalam

pelaksanaanya. Sehingga perlu dipertimbangkan beberapa persyaratan mendasar

yang menentukan apakah sistem penilaian kinerja akan berhasil atau gagal.

Berangkat dari hal tersebut pada bab pembahasan ini, penulis

menggunakan teori yang disampaikan oleh Wayne F. Cascio tersebut mengenai

efektivitas penilaian kinerja. Terdapat 5 (lima) variabel yang merupakan kriteria

penilaian kinerja untuk mengukur efektif atau tidaknya penilaian kinerja tersebut.

Adapun variabel tersebut adalah relevan (relevance), sensitivitas (sensitivity),

reliabilitas (reliability), akseptabilitas (acceptability), dan praktis (practicality).

4.3.1 Relevansi (Relevance)

4.3.1.1 Unsur-unsur dalam penilaian prestasi kerja relevan dengan uraian

pekerjaan

Prinsip relevansi artinya aspek yang diukur dalam penilaian kinerja terkait

dengan pekerjaannya baik input, proses maupun outputnya. Dengan kata lain,

kriteria yang digunakan untuk penilaian kinerja pegawai seyogyanya berkaitan

dengan pekerjaan. Untuk memperoleh kinerja yang optimal, informasi tentang

pekerjaan harus lebih spesifik melalui penelaahan rancangan pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara


55

Perumusan penilaian kinerja pegawai baik kriteria penilaian, faktor yang dinilai

maupun metode penilaian harus disadari penuh, selaku perumus penilaian kinerja

adalah dalam rangka perbaikan kinerja pegawai itu sendiri.

Seperti yang sudah dijelaskan sistem penilaian kinerja yang relevan

artinya terdapat hubungan yang jelas antara standar kinerja untuk suatu pekerjaan

tertentu dengan tujuan organisasi. Dalam indikator relevansi ini akan melihat

adanya keterkaitan antara unsur-unsur yang dinilai dengan uraian pekerjaan.

Dalam pelaksanaan penilain prestasi kerja pegawai pada Dinas Kebudayaan Kota

Medan, penilaian berdasarkan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan Perilaku

Kinerja Pegawai (PKP) dirasa telah sesuai dengan apa yang menjadi tugas dan

fungsi yang dimiliki pegawai, karena dengan adanya Sasaran Kinerja Pegawai

(SKP) dan Perilaku kinerja Pegawai (PKP) pegawai dapat terfokus kepada

pekerjaannya masing masing, sehingga keseluruhan pegawai dapat lebih

terarahkan dalam hal pekerjaannya.

Berkaitan dengan variabel relenvasi, yaitu kesesuaian antara aspek yang

akan dinilai dalam penilaian kinerja dengan pekerjaan, penulis melakukan

wawancara mendalam dengan Ibu Dra. Edliaty, MAP selaku Sekretaris Dinas

Kebudayaan mengatakan :

“Sangat sesuai, karena unsur – unsur yang dinilai sudah sesuai dengan tugas
dan fungsi (tupoksi) yang dimiliki pegawai tersebut. isntrumen penilaian
yaitu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 dengan
penialian prestasi kerja yang didalamnya ada Sasaran Kinerja Pegawai (SKP)
dan Perilaku Kerja Pegawai (PKP). SKP yang ada mengacu kepada tupoksi
yang sudah diatur pada Peraturan Wali Kota Medan Nomor 42 tahun 2017
Tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas Kebudayaan Kota Medan. Di situ
sudah jelas dikatakan bahwa tiap - tiap pegawai mulai dari staf, kepala seksi,
kepala bidang sudah ada tugas dan fungsinya masing - masing sehingga
uraian tugas daripada staf ini sudah jelas. Sedangkan unsur Perilaku Kerja

Universitas Sumatera Utara


56

dinialai dari bagaimana sikap pegawai pada pelaksanaan tugas pekerjaan yang
dimilikinya pada jenjang jabatan setiap Pegawai Negeri Sipil yang dinilai”
(Hasil wawancara pada 03 Februari 2018)

Kemudian Khairuddin Azhar Dalimunthe (Kasubbag Keuangan dan

Penyusunan Program) mengatakan :

“Sesuai, kita kan bekerja sesuai tupoksi dan kita dinilai juga dengan apa yang
kita kerjakanan, dalam hal ini kita menyususn SKP yang disetujui pimpinan.
Dan semua tugas itu sesuai dengan program yang kami susun sebelumnya dan
Desember itu sudah harus selesai rampung pekerjaan-pekerjaan dari setiap
bidang atau staf di Dinas ini”. (Hasil wawancara pada 03 Februari 2018)

Hal senada yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan oleh Ibu Merlin

Sitorus, SE Staf Sub Bagian Umum :

“Sesuai, karena dalam instrumen penilaian utamanya dalam SKP itu disusun
sudah sesaui dengan tugas pokok yang kita miliki. SKP ini kan juga
tergantung arahan dari pimpinan karena ini harus disetujui pimpinan secara
langsung, dan untuk perilaku kerja itu dilihat dari bagaimana kita dalam
pelaksanaan program itu ” (Hasil wawancara pada 02 Februari 2018)

Berkaitan dengan hal tersebut juga salah staf pegawai Ibu Dewi Chantika

menjelaskan bahwa :

“pegawai sudah mengetahui tugasnya, karena sudah ditetapkan


sebelumnya apa-apa saja yang harus dikerjakan, itulah yang ada dalam
SKP. untuk menentukan pencapaian kerja pegawai ada namanya penilaian
dari atasan, nah dari penilaian disitu bisa dilihat sudah bagus atau tidak
kinerja kita, sebenarnya kita tidak boleh cemburu kalau nilainya teman
lebih bagus, tergantung hasil kerja masing-masing pegawai”(Hasil
wawancara pada 12 Februari 2018)

Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian

kinerja yang ada sudah relevan sebab disusun berdasarakan tugas dan fungsi

masing-masing pegawai menjadi sebuah rencana kerja dan target kerja yang

ditetapkan bersama antara pegawai dan pejabat penilai secara langsung.

Kemudian dalam pelaksanaan program tersebut juga dilihat perilaku pegawai

Universitas Sumatera Utara


57

bagaimana sikap pegawai dalam pelaksanaan sasaran kerja yang ada. Dengan

demikian penilaian kinerja memiliki relevansi karena ada kaitan yang jelas antara

standar kinerja yang akan dilaksanakan untuk suatu pekerjaan tertentu dan tujuan

organisasi serta ada kaitan yang jelas antara elemen-elemen kerja dan dimensi

atau indikator yang akan dinilai dalam formulir penilaian.

Sejatinya penilaian kinerja harus meberikan berbagai macam manfaat baik

bagi organisasi maupun invidu pegawai organisasi tersebut. Dalam sebuah

organisasi, tujuan dilakukannya penilaian kinerja adalah untuk memperhatikan

kinerja dari setiap pegawai apakah pegawai yang diamati tersebut dapat bekerja

dengan baik atau tidak, apabila seluruh pegawai bekerja dengan seharusnya dan

bekerja dengan baik, maka dapat dipastikan instansi tersebut akan lebih mudah

dan lebih ideal dalam mencapai tujuan tersebut. Ketika penulis menggali

mengenai pemahaman informan dalam kaitannya dengan kesesuaian antara

manfaat yang ingin dicapai dengan manfaat yang saat ini dirasakan, mayoritas

dari informan mengatakan bahwa manfaat diadakannya penilaian kinerja adalah

untuk peningkatan kualitas kerja pegawai, disiplin, dan untuk pengembangan karir

pegawai.

Dalam rangka untuk peningkatan kualitas kerja pegawai agar dalam

menjalankannya selesai dengan baik, dengan demikian dihrapkan tugas pokok dan

fungsiny dilaksakan dengan tanggung jawab. Berkaitan dengan hal itu penulis

melakuakan wawancara dengan Ibu Dra. Edliaty, M.AP selaku Sekretaris Dinas

Kebudayaan mengatakan :

“Penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil, adalah penilaian secara periodik


pelaksanaan pekerjaan seorang Pegawai Negeri Sipil. Tujuan penilaian

Universitas Sumatera Utara


58

kinerja adalah untuk mengetahui keberhasilan atau ketidakberhasilan,


mencapai target atau tidak dari seorang Pegawai Negeri Sipil, dan untuk
mengetahui kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang
dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugasnya” (Hasil wawancara tanggal 03 Februari 2018)

Senada dengan apa yang disampaikan Ibu Edliaty, M.AP, Ibu Nurmalia,

SE menjelasakan bahwa tujuan dari pemerintah melakukan penilaian kinerja

diharapkan berdampak pada kinerja yang dihasilkan pegawai, berikut pernyataan

yang disampaikan :

“Tujuan dari diakannya penilain prsetasi kerja ini diharapkan akan


memacu semangat kerja sehingga akan berbanding lurus dengan kinerja yang
maksimal. Pegawai dituntut untuk bekerja profesional dan bertanggung jawab
dalam bekerja” (Hasil wawancara pada 03 Februari 2018)

Penilian kinerja pegawai juga dilaksakan dalam rangka untuk

pengembangan karir pegawai. Setiap kegiatan pengajuan kenaikan pangkat,

jabatan, promosi, sampai dengan pensiun memerlukan hasil penilaian kinerja

pegawai. Sebagaimana yang diungkapakan oleh Kahiruddin Azhar Dalimunthe

(Kepala Sub Bagian Keuangan dan Penyusunan Program):

“Dalam melaksanakan penilaian kinerja pegawai, hasil penilaian kinerja


nantinya digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan
Pegawai Negeri Sipil, antara lain pengangkatan, kenaikan pangkat,
pengangkatan dalam jabatan, pendidikan dan pelatihan, serta pemberian
penghargaan berupa tambahan penghasilan” (Hasil wawancara pada 03
Februari 2018)

Disamping untuk peningkatan kualitas individu pegawai dan

pengembangan karir, penilain kinerja juga tidak dapat terlepas dari tujuan untuk

meningkatkan disiplin pegawai seperti yang diturakan oleh Bapak Candra Kirana

Universitas Sumatera Utara


59

(Staf Subbag Umum Dinas Kebudyaan Kota Medan) yang membidangi masalah

kepegawaian di Dinas Kebudayaan :

“Menurut saya dengan adanya penilaian kinerja melalui unsur Sasaran


Kinerja Pegawai (SKP) dan Perilaku Kinerja Pegawai (PKP) bisa
berdampak pada tingkat displin pegawai. Saya pribadi merasa semakin
bersemangat melaksakan tugas saya sebab ada target – target yang harus
saya penuhi sehingga kegiatan yang mungkin diluar pekerjaan yang dirasa
mengganggu tidak saya lakukan. Kesimpulannya penilaian kinerja ini
dapat meningkatkan kualitas pegawai ” (Hasil wawancara 01 Pebruari
2018 )

Selanjutnya salah satu staf pegawai di Sub Bagian Umum Ibu Merlin

Sitorus, SE juga mengungkapkan :

“Penilain kinerja ini bertujuan untuk meningkatkan kedisiplinan pegawai


menjadi baik, kemudian juga mengembangkan karir pegawai karena setiap
pengajuan kenaikan pangkat SKP yang menjadi intrumen penialain itu
menjadi syarat dalam setiap kegiatan administratif termasuk juga
tunjangan dan pengajuan pensiun.” (Hasil wawancara tanggal 02 Pebruari
2018)

Namun, berdasarkan pengamatan secara langsung yang dilakukan oleh

penulis berkaitan dengan keterangan informan yang mengatakan salah satu tujuan

penilaian prestasi kerja sebagai bagian dari perbaikan kualitas individu pegawai,

saya melihat selama proses penelitian dari sisi perilaku kerja masih ada staff

pegawai yang tidak bekerja dengan efektif dan tidak melakukan fungsinya dengan

baik pada jam kerja, ada pegawai yang sibuk memainkan telepon genggam,

menonton melalui laptop, dan pekerjaan lainnya. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa belum semua pegawai memiliki sikap yang positif dalam melakukan tugas

dan pekerjaannya seperti yang diharapkan dari tujuan penilaian kinerja.

Dengan demikian dapat penulis simpulkan melalui hasil wawancara bahwa

dari sisi relevansi penilaian kinerja pegawai dianggap sudah relevan, standar

Universitas Sumatera Utara


60

level kompetensi juga sudah disepakati antara pemegang jabatan/yang dinilai

dengan atasan. Penilaian kinerja yang baru dapat mengukur dengan tepat dan

spesifik pada setiap jabatan sesuai dengan target kerja. Sehingga dari hasil

penilaian kinerja dapat mengetahui dengan jelas kelebihan dan kekurangan

pegawai sebagai dasar pengembangan karir pegawai serta agar hasil penilaian

tersebut memberikan dampak terhadap peningkatan kualitas individu dan

organisasi.

Namun, dalam hal kesesuain tujuan yang ingin dicapai dalam penilaian

dengan kenyataan yang ada masih terdapat sebuah kesenjangan antara keterangan

informan dan hasil observasi yang dilakukan penulis. Berdasarkan hasil

wawancara didapat bahwa penilaian kinerja berusahan untuk memperbaiki

kualitas individu dari organisasi, namun berdasarkan observasi yang dilakukan

pada saat penelitian tujuan tersebut belum tercapai dengan masih banyaknya

pegawai yang kurang bekerja secara efektif dan tidak ada kaitannya dengan tugas

dan fungsi yang dimilikinya. Dengan demikian ada kesenjangan antara harapan

untuk memperbaiki kualitas individu dengan kenyataan yang sebenarnya.

4.3.2 Sensitivitas (Sensitivity)

4.3.2.1 Sistem penilaian prestasi kerja dirancang untuk dapat membedakan

pegawai yang berprestasi dan tidak berprestasi

Penilaian kinerja yang baik adalah yang mampu menciptakan gambaran

yang tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai. Penilaian tidak hanya ditujukan

untuk menilai dan memperbaiki kinerja yang buruk, namun juga untuk

mendorong para pegawai untuk bekerja lebih baik lagi. Indikator

Universitas Sumatera Utara


61

keakuratan/kecermatan sistem penilaian prestasi kerja harus dapat membedakan

pegawai yang berprestasi dan yang tidak berprestasi, bisa membedakan pegawai

yang memiliki kinerja tinggi dan pegawai yang memiliki kinerja yang rendah

secara akurat.

Informasi yang didapatkan penulis mengenai kepekaan sistem dalam

penilaian kinerja sangatlah beragam, semua berpendapatuntuk unsur sasaran

kinerja pegawai (SKP) sudah cukup sensitif karena dapat dilihat perbandingan

antara target kerja dengan berapa realisasi dari terget kerja yang dibebankan tetapi

khusus untuk unsur perilaku kerja berpendapat bahwa belum sensitif dalam

menilai kinerja mereka karena penilaian dengan indikator SKP terkadang lebih

fokus hanya untuk memenuhi urusan administrasi kepegawaian semata serta

indikator perilaku kerja masih terjebak pada subyektivitas pejabat penilai.

Perilaku kerja tidak memiliki standar yang jelas, dan terlalu fokus kepada hasil

pengamatan pejabata penilai semata, sehingga hasil dari penilaian perilaku kerja

tergantung kepada baik atau tidaknya hubungan antara pejabat penilaian dengan

yang pegawai yang dinilai. Hal ini dinilai bertolak belakang dari tujuan awal

dilakukannya penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil.

Berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Kahiruddin Azhar

Dalimunthe (Kepala Sub Bagian Keuangan dan Penyusunan Program)

mengatakan :

“Metode sasaran kinerja pegawai dan perilaku kerja yang ada saat ini
menurut saya dapat membedakan kinerja pegawai. Dengan kedua metode
tersebut bahwa kinerja dilihat dari pelakasaan target sasarn kerja juga
tanpa mengesampingkan sikap dalam pelaksanaanya. Penilaian juga
dilakukan oleh atasan langsung sehingga memudahkan dalam
pengawasan” (Hasil wawancara pada 03 Februari 2018)

Universitas Sumatera Utara


62

Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Nurmalia, SE sebagai kepala seksi

cagar budaya:

“Kita kan dinilai atasan langsung, tentulah dia tahu bagaimana perilaku
kita setiap hari. Kalau SKP juga kita sepakati bersama jadi jelas apa yang
ingin dicapai. Begitu juga saya kepada staf dibawah saya. Dan saya rasa
penilaian yang ada cukup peka melihat mana yang baik dan buruk ”
(Hasil wawancara pada 03 Februari 2018)

Dari keterangan yang diperoleh dari informan bahwa penilaian kinerja

pegawai dirasa cukup efektif dalam melihat pegawai yang berprestasi dan tidak

berprestasi karena dialakukan sendiri oleh atasan langsung dari pegawai.

Kemudian atasan langsung dirasa paling mengetahui kinerja pegawai karena

secara intensif berinteraksi dalam pelaksanaan program. Kemudian juga dengan

menggabungkan metode sasaran kinerja dan perilaku kerja sehingga kinerja tidak

hanya melihat pelaksanaan sasaran kerja tetapi juga dilihat dari sikap dalam

pelaksanaannya.

Lebih lanjut penulis bertanya mengenai tolak ukur dari kinerja pegawai

untuk membedakan pegawai yang berkinerja baik dan pegawai yang berkinerja

buruk sepeti hasil wawancara penulis dengan Ibu Merlin Sitorus (Staf Subbag

Umum) mengatakan:

“Buktinya nanti dapat dilihat dari realisasi target SKP di akhir tahun. Yang
bagus kinerjanya pasti memiliki realiasi SKP yang tinggi, begitu
sebaliknya jika relaisasi SKP - nya rendah berarti pencapaian kinerja
rendah. Pada akhirnya nanti tingak ketercapain sasaran kinerja akan
digabungkan dengan unsur perilaku sebagai hasil akhir ” (Hasil
wawancara Pada 02 Februari 2018)

Kemudian oleh Bapak Daniel Parulian Sihombing (Staf Subbag Keuangan

dan Penyusunan Program) mengatakan:

Universitas Sumatera Utara


63

“Penilaian dilakukan oleh pejabat atasan kita, jadi ya poin – poin yang
akan kita kerjakan jelas standarnya jadi bisa diliat tingkat ketercapaian
berapa. Dan sikap kita pada pelaksanaan juga diliat bagus apa tidak. Kalau
gak setuju dengan hasil penialain nantinya bisa banding, tapi kalau saya
selama ini selalu mendapat hasil yang cukup baik” (Hasil wawancara pada
05 Februari 2018)

Dari hasil wawancara bahwa penilaian kinerja dikatakan dapat

membedakan tingkat kinerja pegawai dengan melihat sejauh mana realisasi target

sasaran kerja di akhir tahun. Tinggi rendahnya realisasi tersebut akan

menggambarkan kinerja pegawai yang kemudian dikombinasikan dengan perilaku

dan sikap pada pelaksanaannya. Jika realisasi sasaran kinerja pegawai maka

kinerja pegawai tersebut dapat dikatakan baik, begitu juga sebaliknya jika

realisasi sasaran kinerja pegawai yang ada rendah maka kinerja pegawai tersebut

dapat dikatakan buruk.

Namun jika dilihat dari sisi penilaian perilaku kerja, berdasarkan informasi

dari narasumber, pegawai selaku penerima hasil penilaian kinerja merasa bahwa

parameter yang digunakan untuk mengukur perilaku kerja berupa orientasi

pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama, dan khusus bagi pejabat

struktural ditambah satu dimensi yaitu kepemimpinan yang dirasa cenderung sulit

untuk diukur. Hal tersebut membuat kecenderungan penilaian dari penilai hanya

didasarkan perasaan subyektifitas dan dugaan belaka dari pejabat penilai. Hal

tersebut berdasarkan wawancara penulis dengan Ibu Esra Romatauli Sihombing,

SE menuturkan :

“Coba bagaimana bisa integritas dan komitmen saya dinilai dengan angka.
Jadi untuk masalah perilaku saya belum merasa itu sebuah penialain yang
sensitif karena terlalu subyektif. Kalau misalnya saya memiliki hubungan
yang baik dengan atasan pasti akan memperoleh nilai yang bagus , kalau

Universitas Sumatera Utara


64

sebaliknya hubungan saya dengan atasan kurang baik pasti berdampak


kesitu” (wawancara pada 12 Februari 2018)

Senada dengan itu Ibu Siti Holijah, SH seorang pegawai lain juga

menyatakan hal yang dirasakan sesuai dengan pendapat diatas mengenai perilaku

kerja yang masih dianggap subyektif. Berikut kutipan hasil dari wawancara yang

didapat :

“Kalau menurut saya perilaku kerja itu sulit diukurnya, walaupun


sebenranya itu penting, Tapi gimana menilainya?. Kemudian dengan
adanya hubungan kedekatan antara atasan penilai dengan yang dinilai
menjadi dasar penilaian perilaku cukup mempengaruhi hasilnya, hal
tersebut yang menjadikan unsur perilaku ini tidak bisa membedakan mana
yang baik dan buruk” (Hasil wawancara pada 05 Februari 2018)

Dengan demikian menurut informasi melalui wawancara terhadap

narasumber penelitian, dari sisi perilaku kerja pegawai, penilaian yang dilakukan

oleh atasan langsung terkadang dianggap masih subyektif. Perilaku kerja masih

terjebak pada hubungan antara pegawai dengan pejabat yang menilainya. Tidak

bisa dipungkiri bahwa perlaku kerja dari pegawai masih sulit dilakukan secara

objketif sebab lebih berorientasi pada penilaian kepribadian (personality) dan

perilaku (behavior) sehingga proses penilaian cenderung bias dan bersifat

subjektif (terlalu pelit atau terlalu murah), nilai jalan tengah dengan rata-rata baik

untuk menghindari nilai amat baik atau amat kurang, apabila diyakini untuk

promosi dinilai tinggi, bila tidak untuk promosi cenderung mencari alasan untuk

menilai sedang atau kurang. Dapat penulis simpulkan juga bahwa penilaian

perilaku kerja pegawai memliki kesamaan dengan penilaian DP3 hanya berbeda

dari unsur -unsur yang dinilai, fenomena yang terjadi juga hampir sama yaitu

kesulitan menentukan standar perilaku dan lebih bersifat subyektif.

Universitas Sumatera Utara


65

Lebih lanjut penulis bertanya terkait dengan hasil dalam penilaian kinerja

pegawai. Ketika pejabat penilai telah melakukan penilaian dan menemukan hasil

kurang memuaskan dari kinerja pegawai tersebut maupun PNS tidak menyususn

SKP, Sekretaris Dinas Kebudayaan Ibu Dra. Edliaty, M.AP mengatakan bahwa

sanksi yang diberikan berdasarkan berdasarkan peraturan perundang – undanagn

yang berlaku yang mengatur tentang displin PNS secara terpisah.

Selama ini di Dinas Kebudayaan Daerah Kota Medan belum ada secara

langsung mendapat sanksi dari pelaksanaan penilain kinerja dan hanya melakukan

upaya untuk mengetahui kendala yang menyebabkan kinerja pegawai tersebut

kurang baik dan menjadi bahan evaluasi dan memotivasi di tahun berikutnya.

Namun, untuk reward yang diberikan berupa besaran tunjangan akan terpengaruh

dari hasil penilaian sesuai dengan ketentuan Peraturan Wali Kota Nomor 44 tahun

2017.

Senada dengan hal tesebut juga diutarakan oleh Bapak Daniel Parulian

Sihombing selaku Bendahara Dinas Kebudayaan :

“Selam ini belum ada sih yang dapat sanksi, kita paling tanya – tanya
kenapa realisasi programnya gak berjalan terus kita evaluasi untuk
menemukan solusi untuk semakin termotivasi, tapi kalau tunjangan bakal
terpengaruh nanti berapa skor hasil penialainnya. Jadi kalau sanksi berat
sejauh ini belum pernah ada” (hasil wawancara pada 07 Februari 2018)

Pernyataan tersebut didukung oleh Ibu Candra Kirana salah satu staf sub

bagian umum mengatakan :

“Kalau mau dapat tunjangan lebih besar otomatis kinerja juga harus
ditingkatkan, sebab besaran tunjangan dilihat dari sokr penilaian kinerja.
Namun untuk sanksi selama ini belum ada baik saat masih bergabung
dengan dinas pariwisata maupun saat ini, tentunya semua pegawai ingin
dapat tunjangan” (Hasil wawancara pada 05 Februari 2018)

Universitas Sumatera Utara


66

Dari pernyataan diatas terlihat bahwa pejabat penilai dalam menghadapi

kualitas kerja yang rendah belum ada langkah – langkah signifikan dalam

mengatasinya tetapi hanya meberikan evaluasi untuk meningkatkan kinerja pada

tahun berikutnya. Namun, untuk imbal hasil berupa Tunjangan Pokok Pegawai

(TPP) masih tetap memperhitungkan skor penilaian. Jika realisasi target kerja

maupun perilaku tinggi maka tunjangan yang diterima juga besar, begitu juga

sebaliknya jika realisasi dan perlaku yang didapat rendah, maka tunjangan yang

ditetima juga semakin sedikit karena itu sudah menjadi aturan melalui perwal

Nomor 44 tahun 2017.

Jadi dapat disimpulkan dari keterangan informan bahwa instrumen

penilaian prestasi kerja dilakukan dengan cara menggabungkan penilaian Sasaran

Kinerja Pegawai (SKP) dengan Penilaian Perilaku Kerja (PKP) dalam kurun

waktu penilaian bersifat nyata dan dapat diukur. Penilaian SKP membandingkan

antara target kinerja yang dibebankan dengan realisasi yang dicapai dan target

yang ditentukan sedangkan penilaian Perilaku Kerja dilakukan melalui

pengamatan oleh pejabat penilai terhadap PNS sesuai dengan kriteria yang

ditentukan dianggap kurang mampu mengukur tingkat kinerja pegawai tetapi

belum ada sanksi yang lebih konkret ketika terdapat temuan terhadap rendahnya

kinerja pegawai yang sesuai dengan peraturan – perundang undangan yang

berlaku. Intinya bahwa semua imbal hasil dari tingkat kinerja pegawai yang ada

tercermin dari besaran tambahan penghasilan pegawai berupa tunjangan yang

diterimanya.

Universitas Sumatera Utara


67

4.3.2.2 Sistem penilaian prestasi kerja selaras dengan tujuan administrasi

kepegawaian

Pada dasarnya penilaian kinerja tujuan utamanya adalah untuk

meningkatkan kinerja dan disiplin pegawai. Disamping itu juga hasil penilaian

kinerja dimungkinkan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan pegawai itu

sendiri. Dalam kata lain ada manfaat nyata bagi pegawai bukan hanya pada

kualitas individu pegawai. Salah satu manfaat lain itu adalah digunakannya hasil

penilaian kinerja ini sebagai dasar pertimbangan penetapan keputusan kebijakan

pembinaan karier PNS, yang berkaitan dengan pengembangan karir PNS itu

sendiri. Berkaitan dengan hasil penilaian yang berkaitan dengan tujuan

administratif kepegawaian penulis melakukan wawancara dengan Sekretaris Dinas

Kebudayaan Ibu Dra. Edliaty, M.AP mengatakan :

“Sangat sejalan dengan kegiatan administratif yang ada, hasil penilaian


kinerja tersebut diginakan dalam pembinaan dan pengembangan karir
pegawai. mau mengurus kepangkatan, besaran tunjangan, sampai mau
pensiun saja harus menyiapkan SKP tahun terakhir. Jadi singkatnya semua
kegiatan keadminitrasian harus melampirkan penialain SKP khususnya”
(Hasil wawancara pada 01 Febriari 2018)

Pernyataan tersebut didukung informan Ibu Merlin Sitorus, SE (Staf Sub

bagian Umum ) menuturkan :

“Sekarang SKP itu sudah menjadi persyaratan wajib dalam mengurus


kepangkatan, tunjangan, sampai dengan pensiun. Jadi memang selain
untuk meningkatkan kualitas kerja juga menjadi syarat untuk
pengembangan karier kita, dan dimanfaatkan secara adminitratif. Hasil
penilaian kinerja ini sangatlah berguna” (Hasil wawancara pada 02
Februari 2018)

Berdasarkan dari wawancara yang dilakukan dilihat dari sudut pandang

kegiatan administrasi, penilaian kinerja sangat dibutuhkan karena akan menjadi

Universitas Sumatera Utara


68

dasar pertimbangan pada pembinaan dan pengembangan karir pegawai. Semua

urusan adminitratif yang berhubungan dengan pengembangan karir mutlak

memerlukan hasil penilaian kinerja utamanya instrumen Sasaran Kinerja

Pegawai (SKP).

Disamping dalam pengembangan karir dan perbaikan displin, penilaian

kinerja jika dilihat dari sisi kegunaannya dalam pemberian tunjangan dasar

pemerintah daerah dalam perhitungan besaran Tambahan Penghasilan Pegawai

(TPP). Pemberian tunjangan dimaksudkan sebagai motivator bagi pegawai untuk

meningkatkan kinerjanya. Sistem penilaian kinerja pegawai berawal dari

kesadaran dimana merasa perlu untuk memotivasi pegawainya melalui pemberian

kompensasi (bonus dan gaji) atas kinerja dan prestasi pegawai. Hal tersebut

dipahami secara sadar oleh Pemerintah Kota Medan bahwa pada batasan tertentu

motivasi itu baik bagi kinerja individu, dimana kinerja individu niscaya akan

berdampak positif dengan kinerja organisasi secara keseluruhan

Untuk mengetahui perihal tentang pemberian tunjangan yang diberikan

kepada pegawai penulis telah melakukan wawancara, berikut adalah hasil

wawancara dengan informan penelitian Bapak Daniel Parulian Sihombing

(Bendahara Dinas Kebudayaan Kota Medan ) :

“Penialain ini sebenarnya salah satunya adalah dalam rangka untuk


memenuhi tambahan penghasilan pegawai sesuai dengan peraturan
walikota nomor 14 tahun 2017. Prestasi kerja ini memliki bobot 40% dari
total TPP yang diterima yang indikatornya adalah realisasi SKP. Kalau
tidak menyusun SKP yang 40% tidak akan dapat ” (Hasil wawancara pada
07 Februari 2018)

Universitas Sumatera Utara


69

Salah satu pegawai Bagian Keuangan dan Penyusunan Program Ibu Rini

Yunilawati, SE.,MH berkaitan dengan tambahan penghasilan yang diterima dari

realisasi sasarn kinerja pegawai menuturkan :

“Ya, tambahan penghasilan didapat salah satunya dari reslisasi SKP.


Kalau mau dapat tunjangan penghasilan itu 40% nya dilihat dari SKP
sesuai dengan Peraturan Wali Kota Medan. Jadi kalau SKP tidak buat
otomatis yang 40% itu hangus, gak dapat. ”(hasil Wawancara pada 08
Februari 2018)

Berdasarakan hasil wawancara yang dilakukan diketahui bahwa penilaian

kinerja dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan displin pegawai dalam

mencapai sasaran kerja yang ditetapkan, dan dapat menyelesaikan pekerjaan atau

tugasnya dengan baik. Olehnya karena itu diharapkan para pegawai dapat

menyelesaikan tugas atau pekerjaannya sebagai bentuk tanggung jawab terhadap

tugas dan fungsinya. Walaupun dalam kenyataanya berdasarkan pengamatan

masih banyak pegawai yang belum serius pada saat jam kerja berlangsung

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa kepekaan (sensitivity)

sebuah penilaian kinerja yaitu mengukur keakuratan dan kecermatan dari

penilaian kinerja sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011

Tentang Penilaian Prestasi Kerja Aparatur Sipil Negara sehingga sistem penilaian

prestasi kerja selaras dengan tujuan administrasi kepegawaian yang ada dimana

hasil dari penilaian kinerja digunakan sebagai syarat dalam pengembangan karir,

kepangakatan, disiplin, dan kegiatanan – kegiatan lain yag telah ditentukan serta

tambahan penghasilan pegawai melaui Peraturan Walikota Nomor 14 Tahun 2017

Tentang Tambahan Pengahasilan Pegawai Aparatur Sipil Negara Pemerintah Kota

Medan.

Universitas Sumatera Utara


70

4.3.3 Kehandalan (Realibility)

4.3.3.1 Unsur-unsur penilaian prestasi kerja yang digunakan sudah teruji

sehingga dapat diandalkan

Indikator keterandalan salah satunya digunakan mengukur kemampuan

alat ukur yang digunakan dalam penilaian kinerja pegawai adalah penilaian

kinerja yang teruji. Dengan adanya alat ukur yang telah teruji tentunya penilaian

kinerja juga akan memastikan hasil dari penilaian akan efektif. Penilaian kinerja

dengan menggunakan SKP dan PKP memang sudah diterapkan di dalam penilaian

kinerja yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan Kota Medan, bahkan penilaian

kinerja berbasis SKP dan PKP tersebut sudah diterapkan di seluruh instansi di

Indonesia selama beberapa tahun kebelakang, karena hal tersebut merupakan

peraturan resmi dari pemerintah pusat yang mengharuskan merubah sistem

penilaian kinerja pegawai dari DP3 menjadi SKP dan PKP sehingga hal tersebut

memang sudah diterapkan dalam hal penilaian kinerja di seluruh Instansi yang ada

di Indonesia

Dalam penilaian kinerja pada Dinas Kebudayaan Kota Medan sendiri

menurut Ibu Dra. Edliaty, MAP selaku Sekretaris Dinas Kebudayaan mengatakan:

‡Penilaian prestasi kerja PNS terdiri yang terdiri dari SKP dan perilaku
Kerja dan unsur-unsur tersebut bersifat konsisten dilaksakan tiap
tahunnya sejak 2014 saat itu dinas kebudayaan masih gabung dengan
Dinas Pariwisata karena itu kan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi, jadi sudah terbiasalah dengan
metode penilaian ini dan kami juga tidak merasa kesulitan” (Hasil
wawancara pada 03 Februari 2018)

Hal tersebut diungkapkan juga oleh sebagai salah satu informan Bapak

Tumpal J.P Pasaribu mengatakan :

Universitas Sumatera Utara


71

”Sudah beberapa tahun ini memakai SKP dan perilaku kerja, jadi
sekarang udah terbiasa kecuali memang diawal – awal pemberlakuannya
masih keslitan cara penyusanannya, tapi itu dulu. ”( Hasil wawancara pada
08 Februari 2018)

Memperkuat pernyataan informan sebelumnya, Bapak Ponda Aryono

salah satu Staf Sub Bagian Keuangan dan Penyusunan Program mengatakan :

“Sistem ini saya rasa sudah sanagat mumpuni diterapakan, ataurannnya


jelas samapai ke teknisnya.Pemerintah juga memberlakukan sistem
penilaian dengan model sekarang ini pasti sudah ada perencanaan secara
matang. Dan saya secara pribadi juga merasa seperti itu, buktinya tiap
tahun jalan terus dari 2014” (hasil wawancara pada 12 Februari 2012)

Dengan demikian bahwa dari keterangan informan yang didapat bahwa

Penilaian prestasi kerja PNS di Dinas Kebudayaan Kota dilakukan sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja

Aparatur Sipil Negara. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tersebut

sudah dilaksanakan di sejak diberlakukannya Peraturan Kepala Badan

Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2013 sebagai petuntuk teknis Peraturan

Pemerintah Nomor 46 tahun 2011. Kemudian secara nasional, Peraturan

Pemerintah ini diimplementasikan sejak tahun 2014 yang pada saat itu Dinas

Kebudayaan masih tergabung dengan Dinas Pariwiwsata. Oleh karena model

penilaian kinerja yang ada sekarang ini sudah dapat dikatakan teruji dengan waktu

pengimplementasian yang sudah dilaksakan beberapa tahun terakhir ini secara

berkesinambungan.

4.3.3.2 Konsistensi unsur-unsur penilaian prestasi kerja pegawai

Penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas unsur sasaran kerja pegawai,

terdiri dari 4 (empat) aspek yaitu kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara


72

perilaku kerja terdiri dari 6 (enam) aspek yaitu orientasi pelayanan, integritas,

komitmen, disiplin, kerjasama, dan kepemimpinan. Dalam penerapannya

konsistensi dari unsur – unsur penilaian yang ada tersebut sangat dibutuhkan

untuk memastikan keberlanjutannya.

Berkaitan dengan konsistensi dari penilaian kinerja penulis

mengumpulkan informasi dari informan sebagai berikut.

Menurut Ibu Edliaty, M.AP selaku Sekretaris Dinas Kebudayaan, yakni :

“Unsur-unsur tersebut bersifat konsisten karena sudah tercantum dalam


Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi
Kerja yang wajib digunakan oleh seluruh PNS dan untuk petunjuk
teknisnya ada Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 01
tahun 2013” (Hasil wawancara paada 03 Februari 2018)

Hal yang sama menurut Ibu Esra Rumatauli Sihombing, SE salah satu Staf

Dinas Kebudayaan, yakni :

„Penilaian kinerja ini sudah diatur tersendiri sampai ke teknisnya, jadi tiap
tahun diadakan kemudian kita membuat target kerja, nah itulah yang
dievaluasi di akhir tahun tadi.” (Hasil wawancara pada 05 Februari 2018)

Melalui hasil wawancara tersebut bahwa unsur – unsur yang akan dinilai

sudah jelas tertuang dalam peraturan perundang – undangan yang ada.

Disebabkan karena salah satu dari aspek-aspek struktural paling dasar dari suatu

birokrasi adalah prosedur, dalam hal ini prosedur penilaian kinerja telah

berketatapan seacara hukum melalui berbagai peraturan perundang - undangan.

Berdasarkan data sekunder yang penulis peroleh dari lampiran Peraturan

Pemerintah Nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian Pretasi Kerja Aparatur Sipil

Negara kemudian peraturan teknis yang menjadi aturan lanjutan yaitu Peraturan

Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2013 yang memuat

Universitas Sumatera Utara


73

ketentuan pelaksaan serta terdapat banyak contoh dari berbagai jenis jabatan dan

berbagai jenis permasalahan sehingga memudahkan pemahaman PNS dalam

melakukan penilaian prestasi. Disamping itu Penulis juga mendapat salinan

Peraturan Walikota Nomor 14 Tahun 2017 Tentang Tambahan Penghasilan

Pegawai Aparatur Sipil Negara Kota Medan yang menjadikan hasil peniaian

prestasi kerja sebagai dasar perhitungannya.

Maka dari itu penulis mengambil kesimpulan bahwa dari hasil wawancara

didapat informasi bahwa Unsur-unsur tersebut bersifat konsisten karena sudah

tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian

Prestasi Kerja Aparatur Sipil negara yang wajib digunakan oleh seluruh PNS

secara nasional. Penilaian prestasi kerja PNS di Dinas Kebudayaan Kota Medan

konsisten menggunakan unsur-unsur yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja tersebut selama peraturan

tersebut masih diberlakukan secara berkesinambungan. Diperkuat juga adanya

peraturan walikota Peraturan Walikota Nomor 14 tahun 2017 yang menjadikan

hasil penilaian sebagai landasan perhitungan pemberian tunjangan.

4.3.4 Dapat diterima (Acceptability)

4.3.4.1 Penilai memiliki kemampuan dalam melakukan penilaian sesuai

dengan kemampuan tugas dan tanggungjawab bawahannya

Dalam proses penilaian salah satu yang sangat krusial adalah kemampuan

penilai dalam melakukan penilaian sesuai dengan kemampuan tugas dan

tanggungjawab bawahannya. Penilai sudah semestinya adalah orang yang

mengerti tentang tugas dan kinerja seorang pegawai. Disamping itu penilai

Universitas Sumatera Utara


74

haruslah orang yang mengerti tentang teknik penilaian serta diinformasikan

sebelum proses penilaian dilakukan.

Terkait dengan kemampuan penilai informan memberikan dukungan

dalam bentuk persetujuan terhadap instrumen penilaian kinerja karena penilaian

dilakukan oleh pimpinan langsung dari pegawai sehingga bisa mengamati secara

langsung kinerja pegawai dibawahnya. Hasil wawancara dengan Ibu Dra. Edliaty,

MAP selaku Sekretaris Dinas Kebudayaan mengatakan :

"Penilaian itu dialakukan oleh pejabat pimpinan langsung, misalnya eselon


4 dinilai oleh eselon 3, eselon 3 dinilai nilai eselon 2 dan setrusnya secara
berjenjang dan merupakan atasan langsung dari pegawai yang
bersangkutan. Metode ini cukup bagus menurut saya karena dengan
penialain berjenjang itu hasil penialain lebih bagus daripada semua dinilai
oleh pimpinan SKPD karena kan pasti sering dinas diluar juga dan jarang
ada interaksi langsung dengan pegawai ditingkat bawah, pasti yang tau
atasan yang membidanginya” (Hasil wawancara pada 01 febriari 2018)

Bapak Khairuddin Azhar Dalimunthe (Kepala Sub bagian Keuangan dan

Penyusunan Program) :

“Kita kan yang menilai pimpinan, sasaran kerja kita sesuai tugas dan
fungsi dan yang mengevaluasi nanti atasan, dia juga kan dinilai pimpinan
diatasnya.” (Hasil wawancara pada 03 Februari 2018)

Hal yang sama juga diutarakan Ibu Merlin Sitorus, SE ( Staf Bagian umum) :

“Dengan sistem penilaian dari atasan langsung sangat efektif sebab


dilakukan secara berjenjang dan herarki, jadi pegawai akan dinilai oleh
atasan langsung yang mengenal kita lebih baik dari pada pimpinan di
tingkat yang lebih tinggi ” (hasil wawancara pada 02 februari 2018)
Melengkapi pernyataan semua informan sebelumnya, sama halnya dengan

informan lain Ibu Nurmalia, SE juga mengatakan kesetujuannya terkait pejabat

yang menilai kinerja pegawai :

“Kita dinilai oleh atasan langusng, jadi saya rasa dia sangat mengetahui
tentang apa yang kita kerjakan sesuai dengan sasaran kerja dan bagaimana

Universitas Sumatera Utara


75

perilaku kita dalam bekerja. Jadi menurut saya atasan punya kapasitas
disitu” (Hasil wawancara pada 08 Februari 2018)

Dari Hasil wawancara yang dilakukan penulis, semua informan sepakat

menyatakan sistem penilaian kinerja yang ada berdasarkan pada Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 dengan ketentuan bahwa pejabat penilai

merupakan atasan langsung PNS yang dinilai. Prinsipnya pekerjaan dibagi dan

dinilai dari tingkat jabatan yang tertinggi sampai dengan tingkat jabatan yang

terendah secara hierarki sehingga pengamatan dan penilaian dianggap lebih

efektif seluruh pegawai. Dengan demikian atasan langsung dianggap memiliki

kapasiats yang mumpuni untuk melakukan penilaian.

Kemudian penulis juga mencari tahu apakah penilaian kinerja ini memang

dibutuhkan dalam oraganisasi dari pandangan informan. Semua informan yang

penulis wawancarai mengatakan bahwa penilaian kinerja sangat diperlukan

dalakukan guna mengetahui dan menjaga kineja pegawai agar tetap dalam

koridor yang direncanakan organisasi. Dengan adanya penilain kinerja ini pejabat

pimpinan dapat mengontrol pegawai agar lebih terarah sesuai dengan tugas nya

maupun dari segi perilaku kerja dalam menjalankan rencana kerja tersebut.

4.3.4.2 Standar komponen penilaian yang harus dicapai oleh pegawai

dikomunikasikan dengan jelas.

Konsep dari penilaian prestasi kerja PNS adalah kontrak prestasi kerja

yang bertujuan untuk memperjelas apa yang harus dilakukan seorang pegawai

dalam waktu satu tahun. Penilaian kinerja akan efektif apabila pegawai

mengetahui apa saja yang menjadi instrumen penilaian dan unsur – unsur

Universitas Sumatera Utara


76

didalamnya sehingga mengetahui apa yang akan mereka lakukan dan memahami

petunjuk-petunjuk pelaksanaan dan petunjuk tersebut harus jelas. Instrumen

penilaian yang tidak jelas maka pegawai akan mengalami kebingungan tentang

apa yang harus mereka lakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya komunikasi

antara pejabat penilai dengan pegawai yang dinilai untuk menyepakati satndar

penilaian.

Komunikasi dimaksudkan untuk menciptakan keselarasan antara pejabat

penilai dengan pegawai yang dinila sehingga terjalin sebuah kesepahaman tentang

proses penilaian kinerja. Dengan demikian bahwa komunikasi terhadap standar

dan istrumen penilaian sangat mutlak diperlukan. Penilaian kinerja adalah dasar

interaksi yang berbentuk komunikasi formal tentang pekerjaan. Menurut Ibu

Merlin Sitorus, SE salah satu staf pada subbag umum mengatakan :

“untuk memperjelas apa yang harus dilakukan seorang pegawai dalam


waktu satu tahun kedepan, sebelumnya harus disusun dulu RKT nya nah
dari situ nanti acuan SKP, intinya kalau tidak dirapatkan dulu kita tidak
mengetahui apa yang dikerjakan. Kalau sasaran kerja telah disetuji
bersama maka penilaian kinerja akan mengacu pada sasaran kerja tersebut
dari sisi relaisasinya apakah baik atau tidak” (Hasil wawancara pad 02
Februari 2018)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Candra Kirana yang juga

staf pada sub bagian umum, yakni:

“Pejabat penilai dengan PNS mengkomunikasikan penyusunan Sasaran


Kerja Pegawai (SKP) berdasarkan uraian pekerjaan PNS karena SKP kita
itu representasi dari SKP pimpinan. SKP yang telah disusun, disetujui dan
ditetapkan oleh pejabat penilai sebagai kontrak kerja.(Hasil wawancara
pada 05 Februari 2018)
Dari hasil wawancara didapat informasi bahwa Sasaran Kinerja Pegawai

yang menjadi salah satu instrumen penilaian sudah dikomunikasikan terlebih

Universitas Sumatera Utara


77

dahulu antara pejabat penilai dan yang dinilai diawal tahun sebagai perencanaan

target kerja setahun kedepan. Sasaran kinerja dari pegawai adalah representasi dan

penjabaran dari sasaran kerja pimpinan yang lebih spesifik. Penjabaran secara

jelas tentang standar kinerja yang diharapkan dari pegawai dan pemberian

dorongan untuk memenuhi standar adalah satu bagian yang sangat penting.

Deskripsi pekerjaan pegawai adalah titik mula yang baik untuk

menerangkan standar apa yang diharapkan dari pegawai tersebut. Untuk

melakukan penilaian kinerja diperlukan suatu standar tertentu yang merupakan

tingkat keluaran yang diharapkan individu. Dengan memahami standar – standar

kinerja pegawai, maka suatu organisasi dapat melakukan pengelolaan kinerja

lebih terukur.

Selain itu kejelasan komunikasi terkait dengan komponen penilaian

kinerja yang sangat mempengaruhi keberhasilan karena pada hakekatnya suatu

proses penilaian akan efektif jika penilaian kinerja tersebut juga didukung oleh

pegawainya. Pegawai harus mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuan dari

peraturan tersebut serta mau melaksanakannya. Komunikasi yang dimaksud yakni

sosialisasi kepada pegawai. Berikut kutipan wawancara penulis dengan informan

penelitian Bapak Tumpal J.P. Pasaribu, yakni:

“Sosialisasi sebenarnya sudah banyak dilakukan, diawal waktu


pemberlakuannya sendiri itu kita sudah sosialisasi, baik itu dari Dinas
Kebudayaan sendiri yang dulu masih gabung sama periwisata maupun dai
Badan Kepegawaian Daerah langsung.” (Hasil wawancara pada 08
Februari 2018)

Menurut Ibu Rini Yulinawati, SE salah satu staf bidang keuangan dan

penyusunan program mengatakan :

Universitas Sumatera Utara


78

“Sudah pernah, bahkan tiap awal tahun ketika awal penyusunan SKP
selalu dilakukan sosialisasi berupa himbaun agar sesegera mungkin
menyususn target kerja sebagi dasar penilaian. Selalu ada pemberitahuan
tentang update terkini terhadap masalah penilaian kinerja ini”

Komunikasi juga tidak hanya menyangkut proses dan standar penilain,

tetapi juga tentang hasil dari penialian tersebut. Artinya komunikasi yang terjalin

anatara pejabat penilai dengan pegawai yang dinilai ada pada seluruh rangkain

proses kegiatan penilain kinerja. Dalam hal Pegawai Negeri Sipil yang dinilai

keberatan atas hasil penilaian maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan

dapat mengajukan keberatan disertai dengan alasan-alasannya kepada atasan

pejabat penilai secara hierarki paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterima

hasil penilaian prestasi kerja. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Awaluddin

Nur, yakni :

“Kalau gak setuju dibolehkan dan dimungkinkan komplain, sudah diatur


juga itu paling lama 14 hari setelah keluar hasil penilaian, ibarat di
pengadilan ini banding namanya, kalau punya argumen dan pembelaan
yang masuk akal tidak masalah untuk banding, tapi kalau saya selama ini
bagus saja tergantung bagaimana komunikasi itu lancar sehingga tidak
terjadi salah persepsi dengan pimpinan” (Hasil wawancara pada 05
Februari 2018)

Berdasarkan wawancara diketahui bahwa sosialisasi kepada pegawai

terhadap penilaian kinerja pegawai sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Aparatur Sipil Negara sudah

dilaksanakan yang mencakup semua proses penilain kinerja baik tentang standar

penilaian, unsur yang akan dinilai, sampai kepada hasil penilaian dan berjalan

dengan baik, namun disamping itu juga masih tetap dibutuhkan peran serta dari

pegawai agar ikut berperan aktif dengan mematuhi aturan dengan kesadaran yang

nyata.

Universitas Sumatera Utara


79

Selanjutnya pelaksanaan penilain kinerja pegawai sebagai bagian dari

amanat Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi

Kerja sehingga seharusnya bahwa Pegawai Negeri Sipil mau tidak mau harus

merespon baik mengenai penilaian kinerja ini, karena sebagai Pegawai Negeri

Sipil itu merupakan pengabdian. Berikut pemaparan dari Ibu Dewi Cantika, SE:

“Sebagai Pegawai Negeri Sipil itu siap tidak siap, suka tidak suka dalam
pelaksanaan penilaian ini harus kita laksanakan karena merupakan bagian dari
pengabdian.Sudah sepatutnya kita melaksanakan kewajiban sebagai aparatir
negera sehingga tidak melulu menuntut hak” (hasil wawancara pada 02 Februari
2018)
Senada dengan itu Bapak Awalauddin Nur salah satu staf di bidang

kebudayaan dan cagara budaya mengatakan :

“Saya rasa itu sebuah keharusan dari setiap pegawai, sebagai pegawai
negara kita wajib mematuhi aturan perundang – undangan begitu juga
dengan penilain prsetasi kerja pegawai ini. Amanat peraturan perundang –
undangan adalam wajib hukumnya untuk dilaksakana pegawai negeri”
(Hasil wawancara pada 05 Februari 2018)

Berdasarkan wawancara diketahui bahwa respon dari pegawai dalam

pelaksanaan penilain prestasi kerja pegawai pada Dinas kebudayaan Kota Medan

sangat mendukung penilain kinerja. Pegawai memiliki kesadaran bahwa penilain

inerja tersebut merupakan sebagai bagian dari pengabdian dan keawajiban dari

aparatur negara dalam menjalankan peraturan perundang – undangan uang ada

sehingga dalam perannya sebagia aparatur sipil negara harus menjalankannya

dengan sebaik -baiknya.

Dengan demikian secara keseluruhan berdasarkan hasil wawancara dan

observasi oleh penulis dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi dilingkungan

internal sudah mengandung unsur kejelasan karena adanya saluran komunikasi

secara langsung dalam penetapan instrumen atau sasaran kinerja yang menjadi

Universitas Sumatera Utara


80

landasan penilaian. sehingga kegiatan penilaian kinerja diterima dengan baik dan

ada sosialisasi mengenai aturan teknis tentang pelaksanaan serta tata cara dalam

penilaian kinerja.

4.3.5 Kepraktisan (Practicality)

4.3.5.1 Sistem penilaian mudah dimengerti dan digunakan oleh penilai

Indikator kepraktisan salah satunya bermaksud bahwa dalam mengukur

kinerja pegawai alat penilaian prestasi kerja mudah digunakan dan dimengerti

oleh penilai. Dengan mudahnya penilai menerapkan dan menafsirkan metode

penilaian yang dilaksanakan ini, diharapkan penilaian kinerja pegawai yang

dilakukan dapat dilaksanakan secara objektif, sehingga hasil penilaian yang telah

menggambarkan tingkat kinerja yang telah dicapai pegawai dalam pelaksanaan

tugasnya.

Berkaitan dengan kemudahan proses yang digunakan dalam penilaian

kinerja penulis melakukan wawancara dengan Ibu Dra. Edliaty, M.AP

mengatakan :

“Metode SKP dan perilaku kerja ini tidak memiliki kendala berarti dalam
pelaksanaanya. Apalagi dengan aturan – aturan yang sudah jelas.
Sebenarnya tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan apalagi dengan
masalah teknis, Dalam melakukan penilaian prestasi kerja didasarkan pada
petuntuk teknis yaitu Perka Nomor 1 BKN Tahun 2013 yang terdapat
banyak contoh dari berbagai jenis jabatan dan berbagai jenis permasalahan
sehingga memudahkan pemahaman PNS dalam melakukan penilaian
prestasi kerja PNS” (Hasil wawancara pada 03 Februari 2018 )

Senada dengan itu, Kepala Sub Bagian Keuangan dan Penyusunan

Program Bapak Khairuddin Dalimunthe mengatakan :

“Aturan teknis yang mengatur tentang penilaian sudah ada, dari mulai
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, sampai dengan hasil penilaian

Universitas Sumatera Utara


81

sudah tertuang jelas pada perka BKN nomor 1 tahun 2017, dan itu juga
menjadi pedoman kita disini. Saya kepada staf dibawah saya tidak
mengalami kesulitan dan saya rasa pejabat diatas saya juga seperti itu”
(hasil wawancara pada 03 Februari 2018)

Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa dalam melaksanakan

penilaian dimata pejabat yang melakukan penilaian tidak ada kesulitan yang

berarti dan menganggap bahwa metode penilaian yang ada jelas dan dapat

dipahami karena sudah memiliki aturan teknis bagaimana cara pelaksanaannya

sampai dengan hasil penilaian kinerja telah tertuang dengan jelas sehingga

tergantung pada kemampuan menginterpretasi dan penafsiran penilai dan semua

informan sepakat dengan hal tersebut.

Disamping pada proses pelaksanaan penilain yang sudah jelas melalui

segala aturan teknis yag telah ada, unsur – unsur penilain juga perlu dipahami

secara baik oleh penilai. Lebih lanjut Ibu Dra. Edliaty, M.AP menjelaskan bahwa

penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas unsur SKP dengan bobot nilai 60% dan

Perilaku kerja dengan bobot nilai 40%. Cara menilai perilaku kerja dilakukan

melalui pengamatan oleh pejabat penilai terhadap PNS yang dinilai, penilaian

perilaku kerja dapat mempertimbangkan masukan dari Pejabat Penilai lain yang

setingkat di lingkungan unit kerja masing-masing. Penilaian SKP meliputi aspek

kuantitas, kualitas, waktu, dan/atau biaya sesuai dengan karakteristik, sifat, dan

jenis kegiatan pada masing-masing unit kerja. Dan Penilaian perilaku kerja

meliputi aspek orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama, dan

kepemimpinan (Hasil wawancara pada 03 Februari 2018).

Kemudian dari segi waktu pelaksanaan, penilaian kinerja dilakukan setiap

akhir Desember pada tahunnya dan paling lama akhir Januari tahun berikutnya.

Universitas Sumatera Utara


82

Penulis selanjutnya menggali keterangan dari informan mengenai waktu yang

tepat dalam melaksanakan penilaian dan mengkonfirmasi apakah penilaian kinerja

dalam rentang waktu satu tahun dianggap mudah. Informasi yang penulis

dapatkan dari wawancara bahwa dengan rentang waktu penilaian satu tahun

memudahkan penilai melihat perkembangan kinerja pegawai setiap bulannya

sehingga memungkinkan penilai melakukan penilaian kinerja seideal mungkin.

Seperti hasil wawancara penulis dengan Ibu Edliaty, M.AP selaku sekretaris

dinas:

“Untuk jangka waktu penilai kinerja selama setahun menurut saya cukup
idela. Selama setahun itu pegawai memiliki waktu yang cukup untuk
melaksakana sasaran kerja dan penilai dapat memantau proses pelaksanaan
sasaran kerja. Disamping itu juga semua program biasanya berlaku untuk
satu tahun, tidak mungkin dilakuakn penilaian di pertengahan tahun,
sehingga dengan jangka waktu satu tahun penialain cukup praktis” (Hasil
wawancara pada 03 Februari 2018)

Penilaian berbasis SKP dan PKP pada dasarnya lebih mudah untuk

mengamati hasil kinerja pegawai secara lebih nyata, karena dari situlah terdapat

performa pegawai dalam mengerjakan tugasnya hal tersebut dapat diamati dari

target yang telah di cantumkan sebelumnya dalam penyusunan SKP dengan

Realisasi yang telah dicapai oleh pegawai tersebut, selain itu dalam hal PKP,

pejabat penilai dapat melihat perilaku kinerja pegawai sehari hari untuk dapat

dituangkan kedalam nilai PKP, sehingga seluruh hal diatas dapat menjadi mudah

untuk diamati.

Dalam hal kemudahan diamati dengan menggunakan penilaian Sasaran

Kinerja Pegawai Ibu Nurmalia, SE sebagai kepala seksi cagar budaya

mengungkapkan:

Universitas Sumatera Utara


83

“SKP lebih mudah diamati, Karena ada atasan langsung yang memantau,
sehingga setiap pelaksanaan pekerjaan diawasi sesuai dengan target kerja yang
telh diepakati antara pejabat penilaian dengan yang dinilai. Jadi bukan hanya
perilaku tetapi ada sasaran kerja yang harus dilakuakan.”(Hasil wawancara 03
Februari 2018)

Dengan dimikian bahwa sistem penilaian kinerja pegawai dengan metode

SPK dan PKP dianggap cukup mudah dilakuakan, bahwa pendapat informan

mengenai pemahaman penilai terhadap prosedur dan tata cara yang digunakan

dalam menilai kinerja pegawai dinyatakan cukup praktis dalam pelaksanaanya.

Penilai secara keseluruhan tidak mengalami kesulitan yng berarti dalam

melaksakan penilaian disebaban telah memiliki aturan dan prosedur yang jelas.

Kemudian dari segi waktu, dengan rentang waktu penilaian yang dilakukan

selama setahun sangat memungkinkan penilai melihat perkembangan dari kinerja

pegawai. Disampig itu juga metode ini dianggap lebih memudahkan penilai dalam

menilai performa dari pegawai yang dinilai dibandingakn degan penilaian DP3.

4.3.5.2 Sistem penilaian mudah dimengerti dan digunakan oleh pegawai

Selain mudah dimengerti oleh pejabat penilai, instrumen dan teknis

penilaian harus juga mudah dipahami oleh pegawai. Penulis mencoba mencari

informasi tentang kemudahan penilaian yang mengacu Pada Peraturan Pemerintah

Nomor 46 Tahun 2011 dengan menggali keterangan – keterangan dari wawancara

dan hampir semua informan berpendapat bahwa dinilai dengan SKP dan Perilaku

Kerja cukup mudah dimengerti dan sangat jelas unsur – unsur apa saja yang akan

dinilai.

Berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Ponda Eryono salah satu

staf sub bagian keuangan dan penyusunan program mengatakan :

Universitas Sumatera Utara


84

“Saya sudah terbiasa dengan penilaian seperti ini, jadi metode penilaian
dengan SKP maupun Perilaku kerja ini menuurut saya mudah untuk
dilaksakan. Kita juga dilibatkan penuh dalam prosesnya. Jadi saya rasa
tidak masalah dan mudah dimngerti” ( Hasil wawancara pada 12 Februari
2018)

Hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Awalauddin Nur salah satu staf

di bidang kebudayaan dan cagara budaya, yakni :

“Cukup mudah sih, pegawai tinggal menyususn SKP sesuai arahan atasan,
dan aturannya sudah jelas, sudah sering disosialisasikan jadi tidak ada
kesultan yang berarti” (Hasil wawancara pada 05 Februari 2018)

Berkaitan dengan waktu penilain yang dilakukan sekali setahun penulis

mendapat keterangan dari informan bahwa waktu yang diberikan memungkinkan

pegawai mampu mencapai target kerja yang dibebankan. Dengan demikian waktu

satu tahun adalah waktu yang sangat baik untuk melakukan penilaian. Ibu

Berestina Megawati, SS mengatakan :

“Waktu satu tahun menurut saya dalah jangka waktu yang bagus,
memungkinkan kita mengerjakan dan menyelesaiakan target kerja yang
dibebankan, waktu satu tahun ini juga saya rasa tidak terlalu lama dan
tidak terlalu cepat. Artinya sangat memungkinkan” (Hasil wawancara pada
12 Februari 2018)

Disamping itu penulis juga mendapat informasi bahwa, Dalam rangka

mengoptimalkan program penilaian kinerja. Sasaran kinerja pegawai yang

merupakan salah satu unsur penilaian kinerja di lingkungan Pemerintah Kota

Medan sudah menerapkan sistem online. Sistem online yang ada sekarang ini

dirasakan oleh pegawai mempermudah pelaporan SKP dengan hanya mengakses

website yang disediakan oleh Badan Kepegawaian Daerah maka pegawai nisa

melakasanakan pelaporan SKP secara online.

Universitas Sumatera Utara


85

Pelaporan SKP secara online menggunakan software sebagai media

penghitungan data, telah sesuai dengan keadaan yang terdapat di Dinas

Kebudayaan Kota Medan, Karena hal tersebut dapat mengefektifkan waktu yang

dapat digunakan untuk membuat SKP, sehingga tidak banyak waktu yang

terbuang untuk membuat suatu SKP. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu

Dra. Edliaty, M.AP selaku sekretaris Dinas Kebudayaan, yakni :

“Salah satu unsur penilaian yaitu SKP di Kota Medan Sendiri sudah
menerapkan sistem online, guna mempermudah pegawai dalam melakukan
pelaporan berupa upload dokumen SKP. Itu disediakan oleh BKD dan
setiap pegawai bisa mekases itu tak terkecuali pegawai dari Dinas
Kebudayaan. Dengan adanya sistem online ini, sehingga lebih efiien dari
segi waktu” (Hasil wawancara pada 03 Februari 2018)

Memperkuat pernyataan diatas, Ibu Dewi Cantika, SE salah satu satf pada

bidang kebudayaan dan cagar budaya mengatakana :

“Sekarang kan sudah online Upload SKP nya, Namanya online tujuannnya
untuk mempermudah semua proses, dan saya rasa sistem online yang ada
sangat membantu dalam pelaksanaannya” (Hasil wawanacara pada 02
Februari 2018)

Penggunaan perangkat lunak dalam penilaian SKP ini dimaksudkan untuk

mempercepat, dan mempermudah pegawai dalam pengisian SKP, maka dengan

menggunakan perangkat lunak ini disamping membutuhkan waktu yang lebih

sedikit, maka tingkat akurasi pun akan meningkat, Karena dengan menggunakan

software ini pegawai hanya tinggal memasukkan file SKP yang telah yang telah

disusun.

Walaupun penilaian kinerja yang ada saat ini dirasa cukup mudah oleh

pegawai, tetapi jika dibandingkan dengan metode penilaian kinerja sebelumnya

yaitu DP3, Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan Perilaku Kerja Pegawai (PKP)

Universitas Sumatera Utara


86

jelas dianggap lebih rumit. Hal itu disebabkan di dalam SKP dan PKP terdapat

banyak hal yang lebih mendetail dalam penilaiannya, hal tersebut kemudian dapat

memacu kemana pegawai akan lebih terfokus sebab dalam SKP terdapat rincian

pekerjaan yang harus dilaksanakan para pegawai. Hal tersebut diungkapkan oleh

Ibu Merlin Sitorus, SE staf Sub Bagian Umum :

“Jelas penilaian SKP lebih rumit daripada DP3 karena di dalam SKP
tersebut terdapat berbagai macam rincian pekerjaan, tetapi hal tersebut
berdampak positif, Karena pegawai bisa mengetahui pekerjaan yang akan
dilakkukannya selama satu tahun kedepan dibandingkan DP3 yang hanya
melihat personality dari pegawai. (Hasil wawancara pada 03 Februari
2018)

Mengenai kompleksitas Candra Kirana yang juga staf Sub Bagian Umum

mengungkapkan :

“Karena SKP disesuaikan dengan pencapaian sasaran yang ditargetkan


pada tahun yang berikutnya. Pertama target disisun kemudian akan dilihat
tercapai atau tidak. Nah, dari situ nantinya hasil penilaian kinerja nya yng
juga dikombinasikan dengan oerilaku kerjanya. (Hasil wawancara pada 05
Februari 2018)

Sehingga berdasarkan hasil temuan dari wawancara diatas penilaian

Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan Perilaku Kerja Pegawai (PKP) jika

dibandingkan dengan penilaian kinerja DP3 memang lebih kompleks adanya,

Karena didalamnya terdapat aspek yang lebih banyak dalam hal penilaian kinerja

pegawai, maka SKP dan PKP dapat disimpulkan lebih rumit daripada sistem

penilaian kinerja yang dilakukan sebelumnya

Dari Hasil dari beberapa pendapat dalam wawancara, maka penulis

menyimpulkan bahwa pegawai memberikan tanggapan yang positif tentang

kemudahan dalam proses penilaian yang ada. Pegawai mendapat bimbingan

langsung dari pejabat penilai dalam penyusunan Sasaran Kerja Pegawai yang

Universitas Sumatera Utara


87

menjadi salah satu unsur penilaian kinerja. Waktu yang ada dirasa cukup dapat

dimanfaatkan dalam penilaian kinerja. Kemudian dengan hadirnya sistem online

dalam pelaporan SKP se-kota Medan dianggap memudahkan pegawai dalam

melaporkan target SKP yang menajadi salah satu dasar penilaian kinerja pegawai.

Walaupun jika dibandingkan dengan model penilaian kinerja, Penilaian kinerja

dengan SKP dan PKP diangga lebih rumit dibandingkan dengan penilaian kinerja

DP3.

Universitas Sumatera Utara


88

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada akhirnya berdasarkan temuan-temuan dan analisa pembahasan yang

telah dilakukan pada bab terdahulu, pada bagian ini secara khusus akan disajikan

kesimpulan penelitian yang niscaya dapat menjawab rumusan permasalahan

dalam penelitian ini :

1. Dilihat dari dimensi relevansi (Relevance), penilaian Kinerja PNS yang

mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2011 Tentang Penilaian

Prestasi Kerja Apartur Sipil Negara di Dinas Kebudayaan Daerah Kota

Medan bersifat positif, sebab merupakan sebuah sistem pengukuran yang

terintegrasi dengan tujuan stratejik organisasi dimana unsur-unsur dalam

penilaian prestasi kerja relevan dengan uraian pekerjaan karena unsur-unsur

tersebut disusun berdasarkan uraian pekerjaan, sedangkan unsur perilaku

kerja yang mempengaruhi prestasi kerja relevan dan berhubungan dengan

pelaksanaan tugas yang ada.

2. Melaui dimensi sensitifitas (Sensitivity), melalui unsur sasarsn kinerja

pegawai pejabat penilai dapat membedakan pegawai yang berprestasi dan

pegawai yang tidak berprestasi. Pegawai yang berprestasi adalah pegawai

yang dapat mencapai target dari Sasaran Kerja Pegawai (SKP), sedangkan

pegawai yang tidak berprestasi adalah pegawai yang tidak dapat mencapai

target sasaran kerja pegawai (SKP). Kemudian dari unsur perilaku kerja

masih dirasakan subyektifitas penilaian sebab lebih berorientasi pada

Universitas Sumatera Utara


89

penilaian kepribadian (personality) dan perilaku (behavior). pandangan

skeptis mengenai penilaian perilaku kinerja juga disebabkan kurangnya

standar kinerja yang terukur, sehingga menimbulkan kekuatiran akan tidak

adilnya penilaian oleh penilai

3. Melaui dimensi kehandalan (Realibility), pada indikator ini unsur-unsur

dalam penilaian kinerja tersebut dinilai bersifat konsisten karena sudah

tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang

Penilaian Prestasi Kerja dan Perka 1 BKN Tahun 2013 sebagai petuntuk

teknis yang wajib digunakan oleh seluruh PNS dan akan berkelanjutan selama

perturan tersebut berlaku.

4. Melalui dimensi tingkat penerimaan (Acceptability), metode penilaian kinerja

yang ada diteima oleh pegawai dengan alasan pejabat adalah atasan langsung

dari pegawai yang bersangkutan dan silaksakan secara herarki. Metode ini

dianggap efektif karena atasan langsung pegawailah yang paling mengerti

dengan kondisi stafnya. Kemudian dalam penyusuanan Sasaran Kerja

Pegawai (SKP) pejabat penilai mengkomunikasikan secara intens berdasarkan

uraian pekerjaan PNS. SKP yang telah disusun, disetujui dan ditetapkan oleh

pejabat penilai sebagai kontrak kerja.

5. Dari dimensi kepraktisan (Prakticality), Dari sisi kepraktisan berdasarkan

wawancara pegawai pada Dinas Kebudayaan Kota Medan memiliki

pandangan bahwa metode dan unsur – unsur penilaian yang ada sangat

mudah dimengerti apalagi Pemerintah Kota Medan sendiri telah

mengimplementasikan SKP secara online. Walaupun tidak bisa dipungkiri

Universitas Sumatera Utara


90

bahwa sistem penilaian dengan unsur Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan

Perilaku Kerja Pegawai (PKP) diangap lebih rumit dibandingkan dengan

sistem penilaian dengan menggunakan DP3.

5.2 Saran

Dari kesimpulan ada beberapa saran dari peneliti yang bersifat

membangun dan mungkin bisa lebih meningkatkan penerapan penilaian prestasi

kerja PNS untuk kedepannya, yaitu:

1. Membuat standar dari masing – masing pekerjaan, sehingga pegawai dapat

memahami tidak hanya apa yang harus mereka kerjakan tetapi juga

pekerjaan tersebut harus diselesaikan.

2. Unsur perilaku kerja agar lebih didefinisikan lebih jelas agar tidak

menimbulkan penilaian yang subyektif ataupun bias dan bersifat dugaan

dari pejabat penilai.

3. Tindak lanjut dari hasil penilaian perlu dilakukan untuk mendapatkan

peningkatan kualitas kerja dan meningkatkan motivasi pegawai. Follow up

kedepannya diharapkan tidak hanya berfokus kepada reward financial

melainkan juga non – financial misalnya teguran tertulis ataupun sanksi

yang lebih berat sehingga sensitivitas penilaian kinerja semakin terasa

4. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian

Prestasi Kerja Paratur Sipil Negara belum ada keharusan penilai untuk

mengontrol kinerja pegawai dalam rentang waktu dekat melainkan hanya

terbatas setahun sekali.

Universitas Sumatera Utara


91

5. Pimpinan organisasi dan seluruh pejabat penilai harus berkomitmen untuk

melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2011 tersebut sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan untuk memberikan dampak yang

lebih baik terhadap peningkatan kinerja dan disiplin pegawai sebagai

bahan petimbangan dalam pembinanaan karir pegawai.

Universitas Sumatera Utara


92

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Cascio, W. F. 2003. Managing Human Resorces : Productivity, Quality Of Work


Life, Profit, New York, Mc Grow - Hill.

Dessler,G.2003.Manajemen Sumber Daya Manusia, Human Recource


Management, Alih bahasa Paramita Rahayu. Jakarta: PT Indeks

Handoko, T.Hani, 2008, Manajemen Personalia Sumber Daya Manusia Edisi


Kedua, Penerbit : BPPE Yogyakarta

Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia (


Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan
Produktivitas Pegawai). Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia

Hasibuan, Malayu SP. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi
Aksara

Konjtaraningrat. 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta. Gramedia


Pustaka Utama

Mathis, Robert L, dan Jhon H. Jackson , 2006. Human Recource Management 9th
edition, Manajemen Sumber Daya Manusia, Alih Bahasa Jimmiy Sadeli
dan Bayu Prawira, Jakarat: Karya Salemba Empat

Moeloeng, Lexy J.2005.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakaraya

Mondy , and Noe, 1993. Human Resource Management, United States of America
: A Division of Simon & Schuster,Inc

Noe,Raymond, et.al. 2003. Human Recources Management:Gaining A


Competitive Advantage. New York : Mc Graw Hill

Rivai, Veithzal dan Ahmad Fawzi Mohd. Basri. 2005. Performance Appraisal:
Sistem yang Tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan
Daya Saing Perusahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Schuler, R. S. dan Jackson, S. E. 2003. Manajemen Sumber Daya


Manusia;Menghadapi Abad Ke- 21 Edisi Ke-Dua, alih bahasa Abdul
Rosyid. Jakarta: Erlangga

Universitas Sumatera Utara


93

Sedarmayanti, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi


dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil, Bandung : Rafika Aditama

Siagian, Sondang P. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi


Aksara

_________________.2003. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Simamora, Henry. 2004 Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: YKPN

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3S

Sugiyono.2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&B. Bandung: Aflabeta

Suyanto,Bagong, at all .2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta. Kencana


Prenadanedia Group

Werther, W.B IR and Davis K. 1996.Human Resources and Personnel


Management, New York: McGraw Hill

Widodo, Suparno Eko. 2015.Manajemen Pengembangan Sumber Daya


Manusia.Yogyakarta : Pustaka Pelaja

Jurnal :

Wahyudi,Jhon.2014. “Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Kajian Pra


Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang
Penilaian Prestasi Kerja PNS Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten
Barito Timur)” : Jurnal Administrasi Publik dan Birokrasi (Vol. 1 No. 3,
artikel 3 ISSN : 2356-3885 20 ). Program Pascasarjana Universitas
Terbuka

Sumber Dokumen :

PP No. 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Aparatur Sipil Negara

Peraturan Kepala BKN Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Petunjuk Teknis Penilaian
Prestasi Kerja Aparatur Sipil Negara

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai