Artikel 600 Kata

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

Nama : Khoirun Naimah, S.ST., M.

Han

NRK : 1996060720202190

Prodi : Teknik Sistem Energi (KK Manajemen dan Audit Energi)

Permasalahan:

Pertumbuhan energi dari sisi permintaan atau demand side akan terus mengalami peningkatan
seiring dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Bahkan pertumbuhan konsumsi energi
listrik saat ini lebih besar dibanding dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk dengan
persentase masing-masing 7,1%, 6,23%, 1,49% (DGNREEC,2013). Hal ini akibat dari gaya
hidup manusia itu sendiri. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Eko Prasetyo, 2019 tentang
pengaruh perilaku konsumtif terhadap konservasi energi diperoleh bahwa perilaku konsumtif
atau gaya hidup yang konsumtif memberikan nilai negative terhadap konservasi energi.
Sehingga, benar adanya bahwa saat prilaku atau gaya hidup tersebut tidak dirubah, maka akan
selamanya tidak akan terjadi keseimbangan antara demand side dan supply side.

Berbicara tentang konservasi energi, ada 3 point yang bisa dilakukan yaitu intensifikasi,
diversifikasi, dan efisiensi. Ketiga point tersebut merupakan kebijakan utama yang telah diatur
oleh Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebjakan Energi
Nasional (KEN). Kunci utama ada di tiga point tersebut, hanya tinggal diperlukan aksi nyata
yang bersifat berkelanjutan agar mampu mencapai tujuan kelestarian sumber energi, menurunkan
emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan tentunya meningkatkan Ketahanan Energi Nasional.

Langkah intensifikasi dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan cadangan energi khususnya


energi fossil. Langkah diversifikasi dilakukan untuk meningkatkan penganekaragaman
penggunaan energi baik dari sumber energi fossil maupun terbarukan. Langkah efisiensi
digunakan untuk meningkatkan performa pemakaian energi. Sebagaimana telah dijelaskan diatas
bahwa diversifikasi energi bisa dilakukan baik dengan menggunakan sumber energi fossil
maupun terbarukan. Dari kedua sumber energi tersebut, porsi yang sedang ditingkatkan saat ini
adalah sumber energi terbarukan, dengan alasan karena energi terbarukan lebih ramah
lingkungan sehingga mampu membantu menurunkan emisi GRK, jumlahnya melimpah, dapat
diperbarui dalam waktu yang cepat (biomass), gratis (air, angin, matahari), dan pemanfaatanyya
belum maksimal. Hal itu dapat dilihat dari data di Dewan Energi Nasional mengenai total bauran
energi primer. Pada tahun 2015 Energi Baru Terbarukan (EBT) hanya 4,4% kemudian di tahun
2019 meningkat mencapai 9,18%, bahkan saat ini untuk bauran energi primer pembangkit listrik
dari EBT mencapai 12,36%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa Indonesia akan terus
meningkatkan porsi EBT dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional. Namun, target di tahun
2025 porsi EBT adalah 23%. Artinya, dalam waktu 5 tahun diperlukan 13,82%. Atau 2,76% per
tahun Sementara itu, jika dilihat dari data historisis Dewan Energi Nasional, dari 2015-2019
hanya mengalami kenaikan 4,78% atau 1,2% per tahunnya. Jika upaya yang dilakukan tidak ada
peningkatan maka maka target 23% di tahun 2025 dengan jelas tidak akan tercapai. Hal ini tentu
menjadi Pekerjaan Rumah (PR) oleh semua lapisan masyarakat, sehingga butuh kerjasama dan
sinergitas yang baik agar minimal pertumbuhan EBT setidaknya 2% per tahun atau dikenal
dengan pendekatan tetrahelix model (Pemerintah, Industri, Akademisi, dan Masyarakat) dengan
berbasis down-top (wilayah ke pusat).

Solusi:

Pendekatan dari sisi pemerintah melalui program-program yang yang telah diupayakan oleh
Pemerintah terkait pengembangan pembangunan proyek energi seperti peningkatan kegiatan
studi dan penelitian yang berkaitan dengan identifikasi setiap jenis potensi Sumber Daya Energi
secara lengkap di setiap wilayah di Indonesia, kemudian dilakukan pemberian prioritas
pembangunan pada daerah yang memiliki potensi sangat tinggi baik teknis maupun sosio-
ekonomisnya, memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial pada tahap
pembangunan adalah langkah yang sudah tepat. Namun, ada beberapa kendala dalam
pelaksanaannya. Kendala tersebut diantaranya seperti belum teredukasinya semua lapisan
masyarakat diwilayah-wilayah Indonesia terkait dengan Energi Terbarukan, serta belum adanya
regulasi yang bersifat mengikat yang menyatakan mengenai kewajiban pihak-pihak tertentu
untuk menggunakan EBT seperti halnya kewajiban dalam melaksanakan Manajemen Energi
yang diwajibkan untuk pengguna energi/sumber energi ≥6.000 TOE. Jika Indonesia benar-benar
serius untuk meningkatkan persentase penggunaan EBT maka menurut saya diperlukan 3 solusi:
1. Adanya regulasi tersebut (kewajiban pada pihak-pihak tertentu) diperlukan bukan hanya
sekedar arahan atau anjuran semata.
2. Diperlukan sistem data yang terintegrasi dan terbaru dari setiap wilayah (Kementerian
ESDM Daerah) yang ada di Indonesia ke Pusat (Kementerian ESDM Direktorat
EBTKE), sehingga dapat termonitoring dengan berkelanjutan terlebih saat ini di tahun
2020 mengalami kondisi Pandemi Covid-19. Secara global, tahun 2020 merupakan tahun
yang menjadi peluang untuk meningkatkan penggunaan EBT. Hal ini dapat dilihat dari
data laporan IEA, 2020 yang menunjukkan terjadinya penurunan energi fossil 5-7% dan
peningkatan EBT 0,8%. Meskipun kenaikannya hanya sedikit, tapi ini membuktikan
bahwa telah terjadi transisi dari fossil ke EBT bahkan meskipun kondisi Pandemi
melanda seluruh dunia.
3. Memberikan edukasi yang merata ke wilayah-wilayah di Indonesia. Hal ini bisa
dilakukan dengan kerjasama dengan industri dan akademisi dalam rangka pengabdian
pada masyarakat, dan memberikan insentif kepada masyarakat bisa di mulai dari tingkat
Lurah lalu kecamatan, kabupaten dan provinsi terkait dengan “award mandiri energi”
untuk kategori wilayah, institusi pendidikan, dan industri sebagai bentuk apresiasi seperti
“award subroto – konservasi energi”. Tentu hal ini harus dilakukan secara berkelanjutan
agar memperoleh hasil yang maksimal.

Pendekatan dari sisi Industri dilakukan melalui penyediaan energi listrik dan BBM dari
sumber energi terbarukan dan kerjasama seperti pada poin nomor 3 diatas yaitu kerjasama
pengabdian masnyarakat dengan hibah teknologi Energi Terbarukan yang disesuaikan dengan
potensi di setiap daerah dan memberikan sosialisasi maintenance agar dapat digunakan untuk
waktu yang lebih lama. Selain itu, hal ini baik untuk meningkatkan persaingan antar industri lain.

Pendekatan dari sisi Akademisi dapat dilakukan dengan menjadikan Perguruan Tinggi sebagai
subjek utama dalam pengembangan dan peningkatan porsi EBT. Data dari statistik pendidikan
tinggi, 2018 Kementerian Ristekdikti bahwa secara nasional ada 4.670 Lembaga Perguruan
Tinggi. Apabila ke semua Perguruan Tinggi tersebut memiliki setidaknya 1 Pembangkit listrik
mandiri energi yang bisa diperoleh melalui PLTS, LTBm, PLTSA, PLTB, PLTA, dsb maka hal
itu akan memberikan pengaruh yang sangat signifikan. Selain itu, hal ini akan meningkatkan
kualitas dan citra baik dari Perguruan Tinggi Indonesia dimata dunia dan menciptakan Energy
Sustainability Campus (ESC). Selain itu mahasiswa bisa mengajak masyarakat umum untuk
mengikuti “Aksi Peduli Energi”.

Pendekatan dari sisi Masyarakat bisa dilakukan melalui setelah memperoleh edukasi terkait
Energi Terbarukan dan pentingnya menggunakan Energi Terbarukan maka bisa dilakukan “Aksi
Peduli Energi” yang bisa dilakukan dengan mahasiswa dari Perguruan Tinggi, dan kalangan lain
dalam bentuk sumbangan buku-buku edukasi energi yang simple tapi menarik, sticker-sticker
tentang bentuk-bentuk energi terbarukan, acara gathering energy, dan bisa dalam bentuk
sumbangan dana yang bisa digunakan untuk pemasangan PLTS di masjid-masjid, dan lokasi
publik lainnya.

Sekian opini dari saya, penggunaan energi terbarukan tidak hanya bisa ditingkatkan dengan
memperbanyak studi atau penelitian teknologi terkait, melainkan awareness masyarakat
Indonesia dari berbagai kalangan untuk mau menggunakan energi terbarukan itu juga penting,
dimulai dari hal-hal sederhana dan terdekat dari masing-masing kita.

Referensi

DGNREEC,2013

Eko Prasetyo, 2019.

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebjakan Energi Nasional (KEN)

Dewan Energi Nasional

IEA, 2020

Statistik pendidikan tinggi, 2018 Kementerian Ristekdikti

Anda mungkin juga menyukai