Kel 5 NAPZA-1

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“UPAYA PENCEGAHAN RELAPS”


Tugas Mata Kuliah “Keperawatan Dalam Rehabilitasi Pengguna NAPZA”

Oleh : Bapak Ns. Asmadi, S.Kep., M.Kep., Sp.Kom

Disusun Oleh :

Kelompok 5

1. Chintya Dwi Agustin (CKR0180006)


2. Edah Jubaedah (CKR0180012)
3. Ida Fatmawati (CKR0180018)
4. Reni Anggraeni (CKR0180031)
5. Tiana Listiana (CKR0180035)
6. Vikhy Nur Anjani (CKR0180037)
7. Dandi Andika (CKR01700

Keperawatan Reguler A
Semester 5

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN AJARAN 2020-2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah


SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini berjudul tentang “Upaya
Pencegahan Relaps” yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas matakuliah
“Keperawatan dalam Rehabilitasi Pengguna NAPZA ” yang di bimbing oleh Bapak Ns. Asmadi,
S.Kep., M.Kep., Sp.Kom

Makalah ini berisi teori-teori mengenai upaya pencegahan relaps. Oleh sebab itu kami
mengucapkan banyak terimakasih atas segala kontribusinya dalam penyusunan makalah ini.

Meski disususn secara maksimal, namun penulis sebagai manusia biasaynya menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membantu penyusunan makalah ini.

Demikian apa yang penulis sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari
makalh ini. Atas kritik dan sarannya penulis menyampaikan terimakasih.

Kuningan, 18 November 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan : Umum dan Khusus ..................................................................

a. Umum ..................................................................................................................

b. Khusus ................................................................................................................

1.4 Sistematika Penulisan .............................................................................................

1.5 Manfaat Penulisan ..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Relaps ...................................................................................................

2.2 penyebab Relaps......................................................................................................

2.3 Tahap-tahap Relaps .................................................................................................

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Relaps.........................................................................

2.5 Upaya Pencegahan Relaps.......................................................................................

2.6 Program Terapi Penderita Gangguan Zat................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .............................................................................................................

3.2 Saran .......................................................................................................................

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan


data Badan Narkotika Nasional (BNN) di tahun 2015, kenaikan presentase pengguna narkoba
di Indonesia mencapai 40%.Menurut kepala BNN, saat ini Indonesia berstatus darurat
narkoba. Tahun 2016 lalu, tercatat bahwa kasus penyalahgunaan narkoba terjadi antara 40
sampai 50 perhari, dan sekarang naik menjadi 57 kasus perhari (Ellya, 2017).Penyalahgunaan
narkoba termasuk masalah yang cukup kompleks dan memiliki dimensi yang luas, baik dari
sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial.Dampak dari penggunaan
narkoba diantaranya dapat mengakibatkan halusinasi, seperti pada penggunaan kokain,
Lysergyc Acid Diethylamide (LSD), dan amphetamine (Infodatin, 2014).
Sasangka (2003) menyatakan penggunaan narkoba menimbulkan efek ketergantungan
baik ketergantungan fisik maupun psikologis. Ketergantungan fisik terlihat pada saat
penghentian penggunaan narkoba. Penghentian penggunaan narkoba ini akan menimbulkan
gejala-gejala abstinensi (suatu rangkaian gejala yang hebat karena pemakaian obat
dihentikan). Misalnya pada obat-obatan turunan morfin akan mengakibatkan ketakutan,
berkeringat, mata berair, gangguan lambung dan usus, sakit perut dan lambung, tidak bisa
tidur dan sebagainya. Gejala-gejala abstinensi tersebut hanya dapat diatasi jika individu
menggunakan narkoba yang sejenis.
Tidak hanya masalah penyalahgunaan NAPZA yang sangat memprihatinkan dan butuh
penyelesaian. Permasalahan yang sering terjadi pada pengguna NAPZA ialah terjadinya
relapse (kambuh). Relapse merupakan permasalahan yang rumit dan butuh penanggulangan
intensif. Sebagian besar penyalahguna narkoba memiliki potensi untuk kambuh. Kambuh
atau relapse akan narkoba merupakan suatu tantangan yang tak terpisahkan dari proses
panjang menuju kesembuhan penuh. Walaupun mantan penyalahguna sudah dapat lepas dari
ketergantungan narkoba untuk jangka waktu tertentu, tetapi kecenderungan untuk
menggunakan zat-zat tersebut atau yang biasa disebut sugesti dapat terjadi secara mendadak
dan tak terkendalikan, terutama pada saatsuasana hati terganggu/kacau. Karena itu, banyak
ahli berpendapat bahwa sugesti untuk kambuh adalah bagian dari penyakit ketergantungan
(Infodatin, 2014). Menurut Eka (dalam Jhonny, 2009), pengguna narkoba yang mengalami
relapse biasanya tidak mampu menghilangkan sugesti akibat penggunaan obat-obatan dan
kurangnya dukungan yang kuat dari keluarga dan lingkungannya untuk dapat bebas dari zat
narkoba, serta ditambah dengan lamanya waktu pengguna mengalami ketergantungan.
Menurut Badan Narkotika Nasional (2007), relapse narkoba merupakan sebuah proses
dari ketidakmampuan individu untuk berhadapan dengan hidup dan biasanya terlihat adanya
perubahan ke arah kemunduran dari faktor gaya hidup, keterampilan dalam menyelesaikan
masalah, emosi, sistem kepercayaan, dan penempatan diri. Apabila individu tidak mampu
keluar dari permasalahan yang dihadapi maka individu akan kembali menggunakan NAPZA
dengan dosis yang lebih tinggi dan jenis yang lebih beragam. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Bisono (2008) bahwa individu yang menggunakan narkoba biasanya merupakan
sebuah akibat. Keadaan yang tidak kondusif yang menjadi penyebab pengguna narkoba
menjadi rapuh, kecewa, dan berakibat pada penggunaan narkoba. Sehingga fenomena
pengguna narkoba yang kembali kambuh (relapse) semakin meningkat tanpa adanya
penyelesaian yang tepat terhadap permasalahan yang dihadapi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian relaps?
2. Apa penyebab relaps?
3. Bagaimana tahap-tahap relaps?
4. Faktor apa saja yang mempengaruhi relaps?
5. Bagaimana upaya pencegahan relaps?
6. Apa program terapi penderita gangguan zat?

1.3 Tujuan Penulisan : Umum dan Khusus


a. Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menambah pengetahuan lebih luas tentang “Materi
Upaya Pencegahan Relaps”

b. Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan yang berkaitan dengan “Materi Upaya Pencegahan
Relaps” pada mahasiswa yang lain, yaitu :
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian relaps
b. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab relaps
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tahap-tahap relaps
d. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor mempengaruhi relaps
e. Mahasiswa mampu menjelaskan upaya pencegahan relaps
f. Mahasiswa mampu menjelaskan program terapi penderita gangguan zat

1.4 Sistematika Penulisan


Penulis membuat sistematika penulisan dengancara membaginya kedalam 3 bab dimana
masing-masingnya mempunyai kaitan satu sama lain secara sistematika yaitu sebagai berikut
:
BAB I PENDAHULUAN : Dalam bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan ada umum dan khusus, sistematika penulisan, dan manfaat penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI : Dalam bab ini teori-teori upaya pencegahan relaps
BAB III PENUTUP : Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA

1.5 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diharapkan sebagai suatu sarana untuk meningkatkan pengetahuan yang telah
didapat dari materi upaya pencegahan relaps ini. Yang sebenernya sebagai masukan bagi
semua mahasiswa dalam upaya menjelaskan, mampu berdiskusi dalam perkuliahan, dapat
digunakan sebagai acuan, dan referensi dalam pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Relaps


Relapse  merupakan penggunaan kembali obat-obatan, khususnya narkoba dalam jangka
waktu tertentu setelah menyelesaikan pengobatan atau rehabilitasi. (Chong dan Lopez, 2007)
Relapse narkoba merupakan sebuah proses dari ketidakmampuan individu untuk
berhadapan dengan hidup dan biasanya terlihat adanya perubahan ke arah kemunduran dari
faktor gaya hidup, keterampilan dalam menyelesaikan masalah, emosi, sistem kepercayaan,
dan penempatan diri. (Badan Narkotika Nasional, 2007)
Relapse Prevention adalah pendekatan perilaku kognitif untuk kambuh dengan tujuan
mengidentifikasi dan mencegah situasi berisiko tinggi seperti penyalahgunaan zat, perilaku
obsesif-kompulsif, pelanggaran seksual, obesitas, dan depresi. Ini adalah komponen penting
dalam proses pengobatan untuk alkoholisme , atau ketergantungan alkohol.
Menurut Eka (dalam Jhonny, 2009), pengguna narkoba yang mengalami relapse biasanya
tidak mampu menghilangkan sugesti akibat penggunaan obat-obatan dan kurangnya
dukungan yang kuat dari keluarga dan lingkungannya untuk dapat bebas dari zat narkoba,
serta ditambah dengan lamanya waktu pengguna mengalami ketergantungan.

2.2 Penyebab Relaps


1. Komitmen yang kurang kuat untuk berhenti memakai NAPZA.
Hal ini terjadi karena pecandu narkoba tidak memiliki tekat yang kuat untuk melupakan
NAPZA.
2. Situasi beresiko tinggi
Hal ini terjadi akibat adanya masalah baru yang dihadapi oleh pecandu narkoba, terutama
penolakan orang lain pada dirinya.
3. Keadaan emosional yang beresiko tinggi
Munculnya perasaan marah, sedih, frustrasi, maupun depresi pada mantan pengguna
dapat memicu pengguna untuk kembali mengkonsumsi narkoba.
4. Konflik antar sesama
Adanya konflik interpersonal dapat memicu munculnya keinginan untuk kembali
menggunakan NAPZA.
5. Tekanan sosial
Adanya penolakan dari lingkungan dan sulitnya berinteraksi dapat menggagalkan
komitmen mereka untuk pulih dari kecanduan.
6. Rendah diri
Perasaan rendah diri pada individu dapat menimbulkan keterasingan diri dari lingkungan
sosial dan kembali terpuruk karena tidak memiliki kepercayaan diri hingga akhirnya
mudah kembali mengkonsumsi narkoba.
7. Mengingat kembali momen di masa lalu saat mengkonsumsi narkoba
8. Melihat tempat-tempat yang memicu ingatan terhadap NAPZA
9. Mudah puas diri dan kelalaian untuk tekun memanfaatkan langkah-langkah yang
menjamin bebas narkoba secara berkelanjutan.

2.3 Tahap-Tahap Relaps


1. Kekambuhan Emosi

Pada tahap ini, dalam diri pecandu belum muncul pikiran untuk kembali
mengkonsumsi narkoba, tetapi emosi atau perasaan serta perilaku mengarah pada
kemungkinan untuk terjadinya relapse.

Tanda-tanda kekambuhan emosi adalah :

1. Perasaan Gelisah
2. Tidak bertoleransi (intolerant)

3. Cepat Marah

4. Keras kepala (defensiveness)

5. Suasana hati yang berubah-ubah (mood swings)

6. Mengisolasi diri

7. Merasa tidak membutuhkan pertolongan

8. Pola makan yang buruk

9. Pola tidur yang buruk

Semakin dini tahapnya diketahui, maka akan semakin mudah untuk menarik kembali
keinginan relapse tersebut. Pada tahap selanjutnya tarikan untuk relapse akan semakin
kuat dan rangkaian kejadiannya bergerak lebih cepat.

Cara mencegah kekambuhan emosi adalah berusaha mengenali/menyadari kalau


dirinya sedang mengalami emotional relapse, menyadari kalau perilakunya mulai
berubah. Seorang pecandu harus tahu  jika dirinya mulai mengisolasi diri, jangan ragu
untuk meminta pertolongan. Mereka harus mengenali jika mulai merasa gelisah dan
mencoba mencari cara untuk relaksasi. Kenali bila pola tidur dan pola makan sudah
menyimpang, cermatilah diri sendiri (self care).
Jika pada tahap ini perilakunya tidak segera diubah dan berada terlalu lama dalam
tahap kekambuhan emosi maka ia akan mudah melarikan diri, dan masuk ke tahap
kambuh berikutnya yaitu kekambuhan mental (mental relapse). Mencermati diri sendiri
(selfcare). Hal paling penting yang dapat dilakukan untuk mencegah emotional relapse
ini adalah mencermati diri sendiri.

Contohnya, jika seseorang tidak memperhatikan diri sendiri dan mempunyai pola
makan serta pola tidur yang buruk, ketika ia merasa letih kemudian ingin mencari
pelarian. Jika tidak membuang kemarahan dan ketakutan melalui bentuk-bentuk
relaksasi, maka akan terbentuk suatu titik dimana dia  merasa tidak nyaman pada dirinya
sendiri. Jika tidak meminta pertolongan maka ia akan merasa terisolasi. Jika situasi-
situasi tersebut berlangsung terlalu lama, maka ia  akan mulai berpikir tentang memakai
obat. Sebaliknya jika ia mau peduli dengan dirinya, mencermati dirinya (self care), maka
dapat menghindari berkembangnya perasaan tersebut dan terhindar dari relapse.

2. Kekambuhan Mental (Mental Relapse)

Dalam kekambuhan mental terjadi perang dalam batin. Sebagian dari dirinya
menginginkan untuk memakai, sebagian menginginkan tidak, tetapi di akhir fase ini
akhirnya dia berpikir untuk kembali memakai narkoba.

Tanda-tanda mental relapse adalah :

- Memikirkan orang, tempat, dan benda-benda yang sering digunakan


- Memikirkan kesenangan yang didapat sewaktu memakai

- Berbohong

- Bergaul dengan teman yang dulu menggunakan narkoba

- Mambayangkan saat memakai

- Berpikir untuk relapse

- Merencanakan waktu relapse

Cara Mengatasi Mental Relapse

a. Mencoba memutar tape.

Saat seseorang berpikiran untuk memakai obat, maka fantasinya mengatakan bahwa
dia tentu dapat mengatasi pemakaiannya saat ini. Dia hanya akan melakukan satu kali
pemakaian. Cobalah untuk memutar tape lagi, satu kali memakai biasanya membuat
dia ingin memakai lagi. Sewaktu bangun pada hari berikutnya, ia merasa menyesali
diri sendiri. Pada hari berikutnya dia mungkin tidak bisa menghentikannya, dan
demikian seterusnya seperti berada dalam lingkaran setan. Jika dia memutar tape dan
mencoba mengambil kesimpulan yang logis, maka bisikan untuk memakai narkoba
lagi itu akan terasa tidak begitu menggoda.

b. Seringkali muncul pikiran yang menggoda,

yaitu seandainya dia memakai narkoba maka tidak ada seorangpun yang tahu jika dia
relapse. Mungkin pasangannya berada di tempat jauh saat akhir pekan, atau sedang
bepergian sendiri. Ketika sifat kecanduan itu mencoba meyakinkan bahwa dirinya
tidak mempunyai masalah yang besar, dan bahwa dia sungguh melakukan recovery
untuk menyenangkan pasangan atau tempat kerjanya, maka cobalah untuk memutar
tape. Ingatkan diri sendiri pada dampak negatif yang pernah dirasakan, dan  akibatnya
bila relapse lagi, dia tentu akan terpojok. Sebaliknya jika dia bisa mengendalikan diri,
maka masalahnya akan selesai saat itu juga.

c. Beritahu teman.

Seorang mantan pecandu perlu untuk memberitahu seseorang bila dirinya mulai
mempunyai keinginan untuk memakai narkoba. Telpon/sharing dengan teman,
pembimbing moral, atau teman dalam recovery. Diskusikan dengan mereka apa yang
sebaiknya dilakukan. Keajaiban dalam dialog/sharing adalah pada saat seseorang
memulai membicarakan tentang pikiran dan perasaannya, maka keinginan untuk
memakai itu akan mulai menghilang. Beban pikiran akan terasa lebih ringan dan dia
merasa tidak sendirian.

d. Mengalihkan diri.

Ketika seorang mempunyai pikiran untuk memakai, maka segera kerjakanlah sesuatu.
Panggil teman, pergi ke pertemuan, bangun dan pergi berjalan, dll. Jika hanya diam,
duduk dengan keinginannya dan tidak melakukan sesuatu, maka dia membiarkan
mental relapse itu berkembang.

e. Tunggu selama 30 menit.

Pada umumnya suatu keinginan itu muncul kurang dari 15 – 30 menit. Dorongan
semacam itu kelihatannya berlangsung lama, tetapi sebetulnya jika dia menyibukkan
diri dan mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan, maka hal itu akan dengan cepat
berlalu.

f. Pikirkan tentang pemulihan hanya untuk hari itu saja.


Tidak perlu berpikir tentang apakah dapat bersih selamanya atau tidak. Itu adalah
pikiran yang melumpuhkan. Hal itu justru akan membebani pikiran, bahkan untuk
orang yang sedang menjalani recovery dalam jangka waktu yang lama.

g. Pikirkan pemulihan untuk satu hari saja,

Berarti hari itu dia harus menyelaraskan tujuan dan kekuatan emosi. Jika kemudian
merasa kuat dan termotivasi untuk tidak memakai, maka beritahu diri sendiri untuk
tidak menggunakannya minggu depan atau bulan depan. Jika memiliki banyak
keinginan, dan itu sering terjadi, yakinkan diri bahwa saya tidak akan memakai untuk
hari ini atau 30 menit kedepan. Jadi jalanilah pemulihan dalam ukuran yang kecil dan
jangan merusak diri sendiri dengan pikiran yang terlalu jauh.

h. Buat  relaksasi menjadi bagian dari pemulihan.

Relaksasi adalah bagian penting dari pencegahan kekambuhan, karena ketika merasa
tegang, seseorang cenderung untuk melakukan apa yang sudah biasa dan salah,
daripada apa yang baru dan benar. Ketika seseorang merasa tegang, ia akan
cenderung untuk melakukan kesalahan yang sama yang dibuat sebelumnya.
Sebaliknya jika bersikap rileks maka akan lebih terbuka kemungkinan untuk berubah.

3. Kekambuhan fisik

Apabila seseorang mulai memikirkan tentang relapse, dan tidak menggunakan


beberapa teknik yang disebutkan di atas, maka tidak akan lama ia sampai pada tahap
relapse fisik, yaitu  pergi ke penjual minuman, pergi ke dealer, mencari bandar, dll.

Jika telah sampai tahap ini maka sulit bagi seseorang untuk menghentikan proses
relapse. Hal itu bukan lagi menyangkut dimana harus fokus dalam usaha pemulihan,
namun menyangkut  usaha yang sangat keras untuk mencapai kondisi yang bersih
(abstinence), dan itu bukan bagian dari recovery. Jika seseorang bisa mengenali tanda
peringatan awal relapse, maka kekambuhan akan dapat diatasi sebelum menjadi
terlambat.

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Relaps


1. High risk situation
High-risk situation adalah situasi yang dapat melemahkan individu dalam mengendalikan
perubahan perilaku yang telah dilakukan dan mengarahkan pada kemungkinan terjadinya
relapse. Mengacu pada penelitian Marlatt dan Gordon (Larimer, dkk, 1999) terdapat
empat situasi yang berperan dalam memicu kecenderungan relapse, yaitu:
a. Kondisi emosi negatif
Kondisi emosi negatif seperti marah, cemas, depresi, frustasi yang merupakan bentuk
dari intrapersonal high-risk situation yang berasosiasi dengan tingginya
kecenderungan relapse. Kondisi emosi negatif ini dapat disebabkan oleh persepsi
intrapersonal utama dari berbagai situasi (seperti merasa bosan dan kesepian) atau
reaksi terhadap peristiwa di lingkungan.
b. Situasi yang melibatkan orang lain atau kelompok
Situasi yang melibatkan orang lain dapat diindikasikan dengan konflik interpersonal.
c. Tekanan sosial
Tekanan sosial dapat berupa persuasi langsung secara verbal ataupun nonverbal dan
tekanan sosial secara tidak langsung (seperti berada di sekitar orang yang sedang
menggunakan narkoba).
d. Kondisi emosional positif
Kondisi emosional positif (seperti saat melakukan suatu perayaan), terpapar dengan
hal yang menstimulus penggunaan narkoba, menguji kemampuan kontrol diri
(menggunakan kemampuan diri untuk membatasi penggunaan narkoba), dan
keinginan menggunakan narkoba yang tidak spesifik diidentifikasi dapat menjadi
situasi yang mengarahkan pada relapse.

2. Coping
Coping adalah kemampuan untuk menghadapi high-risk situation yang dapat
mengarahkan individu untuk kembali menggunakan narkoba. Individu yang dapat
melaksanakan strategi coping efektif (strategi behavioral, seperti meninggalkan atau
menghindari situasi tersebut, dan strategi kognitif, seperti positif self-talk) cenderung
memiliki kecenderungan relapseyang rendah.

3. Outcome expectancies
Outcome expectancies merupakan antisipasi seseorang terhadap efek dari pengalaman
masa depan. Pecandu narkoba yang berpikir positif tentang dampak penggunaan narkoba
dan tidak menghiraukan efek negatif dari narkoba akan memiliki kecenderungan untuk
relapse.

4. Abstinence violation effect


Abstinence violation effect adalah reaksi emosional terhadap penggunaan narkoba
kembali untuk pertama kalinya (lapse) dan atribusi penyebab lapse yang dapat
mengarahkan pada relapse. Seseorang yang mengatribusikan lapse sebagai kegagalan
dirinya untuk mengontrol penggunaan kembali narkoba akan mengalami perasaan
bersalah dan emosi negatif yang mengarahkan peningkatan penggunaan narkoba untuk
menghilangkan rasa bersalah dan emosi negatif.
2.5 Upaya Pencegahan Agar tidak Kembali Menggunakan Obat-Obatan Narkoba (Relaps)

1. Program Terapi Pemulihan Adiksi


Hal pertama yang dilakukan saat mulai bekerjasama dengan orangtuanya dalam
pemulihan. Adiksi (kecanduan) dan penyakit lainnya tidak hanya mengobati si penderita,
tapi juga orantua/keluarga dan orang-orang terdekat. Maksudnya, orang sekitar/terdekat
secara langsung juga mengalami sakit yang diderita oleh si penderita. Memang tidak
secara fisik, melainkan secara psikologis. Alasan itulah, penderita dan orang terdekat
perlu bersama-sama mengobati diri mereka terlebih dahulu. Kemudian, bersama
menjalankan pemulihan.
Contoh : DP dan keluarga bergabung di Yayasan Keluarga Pengasih Indonesia
(YKPI), program dukungan keluarga. Program terdiri dari family sharing, pemahaman
adiksi, kelas CBT (Coginitive – Behavioral Therapy) , dan terapi lainnya. Program terapi
“Family Sharing” ialah program bagi keluarga-keluarga yang sanak-keluarganya
mengalami gangguan adiksi. Dalam program ini, selain berbagi, mereka saling
menguatkan dan memberikan motivasi.
Program Pemahaman Adiksi sangat penting bagi keluarga yang mempunyai minim
pengetahuan tentang adiksi. Belajar hal adiksi, dapat membuat pikiran mereka terbuka
dan mengenali gejala kembali mengunakan narkoba (relapse preventing). Keterbukaan
pun dibutuhkan dan akan terjadi antara penderita gangguan adiksi dan keluarganya bila
saling membuka diri.

2. Pendekatan Konseling
CBT adalah pendekatan konseling yang menitikberatkan pada restrukturisasi atau
pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya secara
fisik maupun psikis. Model terapi ini bisa digunakan oleh siapa saja, tidak terpaku
penguna narkoba dan keluarganya saja, tapi juga buat masyarakat luas dengan
permasalahannya.
Dengan adanya keyakinan manusia mempunyai potensi untuk menyerap pemikiran
yang rasional dan irasional – pemikiran irasional dapat menimbulkan gangguan emosi
dan tingkah laku yang menyimpang – CBT mengarahkan modifikasi fungsi berpikir,
merasa, dan bertindak dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan,
bertanya, dan bertindak, dan memutuskan kembali.

3. Pendekatan Perilaku (Behavior)


Pendekatan perilaku (behavior) diarahkan untuk membangun hubungan yang baik
antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Tujuan dari terapi
untuk individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh agar merasa
lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.
Contoh : Selanjutnya, DP pergi ke Bandung memperdalam ilmu terapi CBT. Dan DP
menerapkan terapi tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di saat timbul sugesti
atau keinginan untuk memakai zat (narkoba).
Berikut gambar Relapse Signs yang seringkali dialami oleh DP (sebelumnya) dan
penguna lain, sehingga  sering kembali mengunakan narkoba.

Peneerapan bila timbul sugesti atau negative thingking yang menyebabkan kembalinya
menggunakan narkoba.
2.6 Program Terapi Penderita Gangguan Zat
1. Motivatonal Interviewing
Contoh : DP melakukan wawancara motivasional untuk membangkitkan kembali gairah
hidupnya. Salah satu cita-cita DP yang terhambat karena penggunaan zat: menyelesaikan
kuliah. Kini DP mengambil jurusan komunikasi (semester 6)  di salah satu universitas
swasta di Jakarta.

2. Coginitive-Behavioral Therapy

Contoh : Terapi ini masih terus digunakan oleh DP untuk mengalihkan pikiran negatifnya
menjadi positif. Tidak saja pada saat timbul keinginan mengunakan narkoba tapi juga saat
menghadapi permasalahan dalam dirinya, lingkungan luar, keluarga, dan pekerjaannya.

3. 12 Steps (12 Langkah)


12 langkah adalah program digunakan untuk mengobati perilaku adiktif dan
disfungsional. Awalnya 12 steps diterapkan untuk pecandu alkohol, kemudian
berkembang penerapannya untuk pecandu narkoba, seks, relationship, dan perilaku 
adiktif serta disfungsional lainnya.
12 langkah merupakan program terapi yang dijalankan pengguna atau orang yang
dalam pemulihan yang diawali mengakui bahwa dirinya tidak berdaya terhadap adiksi
sehingga hidupnya menjadi tidak terkendali.
Contoh : Dengan terapi ini DP diajak untuk mengupas segala permasalahan dalam
dirinya. Misalnya kemarahannya terhadap pasangannya. Di sini DP menulis di work
sheet yang merinci sebab-akibat, sehingga ia kembali berpikir jernih dan dapat
menentukan sikap serta keputusan. Yang pada akhirnya, DP mempunyai kesimpulan dan
mampu untuk “let it go”. DP juga menuliskan permasalahan lain yang pernah terjadi di
masa lalu dan saat ini.
Terapi ini terus digunakan meskipun seorang telah bersih dari narkoba. Permasalahan
hidup bisa memicu pikiran dan perilaku ke arah yang negatif atau kembali mengunakan
narkoba. Menurut saya program terapi bisa digunakan oleh berbagai kalangan yang
mempunyai masalah dalam dirinya.

4. Individual Program Driven

Program ini menyatakan bahwa setiap individu itu unik dan berbeda. Karena alasan
tersebut, konselor ataupun panti rehabilitas menyesuaikan program dengan mengikuti
kebutuhan klien. Juga membantu minat dan bakat pengguna yang bisa diterapkan ke
dalam kehidupannya, misalnya bekerja setelah menyelesaikan program. Contoh DP
menyukai dunia komunikasi, pihak panti rehabilitas memberikan kesempatan kepada DP
untuk berbicara di hadapan pengguna lain pada sesi tertentu. Contoh lain: si AB memiliki
minat di dunia seni film, panti rehabilitasi memberikan ruang untuknya mengeksplorasi
bakat dan minatnya di masa program rehabitas maupun setelah menyelesaikan program.
5. Kegiatan Sosial

Kegiatan sosial serupa dengan berbagi. Dalam dunia akdisi, berbagi adalah suatu hal
yang penting untuk menunjang pemulihannya agar menjadi lebih baik. Dengan
membantu/berbagi kepada orang lain, otomatis membantu dirinya. Bentuknya bisa apa
saja, misal: sharing pengalaman, bekerja di panti rehabilitas, membantu teman
mendapatkan pekerjaan, mendengarkan curhat teman, dan bentuk lainnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Keseimpulan
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) di tahun 2015, kenaikan presentase
pengguna narkoba di Indonesia mencapai 40%.Menurut kepala BNN, saat ini Indonesia
berstatus darurat narkoba. Tahun 2016 lalu, tercatat bahwa kasus penyalahgunaan narkoba
terjadi antara 40 sampai 50 perhari, dan sekarang naik menjadi 57 kasus perhari (Ellya,
2017).Penyalahgunaan narkoba termasuk masalah yang cukup kompleks dan memiliki
dimensi yang luas, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun
psikososial.Dampak dari penggunaan narkoba diantaranya dapat mengakibatkan halusinasi,
seperti pada penggunaan kokain, Lysergyc Acid Diethylamide (LSD), dan amphetamine
(Infodatin, 2014).

3.2 Saran
Pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam mengatasi permasalahan narkotika
di Indonesia. Undang-Undang, Peraturan, Kebijakan, dan Strategi yang di tetapkan
pemerintah dalam menangani permasalahan narkoba sudah cukup baik. Namun dari sisi
implementasi kebijakan masih terdapat kelemahan dan hambatan seperti sumberdaya yang
tidak sebanding, sarana prasarana yang kurang mendukung, serta terbatasnya wewenang
BNN sehingga membuat upaya pemberantasan narkoba berjalan dengan tidak sempurna.
Oleh karenanya berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliiti merekomendasikan
sebaiknya langkah pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba harus lebih
gencar dilaksanakan dari pusat sampai daerah, di mana harus terintegrasi, terencana, terukur
dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Dejong, W. (1994). Relapse prevention: an emerging technology for promoting long-term drug
abstinence. Journal of Medicine National Institutes of Health, 6: 681-705.

Hurriyati, M. A. (2010). Mengapa pengguna narkoba pada remaja akhir relapse?. Humaniora. 1
(2): 303-314
Idat Muqodas (2015). “Cognitive-Behavior Therapy: Solusi Pendekatan Praktek Konseling di
Indonesia”

Pranatha, A. & Lastari, F.V. (2017). Hubungan antara faktor penyebab dengan kekambuhan pada
penyalahguna narkoba di yayasan maha kasih kuningan tahun 2013. Journal of noursing and
health, 1 (1), 6-17

Anda mungkin juga menyukai