Misi Ajaran Islam

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

MISI AJARAN ISLAM

I. Pendahuluan
Islam adalah agama yang sempurna dan universal, ia berlaku sepanjang waktu, kapanpun dan
di manapun (al-Islâm shâlih li kul zamân wa al-makân), Islam berlaku untuk semua orang
dan untuk seluruh dunia. Dalam agama islam terdapat ajaran-ajaran yang dapat mengantarkan
manusia menuju kehidupan yang lebih baik. Karena islam diturunkan bukan hanya sebagai
pelengkap hidup manusia saja tetapi juga mengemban beberapa misi untuk mengantarkan
manusia menuju kebahagiaan di dunia dan ahirat. Berikut dalam ini akan dijelaskan tentang
pengrtian aqgama islam dan misi ajaran islam.
II. Rumusan Masalah
A. Pengertian Agama Islam
B. Misi Ajaran Islam
III. Pembahasan  
A. pengertian agama islam
Sebelum kita membahas masalah pengertian agama islam alangkah baiknya kita membahas
pengertian agama dahulu. Harun nasution mendefinisikan agama sebagai ajaran-ajaran yang
diwahyukan tuhan kepada manusia melalui para rosulnya.[1] Mohammad daud ali
mendefinisikan agama sebagai kepercayaan kepada tuhan yang dinyatakan dengan
mengadakan hubungan dengan dia melaui upacara, penyembahan, permohonan, dan
membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasar ajaran agama itu.[2] JG. Frazer
agama adalah sesuatu ketundukan atau penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih tinggi
dari pada manusia.[3] Sedangkan M. quraisyihab menyadari akan kerumitan dalam hal ini. Ia
mengatakan bahwa agama adalah satu kata yang sangat mudah diucapkan dan mudah juga
untuk menjelaskan maksudnya, tetapi sangat sulit memberikan batasan atau definisi yang
tepat yang bias diterima semua pihak.[4]
Islam adalah kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan (kepada
kehendak Allah), berasal dari kata salama yang artinya patuh atau menerima, berakar dari
huruf sin, lam, mim, (S-L-M). Kata dasarnya adalah salima yang berarti sejahtera, tidak
tercela, tidak bercatat. Jadi secara singkat Islam adalah kedamaian, kesejahteraan,
keselamatan, penyerahan (diri), ketaatan dan kepatuhan. Islam juga sebagai agama wahyu
yang memberi bimbingan kepada manusia mengenai semua aspek kehidupannya.[5]
Sedangkan agama islam menurut istilah adalah agama yang diturunkan allah kepada para
rosul- rosulnya dan disempurnakan pada rosul Muhammad, yang berisi undang-undang dan
metode kehidupan yang mengatur dan mengrahkan begaimana manusia berhubungan dengan
allah, menusia dengan manusia, dengan manusia, dan menusia dan alam semesta, agar
kehidupan manusia terbina dan dapat meraih kesuksesan atau kebahagiaan hidup di dunia dan
ahirat.[6]
B. Misi Ajaran Islam
a.   Misi Aqidah
Kata aqidah bersala dari bahasa aqada- ya’qidu- aqdan artinya mengikat tali, mengkokohkan
janji, dan menyatakan ikatan jual beli. Juga bendingkan ‘aqida- ya’qodu- ‘aqadan artinya cara
bicara terpatah-patah (gagap), terikat, hasil kesepakatan, berjanji setia, menyerahkan urusan
pada orang lain karena ia dipercaya dipercaya, persetujuan, dalil, alas an, ikatan nikah, kalung
leher, sukar, sulit, dan teka-teki.[7]
Secara istilah aqidah berarti keyakinan keagamaan yang dianut oleh seseorang dan menjadi
landasan segala bentuk aktivitas, sikap, pandangan dan pegangan hidupnya. Istilah ini identik
dengan iman yang berarti kepercayaan atau keyakinan.[8]
Sekiranya disinergiskan antara makna lughawi dan istilah dari kata aqidah di atas dapat
digambarkan bahwa aqidah adalah suatu bentuk keterikatan atau keterkaitan antara seorang
hamba dengan Tuhannya, sehingga kondisi ini selalu mempengaruhi hamba dalam seluruh
perilaku, aktivitas dan pekerjaan yang ia lakukan. Dengan kata lain keterikatan tersebut akan
mempengaruhi dan mengontrol dan mengarahkan semua tindak-tanduknya kepada nilai-nilai
ketuhanan.
Masalah-masalah aqidah selalu dikaitkan dengan keyakinan terhadap Allah, Rasul dan hal-
hal yang ghaib yang lebih dikenal dengan istilah rukun iman. Di samping itu juga
menyangkut dengan masalah eskatologi, yaitu masalah akhirat dan kehidupan setelah
berbangkit kelak. Keterkaitan dengan keyakinan dan keimanan, maka muncul arkanul iman,
yakni, iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, hari akhirat, qadha dan qadar.[9]
Di dunia Islam, permasalahan aqidah telah terbawa pada berbagai pemahaman, sehingga
menimbulkan kelompok-kelompok di mana masing-masing kelompok memiliki metode dan
keyakinan masing-masing dalam pemahamannya. Di antara kelompok-kelompok tersebut
adalah Muktazilah, Asy’ariyah, Mathuridiyah, Khawarij dan Murjiah.
Menurut Harun Nasution timbulnya berbagai kelompok dalam masalah aqidah atau teologi
berawal ketika terjadinya peristiwa arbitrase (tahkim) ketika menyelesaikan sengketa antara
kelompok Mu’awiyah dan Ali ibn Abi Thalib. Kaum Khawarij memandang bahwa hal
tersebut bertentangan dengan QS al-Maidah/ 5: 44 yang berbunyi;
….‫ومن لم يحكم بما أنزل هللا فألئك هم الكافرون‬
Siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang diturunkan Allah adalah kafir (QS al-
Maidah/ 5: 44).
Peristiwa tersebut membuat kelompok Khawarij tidak senang, sehingga mereka mendirikan
kelompok tersendiri serta memandang bahwa Mu’awiyah dan Ali ibn Abi Thalib adalah
Kafir, sebab mereka telah melenceng dari ketentuan yang telah digariskan al-Qur’an. Dengan
berdirinya kelompok ini, juga memicu berdirinya kelompok-kelompok lain dalam masalah
teologi, sehingga masing-masing memiliki pemahaman yang berbeda dengan yang lainnya.
Namun demikian, perbedaan tersebut tidaklah sampai menafikan Allah, dengan kata lain
perbedaan pemahaman tersebut tidak sampai menjurus untuk lari dari tauhid atau berpaling
pada thâgh ût.
Di antara sumber perbedaan pemahaman antara masing-masing golongan tersebut antara lain
adalah masalah kebebasan manusia dan kehendak mutlak Tuhan. Ada kelompok yang
menganggap bahwa kekuasan Tuhan adalah maha mutlak, sehingga manusia tidaklah
memiliki pilihan lain dalam berbuat dan berkehendak. Kelompok ini diwakili oleh kelompok
Asy’ariyah. Ada pula kelompok bahwa Tuhan memang maha kuasa, tetapi Tuhan
menciptakan sunnah-Nya dalam mengatur kebebasan manusia, sehingga manusia memiliki
alternatif dan pilihan dalam berkehendak dan berbuat sesuai dengan sunnah yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain manusia bebas dalam berbuat dan berkehendak. Kelompok ini
diwakili oleh kelompok Muktazilah. Ada pula kelompok yang mengambil sikap pertengahan
antara kedua kelompok tersebut, namun mereka tetap meyakini bahwa Allah maha kuasa
terhadap seluruh tindak-tanduk dan kehendak manusia. Kelompok ini diwakili oleh
Mathuridiyah.
Itulah sekilas tentang permasalahan aqidah serta pemikiran masing-masing kelompoknya, di
mana semua itu beranjak dari pemahaman mereka terhadap kekuasaan Allah dan kebebasan
manusia.[10]
b. Misi Ibadah
Ibadah berasal dari kata ]‫ العبد‬yang berarti hamba. Kemudian dari kata ini muncul kata ‫العبادة‬
yang berarti ‫( إظهار التذلل‬memperlihatkan/ mendemonstrasikan ketundukan dan kehinaan).[11]
Secara istilah ibadah berarti usaha menghubungkan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT
sebagai Tuhan yang disembah.[12]
Ulama fiqh mendefenisikan ibadah sebagai ketaatan yang disertai dengan ketundukan dan
kerendahan diri kepada Allah SWT. Redaksi lain menyebutkan bahwa ibadah adalah semua
yang dilakukan atau dipersembahkan untuk memperoleh keredhaan Allah dan mengharapkan
imbalan pahala-Nya di akhirat kelak.
Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa ibadah berawal dari suatu hubungan dan keterkaitan yang
erat antara hati dengan yang disembah. Kemudian hubungan dan keterkaitan tersebut
meningkat menjadi kerinduan karena tercurahnya perasaan hati kepada-Nya. Kemudian rasa
rindu itu pun meningkat menjadi kecintaan yang kemudian meningkat pula menjadi
keasyikan. Sehingga akhirnya membuat cinta yang amat mendalam yang membuat orang
yang mencitai bersedia melakukan apa saja demi yang dicintai. Oleh karena itu, betapapun
seseorang menundukkan diri kepada sesama manusia, ketundukan demikian tidak dapat
disebut sebagai ibadah sekalipun antara anak dan bapaknya.
Dari segi manfaatnya ibadah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu; pertama, ibadah
perorangan (fardhiyah/mahdhah), yakni ibadah yang menyangkut diri pelakunya sendiri serta
tidak ada hubungannya dengan orang lain seperti shalat dan puasa. Kedua, ibadah
kemasyarakatan (ijtimâiyah/ghaira mahdhah), yakni ibadah yang memiliki keterkaitan
dengan orang lain, terutama dari segi sasarannya seperti sedekah, zakat dan sebagainya.
Berkaitan dengan ini, Dalam Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah dijelaskan bahwa
ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan mentaati segala perintah-
Nya, menjauhi segala larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkannya.
Ibadah ada yang umum dan ada yang khusus. Ibadah umum ialah segala amalan yang
dizinkan Allah sedangkan ibadah khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan
perinciannya, tingkat dan cara-caranya yang tertentu.[13]
Menurut Nazaruddin Razak, dalam konteks ibadah yang dikerjakan, terdapat lima pokok
ibadah, yakni: shalat, zakat, puasa dan naik haji serta disusul dengan thaharah, di mana
thaharah merupakan kewajiban yang menyertai shalat, zakat, puasa dan naik haji.[14] 
c. Misi Akhlak
Akhlaq merupakan bentuk jamak dari ‫( الخلق‬al-khuluq) yang berarti ‫القوى والسجايا المدركة بالبصيرة‬
(kekuatan jiwa dan perangai yang dapat diperoleh melalui pengasahan mata bathin).[15] Dari
pengertian lughawi ini, terlihat bahwa akhlaq dapat diperoleh dengan melatih mata bathin dan
ruh seseorang terhadap hal yang baik-baik. Dengan demikian dari pengertian lughawi ini
tersirat bahwa pemahaman akhlaq lebih menjurus pada perbuatan-perbuatan terpuji.
Konsekuensinya adalah bahwa perbuatan jahat dan melenceng adalah perbuatan yang tidak
berakhlaq (bukan akhlâq al-madzmûmah).
Secara istilah akhlaq berarti tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak
dibuat-buat dan telah menjadi kebiasaan.[16] Sedangkan Nazaruddin Razak, mengungkapkan
akhlak dengan makna akhlak islam, yakni suatu sikap mental dan laku perbuatan yang luhur,
mempunyai hubungan dengan Zat Yang Maha Kuasa dan juga merupakan produk dari
keyakinan atas kekuasaan dan keeasaan Tuhan, yaitu produk dari jiwa tauhid.[17]
Dari pengertian ini terlihat sinergisitas antara makna akhlaq dengan al-khalq yang berarti
penciptaan di mana kedua kata ini berasal dari akar kata yang sama. Dengan demikian
pengertian ini menggambarkan bahwa akhlaq adalah hasil kreasi manusia yang sudah
dibiasakan dan bukan datang dengan spontan begitu saja, sebab ini ada kaitannya dengan al-
khalq yang berarti mencipta. Maka akhlaq adalah sifat, karakter dan perilaku manusia yang
sudah dibiasakan.
Al-Qur’an memberi kebebasan kepada manusia untuk bertingkah laku baik atau berbuat
buruk sesuai dengan kehendaknya. Atas dasar kehendak dan pilihannya itulah manusia akan
dimintai pertanggungjawabannya di akhirat atas segala tingkah lakunya. Di samping itu,
akhlaq seorang muslim harus merujuk kepada al-Qur’an dan sunnah sebagai pegangan dan
pedoman dalam hidup dan kehidupan.
 
d. Misi Mu’amalah
Secara etimologi muamalah semakna dengan ‫ مفاعلة‬yang berarti saling berbuat. Kata ini
menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan orang lain atau beberapa
orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Secara terminologi kata ini lebih dikenal
dengan istilah fiqh muamalah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan tindak-tanduk
manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan. Misalnya dalam persoalan jual beli, utang-
piutang, kerjasama dagang, persyarikatan, kerjasama dalam penggarapan tanah, sewa
menyewa dan lain-lain sebagainya.[18]
Satu hal yang perlu ditekankan adalah bahwa tidak boleh ada sesuatupun dari tindak-tanduk
manusia yang lari dari prinsip-prisip ketuhanan, termasuk dalam masalah muamalah atau
yang lebih dikenal dengan tindak-tanduk manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya
untuk memenuhi kehidupannya masing-masing. Walau semua itu diatur hanya secara global,
namun Allah telah memberikan konsep dan prinsip-prinsip umum bagi manusia dalam
berhubungan dengan sesamanya. Dengan demikian, maka seluruh aktivitas dan tindak-tanduk
manusia harus sesuai, menjurus dan sinergis dengan apa yang telah ditetapkan di dalam nash,
baik dari nash al-Qur’an maupun dari hadits.
Di samping itu, juga terdapat beberapa keistimewaan ajaran muamalah yang bersumber dari
al-Qur’an dan sunnah, antara lain yaitu:
1)      Prinsip dasar dalam persoalan muamalah adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat
manusia, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang
mengitari manusia itu sendiri. Dari prinsip pertama ini terlihat perbedaan muamalah dengan
persoalan aqidah, akhlaq dan ibadah. Dalam persoalan aqidah, syariat Islam bersifat
menentukan dan menetapkan secara tegas hal-hal yang menyangkut masalah aqidah tersebut
dan tidak diberikan kebebasan bagi manusia untuk melakukan suatu kreasi. Dalam bidang
akhlaq juga demikian, yaitu dengan menetapkan sifat-sifat terpuji yang harus diikuti oleh
umat Islam serta sifat-sifat tercela yang harus dihindari. Selanjutnya di bidang ibadah dan
bahkan prinsip dasarnya adalah tidak boleh dilakukan atau dilaksanakan oleh setiap muslim
jika tidak ada dalil yang memerintahkan untuk dilaksanakan.
2)      Bahwa berbagai jenis muamalah, hukum dasarnya adalah boleh sampai ditemukan dalil
yang melarangnya. Ini artinya, selama tidak ada dalil yang melarang suatu kreasi jenis
muamalah, maka muamalah itu dibolehkan. Namun demikian, walau pada prinsipnya
muamalah dibolehkan selama tidak ada dalil yang melarangnya, tetapi semua itu tidak boleh
lepas dari sikap pengabdian kepada Allah SWT, di mana terdapat kaidah-kaidah umum yang
mengatur dan mengontrolnya, antara lain yaitu; Tidak boleh terlepas dari nilai-nilai
ketuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan; Berdasarkan pertimbangan kemaslahatan pribadi dan
masyarakat; Menegakkan prinsip kesamaan hak dan kewajiban sesame manusia; Seluruh
perbuatan kotor adalah haram dan seluruh tindakan yang baik adalah halal, dan lain-lain.[19]
Secara umum mu’amalah mencakup antara lain yaitu; hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak
dan hal lain yang terkait dengannya; Hal-hal yang berkaitan dengan harta seperti hibah,
sedekah dan sebagainya; Hal-hal yang berkaitan dengan perdagangan seperti jual beli, khiyâr,
ihtikâr, syirkah, mudhârabah dan sebagainya; Hal-hal yang berkaitan dengan pemberian
amanah kepada orang lain seperti hiwâlah, ijârah, ariyah, al-rahn dan sebagainya; Hal-hal
yang berkaitan dengan lahan pertanian seperti muzâra’ah, musâqah, dan lain-lain.
IV. Kesimpulan
Agama islam menurut istilah adalah agama yang diturunkan allah kepada para rosul- rosulnya
dan disempurnakan pada rosul Muhammad, yang berisi undang-undang dan metode
kehidupan yang mengatur dan mengrahkan begaimana manusia berhubungan dengan allah,
menusia dengan manusia, dengan manusia, dan menusia dan alam semesta, agar kehidupan
manusia terbina dan dapat meraih kesuksesan atau kebahagiaan hidup di dunia dan ahirat.
Sedangkan ajaran islam memiliki misi sebagai berikit:
a. Aqidah berarti keyakinan keagamaan yang dianut oleh seseorang dan menjadi landasan
segala bentuk aktivitas, sikap, pandangan dan pegangan hidupnya. Istilah ini identik dengan
iman yang berarti kepercayaan atau keyakinan.
b. Ibadah adalah sebagai ketaatan yang disertai dengan ketundukan dan kerendahan diri
kepada Allah SWT. Redaksi lain menyebutkan bahwa ibadah adalah semua yang dilakukan
atau dipersembahkan untuk memperoleh keredhaan Allah dan mengharapkan imbalan pahala-
Nya di akhirat kelak.
c. Akhlaq berarti tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat dan
telah menjadi kebiasaan.
d. Muamalah adalah tindak-tanduk manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya untuk
memenuhi kehidupannya masing-masing.
V. Penutup
Demikian makalah yang dapat saya haturkan, sesungguhnya tidak ada kesempurnaan kecuali
milik Allah SWT. Oleh karena itu sangat kami harapkan saran, kritik dan masukkan yang
konstruktif, untuk perbaikan penulisan saya kedepan. Semoga makalah ini bisa memberikan
kita khazanah dan bermanfaat bagi kita semua. Amin…

BAB 7
Misi Ajaran Islam

A. PENDAHULUAN

Studi terhadap misi ajaran Islam secara komprehensif dan


mendalam adalah sangat diperlukan karena beberapa sebab sebagai berikut:

1. Untuk menimbulkan kecintaan terhadap ajaran Islam yang didasarkan kepada alasan
yang bersifat bukan hanya normative, yakni karena diperintah oleh Allah
2. Untuk membuktikan kepada umat manusia bahwa Islam baik secara formatif maupun
secara cultural dan rasional adalah ajaran yang dapat membawa manusia kepada
kehidupan yang lebih baik, tanpa haru mengganggu keyakinan agama Islam.
3. Untuk menghilangkan citra negative dari sebagian masyarakat terhadap ajaran Islam.

A. MISI ISLAM
Terdapat sejumlah argumentasi yang dapat digunakan untuk menyatakan misi ajaran
Islam sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam, yaitu:
Pertama, dapat dilihat dari pengertian atau makna asli dari islam itu sendiri yaitu masuk
dalam perdamaian, dan orang muslim adalah orang yang damai dengan Allah dan damai
dengan manusia. Berdamai dengan Allah artinya berserah diri sepenuhnya kepada kehendak-
Nya, dan damai dengan manusia bukan saja berarti menyingkiri berbuat jahat dan sewenang-
wenang kepada sesamanya.
Kedua, misi ajaran islam sebagai pembawa rahmat dapat dilihat dari peran yang dimainkan
islam dalam menangani berbagai problematika agama, social, ekonomi , politik, hukum,
pendidikan kebudayaan, dan sebagainya.
Dalam keadaan umat manusia yang kacau balau Nabi Muhammad datang membawa ajaran
islam yang didalamnya bukan hanya mengandung ajaran akidah atau hubungan manusia
dengan Tuhannya saja, melainkan juga hubungan dengan sesama manusia dan alam semesta.
Dari sejak kelahirannya Islam sudah memiliki komitmen dan respon yang tinggi untuk ikut
serta dalam memecahkan berabagai masalah tersebut diatas. Hal-hal yang demikian itu dapat
dikemukakan sebgai berikut:
Pertama, dalam bidang social, Islam memperkenalkan ajaran yang bersifat egaliter atau
kesetaraan dan kesederajatan antara manusia dengan manusia lain. Satu dan lannya sama
makhluk Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-
masing. Orang yang memilki kelebihan dalam bidang tertentu misalnya ia memiliki
kekurangan dalam bidang tertentu lainnya. Orang yang memiliki kekurangan dalam bidang
tertentu, tetepi memiliki kelebihan dalam bidang lainnya. Kelebihan yang dimiliki yang satu
digunakan untuk menutupi kekurangan yang satunya lagi. Demikian seterusnya.Kelebihan
yang dimiliki oleh seseorang bukan untuk memeras yang lain. Orang berkulit putih tidaklah
lebih mulia dari yang berkulit hitam, dan orang yang berkulit hitam tidaklah lebih rendah dari
yang berkulit putih. Yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertakwa,
sebagaimana dalam surat Al-Hujurat, 49:13. Demikian pula dalam sebuah hadis Nabi
menyatakan:
“Tidak ada kelebihan bagi orang arab atas orang yag bukan arab, dan orang yang berkulit
puti atas orang yang berkulit hitam, kecuali siapa diantara mereka yang peling bertakwa.”
(HR. Muslim)
Kedua, misi Islam sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam dapat dilihat dari ajaran dalam
bidang ekonomi yang bersendikan asas keseimbangan dan pemerataan. Selain itu misi dalam
bidang ekonomi ini dapat dilihat pula dari perintah berdagang dengan cara yang jujur.
Sebaimana disebutkan dalan surat Al-Isra, 17:35. Lebih lanjut ajaran Islam sangat melarang
keras melakukan praktik riba, atau membungakan uang yang menguntungkan secara berlipat
ganda, tanpa memperhitungkan kemampuan orang yang meminjamnya. Praktik riba inj
sangat dilarang dalam islam sebaimana yang dinyatakan dalam surat Ali Imran ,3:130.
Ketiga, dalam bidang poitik terlihat dari perintah Al-qur’an agar seorang pemerintah bersikap
adil, bijaksana terhadap rakyat yang dipimpinnya, memperhatikan aspirasi dan kepentingan
rakyat yang dipimpinnya,mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingannya sendiri,
melindungi dan mengayomi rakyat, membrikan keamanan dan ketentraman kepada
masyarakat. sebagaimana yang disebutkan dalam surat An-Nisa, 4:58
Keempat, dalam bidang hukum yaitu sebaimana yang disebutkan dalam surat An-Nisa, 4:58.
Ayat tersebut memerintahkan seorang hakim agar berlaku adil dan bijaksana dalam
memutuskan perkara dengan tidak memandang adanya perbedaan pada orang yang sedang
berperkara.
Kelima, dalam bidang pendidikan dapat dilihat dari ajaran islam yang memberikan kepada
manusia hak-haknya dalam bidang pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas terlihat dengan jelas bahwa misi utama ajaran islam adalah
membawa rahmat bagi seluruh umat manusia dengan cara menata aspek kehidupan social,
ekonomi, politik, hukum, pendidikan dan sebagainya.
Ketiga, misi islam dapat pula dilihat dari misi ajaran yang dibawa dan dipraktikan oleh Nabi
Shallallahu alahi Wa sallam. Hal ini disebutkan dengan tegas dalam surat Al-Anbiya ayat ke
10, dan juga terlihat dalam praktik kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa
Sallam yang dikenal dengan seorang yang sayang dengan umatnya dan kepada manusia
umumnya.
Keempat, misi Islam dapat dilihat pula pada kedudukannya sebagai sumber nilai dan
pandangan hidup manusia. Dalam hal ini Islam telah memainkan empat peran sebagi berikut.
Pertama sebagai faktor kreatif, yaitu ajaran agama yang mendorng manusia melakukan kerja
produktif dan kreatif. Kedua, faktor motifatif, yaitu bahwa ajaran agama dapat melandasi
cita-cita dan amal perbuatan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya. Ketiga, faktor
sublimatif, yakni ajaran agama yang dapat meningkatkan dan mengkuduskan fenomena
kegiatan manusia tidak hanya hal keagamaan saja, tetapi juga yang bersifat keduniaan.
Keempat, faktor integrative, yaitu ajaran agama dapat mempersatukan sikap dan pandangan
manusia serta aktifitasnya baik secara indifidual maupun kolektif dalam menghadapi berbagai
tantangan.1
Kelima, misi ajaran islam dapat dilihat pula dari peran yang dimainkannya dalam sejarah.
Sebagaimana tercatat dalam sejarah bahwa islam diabad klasik(Abad 7 sd 13 Masehi) atau
lebih kurang 7 abad telah tampil sebagai pengawal sejarah umat manusia menuju kehidupan
yang tertib, aman, damai, sejahtera, maju dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan
peradaban. Peran kesejarahan umat islam tersebut masih dapat dlilihat dinegara-negara
dimana Islam pernah melakukan perannya itu, seperti diirak, Bukhara, Turkistan, Turki,
Spanyol, India, Mesir, dan lain sebagainya.
Pengaruh ilmu pengetahuan, peradaban dan kejayaan islam lainnya terhadap eropa
merupakan bukti bahwa islam secara faktualtelah berperan secara signifikan bagi
kemanusiaan secara universal. Keadaan sekarang ini mungkin sudah terbalik. Eropa lebih
maju dari Islam dalam ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Keenam, misi ajaran Islam lebih lanjut dapat dilihat pula dari praktek hubungan Islam dengan
penganut agama lain, sebagaimana yang dilakukan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam
diMadinah. Fakta sejarah membuktikan bahwa yang pertama dilakukan Nabi diMadinah
adalah menjali hubungan yang harmonis dengan seluruh komponen masyarakat yang ada
diMadinah melalui apa yang dalam sejarah dikenal sebagai Mitsaq al-Madinah atau Piagam
Madinah. Dari penelitian terhadap Piagam Madinah ditemukan sejumlah prinsip tentang hak
asasi manusiadan politik pemerintahan. Teks piagam tersebut menyatakan bahwa atas dasar
ajaran Al-qur’an, kemanusiaan dan ikatan social , disamping orang-orang muslim mukmin
sebagai satu umat atas dasar agama dan keyakinan, kaum yahudi dan sekutunya juga
merupakan umat bersama orang-orang Mukmin.

Diringkas dari  Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam (Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 1998)
Peringkas temanku seperjuangan
Muhammad Fuad hafidzahullah

1A. Fauzie Nurdin, Peranan pemimpn agama dan Modernisasi dalam Pembangunan, dalam Abdurrahamn, dkk. (ed) Agama dan Masyarakat,
(Yogyakarta:IAIN Sunan Kailijaga,1993); Lihat pula Suyuthi Pulingan, Universalisme Islam, (Jakrta: Moyo Segoro Agung, 2002), hlm, 145

Anda mungkin juga menyukai