Laporan Magang

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang PKL
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sekarang
ini, membuat kita untuk lebih membuka diri dalam menerima perubahan –
perubahan yang terjadi akibat kemajuan teknologi. Dalam masa persaingan
yang sangat ketatnya sekarang ini, menyadari sumber daya manusia
merupakan modal utama dalam suatu pekerjaan maupun bidang usaha,
maka kualitas tenaga kerja pun harus dikembangkan dengan baik. Jadi
instansi kesehatan memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk lebih
mengenal dunia kerja.
Kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional di
Bidang Kesehatan yang diarahkan untuk mendukung upaya pencapaian
derajat kesehatan masyarakat secara optimal. Dalam kaitan ini pendidikan
tenaga kesehatan diselenggarakan untuk memperoleh tenaga kesehatan
yang bermutu yang mampu mengemban tugas untuk mewujudkan
perubahan, pertumbuhan dan pembangunan dalam rangka memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat.
Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan bagi setiap manusia. Terwujudnya
kesehatan ini dapat dilakukan salah satunya dengan pelayanan kefarmasian.
Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kegiatan dalam menunjang
upaya kesehatan.
Universitas Negeri Gorontalo merupakan salah satu institusi
pendidikan yang menghasilkan tenaga kesehatan di bidang Farmasi yang
mampu bekerja dalam system pelayanan terpadu.Oleh karena itu keluaran
universitas harus terampil, terlatih, dan dapat mengembangkan diri sebagai
pribadi maupun tenaga kesehatan yang profesional.
Perkembangan yang sangat pesat dibidang kesehatan menurut
ketersedianya tenaga kesehatan yang terampil dan profesional. Pendidikan
tinggi farmasi mempunyai peranan yang penting dalam menghasilkan

1
lulusan farmasi yang terampil dan berkompeten. Untuk menciptakan
lulusan yang berkompeten, setiap mahasiswa diwajibkan tidak hanya
menguasai ilmu secara teoritis saja, melainkan juga menguasai praktek di
lapangan. Salah satu lapangan kerja para lulusan farmasi dan profesi
apoteker adalah apotek. Terdapat tiga bidang pengelolaan di apotek yang
perlu di pahami oleh mahasiswa, yaitu bidang manajemen, bidang
administrasi, dan bidang pelayanan. Untuk memahami ketiga bidang
tersebut maka diadakan Praktek Kerja Lapangan.
Praktik Kerja Lapangan (PKL) adalah penerapan seorang mahasiswa
pada dunia kerja nyata yang sesungguhnya, bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan dan etika pekerjaan, serta untuk
mendapatkan kesempatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang ada kaitannya dengan apa yang didapat dalam bangku
perkuliahan sehingga lulusannya akan mendapatkanpengalaman dan
wawasan kerja yang dapat menambah kesiapan mereka dalam menghadapi
dunia kerja sesungguhnya.
Sebagai mahasiswa semester VI, kegiatan Praktek Kerja Lapangan
(PKL) di Apotek merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan
mahasiswa Jurusan Farmasi Universitas Negeri Gorontalo untuk memenuhi
nilai mata kuliah yang bertujuan mempersiapkan mahasiswa dengan
memberikan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengaplikasikan semua teori dan konsep yang telah diperoleh selama
proses pendidikan. Adapun hasil akhir yang diharapkan adalah kemampuan
untuk menghasilkan lulusan farmasi yang dapat bekerja secara professional
dalam sistem pelayanan kesehatan dibidang kefarmasian.
1.2 Tujuan PKL
Adapun tujuan dari dilaksanakannya PKL ini adalah :
1. Memahami dan mempraktekan secara langsung standar pelayanan
kefarmasian di Apotek

2
2. Melaksanakan salah satu peran, fungsi, dan kompetensi farmasi yaitu
pelayanan kefarmasian diapotek meliputi mengidentifikasi resep,
merencanakan dan melaksanakan peracikan obat yang tepat
3. Mempelajari ilmu pengetahuan dan keterampilan tentang pembuatan,
pengolahan, peracikan, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan
obat serta perbekalan farmasi lainnya.
1.3 Tujuan Pembuatan Laporan
Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan
laporan kepada dosen pembimbing terkait hal-hal yang telah dilakukan di
apotek.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Apotek
Menurut Permenkes No. 9 Tahun 2017, apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
Apoteker. Sedangkan pelayanan kefarmasian menurut Permenkes No. 73
Tahun 2016 adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional,
dan kosmetika.
Standar pelayanan kefarmasian di apotek diatur oleh Permenkes No.
73 Tahun 2016. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009, tenaga kefarmasian adalah tenaga
yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah
lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
Sedangkan tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu
apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Analis Farmasi (Menkes, 2017).
2.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tugas dan
fungsi apotek, adalah sebagai berikut (Menkes, 2009).
1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
2. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.
3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan
farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan
kosmetika.

4
4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional.
2.3 Peraturan Perundang-Undangan Apotek
Menteri Kesehatan RI, Nila F Moeloek, mengeluarkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI (Permenkes/PMK) terbaru Nomor 9 Tahun 2017
terkait Apotek pada 30 Januari 2017 dan mulai berlaku sejak 13 Februari
2017. PMK ini dibuat untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan,
dan kualitas pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, perlu penataan
penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek.
Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek perlu disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum.
Total 36 pasal beserta lampirannya dengan lengkap mengatur
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek serta penataan pelayanan
kefarmasian di Apotek.Pengaturan Apotek ini bertujuan untuk:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek;
2. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kefarmasian di Apotek; dan
3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan
pelayanan kefarmasian di Apotek.
2.4 Persyaratan Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2017 Bab II Pasal 3 disebutkan tentang Persyaratan Pendirian
Apotek adalah sebagai berikut :

5
1. Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal
dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
2. Dalam hal apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik
modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan oleh Apoteker
yang bersangkutan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
922/Menkes/Per/X/1993, Beberapa persyaratan lain yang harus
diperhatikan dalam pendirian apotek adalah sebagai berikut (Depkes, 1993):
1. Lokasi dan Tempat
Untuk lokasi apotek tidak lagi ditentukan harus memiliki jarak minimal
dari apotek lain dan sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama
dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi, namun
sebaiknya harus mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan
pelayanan, jumlah penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan,
lingkungan yang higienis, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat
banyak dengan kendaraan dan faktor-faktor lainnya.
2. Bangunan
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
922/Menkes/Per/X/1993, luas apotek tidak diatur lagi, namun harus
memenuhi persyaratan teknis, sehingga kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi serta kegiatan pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin.
Persyaratan teknis apotek adalah bangunan apotek setidaknya terdiri dari :
a. Ruang tunggu pasien
b. Ruang peracikan dan penyerahan obat
c. Ruang administrasi
d. Ruang penyimpanan obat
e. Ruang tempat pencucian alat
f. Kamar kecil
Selain itu bangunan apotek harus dilengkapi dengan :
a) Sumber air yang memenuhi persyaratan kesehatan

6
b) Penerangan yang cukup sehingga dapat menjamin pelaksanaan
tugas dan fungsi apotek
c) Alat pemadam kebakaran minimal dua buah yang masih berfungsi
dengan baik
d) Ventilasi dan sistem sanitasi yang memenuhi persyaratan higienis
lainnya
e) Papan nama apotek, yang memuat nama apotek, nama APA,
nomor Surat Izin Apotek (SIA), alamat apotek dan nomor telepon
apotek. Papan nama apotek dibuat dengan ukuran minimal
panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam diatas dasar
putih dengan tinggi huruf minimal 5 cm dan tebal 5 cm.
3. Kelengkapan
Apotek harus memiliki perlengkapan antara lain :
a. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan obat atau sediaan farmasi
seperti timbangan, mortar, gelas ukur dan lain-lain.
b. Perlengkapan dan alat penyimpanan, perbekalan farmasi seperti
lemari obat dan lemari pendingin.
c. Wadah pengemas dan pembungkus, etiket dan plastik pengemas.
d. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan bahan
beracun.
e. Alat administrasi, seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi,
salinan resep dan lain-lain.
2.5 Perizinan Apotek
Perizinan Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Pasal 12, 13, dan 14. Adapun poin yang
dibahas adalah (Depkes RI, 2017) :
1. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri. Menteri
melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Izin sebagaimana dimaksud berupa SIA. SIA berlaku 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.

7
2. Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir
1. Permohonan harus ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan
kelengkapan dokumen administratif meliputi:
a. fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli;
b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker;
d. fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan
e. daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
3. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima permohonan
dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untuk
melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek dengan
menggunakan Formulir 2.
4. Tim pemeriksa harus melibatkan unsur dinas kesehatan kabupaten/kota
yang terdiri atas:
a. tenaga kefarmasian; dan
b. tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.
5. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa
ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat
yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 3.
6. Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menerima laporan dan dinyatakan memenuhi persyaratan,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai
POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi
dengan menggunakan Formulir 4.
7. Dalam hal hasil pemeriksaan dinyatakan masih belum memenuhi
persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan surat

8
penundaan paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja dengan
menggunakan Formulir 5.
8. Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), pemohon dapat melengkapi
persyaratan paling lambat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak surat penundaan
diterima. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan,
maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan
dengan menggunakan Formulir 6.
9. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA
melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Apoteker
pemohon dapat menyelenggarakan Apotek dengan menggunakan BAP
sebagai pengganti SIA.
10. Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA maka penerbitannya
bersama dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA. Masa
berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA.

2.6 Tugas dan Tanggung Jawab Pengelola Apotek


Menurut Permenkes Nomor 9 Tahun 2017 Tenaga Kefarmasian
adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek yang terdiri
dari Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian (Depkes RI, 2017).
2.6.1 Apoteker
Menurut Suronoto (2014), pimpinan sebuah apotek adalah seorang
Apoteker/ Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang memiliki tanggung
jawab atas segala kegiatan yang berada di apotek. Seorang APA dalam
mengelola apotek harus memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan menurut PP RI
Nomor 51 Tahun 2009 tentang perubahan kefarmasian yang berubah
menjadi Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA). Tugas dan tanggung jawab
seorang apoteker pengelola di apotek yaitu sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian di apotek sesuai dengan
fungsinya dan mematuhi segala kebutuhan yang sesuai dengan undang-
undang di bidang apotek yang berlaku.

9
2. Memimpin segala kegiatan manajerial di apotek termasuk mengkoordinasi
tenaga lainnya dan mengawasi serta mengatur jadwal kerja, membagi tugas
yang dilakukan setiap tenaga karyawan (job description) dan tanggung
jawab yang diberikan kepada masingmasing tenaga karyawan.
3. Mengawasi dan mengatur hasil penjualan di apotek setiap hari
4. Berusaha meningkatkan omset penjualan di apotek serta mengembangkan
hasil usaha sesuai dengan bidang tugasnya.
5. Berpartisipasi dalam melakukan monitor penggunaan obat
6. Melakukan pemberian Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien agar
mendukung bagaimana penggunaan obat yang rasional dalam hal
memberikan informasi obat yang jelas dan mudah dimengerti oleh pasien.
7. Mempertimbangkan usulan yang diberikan oleh tenaga karyawan lainnya
untuk memperbaiki kemajuan serta pelayanan di apotek (Suronoto,2014).
2.6.2 Tenaga Teknis Kefarmasian
Menurut Kepmenkes RI No 573 tahun 2008 sebagai salah satu
anggota pelayanan kesehatan nasional, tenaga kesehatan asisten apoteker
selalu dituntut untuk bekerja dengan profesional. Dalam melakukan tugas
sebagai seorang asisten apoteker, asisten apoteker selalu bekerja
berdasarkan standar profesi, kode etik, dan peraturan tentang disiplin
profesi yang telah ditentukan. Asisten apoteker merupakan tenaga
kesehatan yang berijazahdan yang telah melakukan sumpah sebagai seorang
asisten apoteker dan mendapatkan surat ijin sebagai seorang tenaga
kesehatan yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Asisten
apoteker antara lain (Depkes, 2008) :
1. Asisten apoteker yang menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah
Farmasi (SMF).
2. Asisten apoteker yang telah menyelesaikan proses pendidikan pada
Akademi Farmasi atau Poltekes jurusan farmasi dengan lulusan DIII
Farmasi.
Menurut Kepmenkes RI No 573 tahun 2008 seorang asisten apoteker
yang memiliki ijazah dan telah mengucapkan sumpah serta mendapatkan

10
surat ijin kerja yang diberikan oleh Menteri Kesehatan RI harus mampu
melaksanakan tugas dan standar profesinya dengan baik dan memiliki
wewenang dang tanggung jawab dalam melakukan pekerjaan kefarmasian
atas pengawasan seorang Apoteker. Tugas seorang asisten apoteker antara
lain (Depkes, 2008) :
a. Melakukan pemeriksaan apotek sebelum jam operasional.
b. Menyusun produk farmasi yang didistribusi dari gudang apotek.
c. Melakukan peracikan obat.
d. Melayani pembelian obat di apotek; dan
e. Menyerahkan produk kepada pasien.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 pasal 50
mengatakan bahwa tanggung jawab seorang Tenaga Teknis Kefarmasian di
Apotek sebagai tenaga kefarmasian di apotek selalu bekerja dibawah
bimbingan Apoteker sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang
memiliki Surat Ijin Apotek. Dalam melakukan pelayanan informasi obat di
apotek seorang apoteker dan asisten apoteker haruslah bekerja sesuai
dengan standar profesi yang berlaku. Salah satu tanggung jawab seorang
Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) di apotek yaitu melakukan kegiatan
pelayanan informasi obat yang diberikan kepada pasien yang dilakukan
dengan haruslah jelas dan cara penyampaian haruslah disesuaikan dengan
kebutuhan pasien secara hati-hati. Dalam hal menghormati hak pasien
dalam menjaga kerahasiaan identitas pribadi pasien adalah salah satu
tanggung jawab terbesar seorang tenaga kefarmasian (Depkes, 2009).
2.6 Tata Cara Pendirian Apotek
Tata cara permohonan izin Apotek berdasarkan pada Kepmenkes
Nomor. 1332 tahun 2002 Pasal 7 adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2002):
1. Permohonan Izin Apotik diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1;
2. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah
menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala

11
Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan
apotik untuk melakukan kegiatan;
3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM
selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan
teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil
pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3.
4. Hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) Dalam
tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat
pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4;
5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3), atau pernyataan
dimaksud ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
mengeluarkan Surat Izin Apotik dengan menggunakan contoh Formulir
Model APT-5;
6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi
syarat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu
12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-6;
7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6),
Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum
dipenuhi selambatlambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak
tanggal Surat Penundaan
2.7 Pengelolaan Apotek
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Apotek sesuai dengan
ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat dan
keamanannya. Pengelolaan sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan bahan
medis habis pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan

12
menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan
kendali biaya (Depkes, 2020).
2.7.1 Perencanaan
Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP merupakan
tahap awal untuk menetapkan jenis serta jumlah sediaan farmasi, alat
kesehatan dan BMHP yang sesuai dengan kebutuhan. Perencanaan
kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dilakukan melalui
tahapan sebagai berikut (Depkes RI, 2019).:
a. Persiapan, beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menyusun
rencana kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP:
1) Perlu dipastikan kembali komoditas yang akan disusun
perencanaannya.
2) Perlu disusun daftar spesifik mengenai sediaan farmasi, alat
kesehatan dan BMHP yang akan direncanakan, termasuk di
dalamnya kombinasi antara obat generik dan bermerk.
3) Perencanaan perlu memperhatikan waktu yang dibutuhkan,
mengestimasi periode pengadaan, mengestimasi safety stock dan
memperhitungkan leadtime.
b. Pengumpulan data, data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP pasien periode sebelumnya
(data konsumsi), sisa stok dan data morbiditas.
c. Penetapan jenis dan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
yang direncanakan menggunakan metode perhitungan kebutuhan.
d. Evaluasi Perencanaan.
e. Revisi rencana kebutuhan obat (jika diperlukan).
f. Apotek yang bekerjasama dengan BPJS diwajibkan untuk mengirimkan
RKO yang sudah disetujui oleh pimpinan Apotek melalui aplikasi E-
Monev
2.7.2 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian. Untuk menjamin

13
kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan BMHP harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan (Depkes RI, 2019).
Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP di apotek
dilaksanakan dengan pembelian. Pembelian merupakan suatu metode
penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga.
Apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada
kriteria berikut: mutu produk (kualitas produk terjamin ada NIE/Nomor Izin
Edar), reputasi produsen (distributor berijin dengan penanggungjawab
Apoteker dan mampu memenuhi jumlah pesanan), harga, berbagai syarat,
ketepatan waktu pengiriman (lead time cepat), mutu pelayanan pemasok,
dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan
pengemasan. Pengadaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut
(Depkes RI, 2019):
1. Sediaan farmasi diperoleh dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang
memiliki izin.
2. Alat Kesehatan dan BMHP diperoleh dari Penyalur Alat Kesehatan
(PAK) yang memiliki izin.
3. Terjaminnya keaslian, legalitas dan kualitas setiap sediaan farmasi, alat
kesehatan dan BMHP yang dibeli.
4. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang dipesan datang tepat
waktu.
5. Dokumen terkait sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP mudah
ditelusuri
6. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP lengkap sesuai dengan
perencanaan
Waktu pengadaan obat dilakukan berdasarkan kebutuhan dengan
mempertimbangkan hasi analisa dari data:
1. Sisa stok dengan memperhatikan waktu (tingkat kecukupan obat dan
perbekalan kesehatan).
2. Kapasitas sarana penyimpanan.

14
3. Waktu tunggu.
Pengadaan sediaan farmasi dilaksanakan berdasarkan surat pesanan
yang Ditanda tangani Apoteker pemegang SIA dengan mencantumkan
nomor SIPA sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. Surat pesanan
dibuat sekurangkurangnya rangkap 2 (dua) serta tidak dibenarkan dalam
bentuk faksimili dan fotokopi. Satu rangkap surat pesanan diserahkan
kepada distributor dan 1 (satu) rangkap sebagai arsip. Apabila Surat
Pesanan tidak bisa dilayani baik sebagian atau seluruhnya, maka Apotek
harus meminta surat penolakan pesanan dari pemasok. Surat Pesanan
Narkotika hanya dapat diperoleh dari PT Kimia Farma Trading and
Distribution , seperti tercantum dalam Lampiran 2 Surat Pesanan Narkotika
dan Lampiran 3 Surat Pesanan Psikotropika dibuat dengan jumlah 3 (tiga)
rangkap. Pengadaan sediaan farmasi yang merupakan prekursor
menggunakan surat pesanan seperti tercantum pada Lampiran 4 untuk obat
jadi (Depkes RI, 2019).
Surat Pesanan dapat menggunakan sistem elektronik. Sistem
elektronik yang digunakan harus bisa menjamin ketertelusuran produk,
sekurang kurangnya dalam batas waktu 5 (lima) tahun terakhir dan harus
tersedia sistem backup data secara elektronik. Surat pesanan secara
elektronik yang dikirimkan ke distributor harus dipastikan diterima oleh
distributor, yang dapat dibuktikan melalui adanya pemberitahuan secara
elektronik dari pihak distributor bahwa pesanan tersebut telah diterima.
Dalam hal terjadi kekurangan jumlah akibat kelangkaan stok di fasilitas
distribusi dan terjadi kekosongan stok di Apotek, maka Apotek dapat
melakukan pembelian kepada Apotek lain (Depkes RI, 2019).
2.7.3 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Penerimaan dan
pemeriksaan merupakan salah satu kegiatan pengadaan agar obat yang

15
diterima sesuai dengan jenis, jumlah dan mutunya berdasarkan Faktur
Pembelian dan/atau Surat Pengiriman Barang yang sah (Depkes RI, 2019).
Penerimaan sediaan farmasi di Apotek harus dilakukan oleh Apoteker.
Bila Apoteker berhalangan hadir, penerimaan sediaan farmasi dapat
didelegasikan kepada Tenaga Kefarmasian yang ditunjuk oleh Apoteker
Pemegang SIA (Depkes RI, 2019).
Pemeriksaan sediaan farmasi yang dilakukan meliputi (Depkes RI, 2019):
1. Kondisi kemasan termasuk segel, label/penandaan dalam keadaan baik.
2. Kesesuaian nama, bentuk, kekuatan sediaan obat, isi kemasan antara arsip
surat pesanan dengan obat yang diterima.
3. Kesesuaian antara fisik obat dengan Faktur pembelian dan/atau Surat
Pengiriman Barang (SPB) yang meliputi:
a. kebenaran nama produsen, nama pemasok, nama obat, jumlah, bentuk,
kekuatan sediaan obat dan isi kemasan; dan
b. nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
Apabila hasil pemeriksaan ditemukan sediaan farmasi yang diterima
tidak sesuai dengan pesanan seperti nama, kekuatan sediaan sediaan farmasi,
jumlah atau kondisi kemasan dan fisik tidak baik, maka sediaan farmasi
harus segera dikembalikan pada saat penerimaan. Apabila pengembalian
tidak dapat dilaksanakan pada saat penerimaan misalnya pengiriman melalui
ekspedisi maka dibuatkan berita acara yang menyatakan penerimaan tidak
sesuai dan disampaikan ke pemasok untuk dikembalikan. Jika pada hasil
pemeriksaan dinyatakan sesuai dan kondisi kemasan baik maka Apoteker
atau tenaga kefarmasian yang mendapat delegasi wajib menandatangani
Faktur Pembelian dan/atau Surat Pengiriman Barang dengan mencantumkan
nama lengkap, nomor SIPA/SIPTTK dan stempel sarana (Depkes RI, 2019).
2.7.4 Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat
yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak
mutu sediaan farmasi. Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu

16
sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab,
menjaga ketersediaan, serta memudahkan pencarian dan pengawasan.
Aspek umum yang perlu diperhatikan (Depkes RI, 2019):
1. Tersedia rak/lemari dalam jumlah cukup untuk memuat sediaan farmasi,
alat kesehatan dan BMHP.
2. Jarak antara barang yang diletakkan di posisi tertinggi dengan langit-
langit minimal 50 cm.
3. Langit-langit tidak berpori dan tidak bocor.
4. Ruangan harus bebas dari serangga dan binatang pengganggu.
5. Tersedia sistem pendingin yang dapat menjaga suhu ruangan dibawah
25ºC.
6. Lokasi bebas banjir.
7. Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat tertentu.
8. Tersedia alat pemantau suhu ruangan dan lemari pendingin.
9. Pengeluaran obat menggunakan Sistem First In First Out (FIFO), First
Expired First Out (FEFO).
10. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi sediaan farmasi serta disusun secara alfabetis.
11. Kerapihan dan kebersihan ruang penyimpanan
12. Sediaan farmasi harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam
hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi
yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama
sediaan farmasi, nomor batch dan tanggal kedaluwarsa. Sediaan
farmasi yang mendekati kedaluarsa (3-6 bulan) sebelum tanggal
kadaluarsa disimpan terpisah dan diberikan penandaan khusus.
13. Sediaan farmasi harus disimpan dalam kondisi yang menjaga stabilitas
bahan aktif hingga digunakan oleh pasien. Informasi terkait dengan
suhu penyimpanan obat dapat dilihat pada kemasan sediaan farmasi.

17
14. Untuk menjaga kualitas, vaksin harus disimpan pada tempat dengan
kendali suhu tertentu dan hanya diperuntukkan khusus menyimpan
vaksin saja.
15. Penanganan jika listrik padam. Jika terjadi pemadaman listrik,
dilakukan tindakan pengamanan terhadap sediaan farmasi dengan
memindahkan sediaan farmasi tersebut ke tempat yang memenuhi
persyaratan. Sedapat mungkin, tempat penyimpanan sediaan farmasi
termasuk dalam prioritas yang mendapatkan listrik cadangan.
16. Inspeksi/pemantauan secara berkala terhadap tempat penyimpanan
sediaan farmasi.
17. Tempat penyimpanan obat (ruangan dan lemari pendingin) harus selalu
dipantau suhunya menggunakan termometer yang terkalibrasi.
Penyimpanan sediaan farmasi, BMHP dan Alkes harus dilakukan
pencatatan dengan kartu stok. Pencatatan di kartu stok meliputi nama,
bentuk sediaan dan kekuatan sediaan farmasi, jumlah persediaan, tanggal,
nomor dokumen dan sumber penerimaan, jumlah yang diterima, tanggal,
nomor dokumen dan tujuan penyerahan, jumlah yang diserahkan, nomor
bets dan kedaluwarsa setiap penerimaan atau penyerahan, dan paraf atau
identitas petugas yang ditunjuk. Pencatatan stok dilakukan secara manual
ataupun dapat secara elektronik dengan sistem yang tervalidasi, mampu
telusur dan dapat dicetak (Depkes RI, 2019).
Stock opname sediaan farmasi, BMHP dan alkes dilakukan secara
berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan. Khusus untuk
Narkotika dan Psikotropika stock opname dilakukan secara berkala
sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) bulan.
Aspek khusus yang perlu diperhatikan (Depkes RI, 2019):
1. Obat High Alert
Obat High Alert adalah obat yang perlu diwaspadai karena dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan/kesalahan serius (sentinel event ),
dan berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan
(adverse outcome ).

18
Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas:
a. Obat risiko tinggi yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error ) dapat
mengakibatkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, antidiabetik
oral atau obat kemoterapeutik.
b. Obat dengan nama, kemasan, label, penggunaan klinik
tampak/kelihatan sama (look alike ), bunyi ucapan sama (sound alike )
biasa disebut lasa, atau disebut juga Nama Obat Rupa Ucapan Mirip
(NORUM), contohnya tetrasiklin dan tetrakain. Apotek menetapkan
daftar obat Look Alike Sound Alike (LASA)/Nama-Obat-Rupa-
Ucapan-Mirip (NORUM). Penyimpanan obat LASA/NORUM tidak
saling berdekatan dan diberi label khusus sehingga petugas dapat
lebih mewaspadai adanya obat LASA/NORUM.
c. Elektrolit konsentrat seperti natrium klorida dengan konsentrasi lebih
dari 0,9% dan magnesium sulfat injeksi.
2. Obat Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi.
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi harus mampu menjaga keamanan, khasiat dan mutu serta
dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi.
Apotek harus memiliki tempat penyimpanan Narkotika atau
Psikotropika berupa lemari khusus dan berada dalam penguasaan
Apoteker. Lemari khusus penyimpanan Narkotika dan Psikotropika
harus mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda, satu kunci dipegang
oleh Apoteker dan satu kunci lainnya dipegang oleh pegawai lain yang
dikuasakan. Apabila Apoteker berhalangan hadir dapat menguasakan
kunci kepada pegawai lain. Apotek harus menyimpan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi di tempat penyimpanan obat yang aman
berdasarkan analisis risiko.
2.7.5 Pemusnahan dan Penarikan
Sediaan farmasi kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai
dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan sediaan farmasi kedaluwarsa

19
atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh
Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pemusnahan sediaan farmasi selain narkotika dan psikotropika dilakukan
oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki
surat izin praktik atau surat izin kerja (Depkes RI, 2019).
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep
menggunakan Lampiran 8 sebagaimana terlampir dan selanjutnya
dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2019).
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penarikan sediaan
farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-
undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan
oleh BPOM (mandatory recall ) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh
pemilik izin edar (voluntary recall ) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri
(Depkes RI, 2019).
2.7.6 Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kedaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama sediaan farmasi,
tanggal kedaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa
persediaan (Depkes RI, 2019).

20
2.7.7 Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat
pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk
penjualan) dan pencatatan lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek,
meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal
merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan
narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya (Depkes RI, 2019).
2.8 Alur Pelayanan Resep di Apotek
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi,
dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku kepada apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau
membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien. Alur pelayanan
resep di apotek sebagai berikut (Syamsuni, 2006) :
1) Penerimaan resep
Resep yang diberikan oleh pasien diterima oleh petugas apotek atau
(Asisten Apoteker atau tenaga terlatih lainnya).
2) Skrining resep
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 Tahun 2016
mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek terdapat peraturan
yang mengatur tentang pelayanan resep meliputi skrining resep dan
penyiapan obat (peracikan, etiket, kemasan obat, penyerahan obat,
informasi obat, konseling, dan monitoring penggunaan obat). Apoteker
melakukan skrining resep meliputi (Depkes RI, 2016):
a. Persyaratan administratif :
a) Nama, SIP, dan alamat dokter
b) Tanggal penulisan resep
c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

21
d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
e) Cara pemakaian yang jelas
f) Informasi lainnya
b. Kesesuaian farmasetik
Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan
lama pemberian obat.
c. Pertimbangan klinis
Adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi,
jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan
pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan
persetujuan setelah pemberitahuan.
3) Pemberian harga
Resep diperiksa dan harga obat diberitahuakan kepada pasien, jika harga
obat tidak sesuai dengan keadaan ekonomi pasien, maka dapat
mengusulkan pembelian obat sesuai keadaan ekonomi pasien. dan akan
dibuatkan copy resep atau salinan resep.
Salinan resep (copy resep, apograph, exemplum, atau afschrift) adalah
salinan yang dibuat oleh apotek, bukan hasil fotokopi. Salinan resep selain
memuat semua keterangan yang termuat dalam resep asli harus memuat
pula :
1. Nama dan alamat apotek
2. Nama dan nomor SIK Apoteker pengelola apotek
3. Tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotek
4. Tanda “det” = “detur” untuk obat yang sudah diserahkan, atau tanda
“nedet”= “ne detur” untuk obat yang belum diserahkan, dan “did”
untuk obat yang hanya diberkan setengah.
5. Salinan resep harus ditanda tangani apoteker, apabila apoteker
pengelola apotek berhalangan, penanda tangan atau paraf pada salinan
resep dapat dilakukan oleh apoteker pendamping atau apoteker
pengganti.

22
4) Penyiapan dan peracikan
Pada tahap ini dilakukan penyiapan etiket, kemasan, perhitungan dosis
dan peracikan.
5) Pemeriksaan akhir
Sebelum obat diserahkan kepada pasien, maka harus dilakukan
pengecekan kembali tentang kesesuaian obat dengan etiket dan obat dengan
resep.
6) Penyerahan obat dan pemberian informasi obat (PIO)
Pasien diberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti serta
terkini. Informasi yang diberikan sekurang-kurangnya meliputi cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pemakaian serta
makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
2.9 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika
2.9.1 Pengelolaan Narkotika
Pengertian Narkotika menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3
Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Narkotika adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tentang
Narkotika.
Penggolongan Narkotika berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
3 Tahun 2017 :
1. Narkotika golongan I
1) Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya
termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
2) Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari
buah tanaman Papaver Somniferum L dengan atau tanpa mengalami
pengolahan sekedarnya untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa
memperhatikan kadar morfinnya.

23
3) Opium masak terdiri dari :
a) Candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu
rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan
peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan
maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk
pemadatan.
b) Jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan
apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
c) Jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
4) Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
5) Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam
bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau
melalui perubahan kimia.
6) Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang
dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
7) Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.
8) Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua
bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman
ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.
9) Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo
kimianya.
10) Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya
11) ASETIL-ALFAMETILFENTANIL: N-[1-(α-Metilfenetil)-4-piperidil]
asetanilida
12) ALFA-METILFENTANIL : N-[1(α-Metilfenetil)-4-piperidil]
propionanilida
13) ALFAMETILTIOFENTANIL : N-[1-]1-Metil-2-(2-tienil)etil]-4-
piperidil]propionanilida

24
14) BETAHIDROKSIFENTANIL: N-[1-(beta-Hidroksifenetil)-4-
piperidil] propionanilida
15) BETA-HIDROKSI-3- METIL-FENTANIL : N-[1-(beta-
Hidroksifenetil)-3-metil-4- piperidil]propionanilida
16) DESOMORFINA : Dihidrodesoksimorfina
17) ETORFINA : Tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1- metilbutil)-6,14-endo-
etenooripavina
18) HEROINA : Diasetilmorfina
19) KETOBEMIDONA : 4-Meta-hidroksifenil-1-metil-4- propionil
piperidina
20) 3-METIL FENTANIL : N-(3-Metil-1-fenetil-4-piperidil)
propionanilida
21) 3-METILTIOFENTANIL : N-[3-Metil-1-[2-(2-tienil)etil]-4- piperidil]
propionanilida
22) MPPP : 1-Metil-4-fenil-4-piperidinolpropianat (ester)
23) PARA-FLUOROFENTANIL : 4‘-Fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil)
propionanilida
24) PEPAP : 1-Fenetil-4-fenil-4-piperidinol asetat (ester)
25) TIOFENTANIL : N-[1-[2-(2-Tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida
26) BROLAMFETAMINA, nama lain DOB : (±)-4-Bromo-2,5-
dimetoksi-αmetilfenetilamina
27) DET : 3-[2-(Dietilamino )etil] indol
28) DMA : (+)-2,5-Dimetoksi-α-metilfenetilamina
29) DMHP : 3-(1,2-Dimetilheptil)-7,8,9,10- tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-
dibenzo [b,d]piran-1-ol
30) DMT : 3-[2-( Dimetilamino )etil]indol
31) DOET : (±)-4-Etil-2,5-dimetoksi-α– metilfenetilamina
32) ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-Etil-1-fenilsikloheksilamina
2. Narkotika golongan II
1) ALFASETILMETADOL: Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino 4,4
difenilheptana

25
2) ALFAMEPRODINA: Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil 4 propion oksi
piperidina
3) ALFAMETADOL : Alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3- heptanol
4) ALFAPRODINA : Alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4- propionoksipiperidina
5) ALFENTANIL : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l Htetrazol-
1il)etil]-4-(metoksimetil)-4- piperidinil]-N-fenilpropanamida
6) ALLILPRODINA : 3-Allil-1-metil-4-fenil-4- propionoksipiperidina
7) ANILERIDINA : Asam 1-para-aminofenetil-4- fenilpiperidina)-4-
karboksilatetil ester
8) ASETILMETADOL : 3-Asetoksi-6-dimetilamino-4,4- difenilheptana
9) BENZETIDIN : Asam 1-(2-benziloksietil)-4- fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester
10) BENZILMORFINA : 3-benzilmorfina
11) BETAMEPRODINA : Beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4- propion oksi
piperidina
12) BETAMETADOL : Beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3– heptanol
13) BETAPRODINA : Beta-1,3-dimetil-4-fenil-4- propionoksipiperidina
14) BETASETILMETADOL : Beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4,4-
difenilheptana
15) BEZITRAMIDA : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2- okso-3-
propionil1-benzimidazolinil)piperidina
16) DEKSTROMORAMIDA : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4- (1-
pirolidinil)butil]morfolina
17) DIAMPROMIDA : N-[2-(metilfenetilamino)-propil] propionanilida
18) DIETILTIAMBUTENA : 3-dietilamino-1,1-di-(2’-tienil)-1- butena
19) DIFENOKSILAT : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
20) DIFENOKSIN : Asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-
fenilisonipekotik
21) DIHIDROMORFINA
22) DIMEFHEPTANOL : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol

26
23) DIMENOKSADOL : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1- difenilasetat
24) DIMETILTIAMBUTENA : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-
butena
25) DIOKSAFETIL BUTIRAT : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat
26) DIPIPANONA : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona
27) DROTEBANOL : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan6ß,14-diol
28) Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina
dan kokaina.
29) ETILMETILTIAMBUTENA : 3-Etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-
butena
30) ETOKSERIDINA : Asam 1-[2-(2-Hidroksietoksi)-etil]-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
31) ETONITAZENA : 1-Dietilaminoetil-2-paraetoksibenzil-5-
nitrobenzimedazol
32) FURETIDINA : Asam 1-(2- Tetrahidrofurfuriloksietil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester)
33) HIDROKODONA : Dihidrokodeinona.
34) HIDROKSIPETIDINA : Asam 4-Meta-hidroksifenil-1-
metilpiperidina-4-karboksilat etil ester
35) HIDROMORFINOL : 14-Hidroksidihidromorfina
36) HIDROMORFONA : Dihidrimorfinona
37) ISOMETADONA : 6-Dimetilamino-5-metil-4,4-difenil3-heksanona
38) FENADOKSONA : 6-Morfolino-4,4-difenil-3-heptanona
39) FENAMPROMIDA : N-(1-metil-2-piperidinoetil) propionanilida
3. Narkotika golongan III
1) ASETILDIHIDROKODEINA
2) DEKSTROPROPOKSIFENA : Alfa-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-
3- metil-2-butanol propionat
3) DIHIDROKODEINA
4) ETILMORFINA : 3-Etilmorfina
5) KODEINA : 3-Metilmorfina

27
6) NIKODIKODINA: 6-Nikotinil dihidrokodeina
7) NIKOKODINA : 6-Nikotinilkodeina
8) NORKODEINA : N-Demetilkodeina
9) POLKODINA : Morfoliniletilmorfina
10) PROPIRAM : N - (1-Metil-2-piperidinoetil)-N-2- piridil
propionamida
11) BUPRENORFINA : 21-Siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi1,2,2-
trimetilpropil]-6,14-endoentano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina
12) CB 13, nama lain CRA 13 atau SAB-378 : Naftalen-1-il[4-
(pentiloksi)naftalen1-il]etanona
13) Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas
14) C ampuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan
narkotika
15) Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan
narkotika
a. Pemesanan narkotika
Pemesanan narkotika hanya dapat di lakukan oleh Pedangang Besar
Farmasi (PBF) Kimia Farma. Pesanan narkotika bagi apotek ditandatangani
oleh APA dengan menggunakan surat pesanan rangkap empat, dimana tiap
jenis pemesanan narkotika menggunakan satu surat pesanan yang
dilengkapi dengan SIPA apoteker dan stempel apotek (Umar, 2005).
b. Penyimpanan narkotika
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3 Tahun 2015 Bab III
Pasal 33, apotek harus memiliki tempat penyimpanan Narkotika berupa
lemari khusus. Lemari khusus berada dalam penguasaan Apoteker
penanggung jawab (Depkes, RI. 2015).
Berdasarkan Permenkes RI No. 3 Tahun 2015 Bab III Pasal 25 ruang
penyimpanan Narkotika adalah sebagai berikut :
a. Dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat;
b. Jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi;
c. Mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda;

28
d. Kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan; dan
e. Tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk.
Apotek hanya melayani pembelian narkotika berdasarkan resep dokter
dengan ketentuan berdasarkan surat edaran BPOM No.336/EE/SE/1997
antara lain dinyatakan (BPOM, 1997):
1) Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 undang-undang No.9 tahun 1976
tentang narkoika, apotek di larang melayani salinan resep yang
mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru di layani
sebagian atau belum di layani sama sekali.
2) Untuk resep narkotika yang baru dilayani atau belum dilayani sama
sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resp
tersebut hanya boleh di layani oleh apotek yang menyimpan resep
aslinya.
3) Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh di
layani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah
tulisan iter ada resep-resep yang mengandung narkotika.
c. Pelaporan narkotika
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3 Tahun 2015 Pasal 45
Ayat 6 dinyatakan bahwa Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, dan Dokter praktik
perorangan wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyerahan / penggunaan Narkotika (Depkes RI, 2015).
Laporan harus ditandatangani oleh apoteker pengelola apotek dengan
mencantumkan SIPA, SIA, nama jelas dan stempel apotek, kemudian
dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Republik Indonesia Propinsi
setempat dengan tembusan kepada (Depkes RI, 2015):
a) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
b) Balai POM setempat
c) Penanggung jawab narkotika PT.Kimia Farma Tbk

29
d) Arsip
Laporan yang ditandatangani APA meliputi :
a) Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika
b) Laporan penggunaan bahan baku narkotika
c) Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin laporan narkotika
tersebut dibuat setiap bulannya dan harus dikirim selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya.
2.9.2 Pengelolaan Psikotropika
Pengertian Psikotropika menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3
Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Psikotropika adalah zat / bahan
baku atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 3 Tahun 2017 penggolongan psikotropika dibagi menjadi 2
Golongan yaitu Golongan 2 dan golongan 4. Pada Permenkes ini Golongan 1 dan
Golongan 3 tidak tecantum (Depkes RI, 2015).
1. Golongan II
a. Amineptina
b. Metilfenidat
c. Sekobarbitar
2. Golongan IV
a. Allobarbital
b. Alprazolam
c. Amfepramona
d. Aminoreks
e. Barbital
f. Benzfetamina
g. Diazepam
a. Pemesanan psikotropika

30
Tata cara pemesanan obat-obat psikotropika sama dengan pemesanan
obat lainnya yakni dengan surat pemesanan yang sudah di tandatangani
oleh APA yang mempunyai SIPA, yang di kirim ke pedagang besar
farmasi. Pemesanan psikotropika tidak memerlukan surat pemesanan
khusus dan dapat di pesan apotek dari PBF atau pabrik obat. Penyaluran
psikotropika tersebut diatur dalam Undang-Undang No.5 tahun 1997 pasal
12 ayat 2 dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya
dapat di lakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dokter dan pelayanan resep. Satu lembar surat pesanan
psikotropika dapat terdiri dari beberapa jenis obat psikotropika (Depkes RI,
1997).
b. Penyimpanan psikotropika
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3 Tahun 2015 Bab III
Pasal 33 Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi
Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan harus memiliki tempat
penyimpanan Psikotropika berupa lemari khusus. Lemari khusus berada
dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab. Tempat penyimpanan
Psikotropika berdasarkan Permenkes No. 3 Tahun 2015 adalah sebagai
berikut (Depkes RI, 2015) :
a) Tempat penyimpanan Psikotropika berupa gudang, ruangan, atau
lemari khusus
b) Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk
menyimpan barang selain Psikotropika.
c. Penyerahan psikotropika
Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dilakukan kepada apotek-
apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan
kepada pasien berdasarkan resep dokter (Depkes RI, 2015).
d. Pelaporan psikotropika
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2015 Pasal 45
Ayat 6 dinyatakan bahwa, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, dan Dokter praktik

31
perorangan wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyerahan/penggunaan Psikotropika, setiap bulan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai
Setempat (Depkes RI, 2015).
e. Pemusnahan psikotropika, Narkotika, dan Prekursor Farmasi
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
berdasarkan pasal 37 PERMENKES NO 3 Tahun 2015, hanya dilakukan
dalam hal (Depkes RI, 2015):
a) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat diolah kembali;
b) Telah kadaluarsa;
c) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa
penggunaan;
d) Dibatalkan izin edarnya; atau
e) Berhubungan dengan tindak pidana.
(1) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a
sampai dengan huruf d dilaksanakan oleh Industri Farmasi, PBF,
Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan,
Dokter atau Toko Obat.
(2) Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang
memenuhikriteria pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 huruf a sampai dengan huruf d yang berada di
Puskesmas harus dikembalikan kepada Instalasi Farmasi
Pemerintah Daerah setempat.
(3) Instalasi Farmasi Pemerintah yang melaksanakan pemusnahan
harus melakukan penghapusan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah.

32
(4) Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
yang berhubungan dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 huruf e dilaksanakan oleh instansi pemerintah
yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2.10 Penggolongan Obat
Penggolongan obat berdasarkan jenis tertuang dalam Permenkes RI
Nomor 917/Menkes/X/1993 yang kini telah diperbaharui oleh Permenkes
RI Nomor 949/ Menkes/Per/VI/2000. Penggolongan obat bertujuan untuk
meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan serta keamanan
distribusi. Penggolongan obat ini terdiri atas: Obat Keras, Obat Bebas,
Obat Wajib Apotek (Depkes, 2000).
2.10.1 Obat Keras
Obat keras, adalah obat yang berbahaya sehingga pemakaiannya harus
di bawah pengawasan dokter dan obat hanya dapat diperoleh dari apotek,
puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lain seperti balai pengobatan
dan klinik dengan menggunakan resep dokter. Obat ini memiliki efek yang
keras sehingga jika digunakan sembarangan dapat memperparah penyakit
hingga menyebabkan kematian. Obat keras dulunya disebut sebagai obat
daftar G. Obat keras ditandai dengan lingkaran merah tepi hitam yang
ditengahnya terdapat huruf “K” berwarna hitam. Contoh: antibiotik seperti
amoxicylin, obat jantung, obat hipertensi dan lain-lain (Nuryati, 2017).
2.10.1 Obat Bebas
Obat bebas, yaitu obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli
tanpa resep dokter. Obat ini ter golong obat yang paling aman, dapat dibeli
tanpa resep di apotik dan bahkan juga dijual di warung-warung. Obat
bebas biasanya digunakan untuk mengobati dan meringankan gejala
penyakit. Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa lingkaran
berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: rivanol, tablet
paracetamol, bedak salicyl, multivitamin, dan lain-lain (Nuryati, 2017).

33
2.10.2 Obat Wajib Apotek (OWA)
Obat wajib apotek, adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh
apoteker pengelola apotek tanpa resep dokter. Obat wajib apotek dibuat
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong
dirinya sehingga tercipta budaya pengobatan sendiri yang tepat, aman, dan
rasional (Nuryati, 2017). Contoh:
1. Oral kontrasepsi baik tunggal maupun kombinasi untuk satu siklus
2. Obat saluran cerna yang terdiri dari :
a. Antasid + antipasmodik + sedative
b. Antipasmodik (papaverin, hioscin, atropin)
c. Analgetik + antipasmodik
Pemberian maksimal 20 tablet
3. Obat mulut dan tenggorokan, maksimal 1 botol
4. Obat saluran nafas yang terdiri dari obat asma tablet atau mukolitik,
maksimal 20 tablet
5. Obat yang mempengaruhi sistem neumuskular yang terdiri :
a. Analgetik (antalgin, asam mefenamat, gavenin, antalgin +
diazepam, atau derivatnya) maksimal 20 tablet
b. Antihistamin, maksimal 20 tablet
6. Antiparasit yang terdiri dari obat cacing, maksimal 6 tablet
7. Obat kulit topical yang terdiri dari :
a. Semua salep atau cream antibiotik
b. Semua salep atau cream kortikosteroid
c. Semua salep atau cream antifungi
d. Antiseptik local
e. Enzim antiradang topical
f. Pemutih salep, maksimal 1 tube
2.10.3 Alat Kesehatan
Menurut UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Alat
kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,

34
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (Depkes, 2009).
Alat kesehatan harus aman, bermutu, dan terjangkau. Ketentuan
mengenai pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran
alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Depkes, 2009).
2.10.4 Obat Rusak dan Obat Kadaluarsa
Obat rusak adalah obat yang bentuk dan kondisinya tidak dapat
digunakan lagi atau rusak. Kadaluarsa adalah waktu yang menunjukkan
batas terakhir obat masih memenuhi syarat baku. Kadaluarsa dinyatakan
dalam bulan dan tahun harus dicantumkan dalam etiket (Depkes, 2009).
a. Pengelolaan obat rusak dan obat kadaluarsa
1. Mengumpulkan obat-obatan yang rusak dan kadaluarsa
2. Catat jenis dan jumlah obat yang rusak/kadaluarsa tersebut pada
kolom pengeluaran
3. Isi format laporan
4. Kirim obat yang rusak/kadaluarsa bersama-sama laporan ke Dinas
Kesehatan Kota
b. Manfaat informasi laporan obat rusak atau kadalauarsa, antara lain
1. Untuk memperbaharui catatan mutasi obat dalam kartu stok pada
satuan kerja yang melaporkan dan menerima kembali obat
rusak/kadaluarsa
2. Untuk mengetahui persediaan obat yang betul-betul dapat dipakai
3. Sebagai informasi awal untuk menelusuri penyebab kerusakan obat

35
BAB III
URAIAN KHUSUS
3.1 Sejarah
Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia
yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama
perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp &
Co. berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi perusahaan Belanda di massa
awal kemerdekaan, pada tahun 1958 Pemerintah Republik Indonesia
melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmai menjadi PNF
(Perusahaan Negara Farmasi) Bhineka Kimia Farma. Kemudian pada
tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi
Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia
Farma (Persero), sebuah perusahaan farmasi negara yang bergerak dalam
bidang industry farmasi, distribusi, dan apotek. Sampai dengan tahun 2002,
apotek merupakan salah satu kegiatan usaha PT Kimia Farma (Persero)
Tbk, yang selanjutnya pada awal 2003 diubah menjadi PT Kimia Farma
Apotek.
PT Kimia Farma Apotek menjadi anak perusahaan PT Kimia Farma
(Persero) Tbk sejak tanggal 4 Januari 2003 berdasarkan akta pendirian NO.
6 Tahun 2003 yang dibuat di hadapan Notaris Ny. Imas Fatimah S.H di
Jakarta dan telah diubah dengan akta No. 42 Tanggal 22 April 2003 yang
dibuat di hadapan Notaris Nila Noordjasmani Soeyasa Besar, S.H. Akta ini
telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusan NO: C-09648
HT.01.01.TH 2003 tanggal 1 Mei 2003.
Pada tahun 2010 dibentuk PT Kimia Farma Diagnostika dan
merupakan anak perusahaan PT Kimia Farma Apotek yang melaksanakan
pengelolaan kegiatan usaha Perseroan di bidang laboratorium klinik.
Saat ini PT Kimia Farma Apotek bertransnformasi menjadi healthcare
provider company. Suatu perusahaan jaringan layanan kesehatan
terintegrasi dan terbesar di Indonesia, yang pada akhir tahun 2017 memiliki

36
1000 apotek, 450 klinik dan praktek dokter bersama, 42 laboratorium
klinik, 50 laboratorium diagnostik dan 10 optik, dengan visi menjadi
perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu
memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.

PT Kimia
NV Chemicalen Handle
PT Kimia Farma Apotek Farma
Rathcamp & Co
Apotek
Perusahaan Farmasi Pertama Subsidiary PT Kimia Farma Jaringan Layanan
Di Hindia Belanda (Persero) Tbk Kesehatan

1817 1971 2003 2006 2011

PT Kimia Farma PT Kimia Farma Apotek


(Persero)
SBU Apotek PT Kimia Jaringan Ritel Farmasi
Farma (Persero)
3.2 Profil Kimia Farma Sario 1
Apotek Kimia Farma Sario 1 adalah salah satu apotek jaringan Kimia
Farma diprovinsi Sulawesi Utara beralamat di Jalan Ahmad Yani No. 26,
Sario Tumpaan, Kec. Sario, Manado, Sulawesi Utara. Struktur organisasi
Apotek Kimia Farma Sario 1 terdiri dari :
1. Seorang Apoteker Pengelola Apotek
2. Seorang Apoteker pendamping
3. Asisten Apoteker
4. Staf dan Pegawai Apotek
Apotek Kimia Farma Sario 1 juga menyediakan layanan konsultasi
praktek dokter bersama. Shift kerja apotek terbagi tiga, yaitu shift pagi,
shift siang, dan shift malam. Shift pagi dimulai dari pukul 08.00-15.00, shift

37
siang dimulai dari pukul 14.00-21.00, dan shift malam dimulai pukul 21.00-
08.00.
Salah satu inovasi yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma adalah
adanya swalayan farmasi, dan hal ini juga dilaksanakan di Apotek Kimia
Farma Sario 1. Hal ini bertujuan mempermudah konsumen dalam memilih
dan mendapatkan obat ataupun barang lain selain obat yang dibutuhkan di
Apotek. Produk-produk obat bebas, obat bebas terbatas, beberapa jenis alat
kesehatan, penambah stamina dan daya tahan tubuh, vitamin-vitamin,
kosmetik, serta makanan dan minuman adalah produk-produk yang dijual di
swalayan farmasi.
Fasilitas-fasilitas yang ada di Apotek Kimia Farma Sario 1 antara
lain:
1. Papan nama
2. Tempat parkir
3. Ruang tunggu pasien
4. Ruangan full AC
5. Penerangan yang memadai
6. Toilet
7. Praktek Dokter Umum dan Spesialis
8. Swalayan farmasi
9. Gudang
10. Kursi dan meja
Pengaturan obat dan alat kesehatan di Apotek Kimia Farma Sario 1 di
tata berdasarkan :
1. Berdasarkan golongan obat (obat bebas, bebas terbatas, keras,
narkotika dan psikotropika, generik, produk kimia farma dan pil KB,
pareto, obat jantung dan pembuluh darah, analgesik, antihistamin,
hormone dan SSP, vitamin dan mineral, BPJS)
2. Berdasarkan jenisnya (alat kesehatan)
3. Berdasarkan kelas terapi (antibiotik)

38
4. Berdasarkan bentuk sediaan (sirup, drops, tablet, salep kulit, salep
mata, obat tetes steril)
5. Berdasarkan abjad
6. Berdasarkan suhu (suppositoria, insulin, dan sebagian tetes mata yang
memerlukan suhu tertentu dalam penyimpanannya)
7. Berdasarkan FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First
Out)

39
3.3 Alur Distribusi Obat

Defecta

Bon Permintaan Barang Apotek Permintaan Obat Secara Otomatis


(Manual) (By System)

SP
(Surat Pesanan)

Distributor

Faktur

Penerimaan
Barang

Stock

40
Alur distribusi obat di Apotek Kimia Farma Sario 1 dimulai dengan
perencanaan dan pengadaan obat. Perencanaan dan pengadaan obat di
Apotek dilakukan dengan melihat hasil dari stok opname, buku defacta dan
defacta harian. Pemesanan biasanya dilakukan seminggu sekali. Stok
opname dilakukan tiga bulan sekali.
Sistem pengadaan barang dilakukan dengan cara terpusat dimana
Apotek membuat BPBA (Bon Permintaan Barang Apotek) yang kemudian
dikirim di bagian gudang BM Kimia Farma melalui aplikasi POS (Point Of
Sales) sejak maret 2019. Kemudian obat-obat yang dikirim dari gudang BM
Kimia Farma diberikan pada APP (Apotek Pelayanan Pasien) yaitu Apotek
Kimia Farma Sario 1, untuk dilakukan pemeiksaan validasi tentang
kesesuaian obat-obat pesanan dengan BPBA.
Untuk penerimaan barang di Apotek Pelayanan Pasien (APP) :
1. Penerimaan barang harus dicocokan dengan Bon Permintaan Barang
Apotek (BPBA)
2. Penerimaan barang harus di entry (sebelum dilakukan transaksi
penjualan/droping)
Khusus untuk psikotropika dan narkotika, Apotek harus membuat
Surat Pemesanan (SP) khusus yang ditanda tangani oleh Apoteker
Penanggung Jawab Apotek. Apotek harus membuat laporan penggunaan
psikotropika dan narkotika, tiap bulan untuk narkotika dan tiap tiga buan
untuk psikotropika, kemudian laporan tersebut dimasukkan ke Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara.
3.3 Pelayanan Operasional Apotek
Setiap transaksi dilakukan dan diselesaikan pada hari yang sama
dengan saat kejadian transaksi (resep tunai / kredit, Upaya Pengobatan Diri
Sendiri/UPDS, penerimaan/droping barang, swalayan farmasi). Khusus
untuk transaksi kredit diisi data administrasinya dan dilayani sesuai dengan
ikatan kerjasama yang disepakati.

41
Khusus untuk kredit yang memiliki program/software debitur khusus
(BPJS) harus dilakukan entry untuk sistem/software debitur khusus (BPJS),
Retur harus disertai kwitansi atau bukti pembelian (tidak ada kwitansi
tidak dilayani), retur harus disertai surat keterangan dari dokter yang
menulis resep (alasan obat dretur/dikembalikan) no hp/telepon harap
dicantumkan. Setiap apotek pelayanan dan manajemen bisnis apotek harus
menyediakan 1 line telepon khusus untuk kelancaran arus pengiriman.
Pengisian, pembuatan dan updating master-master di dalam program
KIS, menjadi tanggung jawab Departemen IT Kantor Pusat KFA. Kartu
stok barang tetap dikerjakan atas wewenang yang diberikan perusahaan.
Tiap apoteker (penanggung jawab) memiliki user name dan password yang
merupakan kepercayaan sekaligus merupakan perlimpahan tanggung jawab
dan wewenang dari manajemen PT. Kimia Farma Apotek kepada
pegawainya.
Kimia Farma melayani UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri), resep
dan HV (Hand Verkoop atau swalayan farmasi). Pelayanan resep pada
kimia farma terbagi atas 2 yaitu resep tunai dan resep kredit. Resep kredit
yang dimaksud antaralain adalah resep BPJS, namun adapun resep kredit
lainnya seperti AQUA, PLN, dan Mandiri In Health yang merupakan kerja
sama antara Kimia Farma dan intansi tersebut.

42
3.4 Prosedur Pelayanan Resep

Penerimaan Resep

Resep Kredit Resep Tunai

Pemeriksaan kelengkapan Pemeriksaan kelengkapan


administrasi administrasi

Pemberian Harga

Pasien membayar
di kasir & diberi
nomor resep

Bagian Peracikan

Penyiapan Obat

Pemberian Etiket

Pemeriksaan Kesesuaian Obat

Penyerahan Obat & PIO (Pelayanan Informasi Obat) kepada Pasien


43
Enam langkah prosedur penerimaan resep, yaitu :
1. Penerimaan resep
Bagian ini terletak dibagian depan, biasanya dilayani oleh seorang
TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian). Tugas, fungsi, dan kewajibannya
antara lain :
Periksa keabsahan dan kelengkapan resep antara lain :
a. Nama, alamat, No SIP, dan tanda tangan/paraf dokter penulis resep
b. Nama obat, dosis, jumlah dan aturan pakai
c. Nama pasien, alamat umur, nomor telepon pasien
2. Perjanjian pembayaran
Bagian ini terletak didepan, biasanya dilayani oleh seorang TTK
(Tenaga Teknis Kefarmasian) tetapi ada juga pegawai non-TTK, tetapi
sebelumnya mereka sudah menjalani pelatihan secara berkala. Tugas,
fungsi dan kewajibannya antara lain:
a. Pengambilan obat semua atau sebagian atau sebagian resep.
b. Melihat ada atau tidak penggantian obat atas persetujuan dokter dan
pasien
c. Validasi dan penyerahan nomor resep
d. Pembuatan kwintansi dan salinan resep
3. Peracikan
Bagian ini terletak di bagian belakang dan biasanya dilayani oleh
TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian), Tugas, fungsi dan kewajibannya yaitu :
a. Peracikan obat (menghitung dosis, menimbang, mencampur atau
meracik, kemudian mengemas obat)
b. Penyajian hasil akhir peracikan
c. Pemberian etiket atau penandaan obat dan kemasan
4. Pemeriksaan akhir
Bagian ini terletak di bagian depan sebelum penyerahan obat, dan
biasanya dilayani oleh Apoteker. Tugas, fungsi dan kewajibannya yaitu :
Memeriksa kesesuaian hasil racikan dengan resep : nomor resep, nama

44
obat, bentuk dan sediaan: dosis, jumlah, dan aturan pakai, nama pasien,
umur, alamat, dan nomor telepon.
5. Penyerahan obat dan pemberian informasi
Bagian ini terletak di depan dan biasanya dilayani oleh seorang
Apoteker. Tugas, fungsi dan kewajibannya yaitu :
a. Nama obat, bentuk dan jenis sediaan, dosis, jumlah dan aturan pakai
b. Cara penyimpanan
c. Efek samping yang mungkin muncul dan cara pencegahannya
d. Penyerahan dan tanda terima penerimaan oleh pasien
3.5 Pelayanan Diluar Resep
1. Pelayanan obat bebas
Bagian ini memiliki seorang kasir yang melayani pembayaran
obat-obat yang dibeli secara bebas.Kasir didampingi oleh beberapa
TTK yang bertugas mengambil obat yang diminta sekaligus
memberikan informasi obat yang diperlukan.
2. Penyimpanan obat
Pada bagian ini, obat disusun berdasarkan bentuk sediaan, meliputi
: sediaan tablet/kapsul, sirup dan sirup kering, serta sediaan obat yang
harus disimpan dalam kulkas seperti supositoria, insulin dan beberapa
antibiotik.
3. Gudang
Bagian ini merupakan tempat menyimpan stok obat baik stok obat
dari apotek maupun swalayan.
4. Swalayan
Bagian ini merupakan bagian yang menjual berbagai obat bebas,
beberapa alat kesehatan, makanan dan minuman.

45
BAB IV
PEMBAHASAN
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu
mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, selain
itu juga sebagai tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian (Kemenkes, 2017).
Fungsi apotek adalah menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dari fungsi yang
pertama ini seorang farmasis harus hadir dengan wajah yang sangat sosial penuh
etika dan moral (Bahfen, 2006).
Pelaksanaan magang di Apotik Kimia Farma Sario dimulai pada hari Selasa
pukul 08.00 WITA, dimana di Apotik Kimia Farma Sario tersebut juga diadakan
nya praktek dokter umum dan dokter spesialis. Sehingganya banyak pasien yang
datang ke apotek untuk mengambil obat yang diresep, baik resep BPJS maupun
resep umum.
Pada pelaksanaan praktek kerja lapangan di Apotek Kimia Farma Sario,
banyak kegiatan baru yang dilakukan seperti melakukan pelayanan resep.
Pelayanan dengan resep dokter spesialis ialah resep yang masuk diterima, untuk
mencegah terjadinya kekeliruan diperjelas nama alamat dan nomor handphone,
kemudian diberi harga, dilayani, diperiksa kembali dan diserahkan pada pasien
dengan memberi informasi tentang cara penggunaan dan khasiat obat tersebut.
Berbeda halnya dengan resep BPJS, resep yang masuk diterima, difotocopy resep
dan buku BPJS, dilayani, diperiksa kembali dan diserahkan pada pasien dengan
memberi informasi tentang cara penggunaan dan khasiat obat tersebut.
Kemudian memberi info obat ke pasien, pada saat penyerahan obat, info
obat sangatlah penting yaitu pemberitahuan kepada pasien mengenai khasiat obat,
aturan pemakaian dan cara pemakaiannya seperti sesudah maupun sebelum
penggunaan.
Pengisian kartu stok obat untuk obat-obat tertentu seperti OOT, OKT
(Ppsikotoprika) dan Narkotika. Ketika ada obat yang keluar dilakukan pencatatan
sejumlah obat yang dikeluarkan, begitu juga dengan adanya barang yang masuk

46
dilakukan pencatatan juga. Hal ini bertujuan agar kita mengetahui jumlah obat
yang tersisa dengan mudah tanpa harus menghitung jumlah obatnya. Pengisian
kartu stok ini dilakukan berdasarkan tanggal keluar atau masuknya barang, dan
keterangan lainnya yang di anggap penting, serta mengisi kolom paraf bagi siapa
saja yang melakukan pengeluaran dan pemasukan barang.
Setelah mendapatkan resep dan sudah didiskusikan dengan pasien tentang
resep tersebut. Barulah kami akan meracik obat, obat yang diracik jumlahnya
harus benar dan tepat, dilakukannya perhitungan bahan agar mengetahui jumlah
obat yang akan diracik. Tetapi biasanya dokter sudah menulis berapa banyak obat
yang akan digunakan pada resep tersebut, jadi ini lebih mempermudah para
apoteker dan juga asisten apoteker untuk meracik obat.
Kegiatan-kegiatan kefarmasian yang dilaksanakan di Apotek Kimia Farma
Sario, mulai dari pelayanan resep, pemeriksaan stok obat, penyimpanan,
memberikan informasi obat kepada pasien, meracik obat dan pelayanan pada
pasien, semua tidak lepas dari gambaran teori yang didapat dari perkuliahan dan
banyak memberi pengetahuan lebih bagi kami seorang calon farmasis tentang
bagaimana dunia kerja nantinya dibidang farmasi.
Manajemen perencaanan di Apotek Kimia Farma Sario untuk mengadakan
obat yaitu menggunakan metode konsumsi. Metode Konsumsi adalah metode
yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Setelah
diketahui data obat yang sering digunakan, kemudian dianalisis menggunakan
analisis pareto atau analisis ABC. Dalam analisis ABC, terdapat tiga klasifikasi
yang sering kali disebut dengan hukum 80-20 yaitu A, B, dan C yang didasarkan
pada volume dollar tahunan (Zulfikarijah, 2008).
Pengadaan obat di Apotek Kimia Farma Sario memiliki alur sebagai
berikut:
SP
Apotek PBF

Faktur

Barang

47
Untuk mengadakan obat, seorang apoteker harus menuliskan surat pesanan
(SP) kepada PBF untuk membeli obat yang diperlukan oleh apotik. Surat pesanan
adalah surat yang ditulis oleh apoteker yang ditujukan kepada PBF guna
memesan suatu barang (obat) yang diinginkan oleh apotik. Surat pesanan
memiliki 5 jenis yaitu surat pesanan umum/regular (terdiri dari 2 rangkap), surat
pesanan obat-obat tertentu (misalnya obat keras, tramadol dan terdiri dari 2
rangkap), surat pesanan prekursor (misalnya dextrometrophan, pseudoefedrin dan
terdiri dari 2 rangkap), surat pesanan psikotropika (terdiri dari 2 rangkap) dan
surat pesanan narkotika (terdiri dari 4 rangkap).
Pembelian obat memiliki 3 jenis yaitu secara tunai, secara kredit (memiliki
jangka waktu yang berbeda setiap PBF, pada umumnya memiliki waktu sampai
30 hari) dan secara konsinyasi (barang dititip dahulu, kemudian jika terjual maka
itu yang dibayarkan).
Ketika barang telah sampai di apotek, petugas pengantar akan memberikan
faktur kepada apoteker baik salinan (fotocopy) atau faktur yang asli. Faktur
adalah dokumen dasar yang digunakan sebagai tanda terima oleh PBF dan
apotek. Faktur terdiri dari 3 atau 4 rangkap, salah satunya adalah faktur asli.
Ketika pembelian secara tunai, maka faktur asli yang akan diserahkan. Jika
kredit, faktur asli akan dimiliki oleh PBF kemudian salinan faktur akan
diserahkan ke apotek, ketika telah terjadi pelunasan maka faktur asli akan
diserahkan ke apotek. Pada pembelian konsinyasi, faktur asli akan diserahkan
ketika barang telah terjual dan telah dilunasi.
Barang diterima di apotek dengan fakturnya. Kemudian faktur akan dicek
berdasarkan barang yang telah dipesan. Pemeriksaan faktur dicek langsung oleh
apoteker ataupun pegawai TTK terkait tujuan apotik, nama barang, jumlah
barang, tanggal kedaluwarsa dan lain sebagainya.
Penyimpanan obat di apotik memiliki 2 prinsip yaitu FIFO dan FEFO. Di
Apotik Kimia Farma Sario menerapkan prinsip FEFO (First Expired First Out).
FEFO (First Expired First Out) adalah prinsip dimana barang yang memiliki
tanggal kedaluwarsa yang terdekat harus lebih dulu keluar. Selain itu,
penyimpanan obat diatur berdasarkan golongan obat, berdasarkan jenisnya

48
(seperti alat kesehatan), berdasarkan kelas terapi, berdasarkan bentuk sediaan,
berdasarkan abjad dan berdasarkan suhu.
Penataan obat di Apotek Kimia Farma Sario menerapkan penataan
berdasarkan abjad dan terapetik. Untuk obat generik digunakan penataan sesuai
abjad sedangkan obat paten digunakan penataan berdasarkan terapetik dari obat
tersebut.

49
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pelaksanaan praktek kerja lapangan yang dilaksanakan di
Apotik Kimia Farma Sario, maka dapat disimpulkan, yaitu :
1. Pembelajaran di dunia kerja, yaitu di Apotek Kimia Farma Sario
merupakan suatu strategi yang memberi peluang kepada kami
mengalami proses belajar, dan mencari wawasan melalui bekerja
langsung pada pekerjaan sesungguhnya. Dengan adanya praktek kerja
lapangan di Apotek Kimia Farma Sario, dapat merasakan bagaimana
pelaksanaan praktek langsung di lingkungan dunia kerja yang langsung
dibimbing oleh apoteker handal yang ada di Apotek Kimia Farma Sario.
2. Berdasarkan praktek kerja lapangan yang kami laksanakan di Apotek
Kimia Farma Sario, pelayanan kefarmasian terkait mengidentifikasi
resep, merencanakan dan melaksanakan peracikan obat yang tepat sudah
sangat sesuai dengan permenkes tentang pelayanan kefarmasian di
Apotek.
3. Ilmu pengetahuan dan keterampilan tentang pembuatan, pengolahan,
peracikan, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat serta
perbekalan farmasi lainnya sudah kami dapatkan melalui praktek kerja
lapangan di Apotek Kimia Farma Sario selama 15 hari.
5.2 Saran
1. Perlu lebih banyak tenaga kerja, agar pelayanan kefarmasian lebih cepat
dilaksanakan dan lebih efektif.
2. Ruangan apotek sebaiknya diperluas, agar leluasa melakukan kegiatan
kefarmasian.

50

Anda mungkin juga menyukai