Sap Ronde Keperawatan
Sap Ronde Keperawatan
Sap Ronde Keperawatan
H
DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE DIRUANG CASABLANCA
RUMAH SAKIT AWAL BROS PEKANBARU PROVINSI RIAU
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler
termasuk didalamnya Congestive Heart Failure (CHF) masih menduduki
peringkat yang tinggi, menurut data WHO pada tahun 2007 dilaporkan
bahwa gagal jantung mempengaruhi lebih dari 20 juta pasien di dunia dan
meningkat seiring pertambahan usia dan mengenai pasien dengan usia
lebih dari 65 tahun, dan sekitar 6-10% lebih banyak mengenai laki-laki
dari pada wanita. Pada tahun 2030 WHO memprediksi peningkatan
penderita gagal jantung mencapai 23 juta jiwa di dunia. Gagal jantung juga
menjadi masalah khas utama pada beberapa negara industri maju dan
negara berkembang seperti Indonesia (Austaryani, 2012).
Gagal jantung atau Congestive Heart Failure adalah suatu keadaan
ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh, meskipun tekanan darah pada vena itu normal. Gagal
1
jantung menjadi penyakit yang terus meningkat terutama pada lansia. Pada
Congestive Heart Failure atau Gagal Jantung adalah ketidakmampuan
jantung untuk mempertahankan curah jantung yang adekuat guna
memenuhi kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen pada
jaringanmeskipun aliran balik vena yang adekuat (Dewi, 2012).
Congestive Heart Failure (CHF) diperkirakan akan menjadi
penyebab utama kematian secara menyeluruh dalam waktu lima belas
tahun mendatang, meliputi Amerika, Eropa, dan sebagian besar Asia. Hal
tersebut menjadi dasar angka prevalensi penyakit kardiovaskuler secara
cepat di negara-negara berkembang dan Negara Eropa Timur. Selain itu,
gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan
perawatan ulang di Rumah Sakit (Redmission) meskipun
pengetahuanrawat jalan telah diberikan secara optimal (Ardiansyah, 2012).
Pada penelitian di Amerika resiko berkembangnya penyakit
Congestive Heart Failure (CHF) yaitu mencapai 20% untuk usia ≥ 40
tahun dengan kejadian > 650.000 kasus baru yang diagnosis Congestive
Heart Failure (CHF) selama beberapa dekade terahir. Kejadian Congestive
Heart Failure (CHF) meningkat dengan bertambahnya usia. Tingkat
kematian untuk Congestive Heart Failure (CHF) sekitar 50% dalam waktu
lima tahun (Arini, 2015).
Prevalensi Congestive Heart Failure (CHF) di Indonesia menurut
Riskesdas (2013) sebesar 0,3 data prevalensi penyakit ditentukan
berdasarkan hasil wawancara pada reponden umur ≥ 15 tahun merupakan
gabungan dari kasus penyakit yang pernah di diagnosis dokter atau kasus
yang mempunyai gejala penyakit Congestive Heart Failure (CHF)
(Riskesdas, 2013). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Ahmad
Pekanbaru jumlah pasien dengan gagal jantung pada tahun 2013
menempati urutan pertama pada kasus penyakit jantung dengan jumlah
sebanyak 110 orang (Sekarsari, 2016).
Sehubung dengan prevalensi kejadian Congestive Heart Failure
(CHF) masih tinggi yang ditemukan serta masih adanya resiko seperti
2
dampak kematian yang ditimbulkan akibat Congestive Heart Failure
(CHF) maka peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan untuk
mengobati, mencegah dan meningkatan kesehatan pasien. Agar dapat
memberikan asuhan keperawatan secara maksimal dan optimal maka
diperlukan pemahaman tentang konsep dasar penyakit Congestive Heart
Failure (CHF) dan proses keperawatannya. Maka penulis termotivasi
untuk membahas lebih lanjut makalah ini yang akan menguraikanproses
usaha keperawatan tentang Congestive Heart Failure (CHF).
3
b. Status rekam medis
c. Materi yang disampaikan secara lisan
4
tim ronde
b. Menjelaskan
riwayat penyakit PP
dan
keperawatan
pasien
c. Menjelaskan
masalah pasien
dan rencana
tindakan yang
telah dilakukan
dan menetapkan
prioritas
masalah dan
tindakan yang
perlu
didiskusikan
3. Validasi data
a. Mencocokkan PP Kamar Memberi
dan menjelaskan Pasien respon dan
kembali data menjawab
yang telah pertanyaan
disampaikan
b. Diskusikan
antar anggota
tim dan pasien
tentang masalah
keperawatan
pasien
c. Pemberian
5
justifikasi oleh
perawat
primer/Karu
tentang masalah
pasien serta
rencana
tindakan yang
akan dilakukan
d. Menentukan
tindakan
keperawatan
pada masalah
prioritas yang
telah ditetapkan
I. Setting Tempat
6
KETERANGAN:
: Kepala Ruangan
: Ka Tim
: Perawat Pelaksana
: Pasien
: Pegawai ruangan
: Keluarga pasien
: Tempat Tidur
J. Kriteria Hasil
a. Struktur
Ronde keperawatan dilaksanakan di ruangCasablanca
1. Tim ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde
keperawatan.
2. Persiapan dilakukan sebelum pelaksanaan ronde keperawatan
b. Proses
1. Tim ronde keperawatan mengikuti ronde keperawatan dari awal
hingga akhir.
2. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran
yang telah ditentukan.
c. Hasil
K. Pengorganisasian
7
a. Kepala Ruangan : Zulfitrah Romadiansyah
b. Ketua Tim : Irza Oktari
PP 1 : Leny Arianti
PP 2 : Rasmalita
c. Dokter : Witya Natama Putri
d. Apoteker : Chitra Dewi
8
Alur yang diperlukan dalam ronde keperawatan adalah sebagai berikut :
Tahap Perawat
Penetapan Pasien
Persiapan Pasien :
- Informed consent
- Hasil pengkajian/validasi
data
Validasi Data
9
MATERI RONDE KEPERAWATAN
5
1. Sistem Listrik Jantung
Jantung berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat
potensial aksi yang ditimbulkannya sendiri. Hal ini disebabkan
karena jantung memiliki mekanisme aliran listrik sendiri guna
berkontraksi atau memompa dan berelaksasi. Potensial aksi ini
dicetuskan oleh nodus- nodus pacemaker yang terdapat di jantung
dan dipengaruhi oleh beberapa jenis elektrolit seperti.
Gangguan terhadap kadar elektrolit tersebut di dalam tubuh dapat
mengganggu mekanisme aliran listrik jantung adalah SA Node
(Nodus Sinoatrial).
Arus listrik yang dihasilkan oleh otot jantung menyebar ke
jaringan di sekitar jantung dan dihantarkan melalui cairan-cairan
tubuh. Sebagian kecil aktivitas listrik ini mencapai permukaan
tubuh dan dapat dideteksi menggunakan alat khusus. Rekaman
aliran listrik jantung disebut dengan elektrokardiogram atau EKG.
EKG adalah rekaman mengenai aktivitas listrik di cairan tubuh
yang dirangsang oleh aliran listrik jantung yang mencapai
permukaan tubuh. Berbagai komponen pada rekaman EKG dapat
dikorelasikan dengan berbagai proses spesifik di jantung. EKG
dapat digunakan untuk mendiagosis kecepatan denyut jantung yang
abnormal, gangguan irama jantung, serta kerusakan otot jantung.
Hal ini disebabkan karena aktivitas listrik akan memicu aktivitas
mekanis sehingga kelainan pola listrik biasanya akan disertai
dengan kelainan mekanis atau otot jantung sendiri.
2. Definisi
CHF adalah suatu kondisi patofisiologi dicirikan adanya bendungan
(kongesti) di paru / sirkulasi sistemik karena jantung tidak mampu
memompa darah yang beroksigen secara cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan (Saputra, 2010).
Heart Failure (HF) adalah sindrom klinis yang kompleks
yangdihasilkandari setiap gangguan struktural atau fungsional dari pengisian
ventrikel atauejeksi darah. Manifestasi utama dari HF adalah dyspnea dan
kelelahan , yangdapat membatasi toleransi latihan, dan retensi cairan, yang
dapat menyebabkanparu dan / atau kemacetan splanchnic dan / atau edema
perifer (AHA, 2013).
6
3. Etiologi
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan jantung, disebabkan
menurunya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis coroner, hipertensi
arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis coroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darak ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat).
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan kerja jantung dan pada giliranya mengakibabtkan
hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit myocardium degenerative, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung , menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katub semilunar), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah(tamponade, pericardium,pericarditis konstriktif atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolism (mis :
demam,tirotoksitosis). Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis resoiratorik atau metabolism dan
abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Menurut Udjianti (2010) etoilogi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokkan berdasarkan faktor etiologi eksterna maupun interna, yaitu:
a. Faktor eksterna (dari luar jantung): hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/berat.
7
b. Faktor interna (dari dalam jantung)
1) Disfungsi katup: Ventriculer Septum Defect (VSD), Atria Septum
Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
2) Distritmia: atrial fibrilasi, ventirkel fibrilasi, dan heart block
3) Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard
4) Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
4. Patofisiologis
Mekanisme yang mendasari Heart Failure (HF) meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih
dari curah jantung normal. Konsep curah jantung yang baik dijelaskan
dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO : Cardiac
Output) dalah fungsi frekuensi jantung (HR : Heart Rate) X volume
sekuncup (SV : Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah fungsi sistem
saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan
yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan
diri untuk mempertahankan curah jantung (Smeltzer & Bare, 2013).
Pada Congestive Heart Failure (CHF) dengan masalah utama kerusakan
dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah
jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup jumlah darah
yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor; preload;
kontraktilitas dan afterload. Preload adalah sinonim dengan hukum Starling
pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya
regangan serabut jantung. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan
kontraktilitas yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan
perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload mengacu
pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole
(Brunner & Suddarth, 2013).
Ketika jantung mulai gagal, tubuh mengaktifkan beberapa kompleks
mekanisme kompensasi dalam upaya untuk mempertahankan cardiac output
dan oksigenasi organ vital. Hal ini termasuk peningkatan simpatik, aktivasi
Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS), natrium dan retensi air dan
8
neurohormonal adaptasi, yang menyebabkan jantung remodeling (dilatasi
ventrikular, hipertrofi jantung dan perubahan bentuk lumen ventrikel kiri
(Dipiro, 2015).
5. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 kelas, yaitu:
a. Kelas 1 bila pasien dapat melakukan atifitas berat tanpa keluhan
b. kelas 2 bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas berat tanpa
keluhan.
c. kelas 3 bila pasien tidak dapat melakuan aktifitas sehari-hari tanpa
keluhan.
d. kelas 4 bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas
apapun dan harus tirah baring. (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
9
Klasifikasi gagal jantungada 4 kategori utama yang diklasifikasi,yaitu
sebagai berikut :
a. Backward versus forward failure
Backward failure dikatakan sebagai akibat vetrikel tidak mampu
memompa volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi
dan meningkatkan tekanan dalam ventrikel, atrium dan sistem vena
baik untuk jantung sisi kanan maupun jantung sisi kiri.
Forwardfailure adalah akibat ketidakmampuan jantung
mempertahankan curah jantung, yang kemudian menurunkan perfusi
jaringan, karena jantung merupakan sistem tertutup, maka backward
failure dan forward failure selalu berhubungan satu sama lain.
b. Low - output versus high - output syndrome
Low output syndrome terajadi bilamana jantung gagal sebagai
pompa, yang mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan
vasokontraksi perifer.
c. Kegagalan akut versus kronik
Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronis tergantung
pada seberapa cepat sindrom berkembang. Gagal jantung akut
merupakan hasil dari kegagalan ventrikel kiri mungkin karena infark
miokard, disfungsi katup, atau krisis hipertensi.
d. Kegagalan ventirkel karena versus ventrikel kiri
Kegagalan ventirkel kanan merupakan frekuensi tersering dari dua
contoh kegagalan jantung dimana hanya satu sisi jantung yang
dipengaruhi. Secara tipikal disebabkan oleh penyakit hipertensi
6. Manifestasi Klinis
Gagal jantung dapat menyebabkan berbagai manifestasi klinis yang dapat
teramati dari penderitanya. American Heart Association (2012) menjelaskan
beberapa manifestasi klinis yang biasanya muncul, antara lain:
a. Sesak napas ataudyspnea
Sesak napas atau dispnea biasanya dialami selama kegiatan (paling
sering), saat istirahat, atau saat tidur. Pasien CHF juga akan
mengalami kesulitan bernapas saat berbaring dengan posisi supine
sehingga biasannya akan menopang tubuh bagian atas dan kepala
diatas dua bantal. Hal ini disebabkan karena aliran balik darah di
vena pulmonalis ke paru-paru karena jantung tidak mampu
10
menyalurkannya. Hal ini menyebabkan bendungan darah di paru-
paru.
b. Batuk persisten atau mengi
Batuk persisten atau mengi ini disebabkan oleh penumpukan cairan
di paru akibat aliran balik balik darah ke paru-paru.
c. Penumpukan cairan pada jaringan atau edema
Edema disebabkan oleh aliran darah yang keluar dari jantung
melambat, sehingga darah yang kembali ke jantung melalui
pembuluh darah terhambat. Hal tersebut mengakibatkan cairan
menumpuk di jaringan. Kerusakan ginjal yang tidak mampu
mengeluarkan natrium dan air juga menyebabkan retensi cairan
dalam jaringan. Penumpukan cairan di jaringan ini dapat terlihat dari
bengkak di kaki maupun pembesaran perut.
d. Kelelahan atau fatigue
Perasaan lelah sepanjang waktu dan kesulitan untuk melakukan
kegiatan sehari-hari merupakan hal yang biasa didapati pada pasien
CHF. Hal tersebut dikarenakan jantung tidak dapat memompa cukup
darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. Tubuh akan
mengalihkan darah dari organ yang kurang penting, terutama otot-
otot pada tungkai dan mengirimkannya ke jantung dan otak.
e. Penurunan nafsu makan dan mual
Pada pasien CHF biasanya sering mengeluh mual, begah atau tidak
nafsu makan. Hal tersebut dikarenakan darah yang diterima oleh
sistem pencernaan kurang sehinga menyebabkan masalah dengan
pencernaan. Perasaan mual dan begah juga dapat disebabkan oleh
adanya asites yang menekan lambung atau saluran cerna.
f. Peningkatan denyut nadi
Peningkatan denyut nadi dapat teramati dari denyut jantung yang
berdebar-debar (palpitasi) . Hal ini merupakan upaya kompensasi
jantung terhadap penurunan kapasitas memompa darah.
g. Kebingungan, gangguan berpikir
Pada pasien CHF juga sering ditemukan kehilangan memori atau
perasaan disorientasi . Hal tersebut disebabkan oleh perubahan
jumlah zat tertentu dalam darah, seperti sodium, yang dapat
menyebabkan penurunan kerja impuls saraf. Kebingungan dan
11
gangguan berpikir juga dapat disebabkan oleh penurunan jaringan ke
otak akibat penurunan curah jantung.
7. Komplikasi
Komplikasi Congestive Heart Failure (CHF) antara lain:
a. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP)
danemboli sistemik tinggi, terutama pada Congestive Heart Failure
(CHF) berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
b. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada Congestive Heart Failure
(CHF) yang bisa menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut
indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan
pemberian warfarin).
c. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
d. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam
mungkin turut mempunyai peranan.
e. Efusi Pleura
Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada pembuluh
kapiler pleura. Peningkatan tekanan menyebabkan cairan transudat pada
pembuluh kapiler pleura berpindah ke dalam pleura. Efusi pleura
menyebabkan pengembangan paru-paru tidak optimal sehingga oksigen
yang diperoleh tidak optimal (Brown & Edwards, 2005)
f. Aritmia
Pasien dengan gagal jantung kongestif kronik memiliki kemungkinan
besar mengalami aritmia. Hal tersebut dikarenakan adanya pembesaran
ruangan jantung (peregangan jaringan atrium dan ventrikel)
menyebabkan gangguan kelistrikan jantung. Gangguan kelistrikan yang
sering terjadi adalah fibrilasi atrium. Pada keadaan tersebut, depolarisasi
otor jantung timbul secara cepat dan tidak terorganisir sehingga jantung
tidak mampu berkontraksi secara normal. Hal tersebut menyebabkan
12
penurunan cardiac output dan risiko pembentukan trombus ataupun
emboli. Jenis aritmia lain yang sering dialami oleh pasien gagal jantung
kongestif adalah ventricular takiaritmia, yang dapat menyebabkan
kematian mendadak pada penderita
g. Pembentukan Trombus Pada Ventrikel Kiri
Penyumbatan trombus pada ventrikel kiri dapat terjadi pada pasien gagal
jantung kongestif akut maupun kronik. Kondisi tersebut diakibatkan
oleh adanya pembesaran ventrikel kiri dan penurunan curah jantung.
Kombinasi kedua kondisi tersebut meningkatkan terjadinya
pembentukan trombus di ventrikel kiri. Hal yang paling berbahaya
adalah bila terbentuk emboli dari trombus tersebut karena besar
kemungkinan dapat menyebabkan stroke.
h. Pembesaran Hati (Hepatomegaly)
Pembesaran hati dapat terjadi pada gagal jantung berat, terutama dengan
kegagalan ventrikel kanan. Lobulus hati akan mengalami kongesti dari
darah vena. Kongesti pada hati menyebabkan kerusakan fungsi hati.
Keadaan tersebut menyebabkan sel hati akan mati, terjadi fibrosis dan
sirosis dapat terjadi.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG, hipertrofi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia,
dan kerusakan pola mungkin terlihat, misalnya takikardi, fibrilasi
atrial, mungkin sering terdapat KVP. Kenaikan segmen ST/T persisten
6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya
aneurisma ventricular (dapat menyebabkan gagal/disfungsi jantung).
Sonogram, dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik.Perubahan
dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas
ventricular.
b. Kateterisasi jantung, tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan
stenosis katup atau insufisiensi juga mengkaji patensi arteri koroner.
13
Zat kontras disuntikkan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran
abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.
c. Rontgen dada, dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi, hipertrofi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
Kontur abnormal, misalnya bulging pada perbatasan jantung kiri,
dapat menunjukkan aneurisma ventrikel.
d. Enzim hepar, meningkat dalam gagal/kongesti hepar.
e. Elektrolit, mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretik.
f. Oksimetri nadi, saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika GJK
akut memperburuk PPOM atau GJK kronis.
g. AGD, gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan
(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
h. BUN, kreatinin, peningkatan BUN dan menandakan penurunan perfusi
ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal
ginjal.
i. Albumin/ transferin serum, mungkin menurun sebagai akibat
penurunan masukan protein dalam hepar yang mengalami kongestif.
j. HSD, mungkin menunjukkan anemia, polisitemia, atau perubahan
kepekatan menandakan retensi air. SDP mungkin meningkat,
mencerminkan MI baru/akut, perikarditis, atau status inflamasi atau
infeksius lain.
k. Kecepatan sedimentasi (ESR), mungkin meningkat, menandakan
reaksi inflamasi akut.
l. Pemeriksaan tiroid, peningkatan akivitas tiroid menunjukkan hiper
aktivitas tiroid sebagai pre-pencetus GJK.
14
9. Penatalaksanaan
Terapi gagal jantung kronik (CHF) bertujuan untuk memperbaiki kualitas
hidup dengan mengurangi gejala, memperpanjang usia harapan hidup,
memperlambat progresi perburukan jantung respon fisiologis pada gagal
jantung membentuk dasar rasional untuk menigkatkan curah jantung
dankontraksi miokard, dan untuk menurunkan retensi garam dan air. Terapi
gagal jantung terdiri dari terapi non-farmakologik dan terapi farmakologik.
Terapi non-farmakologik yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Tirah Baring
Melalui inaktivitas, kebutuhan pemompaan jantung diturunkan. Selain itu
tirah baring membantu dalam beban kerja dengan menurunkan volume
intravascular melalui induksi diuresis.
b. Pemberian Oksigen
Terutama pada klien gagal jantung disertai dengan edema paru.
Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan
membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
c. Pembatasan Diet
Rasional dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan
ketegangan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara seduai
dengan selera dan pola makan klien. Selain itu, pembatasan konsumsi
natrium dilakukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema
pada kondisi gagal jantung. Selain itu, merokok harus dihentikan bila
pasien seorang perokok.
d. Aktivitas Fisik
Olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda danjurkan untuk
pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas
yang nyaman bagi pasien. Jika disfungsi miokard sudah terjadi,
pemberian terapi/pengobatan secara farmakologik dilakukan dengan
tujuan untuk :
1.Mencegah memburuknya fungsi jantung (memperlambat
progresimodeling miokard), dapat diberikan :
a) ACE-I (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) Penghambat
ACE, menghabisi konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,
sehingga menyebabkan dilatasi arteri dan vena, serta menurunkan
volume darah dan edema.Vasodilatasi arteri menurunkan afterload
15
dan kerja jantung, dan memperbaiki perfusi jaringan dengan
meningkatkan isi sekuncup dan curah jantung. Dilatasi vena dan
penurunan retensi cairan mengurangi kongesti pulmonal, edema
dan tekanan vena sentral (CVP) (preload). Pengurangan preload
menurunkan tekanan pengisian ventrikel, sehingga menurunkan
tegangan dinding ja tung, beban kerja, dan iskemia. ACEI juga
memperlambat terjadinyahipertrofi dan fibrosis jantung abnormal,
yang diperkirakan dipacu oleh angiotensin II. Contoh : Kaptopril,
Enalapril, dll.
b) β – Blocker
Pemberian β – Blocker pada gagal jantung sistolik akan
mengurangi kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi sel-
sel automatik jantung dan efek aritmia lainnya, sehingga
mengurangi risiko terjadinya aritmia jantung, dan dengan
demikian mengurangi risiko terjadinya kematian mendadak.
β – Blocker juga menghambat pelepasan renin sehingga
menghambat aktivasi sistem RAA. Akibatnya terjadi penurunan
hipertrofi miokard, apoptosis dan fibrosis miokard, dan
remodelling miokard, sehingga progresi gagal jantung akan
terhambat, dan dengan demikian menghambat memburuknya
kondisi klinik> contoh : Bisoprolol, Metoprolol, karvedilol.
1) Mengurangi gejala-gejala gagal jantung, dengan diberikan:
a) Diuretik
Diuretik mengurangi akumulasi cairan dengan meningkatkan
ekresi garam dan air di ginjal, sehinggapreload, kongestif
pilmonal, dan edema sistemik dapat berkurang.
Furosemide adalah salah satu diuretic yang dikenal luas dan
mempunyai efek sangat kuat. Dikenal pula sebagai loop diuretic,
sebab bekerja di medular pada Loop Henle dimana terjadi
penyekatan reabsorbsi Na dan Cl.
Furosemide merupakan kontra indikasi bagi pasien-pasien
dengan asidosis metabolik, peningkatan azotemia, kehamilan atau
16
menyusui, dan pasien- pasien yang sensitif terhadap obat-obat
sulfa. Sedian: oral, intravena, intramuscular.
b) Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE
inhibitor)
ACE hinbitor adalah agent yang menghambat (menyekat)
pembentukan angiotensin II, sehingga menurunkan tekanan darah.
ACE Inhibitor juga dapat menurunkan beban awal (preload) dan
beban akhir (afterload), sehingga dapat mengatasi kegagalan
fungsi ventrikel atau gagal jantung kongestif.Berbagai jenis ACE
inhibitor yang sering digunakan untuk pengobatan pasien dengan
gagaljantung atau hipertensi adalah captopril, quinapril, ramipril,
trandolapril, cilazapril, enalapril, fosinopril dan peridopril.
c) Digitalis
Digitalis mempunyai efek menyekat sodium yang merupakan
membran bound, yaitu suatu system transport enzym yang
mempengaruhi pertukaran Na- Ca di intraseluler, sehingga
meningkatkan jumlah cytosolik Ca yang secara langsung dapat
meningkatkan kontraktilitas miokard (inotropik positif).
Digitalis juga mempunyai efek kronotropik negative, yaitu
menurunkan denyut jantung. Digoxin adalah salah satu jenis
digitalis yang sangat bermanfaat untuk pengobatan gagal jantung
yang disebabkan oleh penurunan fungsi ventrikel. Pada pasien-
pasien dengan total AV block, kardiomiopati dan sindrom WPW,
hipokalemia, gagal, jantung, tidak dapat diberikan karena dapat
memperburuk kondisinya.
d) Obat Inotropik
1) Dopamin
Dopamin adalah jenis inotropik yang dapat menstimulasi
beta 1 adrenegik dan reseptor dopaminergik. Dopamine
digunakan untuk meningkatkan tekanan darah, curah jantung
(cardiac output) dan produksi urin pada pasien dengan syok
kardiogenik.
Pada pemberian dosiss rendah (0,5-2 mikrogram/kg
BB/menit) dopamine menstimulasi reseptor dopamine ergeik
yang menghasilkan vasodilator di pembuluh darah renal,
17
mesenterika dan splanik. Denyut jantung dan curah jantung
bisa meningkat.
Pemberian dosis sedang (2,5 mikrogram/kg BB/menit),
dopamine dapat menstimulasi reseptor alpha dan beta miokard
dan berpengaruh terhadap pelepasan norepineprin. Curah
jantung, tekanan darah dan denyut jantung bisa meningkat pada
pemberian dosis ini. Sedangakan pada pemberian dosis tinggi
(di atas 5-10 mikrogram/kg BB/menit), dopamine dapat
mengakibatkan vasokontraksi sehingga tekanan darah bisa
meningkat.Pemakaian dopamine dapat mengakibatkan
vasokontriksi sehingga tekanan darah meningkat.
Efek samping yang mungkin timbul adalah mual, muntah,
takikardia, hipertensi serta vasokontriksi pembuluh darah
perifer.
2) Dobutamin
Dobutamin adalah jenis intropik murni yang menstimulasi
adrenoreseptor di jantung sehingga dapat meningkatkan
kontraktilitas. Pemberian dobutamin lebih jarang menyebabkan
aritmia dibanding dopamine, tetapi kedua obat ini sering
digunakan bersamaan.
Dobutamin menyebabkan vasodilatasi dan penggunannya
sering mengakibatkan penurunan tekanan darah. Pemberian
dobutamin dosis rendah (2-5 mikrogram/kg/BB/menit)
mempunyai efek meningkatkan curah jantung, tanpa
meningkatkan denyut jantung. Pada pemberian dosis sedang (5-
10mikrogram/kgBB/menit) dapat meningkatkan curah jantung
disertai dengan penurunan tekanan kapiler pulmonal.
Sedangkan pemberian dosistinggi (10-20
mikrogram/kgBB/menit) mempunyai efek meningkatkan curah
jantung. Dobutamin tidak boleh diberikan pada pasien dengan
takiaritmia, sedangkan efek samping yang timbul pada
pemberian obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala, palpitasi
dan tremor.
18
A. Konsep Asuhan Keperawatan Congestive Heart Failure (CHF)
1. Pengkajian
a. Airway
Penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan napas dan adanya benda asing. Pada klien yang
dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula
pengkajian adanya suara napas tambahan seperti snoring. Bersihan
jalan napas pasien biasanya terganggu karna produksi sputum pada
gagal jantung kiri.
b. Breathing
Frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu napas, retraksi
dinding dada, adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara nafas, kaji adanya suara nafas tambahan seperti
ronkhi, wheezing, dan kaji adanya trauma di dada.
Gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal adalah:
i. Dyspnea
ii. Orthopnea
iii. Batuk dan edema pulmonal akut
c. Circulation
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik,
warna kulit, nadi.
1. Inspeksi : tentang adanya parut pada dada keluhan kelemahan
fisik, dan adanya edema ekstremitas
2. Palpasi : denyut nadi perifer melemah thrill biasanya di temukan
3. Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainann
katub biasanya di temukan apabila penyebab gagal jangung
adalah kelainan katub.
4. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran yang
menunjukkan adanya hipertrofi (kardiomegali).
19
a. Dissability : Tingkat kesadaran, GCS, pupil dan ekstremitas
b. Exposure
Fokus Pengkajian :
Focus pengkajian pada pasien dengan gagal jantung. Pengamatan
terhadap tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan sistemik dan
pulmonal.
a. Pernafasan : auskultasi pada interval yang sering untuk
menentukan ada atau tidaknya krakles dan mengi catat frekuensi
dan kedalaman bernafas.
b. Jantung : auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi jantung S3
dan S4, kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal.
c. Tingkat kesadaran : kaji tingkat kesadaran, adakah penurunan
kesadaran
d. Perifer : kaji adakah sianosis perifer
e. Kaji bagian tubuh pasien yang mengalami edema dependen dan
hepar untuk mengetahui reflek hepatojugular dan distensi vena
jugularis.
1. Diagnosa Keperawatan
Menurut Andra &Yessie (2014) diagnosa pada pasien CHF yaitu :
b) Penurunan Curah Jantung b.d perubahan kontaktilitas miocard,
perubahan structural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik.
c) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dengan kebutuhan tubuh.
d) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler alveolus.
e) Kelebihan volume cairan b.d menurunya laju filtrasi
glomerulus/meningkatnya produksi ADH dan Retensi natrium dan air.
f) Gangguan perfusi jaringan perifer b.d stasis vena
g) Kecemasan b.d kesulitan napas dan kegelisahaan akibat oksigenasi
yang tidak adekuat
20
h) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari keb tubuh b.d anoreksia,mual,
muntah
2. Intervensi
21
2 Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan NIC: Manajemen Energi
ketidakseimbangan keperawatan selama 3x24 O:
antara suplai oksigen jam diharapkan - Identifikasi gangguan fungsi
dengan kebutuhan tubuh yang nebgakibatkan
peningkatan tolerasn
tubuh. kelelahan
aktivitas
- Monitor kekelahan fisik dan
Kriteria Hasil :
emosional
- Keluhan lelah menurun N :
- Dyspnea saat aktivitas
- Lakukan latihan rentan gerak
menurun
pasif dan atau aktif
- Dyspnea setelah
- Berikan aktivitas distraksi yang
aktivitas menurun
menenangkan
- Frekuensi nadi
E:
meningkat
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
C:
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
3 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan NIC: pemantauan respirasi
gas b.d perubahan keperawatan selama 3x24 O:
membrane kapiler jam diharapakan - Monitor frekuensi, irama,
alveolus. pertukaran gas dalam paru kedalaman, dan upaya napas
jadi adekuat - Monitor pola napas
- Monitor nilai AGD
Kriteria Hasil :
- Monitor saturasi oksigen
- Tingkat kesadaran N:
meningkat
- Atur interval pemantauan
- Dyspnea menurun
respirasi sesuai kondisi pasien
- Bunyi napas tambahan
- Dokumentasi hasil pemantauan
menurun
E:
- PCO2 membaik
- PO2 membaik - Jelaskan tujuan dan prosedur
- Takikardia membaik pemantauan
- PH arteri membaik - Informasikan hasil pemantauan
C:
- Kolaborasi pemberian oksigen
4 Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan NIC: manajemen hipervolemia
cairan b.d menurunya keperawatan selama 3x24
22
laju filtrasi jam keseimbangan volume O:
glomerulus/meningkatn cairan kembali adekuat - Periksa tanda dan gejala
ya produksi ADH dan Kriteria Hasil : hypervolemia(mis, ortopnea,
Retensi natrium dan air. - Asupan cairan dyspnea,edema,JVO/CVP
meningkat meningkat. Suara napas
- Keluaran urin tambahan)
meningkat - Monitor intake output
- Membrane mukosa N :
lembab meningkat - Timbang berat badan setiap hari
- Edema menurun - Batasi asupan cairan dan garam
- Turgor kulit membaik E :
- BB membaik - Anjurkan jmelaporkan jika
haluaran urin ,0,5 mL/kg/jam
dalam 6 jam
- Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
C:
- Kolaborasi pemberian diuretic
3. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
keperawatan mandiri merupakan tindakan berdasarkan analisis dan
kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lainnya.
Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan berdasarkan
hasil keputusan bersama dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya
(Mitayani,2010). Implementasi keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan
dengan intervensi keperawatan yang telah disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan prioritas.
4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan
keperawatan yang hendak dicapai sebelumnya (Mitayani, 2010). Evaluasi
yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif yang disebut
juga evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang
dilaksanakan terus menerus terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Evaluasi keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan dengan
23
tujuan dan kriteria hasil yang telah disusun berdasarkan diagnosa keperawatan
prioritas.
24
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. H
Tanggal Lahir : 31-12-1950
Umur : 70 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl. Sumber sari
No MR : 00781914
Tanggal Masuk : 20Juli 2020
Diagnosa Medis : CHF e.c HHD
Tanggal Pengkajian : 20 Juli 2020
b. Riwayat Kesehatan
1. Alasan Masuk
Pasien masuk via IGD, mengeluh sesak napas kurang lebih
selama 2 minggu, sesak terasa semakin memberat.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien saat dilakukan pengkajian, keadaan umum pasien lemah,
tingkat kesadaran composmentis.Gcs : E4 V5M6.
25
ronchi, pengembangan dada kanan dan kiri simetris normal. SaO2 :
99%.
3. Circulation
Akral teraba hangat, pengisian kapiler > 3 detik, Tekanan darah
166/72 mmHg, Nadi : 110 x/menit, Turgor kulit tidak elastis,
terpasang infus NaCL 0,9 % 12 tetes / menit.
4. Disability
Tingkat kesadaran composmentis, GCS: E4 V5M6, pupil 2/2 reflek
cahaya (+)/(+). ekstermitas Normal.
5. Exposure
Ada luka lecet dibagian bokong ukuran kecil 1 x 1 cm, derajat 1.
d. Pemeriksaan Sekunder
1. Kepala
a. Rambut
Panjang, warna rambut putih, berdistribusi normal, tekstur
rambut lembut dan beruban.
b. Mata
Penglihatan kabur, simetris kanan dan kiri, konjungtiva anemis
sclera tidak ikterik, pupil isokor
c. Hidung
Hidung Simetris, bersih danterpasang NGT
d. Bibir
Simetris atas dan bawah, bibir kering
e. Gigi
Gigi tidak utuh, mulut bersih
f. Telinga
Normal, tidak ada perdarahan dan tidak ada gangguan
pendengaran
g. Leher
Normal, tidak ada pembesaran KGB, tidak kaku kuduk
distensi JVP 5 CmH2O.
h. Thorak
a. Inspeksi
26
Warna sawo matang, dada simetris kanan dan kiri, pola
nafas reguler, tidak ada otot bantu pernafasan, iktus cordis
tidak ada, bentuk dada normal chest
b. Palpasi
Teraba hangat, tidak teraba ada massa, tidak ada nyeri
tekan.
c. Perkusi
Perkusi paru resonan pada kedua lapang paru dan terdengar
dullness di hepar
d. Auskultasi
Suara nafas ronchi, bunyi jantung S1 diikuti S2, irama
jantung reguller.
i. Abdomen
1. Inspeksi
Sawo matang, simetris, letak umbilicus normal berada
disisi tengah abdomen.
2. Palpasi
Abdomen teraba hangat, tidak ada nyeri tekan
3. Auskultasi
Bunyi bising usus 12 x/menit
4. Perkusi
Perkusi abdomen timpani
j. Genitalia
Tidak ada perdarahan, terpasang kateter tidak ada infeksi
k. Kaki
Kaki utuh, simetris kiri dan kanan, ROM aktif kekuatan otot
(4444,4444)
l. Punggung
Normal tidak ada gangguan, bentuk lurus,
e. Tingkat Kesadaran
1. Neurosensori
a. Kesadaran composmentis : GCS: E4 V5 M6
27
b. Kekuatan otot : mampu menahan tetapi kekuatan
berkurang 4444,4444,4444,4444)
c. Tonus otot : baik
2. Refleks – meningeal
a. Trisep/bisep : Positif ekstensi/ fleksi
b. Babinski : positif, kontraksi jari kaki dan menarik
bersamaan
c. Patelar : positif
d. Kaku kuduk : tidak ada kaku kuduk
e. Chaddock : dorsofleksi ibu jari/ jari-jari ekstensi
f. Kernig sign’s : tidak ada nyeri
g. Lasique Sign’s : tidak ada nyeri
h. Brudzinki sign’s : tidak ada nyeri
3. Nervus Cranial
a. Nervus 1 : Indra penciuman baik
b. Nervus II : Bisa melihat benda dan objek
c. Nervus III,IV, VI : Mata dapat bergerak segala arah
d. Nervus V : tidak mampu menguyah makanan
e. Nervus VII : pengecapan rasa kurang baik
f. Nervus VIII : Pendengaran Baik, keseimbangan
tubuh kurang
g. Nervus IX & X : tidak mampu menelan, voice (+)
h. Nervus XI : tidak mampu menggerakan bahu dan
memalingkan wajah
i. Nervus XII : baik, mampu dalam menggerakan lidah
28
f. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan : 21 Juli 2020
> 95
29
Tanggal : 21 Juli 2020
30
PO2 40 (N) 80 – 100 mmHG
HCO3 22 – 26
TCO2 135 (↑) 24 – 30 mmHG
BE (-2) – (+2)
31 (↑) mmol/L
SO2 > 95
32 (↑) mmol/L
7 (↑) -
99 (N) %
i. Obat – Obatan
Rute
Nama Obat Mekanisme Kerja Dosis
Pemberian
31
diproduksi oleh organ
hati. Albumin berfungsi untuk mengatur
tekanan dalam pembuluh darah dan
menjaga agar cairan yang terdapat dalam
pembuluh darah tidak bocor ke jaringan
tubuh sekitarnya.
32
penyempitan saluran pernapasan.
Penyempitan saluran napassering
disebabkan olehasma
danPPOK. Combivent mengandung bahan
aktif ipratropium bromide dan salbutamol
sulfat. Gabungan bahan aktif ini
merupakan bronkodilator yang bekerja
dengan cara melebarkan bronkus dan
melemaskan otot-otot saluran pernapasan,
sehingga aliran udara ke paru-paru akan
meningkat.
Pulmicort Pulmicort adalah obat golongan Inhalasi 1x/6ja
kortikosteroid yang tersedia dalam m
beragam bentuk sediaan, yakni cairan atau
serbuk yang dihirup melalui mulut
(inhaler), cairan nebulizer, semprotan
hidung, dan kapsul.Digunakan untuk
meredakan dan mencegah gejala serangan
asma, seperti sesak napas dan mengi. Obat
ini bekerja langsung pada saluran
pernapasan dengan mengurangi
peradangan dan pembengkakan saluran
napas, saat serangan asma terjadi. Selain
itu, inhaler dan nebulizer juga dapat
digunakan untuk menangani croup, yaitu
infeksi saluran pernapasan.
33
B. Web Of Caution
34
C. Maping Care Plan Kasus
Mandiri
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Posisikan semifowler dan lakukan suction < 15
detik
3. Meningkatkan FiO2 100% sebelum dan sesutan
suction
4. Lakukan oral hygiene
Edukasi
1. Jelaskan kepada keluarga tujuan dan prosedur
pemasangan jalan napas buatan (trakesotomi)
Kolaborasi
1. Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous
plug yang tidak dapat dilakukan suction
2. Kolaborasi dalam pemberian inhalasi
36
Diagnosis : Gangguan pertukaran gas Kategori : Fisiologis
b.d ketidakseimbangan ventilasi
perfusi Subkategori : Respirasi
Mandiri
1. Auskultasi bunyi napas
2. Mengambil sampel darah arteri dan monitor nilai
AGD
3. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Kolaborasi
37
Diagnosis : Penurunan curah jantung Kategori : Fisiologis
b.d perubahan afterload
Subkategori : Sirkulasi
Mandiri
1. Posisikan ps semifowlwr/fowler
2. Berikan diet jantung yang sesuai (rendah natrium,
rendah kolesteol dan rendah lemak)
3. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress
4. Berikan dukungan emosional daan spiritual.
5. Berikan oksigen untuk mempertahankan SaO2
>94%
Edukasi
1. Anjurkan ps untuk beraktivitas fisik sesuai
toleransi dan sevara bertahap
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam pemberian therapy medis
2. Rujuk keprogram rehabilitasi jantung jika perlu
38
a. Implementasi dan Evaluasi
Planning :
- Monitor pola
nafas
- Monitor bunyi
nafas
- Monitor
produksi sputum
39
2 Gangguan Kamis 23 juli - Mengobservasi frekuensi, Subjektif :
pertukaran gas b.d 2020 irama, kedalaman dan upaya
napas Objektif:
ketidakseimbangan
ventilasi perfusi - Memonitor pola napas - Pola napas teratur
- Memonitor adanya produksi - sputum berkurang
Shif pagi sputum jalan napas
- Mengauskultasikan bunyi nafas - tampak batuk
- Memonitor hasil nilai AGD dan - Suara napas ronkhi
saturasi oksigen - Terpasang ETT
- Mendokumentasikan hasil
- RR : 20 x/ menit
pemantauan
- SPO2: 99%
- Menginformasikan hasil
- PH : 7,50
pemantauan kepada keluarga
- PO2 : 141 mmHg
- PCO2 : 41 mmHg
- HCO3: 31 mmol/L
- BE : 8
Analisis :
Masalah belum teratas
Planning :
Intervensi Dilanjutkan
40
palpitasi, ronki, oliguria, batuk, - Ps terpasang ETT
pucat) tersambung
- Memonitor intake dan out put keventilator
cairan ( Intake: 570 cc, Output: - Tidak tampak ad
600 cc, Iwl :200) edema pada ekster
- Memonitor ttv ps
- Memposisikan ps - RR: 22x/m
- TD :151/72 mmHg
semifowler/fowler
- N : 76x/m
- Memberikan diet jantung yang
- SaO2 : 99%
sesuai (rendah natrium, rendah
kolesteol dan rendah lemak) Analisa
- Memberikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stress Masalahpenurunan c
- Memberikan dukungan jantung belum teratasi
emosional daan spiritual.
- Memberikan o2 untuk Planing
mempertahankan SaO2 >94% Intervensi dilanjutkan
- Menganjurkan ps untuk
beraktivitas fisik sesuai toleransi - Posisikan
dan sevara bertahap semifowler/fowler
- Berkolaborasi dalam pemberian - Monitor intake da
therapy medis. put cairan
- Monitor ttv
- Berikan o2 u
mempertahankan S
>94%
41
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas megenai kesamaan teori dan kejadian kasus
dilapangan pada pasien dengan Congestive Heart Failure. Tinjauan kasus
merupakan kasus kelolaaan kelompok selama di ruangan mulai dari awal
pengkajian , analisa data, diagnosa, intervensi dan implemantasi ,serta evaluasi.
A. Pengkajian Keperawatan
Proses pengkajian yang dilakukan terhadap pasien dengan CHF
dilakukan sesuai dengan standar format pengkajian secara umum dengan
ditambah beberapa data yang harus dikaji terkait proses terjadinya penyakit
seperti kondisi lingkungan rumah serta riwayat berpergian sebelum sakit.
1. Identitas Klien
Data-data dasar pasien yang dikaji meliputi nama, umur, jenis
kelamin,pendidikan, pekerjaan, alamat, nomer rekam medis, diagnosa medis.
Pada pengkajian klien dengan CHF, data dasar yang menjadi informasi
42
yangpenting terkait proses penyakit adalah informasi mengenai alamat rumah
atautempat tinggal pasien.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
Pada kasus Ny. H, Keluhan utama yang menjadi alasan klien datang
ke Rumah Sakit adalahmengeluh sesak napas, sesak terasa semakin
memberat saat beraktivitas ringan. Keluhan tersebut merupakan keluhan
umum yang terjadi pada klien dengan CHF namun harus diperkuat lagi
oleh data-data tambahan atau pemeriksaan penunjang lainnya.
43
Kesehatan lingkungan sangat perlu dikaji karena sangat
berpengaruhterhadap pola hidup pasien dengan CHF.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan Tanda – Tanda Vital
Pada kasus diatas keadaan umum klien tampak lemah, klien masih
dalam kondisi kesadaran penuh, hemodinamik pasien belum stabil,
namun terjadi perubahan tanda-tanda vital sehingga memungkinkan akan
mengalami kondisi syok.
b. Sistem Tubuh
1) Pernapasan
Pola pernafasan klien Ny. H di dalam kasus mengalami gangguan
pernapasan, hal ini menyebabkan pasien memerlukan alat bantu
napas berupa ventilator serta memerlukan penatalaksanaan lebih
lanjut.
2) Kardiovaskuler
Pada pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler pada klien ditemukan
TD: 166/72 mmHg, N: 110 x/mnt, Akral teraba hangat, pengisian
kapiler > 3 detik, sianosis (-). Hal tersebut sesuai dengan tanda dan
manifestasi klinis pasien dengan CHF.
3) Persarafan
Pada pemeriksaan system persarafan klien tidak mengalami
gangguanatau penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran terjadi
sebagai akibatdari penurunan volume cairan intravaskuler yang
menyebabkan perfusi ke seluruh tubuh berkurang termasuk ke jaringan
otak.
44
4) Perkemihan
Intake dan output cairan sesuai dan berwarna kekuningan.
4. Pengobatan
Tatalaksana yang dilakukan berdasarkan dengan standar yang
digunakandan berlaku di rumah sakit, namun tetap mengacu kepada protocol
standar yang berlau secara nasional maupun internasional. pada kasus
kliendiberikan terapi farmakologis dan non farmakologis.
a. Terapi farmakologis
a) Glikosida jantung
Digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan peningkatan
curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah,
peningkatan diuresis dan mengurangi edema.
b) Terapi diuretik
Diberikan untuk mengacu sekresi natrium dan air melalui ginjal
penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan
hypokalemia.
c) Terapi vasodilator
Obat-obatan vasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi
tekanan terhadap penyembuhan darah oleh ventrikel. Obat ini
memperbaiki pengososngan ventrikel dan peningkatan kapasitas
vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
b. Terapi nonfarmakologis
- Diet rendah garam
45
- Pembatasan natrium untuk mencegah,
mengontrol atau menghilangkan edema
- Membatasi cairan
- Mengurangi beban jantung dan menghindari
kelebihan volume cairan dalam tubuh
- Mengurangi berat badan
- Manajemen stress respon psikologis dapat
mempengaruhi peningkatan kerja jantung.
- Mengurangi aktifitas fisik, kelebihan
aktifitas fisik mengakibatkan peningkatan kerja jantung sehingga
perlu dibatasi.
46
B. Diagnosa Keperawatan
47
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
3. Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
Diagnosa diatas adalah diagnosa yang dibuat berdasarkan acuan dari
diagnosa keperawatan bagi penderita CHF sesuai dengan literature atau buku
sumber yang ada namun tidak semua diagnosa pada literature diangkat karena
disesuaikandengan kondisi klien saat ini.
Pengangkatan diagnosa ini didapatkan dari hasil pengkajian dengan
menggunakan format pengajian Gawat Darurat dan Kritis STIKes Payung
Negeri., Kelompok menegakkan diagnosa kasus berdasarkan NANDA tahun
2018-2020 dan standar diagnosa keperawatan Indonesia (SDKI) edisi ke-1,
cetakan III tahun 2017 dan disesuaikan dengan keadaan pasien.
C. Intervensi Keperawatan
Penyusunan intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah ditegakan.Intervensi atau perencanaan adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien
dan hasil yang diperlukan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih
untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005).
Adapun acuan dalam penyusunan intervensi kelompok menggunakan
Nursing Intervention Classifciation (NIC) dan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI) yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan
kebutuhan pasien. Dalam penerapan intervensi kelompok membuat kriteria
hasil/ outcomes, kelompok juga membuat penilaian indicator awal dan
indicator target tujuannya untuk mengetahui catatan perkembangan pasien
setelah dilakukan intervensi keperawatan. Kelompok membuat intervensi
berdasarkan ONEC yaitu (observasi, nursing/mandiri, edukasi dan
kolaborasi).
48
Kelompok juga menerapkan beberapa jurnal Evidence Based Nursing
(EBN) sebagai dasar untuk melakukan Intervensi kepada pasien. Yang
artinya tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasan semata, namun juga
berdasarkan bukti ilmiah dari buku maupun jurnal.
49
Berdasarkan jurnal Evidence Based Nursing (EBN)dalam penelitian
Nirmalasari (2017) yang berjudul “Deep breathing exercise dan active
range of motion efektif menurunkan dyspnea pada pasien congestive heart
failure”. Dari banyaknya intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
untuk mendukung diagnosa salah satunya dilakukan tindakan mandiri
keperawatan dengan penerapan jurnal. Penerapan penatalaksanaan non
farmakologi berupa tindakan bertujuan menjaga stabilitas fisik,
menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi
gejala awal perburukan gagal jantung.
50
D. Evaluasi Keperawatan
51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah kelompok melakukan asuhan keperawatan padaNy. H dengan CHF,
maka kelompok dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Masalah yang menjadi perioritas dalam kasus ini sesuai dengan yang ditemukan
pada klien Ny. H dengan CHF. Masalah utama pada kasus ini adalah bersihan
jalan napas tidak efektif b.d secret yang tertahan, gangguan pertukaran gas b.d
ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan penurunan curah jantung b.d
perubahan afterload.
2. Diagnosa keperawatan yang ditegakan berdasarkan etiologi yang ditemukan
pada kasus dan disesuaikan dengan teori yang ada.
3. Rencana tindakan keperawatan pada kasus ini telah disusun dengan diagnosa
keperawatan yang ditegakan dan merujuk pada teori yang ada.
4. Implementasi dalam hal ini menerapkan rencana tindakan yang nyata pada klien
sesuai dengan perencanaan yang disusun. Hubungan perawat dengan klien serta
keluarga klien yang terbuka memudahkan perawat untuk mengadakan
pendekatan untuk melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan.
5. Asuhan keperawatan pada pasien CHF dilakukan secara menyeluruh
meliputipengkajian, diagnosis keperawatan, rencana tindakan keperawatan,
implementasikeperawatan, dan evaluasi.Pada tahap awal, perawat melakukan
pengkajian melalui wawancara. Berdasarkanhasil pengkajian didapatkan
beberapa masalah kesehatan yang akhirnya dapatmemunculkan masalah
keperawatan yaitu bersihan jalan napas tidak efektif b.d secret yang tertahan,
gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan
penurunan curah jantung b.d perubahan afterload,. Dari masalah keperawatan
tersebut maka disusun beberapa rencana intervensi untuk menyelesaikan
52
masalah kesehatan tersebut. Rencana intervensi disusun berdasarkan masalah
yang ditetapkan dan mengacu pada teori-teori terkait yang kemudian dirangkum
dalam rencana kegiatan. Implementasi tindakan tidak sepenuhnya sesuai
dengan teori terkait, karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien
B. Saran
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan CHF harus
dilakukan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sesuai dengan tingkat atau
derajat penyakitnya. Keputusan dan tindakan yang tepat dalam menangani masalah
yang timbul dapat menyelamatkan klien dari kematian.
53
DAFTAR PUSTAKA
Arini, (2015). Studi Penggunaan Obat Pada Pasien Gagal Jantung yang Rawat Inap di
RSUD. DR. Soetomo. Surabaya.http://repository.wima.ac.id Diakses 14
Oktober 2015 jam 14:00 wita.
54
Dewi, I. N. (2012). Asuhan Keperawatan pada Pasien Congestive Heart Faiure
(CHF) Di RSUD dr. Prijonegoro Sragen.
Dipiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies,
Inggris.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar Medikal Bedah Bruner & Suddarth edisi 8.Jakarta:
EGC.
55