Makalah Persalinan Preterm (Prematur)

Anda di halaman 1dari 6

Kesulitan download ?

Kunjungi: https://warungbidan.blogspot.com/2020/11/makalah-persalinan-preterm-prematur.html

Makalah Persalinan Preterm/Prematur

A. Definisi Persalinan Prematur


Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu (Alston, 2013). Organisasi Kesehatan Dunia yaitu WHO (2013) membagi
persalinan prematur menjadi tiga kategori berdasarkan umur kehamilan, yaitu:
a. extremely preterm bila kurang dari 28 minggu
b. very preterm bila kurang dari 32 minggu
c. moderate to late preterm antara 32 dan 37 minggu

B. Patogenesis Persalinan Prematur


Persalinan prematur dapat terjadi secara spontan atau karena ada indikasi. Persalinan
prematur secara spontan dapat terjadi pada selaput ketuban yang masih intak atau karena
ketuban pecah dini (preterm premature rupture of fetal membranes). Persalinan prematur
atas indikasi bisa tejadi karena kondisi yang terjadi pada ibu ataupun janin. Kondisi pada
ibu yang sering menginduksi adalah kejadian preeklampsia, plasenta previa sedangkan
pada janin adalah karena pertumbuhan janin terhambat. Namun, kedua kondisi ini dapat
terjadi secara bersamaan. Dari semua kasus persalinan prematur yang terjadi, 25% terjadi
atas indikasi dan 75% terjadi secara spontan dimana 45% dengan selaput ketuban yang
masih intak dan 30% dengan kasus ketuban pecah dini (Romero, 2012).
Proses persalinan aterm dan prematur pada dasarnya adalah sama, perbedaannya
hanya pada usia kehamilan. Mekanisme umum persalinan yaitu adanya kontraksi uterus,
pendataran serviks, dan ketuban pecah. Perbedaan yang paling mendasar antara
persalinan aterm dan prematur adalah persalinan aterm terjadi sebagai hasil proses
fisiologis dari mekanisme umum persalinan sedangkan persalinan prematur sebagai hasil
proses patologis yang mengaktifkan salah satu atau lebih komponen dari mekanisme
umum persalinan (Romero, 2012)
Mekanisme umum persalinan pada persalinan aterm ataupun prematur melibatkan
psoses anatomik, biokimia, imunologi, endokrin, dan hal klinis pada ibu dan janin.
Banyak klinisi lebih menekankan pada komponen uterus meliputi kontraksi miometrium,
dilatasi serviks, dan pecahnya ketuban. Namun, dapat terjadi perubahan sistemik seperti
peningkatan kadar Corticotropin Releasinng Hormone (CRH) di plasma (Romero, 2012).
Keseluruhan aktivasi mekanisme persalinan dipicu oleh suatu sinyal. Prostaglandin
dipertimbangkan sebagai kunci dalam onset persalinan karena dapat memicu kontraksi
miometrium, perubahan matrix ekstraselular yang berhubungan dengan pendataran
serviks dan aktivasi membran desidua (Romero, 2012)
Menurut Prawirohardjo (2011), kasus persalinan prematur dapat terjadi sebagai
akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak
terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun janin,
akibat stress pada ibu atau janin.
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asendens dari traktus
genitourinaria atau infeksi sistemik.
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan pada uterus atau serviks

C. Penyebab Persalinan Prematur


Persalinan prematur dapat disebabkan oleh banyak faktor. Cunningham, et.al., (2011)
menyatakan bahwa penyebab persalinan prematur dapat dibagi menjadi:
1. Komplikasi medis dan obstetrik
Kurang lebih 1/3 dari kejadian persalinan prematur disebabkan oleh halhal yang
berkaitan dengan komplikasi medis atau obstetrik tertentu misalnya pada kasus-kasus
perdarahan antepartum atau hipertensi dalam kehamilan yang sebagian besar
memerlukan tindakan terminasi saat kehamilan preterm. Akan tetapi, 2/3 dari kejadian
persalinan prematur tidak diketahui secara jelas penyebabnya karena persalinan
prematur pada kelompok ini terjadi persalinan yang spontan atau idiopatik (Feryanto,
2011).
2. Faktor gaya hidup
Perilaku seperti merokok, gizi buruk, penambahan berat badan yang kurang
baik selama kehamilan, serta penggunaan obat seperti kokain atau alkohol telah
dilaporkan memainkan peranan penting pada kejadian prematur dan hasil akhir bayi
dengan berat lahir rendah (Cunningham et al, 2011). Penyalahgunaan alkohol tidak
hanya dikaitkan dengan kelahiran prematur melainkan dengan peningkatan cedera otak

1
pada bayi yang lahir prematur. Konsumsi alkohol yang berlebihan selama kehamilan
dapat memengaruhi perkembangan fetus dan harapan hidup neonatus. Wanita yang
mengonsumsi alkohol lebih dari satu gelas per hari dapat meningkatkan risiko
persalinan prematur sementara jika mengosumsi akohol kurang dari 4 gelas tiap miggu
tidak memberikan efek meningkatkan risiko persalinan premature (Offiah, Donoghue,
dan Kenny, 2012).
Faktor usia juga diduga berhubungan dengan kejadian persalinan prematur.
Wanita usia muda cenderung mempunyai pasangan seksual yang lebih banyak dan
infeksi pada vagina, sementara wanita usia yang lebih tua cenderung mengalami
kontaksi uterus yang irregular, seperti mioma (Chalermchockcharoenkit, 2012).
3. Faktor genetik
Kelahiran prematur juga diduga sebagai suatu proses yang terjadi secara familial
karena sifat persalinan prematur yang berulang dan prevalensinya yang berbeda-beda
antar ras (Cunningham et al, 2011).
4. Infeksi cairan amnion dan korion
Infeksi koriamnion yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme telah muncul
sebagai penyebab kasus pecah ketuban dini dan persalinan prematur. Proses persalinan
aterm diawali dengan aktivasi dari fosfolipase A2 (PLA-2) yang melepaskan bahan
asam arakidonat dari selaput amnion janin sehingga meningkatkan penyediaan asam
arakidonat benas untuk sintesis prostaglandin. Banyak mikroorganisme yang
menghasilkan fosfolipase A2 sehingga mencetuskan persalinan prematur. Endotoksin
bakteri (liposakarida) dalam cairan amnion merangsang sel desidua untuk
memproduksi sitokin dan prostaglandin yang memicu persalinan (Cunningham, 2011).
Drife dan Magowan dalam Prawirohardjo (2011) menyatakan bahwa proses persalinan
prematur yang dikaitkan dengan infeksi diperkirakan diawali dengan pengeluaran
produk sebagai hasil dari aktivasi monosit. Berbagai sitokin termasuk interleukin-1,
tumor nekrosing faktor (TNF), dan interleukin 6 adalah produk sekretorik yang
dikaitkan dengan persalinan prematur. Sementara itu, Platelet Activating Factor (PAF)
yang ditemukan dalam air ketuban terlibat secara sinergik pada aktivasi jalinan sitokin
tadi. PAF diduga dihasilkan dari paru dan ginjal janin. Dengan demikian janin
memerankan peran sinergik dalam mengawali proses persalinan prematur yang
disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri mungkin menyebabkan kerusakan membran
melalui pengaruh langsung dari protease.

2
Sedangkan Prawirohardjo (2011) menyatakan bahwa kondisi yang terjadi selama
kehamilan dapat berisiko terhadap kejadian persalinan prematur yang dibagi dalam
dua faktor, yaitu:
1. Janin dan plasenta
a. perdarahan trimester awal
b. perdarahan antepartum (plasenta previa, solution plasenta, vasa previa)
c. ketuban pecah dini (KPD)
d. pertumbuhan janin terhambat
e. cacat bawaan janin
f. kehamilan ganda/gemeli
g. polihidramnion

2. Ibu
a. penyakit berat pada ibu
b. diabetes mellitus
c. preeklamsia/hipertensi
d. infeksi saluran kemih/genital/intrauterin
e. penyakit infeksi dengan demam
f. stress psikologik
g. kelainan bentuk uterus/serviks
h. riwayat persalinan prematur/abortus berulang
i. inkompetensia serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
j. pemakaian obat narkotia
k. trauma perokok berat
l. kelainan imunologik/kelainan resus

D. Dampak Persalinan Prematur


Permasalahan pada persalinan prematur bukan saja pada kematian perinatal,
melainkan bayi prematur sering disertai kelainan, baik kelainan jangka pendek maupun
jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi adalah: RDS (Respiratory
Distress Syndrome), perdarahan intra/periventrikular, NEC (Necrotizing Entero Cilitis),
displasi bronko-pulmoner, sepsis, dan paten duktus arteriosus. Adapun kelainan jangka
panjang sering berupa serebral palsi,retinopati, retardasi mental, juga dapat berupa
disfungsi neurobehavioral dan prestasi sekolah yang kurang baik (Prawirohardjo, 2011).

3
Bayi yang lahir sebelum 32 minggu memiliki risiko yang sangat besar akan kematian
dan kesehatan yang buruk di masa kehidupannya, begitu juga dengan bayi yang lahir di
antara 32 sampai 36 minggu masih tetap memiliki masalah kesehatan dan perkembangan
dibandingkan bayi yang dilahirkan cukup bulan (Institute of Medicine, 2006).
Komplikasi pada persalinan prematur terjadi karena sistem organ yang masih imatur
yang masih belum siap untuk mendukung kehidupan di lingkungan ekstrauterin.
Inflamasi dan pengeluaran sitokin yang mencetuskan parsalinan prematur diduga sebagai
patogenesis chronic lung disease, NEC(Necrotizing Entero Cilitis), ROP(Rethinopathy of
Prematurity), dan kerusakan pada brain white matter ( Behrman dan Butler, 2007)

E. Diagnosis Persalinan Prematur


Diagnosis persalinan prematur adalah salah satu hal yang sulit. Diagnosis persalinan
prematur didasarkan pada pemeriksaan klinis dari kontraksi uterus dan perubahan seviks.
Keadaan yang lebih sulit adalah ketika pasien mengalami kontraksi yang regular tetapi
dengan dilatasi serviks yang minimal. Bila pasien dengan usia kehamilan di bawah 37
minggu, kontraksi uterus yang regular dengan dilatasi serviks 3 cm dan penipisan 80%,
dipertimbangkan mengalami persalinan prematur tanpa menunggu perubahan serviks
(Chalermchockcharoenkit, 2012).
Menurut Prawirohardjo (2011), sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis
ancaman persalinan prematur. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak
benar-benar merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat dipakai
sebagai diagnosis ancaman persalinan prematur, yaitu:
a. kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3 kali dalam waktu
10 menit
b. adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
c. perdarahan bercak
d. perasaan menekan pada daerah serviks
e. pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm dan
penipisan 50-80%
f. presentasi janin rendah sampai mencapai spina isiadika
g. selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan prematur
h. terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu Menurut Prawirohardjo (2011), beberapa
indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan prematur, yaitu
sebagai berikut:

4
1) Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan
pemendekan serviks (secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya ketuban
pecah dini juga meramalkan akan terjadinya persalinan prematur
2) Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah jumlah leukosit
dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml), dan
pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>13.000/ml)
3) Indikator biokimia
Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks, dan
air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antar korion
dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar fibronektin janin
50ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko persalianan prematur.
4) Corticotropin Releasing Hormone (CRH): peningkatan CRH dini atau pada
trimester 2 merupakan indikator kuat untyk terjadinya persalinan premature.
5) Sitokin inflamasi: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin sebanyak
10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama kehamilan dan mencapai
puncak pada trimester akhir yaitu 54,8±53 U/ml. Penurunan kadar dalam serum
akan berisiko terjadinya persalinan prematur.
6) Feritin: Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitive untuk
keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan berbagai
keadaan fase akut termasuk kondisi inflamasi.

Anda mungkin juga menyukai