Kel 5 NAPZA-1
Kel 5 NAPZA-1
Kel 5 NAPZA-1
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Keperawatan Reguler A
Semester 5
Makalah ini berisi teori-teori mengenai upaya pencegahan relaps. Oleh sebab itu kami
mengucapkan banyak terimakasih atas segala kontribusinya dalam penyusunan makalah ini.
Meski disususn secara maksimal, namun penulis sebagai manusia biasaynya menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membantu penyusunan makalah ini.
Demikian apa yang penulis sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari
makalh ini. Atas kritik dan sarannya penulis menyampaikan terimakasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
a. Umum ..................................................................................................................
b. Khusus ................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
b. Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan yang berkaitan dengan “Materi Upaya Pencegahan
Relaps” pada mahasiswa yang lain, yaitu :
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian relaps
b. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab relaps
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tahap-tahap relaps
d. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor mempengaruhi relaps
e. Mahasiswa mampu menjelaskan upaya pencegahan relaps
f. Mahasiswa mampu menjelaskan program terapi penderita gangguan zat
BAB II
PEMBAHASAN
Pada tahap ini, dalam diri pecandu belum muncul pikiran untuk kembali
mengkonsumsi narkoba, tetapi emosi atau perasaan serta perilaku mengarah pada
kemungkinan untuk terjadinya relapse.
1. Perasaan Gelisah
2. Tidak bertoleransi (intolerant)
3. Cepat Marah
6. Mengisolasi diri
Semakin dini tahapnya diketahui, maka akan semakin mudah untuk menarik kembali
keinginan relapse tersebut. Pada tahap selanjutnya tarikan untuk relapse akan semakin
kuat dan rangkaian kejadiannya bergerak lebih cepat.
Contohnya, jika seseorang tidak memperhatikan diri sendiri dan mempunyai pola
makan serta pola tidur yang buruk, ketika ia merasa letih kemudian ingin mencari
pelarian. Jika tidak membuang kemarahan dan ketakutan melalui bentuk-bentuk
relaksasi, maka akan terbentuk suatu titik dimana dia merasa tidak nyaman pada dirinya
sendiri. Jika tidak meminta pertolongan maka ia akan merasa terisolasi. Jika situasi-
situasi tersebut berlangsung terlalu lama, maka ia akan mulai berpikir tentang memakai
obat. Sebaliknya jika ia mau peduli dengan dirinya, mencermati dirinya (self care), maka
dapat menghindari berkembangnya perasaan tersebut dan terhindar dari relapse.
Dalam kekambuhan mental terjadi perang dalam batin. Sebagian dari dirinya
menginginkan untuk memakai, sebagian menginginkan tidak, tetapi di akhir fase ini
akhirnya dia berpikir untuk kembali memakai narkoba.
- Berbohong
Saat seseorang berpikiran untuk memakai obat, maka fantasinya mengatakan bahwa
dia tentu dapat mengatasi pemakaiannya saat ini. Dia hanya akan melakukan satu kali
pemakaian. Cobalah untuk memutar tape lagi, satu kali memakai biasanya membuat
dia ingin memakai lagi. Sewaktu bangun pada hari berikutnya, ia merasa menyesali
diri sendiri. Pada hari berikutnya dia mungkin tidak bisa menghentikannya, dan
demikian seterusnya seperti berada dalam lingkaran setan. Jika dia memutar tape dan
mencoba mengambil kesimpulan yang logis, maka bisikan untuk memakai narkoba
lagi itu akan terasa tidak begitu menggoda.
yaitu seandainya dia memakai narkoba maka tidak ada seorangpun yang tahu jika dia
relapse. Mungkin pasangannya berada di tempat jauh saat akhir pekan, atau sedang
bepergian sendiri. Ketika sifat kecanduan itu mencoba meyakinkan bahwa dirinya
tidak mempunyai masalah yang besar, dan bahwa dia sungguh melakukan recovery
untuk menyenangkan pasangan atau tempat kerjanya, maka cobalah untuk memutar
tape. Ingatkan diri sendiri pada dampak negatif yang pernah dirasakan, dan akibatnya
bila relapse lagi, dia tentu akan terpojok. Sebaliknya jika dia bisa mengendalikan diri,
maka masalahnya akan selesai saat itu juga.
c. Beritahu teman.
Seorang mantan pecandu perlu untuk memberitahu seseorang bila dirinya mulai
mempunyai keinginan untuk memakai narkoba. Telpon/sharing dengan teman,
pembimbing moral, atau teman dalam recovery. Diskusikan dengan mereka apa yang
sebaiknya dilakukan. Keajaiban dalam dialog/sharing adalah pada saat seseorang
memulai membicarakan tentang pikiran dan perasaannya, maka keinginan untuk
memakai itu akan mulai menghilang. Beban pikiran akan terasa lebih ringan dan dia
merasa tidak sendirian.
d. Mengalihkan diri.
Ketika seorang mempunyai pikiran untuk memakai, maka segera kerjakanlah sesuatu.
Panggil teman, pergi ke pertemuan, bangun dan pergi berjalan, dll. Jika hanya diam,
duduk dengan keinginannya dan tidak melakukan sesuatu, maka dia membiarkan
mental relapse itu berkembang.
Pada umumnya suatu keinginan itu muncul kurang dari 15 – 30 menit. Dorongan
semacam itu kelihatannya berlangsung lama, tetapi sebetulnya jika dia menyibukkan
diri dan mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan, maka hal itu akan dengan cepat
berlalu.
Berarti hari itu dia harus menyelaraskan tujuan dan kekuatan emosi. Jika kemudian
merasa kuat dan termotivasi untuk tidak memakai, maka beritahu diri sendiri untuk
tidak menggunakannya minggu depan atau bulan depan. Jika memiliki banyak
keinginan, dan itu sering terjadi, yakinkan diri bahwa saya tidak akan memakai untuk
hari ini atau 30 menit kedepan. Jadi jalanilah pemulihan dalam ukuran yang kecil dan
jangan merusak diri sendiri dengan pikiran yang terlalu jauh.
Relaksasi adalah bagian penting dari pencegahan kekambuhan, karena ketika merasa
tegang, seseorang cenderung untuk melakukan apa yang sudah biasa dan salah,
daripada apa yang baru dan benar. Ketika seseorang merasa tegang, ia akan
cenderung untuk melakukan kesalahan yang sama yang dibuat sebelumnya.
Sebaliknya jika bersikap rileks maka akan lebih terbuka kemungkinan untuk berubah.
3. Kekambuhan fisik
Jika telah sampai tahap ini maka sulit bagi seseorang untuk menghentikan proses
relapse. Hal itu bukan lagi menyangkut dimana harus fokus dalam usaha pemulihan,
namun menyangkut usaha yang sangat keras untuk mencapai kondisi yang bersih
(abstinence), dan itu bukan bagian dari recovery. Jika seseorang bisa mengenali tanda
peringatan awal relapse, maka kekambuhan akan dapat diatasi sebelum menjadi
terlambat.
2. Coping
Coping adalah kemampuan untuk menghadapi high-risk situation yang dapat
mengarahkan individu untuk kembali menggunakan narkoba. Individu yang dapat
melaksanakan strategi coping efektif (strategi behavioral, seperti meninggalkan atau
menghindari situasi tersebut, dan strategi kognitif, seperti positif self-talk) cenderung
memiliki kecenderungan relapseyang rendah.
3. Outcome expectancies
Outcome expectancies merupakan antisipasi seseorang terhadap efek dari pengalaman
masa depan. Pecandu narkoba yang berpikir positif tentang dampak penggunaan narkoba
dan tidak menghiraukan efek negatif dari narkoba akan memiliki kecenderungan untuk
relapse.
2. Pendekatan Konseling
CBT adalah pendekatan konseling yang menitikberatkan pada restrukturisasi atau
pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya secara
fisik maupun psikis. Model terapi ini bisa digunakan oleh siapa saja, tidak terpaku
penguna narkoba dan keluarganya saja, tapi juga buat masyarakat luas dengan
permasalahannya.
Dengan adanya keyakinan manusia mempunyai potensi untuk menyerap pemikiran
yang rasional dan irasional – pemikiran irasional dapat menimbulkan gangguan emosi
dan tingkah laku yang menyimpang – CBT mengarahkan modifikasi fungsi berpikir,
merasa, dan bertindak dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan,
bertanya, dan bertindak, dan memutuskan kembali.
Peneerapan bila timbul sugesti atau negative thingking yang menyebabkan kembalinya
menggunakan narkoba.
2.6 Program Terapi Penderita Gangguan Zat
1. Motivatonal Interviewing
Contoh : DP melakukan wawancara motivasional untuk membangkitkan kembali gairah
hidupnya. Salah satu cita-cita DP yang terhambat karena penggunaan zat: menyelesaikan
kuliah. Kini DP mengambil jurusan komunikasi (semester 6) di salah satu universitas
swasta di Jakarta.
2. Coginitive-Behavioral Therapy
Contoh : Terapi ini masih terus digunakan oleh DP untuk mengalihkan pikiran negatifnya
menjadi positif. Tidak saja pada saat timbul keinginan mengunakan narkoba tapi juga saat
menghadapi permasalahan dalam dirinya, lingkungan luar, keluarga, dan pekerjaannya.
Program ini menyatakan bahwa setiap individu itu unik dan berbeda. Karena alasan
tersebut, konselor ataupun panti rehabilitas menyesuaikan program dengan mengikuti
kebutuhan klien. Juga membantu minat dan bakat pengguna yang bisa diterapkan ke
dalam kehidupannya, misalnya bekerja setelah menyelesaikan program. Contoh DP
menyukai dunia komunikasi, pihak panti rehabilitas memberikan kesempatan kepada DP
untuk berbicara di hadapan pengguna lain pada sesi tertentu. Contoh lain: si AB memiliki
minat di dunia seni film, panti rehabilitasi memberikan ruang untuknya mengeksplorasi
bakat dan minatnya di masa program rehabitas maupun setelah menyelesaikan program.
5. Kegiatan Sosial
Kegiatan sosial serupa dengan berbagi. Dalam dunia akdisi, berbagi adalah suatu hal
yang penting untuk menunjang pemulihannya agar menjadi lebih baik. Dengan
membantu/berbagi kepada orang lain, otomatis membantu dirinya. Bentuknya bisa apa
saja, misal: sharing pengalaman, bekerja di panti rehabilitas, membantu teman
mendapatkan pekerjaan, mendengarkan curhat teman, dan bentuk lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Keseimpulan
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) di tahun 2015, kenaikan presentase
pengguna narkoba di Indonesia mencapai 40%.Menurut kepala BNN, saat ini Indonesia
berstatus darurat narkoba. Tahun 2016 lalu, tercatat bahwa kasus penyalahgunaan narkoba
terjadi antara 40 sampai 50 perhari, dan sekarang naik menjadi 57 kasus perhari (Ellya,
2017).Penyalahgunaan narkoba termasuk masalah yang cukup kompleks dan memiliki
dimensi yang luas, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun
psikososial.Dampak dari penggunaan narkoba diantaranya dapat mengakibatkan halusinasi,
seperti pada penggunaan kokain, Lysergyc Acid Diethylamide (LSD), dan amphetamine
(Infodatin, 2014).
3.2 Saran
Pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam mengatasi permasalahan narkotika
di Indonesia. Undang-Undang, Peraturan, Kebijakan, dan Strategi yang di tetapkan
pemerintah dalam menangani permasalahan narkoba sudah cukup baik. Namun dari sisi
implementasi kebijakan masih terdapat kelemahan dan hambatan seperti sumberdaya yang
tidak sebanding, sarana prasarana yang kurang mendukung, serta terbatasnya wewenang
BNN sehingga membuat upaya pemberantasan narkoba berjalan dengan tidak sempurna.
Oleh karenanya berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliiti merekomendasikan
sebaiknya langkah pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba harus lebih
gencar dilaksanakan dari pusat sampai daerah, di mana harus terintegrasi, terencana, terukur
dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Dejong, W. (1994). Relapse prevention: an emerging technology for promoting long-term drug
abstinence. Journal of Medicine National Institutes of Health, 6: 681-705.
Hurriyati, M. A. (2010). Mengapa pengguna narkoba pada remaja akhir relapse?. Humaniora. 1
(2): 303-314
Idat Muqodas (2015). “Cognitive-Behavior Therapy: Solusi Pendekatan Praktek Konseling di
Indonesia”
Pranatha, A. & Lastari, F.V. (2017). Hubungan antara faktor penyebab dengan kekambuhan pada
penyalahguna narkoba di yayasan maha kasih kuningan tahun 2013. Journal of noursing and
health, 1 (1), 6-17