Gangguan Pola Tidur
Gangguan Pola Tidur
Gangguan Pola Tidur
Fasilitator:
Riska Rohmawati, S.Kep.Ns., M.Tr.Kep.
Oleh:
Fida Fitriyanah, S.Kep.
1120019172
Penulis
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar
1. Konsep Dasar Lansia
a. Definisi
Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun keatas. Pada
lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara
perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas atau infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi. Oleh karena itu, dalam tubuh akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut penyakit
degeneratif yang menyebebkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode
terminal (Sunaryo dkk, 2016)
b. Batasan Umur Lansia
Menurut pendapat beberapa ahli dalam Efendi (2009), batasan-batasan
umur yang mencakup batasan umur lansia sebagai berikut:
1) Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 pasal 1
ayat (2), (3), (4) tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
2) Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat
kriteria berikut: Usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) ialah 60-70 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat
tua (very old) ialah diatas 90 tahun.
3) Menurut Jos Masdani (Psikologi UI) terdapat empat fase, yaitu: pertama (fase
inventus) ialah 24-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga
(fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 tahun
hingga tutup usia.
4) Menurut Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): >65 tahun
atau 70 tahun. Masa lanjut usia (geriatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga
batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very
old)>80 tahun (Sunaryo dkk, 2016)
c. Tipologi Lansia
Beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Sunaryo dkk, 2016).
Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1) Tipe arif bijaksana.
2) Tipe mandiri.
3) Tipe tidak puas.
4) Tipe pasrah.
5) Tipe bingung.
d. Proses penuaan
Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur
seseorang. Manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur
tersebut. Semakin bertambah umur semakin berkurang fungsi-fungsi organ tubuh.
Hal ini dapat kita lihat dari perbandingan struktur dan fungsi organ antara manusia
yang berumur 70 tahun dengan mereka yang berumur 30 tahun, yaitu berat otak
pada lansia 56%, aliran darah ke otak 80%, cardiac output 70%, jumlah
glomerulus 56%, glomerular filtration rate 69%, vital capacity 56%, asupan O2
selama olahraga 40%, jumlah dari axon pada syaraf spinal 63%, kecepatan
pengantar impuls saraf 90%, dan berat badan 88%. Banyak faktor yang
mempengaruhi penuaan tersebut, sehingga muncullah teoti-teori yang
menjelaskan mengenai faktor penyebab proses penuaan ini (Sunaryo dkk, 2016).
Adapun faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut dapat dibagi
atas dua bagian. Pertama, faktor genetik, yang melibatkan perbaikan DNA,
respons terhadap stress, dan pertahanan terhadap antioksidan. Kedua, faktor
lingkungan, yang meliputi pemasukan kalori, berbagai macam penyakit, dan stress
dari luar, misalnya radiasi atau bahan-bahan kimia. Kedua faktor tersebut akan
mempengaruhi aktivitas metabolisme sel yang akan menyebabkan terjadinya
stress oksidasi sehingga terjadi kerusakan pada sel yang menyebabkan terjadinya
proses penuaan.
e. Perubahan-perubahan yang Terjadi Akibat Proses Penuaan
1) Perubahan pada semua sistem dan implikasi klinik (Sunaryo dkk, 2016):
a) Sel
Jumlah sel pada lansia lebih sedikit, ukurannya lebih besar, jumlah cairan
tubuh dan cairan intraseluler berkurang, proporsi protein diotak, otot, ginjal,
darah, dan hati menurun. Jumlah sel otak menurun, otak menjadi atrofis beratnya
berkurang 5-10%, dan terganggunya mekanisme perbaikan sel.
b) Perubahan pada Sistem Sensoris
Lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori, akan merasa enggan
bersosialisasi karena kemunduran fungsi-fungsi sensoris yang dimiliki.
Merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensori adalah:
(1) Penglihatan
(a) Terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan akomodasi.
Kerusakan ini terjadi karena kerusakan otot-otot siliaris menjadi lebih lemah
dan kendur, dan lensa kristalin mengalami sklerosis, dengan kehilangan
elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan penglihatan jarak dekat.
(b) Penurunan ukuran pupilatau miosis pupil terjadi karena sfingkter pupil
mengalami sklerosis.
(c) Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang
terakumulasi dapat menimbulkan katarak.
(d) Penurunan produksi air mata.
(2) Pendengaran
(a) Pada telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural. Hal ini
terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen syaraf tidak berfungsi
dengan baik sehingga terjadi perubahan konduksi.
(b) Pada telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran timpani,
pengapuran dari tulang pendengaran, otot dan ligamen menjadi lemah dan
kaku.
(c) Pada telinga bagian luar, rambut menjadi panjang dan tebal, kulit menjadi
lebih tipis dan kering, dan peningkatan keratin.
(3) Perabaan
Perabaan mungkin sistem sensori pertama yang menjadi fungsional
apabila terhadap gangguan pada penglihatan dan pendengaran.
(4) Pengecapan
Penurunan jumlah dan kerusakan papila atau kuncup-kuncup perasa lidah.
(5) Penciuman
Penurunan atau kehilangan sensasi penciuman karena penuaan dan usia.
c) Perubahan pada Sistem Integumen
Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas
tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah, dan permukaan dorsalis
tangan dan kaki. Sedikitnya kolagen yang terbentuk pada proses penuaan dan
adanya penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampilan yang lebih keriput.
Tekstur kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan
aktivitas kelenjar eksokrin dan kelenjar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan
penyambung disertai penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan
turgot kulit. Massa lemak bebas berkurang 6,3% BB per dekade dengan
penambhan massa lemak 2% per dekade. Massa ini berkurang sebesar 2,5% per
dekade.
(1) Stratum Korneum
(a) Kohesi sel dan waktu regenerasi sel menjadi lebih lama.
(b) Pelembaban pada stratum korneum berkurang.
(2) Epidermis
(a) Jumlah sel basal menjadi sedikit, perlambatan dalam proses perbaikan sel,
dan penurunan jumlah kedalaman rate ridge.
(b) Terjadi penurunan jumlah melanosit
(c) Penurunan jumlah sel langerhans sehingga menyebabkan penurunan
kompetensi imun.
(d) Kerusakan struktur nukleus kreatinosit.
(3) Dermis
(a) Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan dermal
dan jumlah sel berkurang.
(b) Penghancuran serabut elastis dan jaringan kolagen oleh enzim-enzim.
(c) Vaskularisasi menurun dengan sedikit pembuluh darah kecil.
(4)Subkutis
(a) Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan.
(b) Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh.
(5)Bagian tambahan pada kulit
(a) Berkurangnya folikel rambut.
(b) Pertumbuhan kuku melambat.
(c) Corpus pacini (sensasi tekan) dan corpus meissner (sensasi sentuhan
menurun)
(d) Kelenjar keringat sedikit.
(e) Penurunan kelenjar apokrin.
d) Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal
Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas,
gangguan metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, perusakan
dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon
esterogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang
trabekulae menjadi lebih berongga, mikro-aksitetur berubah dan sering patah, baik
akibat benturan ringan maupun spontan.
(1) Sistem Skeletal
(a) Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan didkus
intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis.
(b) Penurunan produksi tulang kortikal trabekular yang berfungsi sebagai
perlindungan terhadap beban gerakan rotasi dan lengkungan.
(2) Sistem Muskular
(a) Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang.
(b) Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligamen dan sendi,
penyusutan dan sklerosis tendon dan otot, dan perubahan degeneratif
ekstrapiramidal.
(3)Sendi
(a) Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen.
(b) Kekakuan ligamen dan sendi.
(4) Esterogen
Perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua, yaitu
penurunan hormon esterogen. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan unsur-unsur
tulang yang berdampak pada pengeroposan tulang.
e) Perubahan pada Sistem Neurologis
(1) Konduksi saraf perifer yang lebih lambat.
(2) Peningkatan lipofusin sepanjang neuron-neuron.
(3) Termoregulasi oleh hipotalamus kurang efektif.
f) Perubahan pada Sistem Kardiovaskular
(1) Penebalan dinding ventrikel kiri karena peningkatan densitas kolagen dan
hilangnya fungsi serat-serat elastis.
(2)Jumlah sel-sel peace maker mengalami penurunan dan berkas his kehilangan
serat konduksi yang membawa impuls ke ventrikel.
(3)Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus karena peningkatan
serat kolagen dan hilangnya serat elasti dalam lapisan medial arteri.
(4)Vena meregang dan mengalami dilatasi.
g) Perubahan pada Sistem Pulmonal
(1) Paru-paru kecil dan kendur, hilangnya rekoil elastis, dan pembesaran alveoli.
(2) Penurunan kapasitas vital penurunan PaO2 residu.
(3) Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
(4) Klasifikasi kartlago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan.
(5) Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
(6) Kelenjar mukus kurang produktif.
(7) Penurunan sensitivitas sfingter esofagus.
(8) Penurunan sensitivitas kemoreseptor.
h) Perubahan pada Sistem Endokrin
(1) Kadar glukosa darah meningkat.
(2) Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat.
(3) Residu urin didalam kandung kemih meningkat.
(4) Kelenjar tiroid menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit menurun, dan
waktu paruh T3 dan T4 meningkat.
Retensi Na Edema
j. Penatalaksanaan
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko
penyakit kardiovaskuler dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan
terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140
mmHg dan tekanan diastolic di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko.
Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat
antihipertensi. Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara pengobatan
setara non-farmakologi, antara lain(Mansjoer,2002 dalam Aspiani, Reny
Yuli,2014):
1) Pengaturan diet
Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat atau dengan
obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan dapat memperbaiki
keadaan hipertrofi ventrikel kiri. Beberapa diet yang dianjurkan:
a) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada
klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi sehingga sangat berpotensi
sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-100 mmol
atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.
b) Diet kaya buah dan sayur.
c) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.
2) Penurunan berat badan
Mengatasi obesitas pada sebagian orang, dengan cara menurunkan berat
badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan mengurangi beban kerja
jantung dan volume sekuncup. Pada beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas
berhubungan dengan kejadian hipertensi dan hipotrofi ventrikel kiri. Jadi,
penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif menurunkan tekanan darah.
Penurunan berat badan (1 kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan berat badan
dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi perhatian khusus karena
umumnya obat penurun berat badan yang terjual bebas mengandung
simpatomimetik, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah, memperburuk
angina atau gejala gagal jantung dan terjadinya eksaserbasi aritmia.
3) Olahraga
Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat
untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan jantung. Olahraga
isotonik dapat meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi periferdan mengurangi
katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam
satu minggu dianjurkan untuk mengurangi tekanan darah. Olahraga meningkatkan
kadar HDL, dapat mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.
5. Pola istrirahat
Keterangan:
1= Memburuk
2=Cukup memburuk
3=Sedang
4=Cukup membaik
5=Membaik
2. BAB : IV Tingkat Nyeri (L.08066) Perawatan Nyeri (I.08238)
Kategori : Psikologis
Sub Kategori : Nyeri dan Definisi: Definisi:
Kenyamanan Pengalaman sensorik atau emosional yang Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
Kode : D.0077 berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual sensorik atau emosional dengan onset
atau fungsional dengan onset mendadak atau mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
Nyeri Akut lambat dan berintensitas ringan hingga berat hingga berat dan konsisten.
dan konsisten. Tindakan
Definisi: Observasi
Pengalaman sensorik atau Ekspektasi: Menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
emosional yang berkaitan dengan frekwensi, kualitas, intensitas nyeri
kerusakan jaringan aktual atau Kriteria Hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
fungsional, dengan onset 1. Kemampuan menuntaskan aktivitas 3. Identivikasi respon nyeri non verbal
mendadak atau lambat dan 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
berintegritas ringan hingga berat Keterangan: memperingan nyeri
yang berlangsung kurang dari 3 1 = Menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
bulan. 2 = Cukup Menurun tentang nyeri
3 = Sedang 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
Penyebab 4 = Cukup Meningkat respon nyeri
2. Agen pencedra fisiologis (mis, 5 = Meningkat 7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
inflamasi, iskemia, kualitas hidup
neoplasma) 2. Keluhan nyeri 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
3. Agen pencedra kimiawi (mis, 3. Meringis yang sudah diberikan
terbakar, bahan kimia iritan) 4. Sikap protektif 9. Monitor efek samping penggunaan
4. Agen pencedra fisik (mis, 5. Gelisah analgetik
abses amputasi terbakar, 6. Kesulitan tidur Terapeutik
terpotong, mengangkat beban 7. Menarik diri 1. Berikan teknik non farmakologis untuk
berat, prosedur operasi, trauma 8. Berfokus pada diri sendiri mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
latihan fisik yang berlebihan) 9. Diaforesis hypnosis, akupresur, terapi musik,
Gejala dan Tanda Mayor 10.Perasaan depresi (tertekan) biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
a. Subjektif 11.Perasaan takut mengalami cedera teknik imajinasi terbimbing, kompres
1. Mengeluh nyeri berulang hangat atau dingin, terapi bermain)
b. Objektif 12.Anoreksia 2. Kontrol lingkungan yang memperberat
1. Tampak meringis 13.Perineum terasa tertekan rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
2. Bersikap protektif (mis. 14.Uterus teraba membulat pencahayaan, dan kebisingan)
Waspada, posisi 15.Ketegangan otot 3. Fasilitasi istirahat tidur
menghindari nyeri) 16.Pupil dilatasi 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
3. Gelisah 17.Muntah dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
4. Frekwensi nadi 18.Mual Edukasi
meningkat 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
5. Sulit Tidur Keterangan: nyeri
1 = Meningkat 2. Jelaskan strategi meredahkan nyeri
Gejala dan Tanda Minor 2 = Cukup Meningkat 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
a. Subjektif 3 = Sedang 4. Anjurkan menggunakan analgesik secara
(tidak tersedia) 4 = Cukup Menurun tepat
b. Objektif 5 = Menurun 5. Anjurkan teknik non farmakologis untuk
1. Tekanan darah meningkat mengurangi rasa nyeri
2. Pola napas berubah 19.Frekwensi nadi Kolaborasi
3. Nafsu makan berubah 20.Pola napas 1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Proses berfikir terganggu 21.Tekanan darah
5. Menarik diri 22.Proses berpikir
6. Berfokus pada diri sendiri 23.Fokus
7. Diaforesis 24.Fungsi berkemih
25.Perilaku
Kondisi Klinis Terkait 26.Nafsu makan
1. Kondisi pembedahan 27.Pola tidur
2. Cedera traumatis
3. Infeksi Keterangan:
4. Sindroma coroner akut 1 = Memburuk
5. Glaukoma 2 = Cukup Memburuk
3 = Sedang
4 = Cukup Membaik
5 = Membaik
3. BAB : IV Tingkat pengetahuan (L.1211) Edukasi Kesehatan (I.12383)
Kategori : Perilaku
Sub Kategori : Penyuluhan dan Definisi: Kecukupan informasi kognitif yang Definisi: Menganjurkan pengelolaan faktor
Pembelajaran berkaitan dengan topik tertentu resiko hidup bersih serta sehat.
Kode : D.0111 Ekspektasi: Meningkat Tindakan
Observasi
Defisit Pengetahuan Kriteria Hasil: 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
1. Perilaku sesuai anjuran menerima informasi
Definisi: 2. Verbalisasi minta dalam belajar 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
Ketiadaan atau kurangnya 3. Kemampuan menjelaskan pengetahuan meningkatkan dan menurunkan motivasi
informasi kognitif yang erkaitan suatu topik perilaku hidup sehat
dengan topic tertentu. 4. Kemampuan menggambarkan Terapeutik
pengalaman sebelumnya yang sesuai 3. Sediakan materi dan media pendidikan
Penyebab dengan topic kesehatan
1. Keterbatasan kognitif 5. Perilaku dengan sesuai pengetahuan 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
2. Gangguan fungsi kognitif kesepakatan
3. Kekeliruan mengikuti anjuran Keterangan: 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
4. Kurang terpapar informasi 1 = Menurun Edukasi
5. Kurang minat dalam belajar 2 = Cukup Menurun 6. Jelaskan faktor resiko yang dapat
6. Kurang mampu mengingat 3 = Sedang mempengaruhi kesehatan
7. Ketidaktahuan menemukan 4 = Cukup Meningkat 7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
sumber informasi 5 = Meningkat 8. Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup sehat
6. Pertanyaan tentang masalah yang
dihadapi Edukasi Diet (I.12369)
Gejala dan Tanda Mayor 7. Presepsi yang keliru terhadap masalah Tindakan:
a. Subjektif 8. Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat Observasi
1. Menanyakan masalah yang 1. Identifikasi kemampuan pasien dan
dihadapi Keterangan: keluarga menerima informasi
b. Objektif 1 = Meningkat 2. Identifikasi tingkat pengetahuan saat ini
1. Menunjukkan perilaku 2 = Cukup Meningkat 3. Identifikasi kebiasaan pola makan saat ini
yang tiak sesuai anjuran 3 = Sedang dan masa lalu
2. Menunjukkan persepsi 4 = Cukup Menurun 4. Identifikasi persepsi pasien dan keluarga
yang keliru terhadap 5 = Menurun tentang diet yang diprogramkan
masalah Terapeutik
5. Persiapkan materi, media, dan alat peraga
Gejala dan Tanda Minor 6. Berikan kesempatan pasien dan keluarga
a. Subjektif Tingkat kepatuhan (L.12110) bertanya
(tidak tersedia) Kriteria Hasil 7. Sediakan rencana makan tertulis, jika perlu
b. Objektif 1. Verbalisasi kemauan mematuhi program Edukasi
1. Menjalani pemeriksaan perawatan atau pengobatan 8. Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap
yang tidak tepat 2. Verbalisasi mengikuti anjuran kesehatan
2. Menunjukkan perilaku 9. Informasikan makanan yang
yang berlebihan (mis. Keterangan: diperbolehkan dan dilarang
Apatis, bermusuhan, 1 = Menurun 10. Anjurkan mengganti bahan makanan
agitasi, hysteria) 2 = Cukup Menurun sesuai dengan diet yang diprogramkan
3 = Sedang 11. Anjurkan melakukan olahraga sesuai
Kondisi Klinis Terkait 4 = Cukup Meningkat toleransi
1. Kondisi klinis yang baru 5 = Meningkat 12. Rekomendasikan resep makanan yang
dihadapi klien sesuai dengan diet, jika perlu
2. Penyakit akut 3. Resiko komplikasi penyakit atau masalah
3. Penyakit kronis kesehatan
Keterangan:
1 = Meningkat
2 = Cukup Meningkat
3 = Sedang
4 = Cukup Menurun
5 = Menurun
Keterangan:
1 = Memburuk
2 = Cukup Memburuk
3 = Sedang
4 = Cukup Membaik
5 = Membaik
c. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan pada
tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang
telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Fase implementasi atau
pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu validasi rencana keperawatan,
mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan, dan
pengumpulan data.
d. Evaluasi
a. Perawat bertanggung jawab untuk mengevaluasi status dan kemajuan klien
terhadap pencapaian hasil dari tujuan keperawatan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
b. Kegiatan evaluasi meliputi mengkaji kemajuan status kesehatan klien,
membandingkan respons klien dengan kriteria hasil dan menyimpulkan hasil
kemajuan masalah dan kemajuan pencapaian tujuan keperawatan klien.
c. Perawat akan mencatat hasil evaluasi dalam lembar evaluasi dalam lembar
evaluasi atau dalam catatan kemajuan.
d. Dalam menelaah kemajuan klien dalam pencapaian hasil, perawat akan
mencatat salah satu dari keputusan berikut, dalam lembar evaluasi atau dalam
catatan kemajuan pada saat ditentukan untuk melakukan evaluasi:
a) Lanjutkan: Diagnosis masih berlaku, tujuan dan kriteria standar masih
relevan.
b) Direvisi: Diagnosis masih berlaku, tetapi tujuan dan tindakan keperawatan
memerlukan perbaikan.
c) Teratasi: Tujuan keperawatan telah dicapai, dan rencana perawatan tidak
dilanjutkan.
d) Dipakai lagi: Diagnosis yang telah teratasi terjadi lagi.
Evaluasi juga dapat disusun dengan menggunakan format SOAPIE atau
SOAPIER. Format ini digunakan apabila implementasi keperawatan dan evaluasi
didokumentasikan dalam satu catatan yang disebut catatan kemajuan.
S : Adalah hal-hal yang dikemukakan oleh klien secara subjektif setelah
dilakukan intervensi keperawatan.
O : Adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan.
A : Adalah analisis dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan
keperawatan dan kriteria hasil terkait dengan diagnosis.
P : Adalah perencanaan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisis respons
klien.
I : Adalah implementasi dari perencanaan dengan mencatat waktu tindakan dan
kegiatan tindakan keperawatan.
E : Adalah evaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilakukan dengan
mencatat waktu dan hasil kemajuan yang telah dicapai klien (Sunaryo dkk,
2016).
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria hasil Kepreawatan. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.