BAB II RULA REBA - New

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam dunia industri kondisi kerja yang baik merupakan suatu hak bagi pekerja yang
harus didapatkan. Perusahaan atau pelaku industri harus mampu menyediakan lingkungan dan
kondisi kerja yang aman dan nyaman bagi para pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Kondisi
kerja perlu diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan kesehatan dan keselamatan kerja
untuk semua pekerja. Manusia akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga
dicapai suatu hasil yang optimal, apabila ditunjang dengan kondisi kerja yang baik. Kondisi kerja
dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara
optimal,sehat,aman dan nyaman. Produktivitas dan kondisi kerja mempunyai ketergantungan
satu sama lain produktivitas tidak akan baik jika kondisi kerja tidak efektif. Keluhan dan
Kecelakaan kerja akan terjadi jika pekerja melakukan pekerjaan dengan kondisi kerja yang tidak
ergonomi atau kurang efektif, jika dalam suatu proses kerja terjadi kecelakaan kerja dapat
berakibat produksi menjadi terhenti. Yang harus menjadi perhatian jika ingin mendapatkan
produktivitas yang baik dan meminimalisir gangguan pada sistem otot dan kecelakaan kerja yaitu
dengan menggunakan konsep ergonomi dalam pekerjaan.

Proses keselamatan kerja yaitu terkait dengan usaha mencegah kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang dikarenakan oleh beragam aspek bahaya, baik datang dari pemakaian
mesin-mesin produksi ataupun lingkungan kerja dan aksi pekerja sendiri. Oleh karena itu,
undang – undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dibentuk dengan tujuan untuk
mengatur ketentuan kesehatan dan keselamatan bagi individu termasuk pekerja. Pada
kenyataannya banyak terjadi kecelakaan kerja pada pekerja dikarenakan kurangnya kewaspadaan
tenaga kerja akan bahaya potensial kerja. Salah satu yang menjadi aspek penelitian adalah
Muscoskeletal Disorder, studi tentang Muscoskeletal Disorder telah banyak dilakukan dan hasil
dari penelitian menunjukan bahwa keluhan otot skeletal yang paling banyak dialami oleh pekerja
adalah di bagian punggung (Low Back Pain) dan bahu.

Menurut Occupational Health and Safety Council of Ontario (OHSCO) tahun 2007,
Keluhan muskuloskeletal adalah serangkaian sakit pada tendon, otot, dan saraf. Aktifitas dengan
tingkat pengulangan tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan sehingga dapat
menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak nyaman pada otot. Keluhan musculoskeletal dapat terjadi
walaupun gaya yang dikeluarkan ringan dan postur kerja yang memuaskan. Keluhan
muskuloskeletal atau gangguan otot rangka merupakan kerusakan pada otot, saraf, tendon,
ligament, persendian, kartilago, dan discus invertebralis. Kerusakan pada otot dapat berupa
ketegangan otot, inflamasi, dan degenerasi. Sedangkan kerusakan pada tulang dapat berupa
memar, mikro faktor, patah, atau terpelintir. Pada penelitian di CV. Basani kondisi sifat kerja
pada bagian produksinya yang ada di bidang Konstruksi, sering kali pekerja mengeluh karena
ada bagian tubuh yang 2 merasa sakit, yaitu di daerah leher, bahu, dan punggung. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah memperbaiki metode kerja yaitu
postur kerja yang tidak ergonomis.

Posisi kerja duduk yang cukup lama akan memberikan tekanan pada saraf dan otot pada
kaki dan tangan sehingga dapat menimbulkan gangguan pada tubuh. Jika posisi ini
dipertahankan maka akan menimbulkan keluhan pada sistem otot seperti sakit pinggang, sakit
leher, sakit bahu, punggung, lengan dan pergelangan tangan. Berdasarkan penelitian di PT.
Bandung Raya Motor keluhan pada sistem otot diakibatkan oleh postur kerja yang tidak sesuai.
Perusahaan industri tersebut bergerak di bidang jasa shop center dan service center yang dalam
setiap pekerjaan memiliki beban kerj adan risiko tersendiri khususnya bagian service center,
aktivitas tersebut dilakukan secara manual menurut SOP dan membutuhkan waktu sesuai
kemampuan pekerjanya. Jadi untuk menganalisa dan mengevaluasi postur kerja sehingga dapat
meminimalisir cedera pada otot tulang belakang pekerja dilakukan dengan menggunakan metode
REBA.

Sejauh ini banyak penelitian yang mencoba menganalisa postur kerja misalnya
menggunakan RULA (Rapid Upper Limb Assesment. Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
adalah sebuah metode untuk menilai postur, gaya, dan gerakan suatu aktivitas kerja yang
berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini dikembangkan
untuk menyelidiki resiko kelainan yang akan dialami oleh seorang pekerja dalam melakukan
aktivitas kerja yang memanfaatkan anggota tubuh bagian atas (upper limb). Pada Penelitian ini
akan menggunakan metode RULA (Rapid Upper Limb Assesment). RULA merupakan suatu
metode penelitian postur untuk menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas.
Metode ini menggunakan diagram dari postur tubuh dan 3 tabel skor dalam menetapkan evaluasi
faktor resiko.Sedangkan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) merupakan metode
yang dikembangkan untuk menilai secara keseluruhan bagian tubuh dan cepat contohnya pada
postur bagian leher, punggung, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki seorang
pekerja. Metode REBA adalah metode yang dikembangkan dari metode OWAS (The Ovoko
Working Posture Analysis Sistem) dan metode RULA.

1.2 Rumusan Masalah

a) Apakah pengertian dari Ergonomi ?


b) Apakah Pengertian dari RULA-REBA ?
c) Apa tujuan dari metode RULA-REBA?
d) Apa kelebihan dan kekurangan metode RULA-REBA?
e) Bagaimanakah Hubungan Antara Ergonomi, Postur Kerja dan RULA-REBA ?
f) Bagaimana Analisis Penilaian pada Metode RULA-REBA ?
g) Bagaimanakah Postur kerja tubuh yang ergonomik ?
h) Bagaimana Postur kerja yang aman bagi pekerja dengan metode RULA-REBA ?
i) Bagaimana rekomendasi posisi postur kerja yang aman berdasarkan metode RULA-
REBA ?
j) Sebutkan beberapa contoh kasus yang menggunakan metode RULA-REBA.
1.3 Tujuan
a) Untuk mengetahui pengertian dari Ergonomi
b) Untuk mengetahui Pengertian dari RULA-REBA
c) Untuk mengetahui tujuan dari RULA-REBA
d) Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan metode RULA-REBA
e) Untuk mengetahui Hubungan Antara Ergonomi, Postur Kerja dan RULA-REBA
f) Untuk mengetahui Bagaimana Analisis Penilaian pada Metode RULA-REBA
g) Untuk mengetahui Bagaimana Postur kerja tubuh yang ergonomic
h) Untuk mengetahui Bagaimana Postur kerja yang aman bagi pekerja dengan metode
RULA-REBA
i) Untuk mengetahui Bagaimana rekomendasi posisi postur kerja yang aman berdasarkan
metode RULA-REBA
j) Untuk mengetahui contoh kasus yang menggunakan metode RULA-REBA.
1.4 Manfaat
a) Bagi perusahaan
Menjadi informasi bagi perusahaan tentang postur kerja yang berisiko cedera. Kemudian
dapat dijadikan pertimbangan oleh perusahaan untuk melakukan perbaikan postur kerja
sahingga dapat menjegah perkerja dari cidera masculoskeletal
b) Bagi mahasiswa

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perbaikan postur kerja


menggunakan metode RULA – REBA
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ergonomi

Ergonomi (ergonomics) berasal dari kata Yunani yaitu ergo yang berarti kerja dan nomos
yang berarti hukum, dimana ergonomi sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia
dalam kaitannya dengan pekerjaannya. Istilah ergonomi lebih populer digunakan oleh beberapa
negara Eropa Barat, dan di Amerika istilah ini lebih dikenal sebagai Human Faktors
Engineerings atau Human Engineering (Wignjosoebroto, 2003). Istilah ergonomi didefinisikan
sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara
anatomi, fisiologi, engineering, manajemen dan desain peralatan (Nurmianto, 2003).

Dari survei pendahuluan yang dilakukan pekerja mengalami gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh sikap kerja yang tidak ergonomis. Keluhan yang dialami antara lain: sakit pada
pinggang, lelah seluruh badan, nyeri lutut dan kaki, keluhan pada lengan dan tangan, dan nyeri
bahu dan punggung (Manuaba, 2000).

Beberapa prinsip kerja secara ergonomis agar terhindar dari cedera antara lain:

1. Gunakan tenaga seefisien mungkin, beban yang tidak perlu harus dikurangi atau dihilangkan,
perhitungkan gaya berat yang mengacu pada berat badan dan bila perlu gunakan pengungkit
sebagai alat bantu.

2. Sikap tubuh berdiri, duduk dan jongkok hendaknya disesuaikan dengan prinsip-prinsip
ergonomi.

3. Panca indera dapat dimanfaatkan sebagai alat kontrol, bila susah harus istirahat (jangan
dipaksa) dan bila lapar atau haus harus makan /minum (jangan ditahan).

4. Jantung digunakan sebagai parameter yang diukur lebih dari jumlah maksimum yang
diperbolehkan (Wignjosoebroto, 2003).

Ergonomi juga dapat digunakan dalam menelaah sistem manusia dan poduksi yang
kompleks. Dapat ditentukan tugas-tugas apa yang diberikan kepada tenaga kerja dan yang mana
kepada mesin. Dibawah ini dikemukakan beberapa prinsip ergonomi sebagai pegangan, antara
lain : (Suma’mur, 1996)

1. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan
penempatan mesin-mesin, penempatan alat-alat penunjuk, cara-cara harus melayani mesin
(macam, gerak, arah dan kekuatan).

2. Dari sudut otot sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk. Sedangkan dari
sudut tulang duduk yang baik adalah duduk tegak agar punggung tidak bungkuk dan otot
perut tidak lemas. Maka dianjurkan memilih sikap duduk yang tegak yang diselingi istirahat
dan sedikit membungkuk.

3. Pekerjaan berdiri sedapat mungkin dirubah menjadi pekerjaan duduk. Dalam hal tidak
mungkin kepada pekerja diberi tempat dan kesempatan untuk duduk.

4. Arah penglihatan untuk pekerjaan berdiri adalah 23-37o kebawah. Arah penglihatan ini sesuai
dengan sikap kepala yang istirahat (relaxed).

5. Ruang gerak lengan ditentukan oleh punggung lengan seluruhnya dan lengan bawah.
Pegangan-pegangan harus diletakkan, lebih-lebih bila sikap tubuh tidak berubah.

6. Macam gerakan yang kontinu dan berirama lebih diutamakan, sedangkan gerakan yang
sekonyong-konyong pada permulaan dan berhenti dengan paksa sangat melelahkan. Gerakan
ke atas harus dihindarkan, berilah papan penyokong pada sikap lengan yang melelahkan.
Hindarkan getaran-getaran kuat pada kaki dan lengan.

7. Pembebanan sebaiknya dipilih yang optimum, yaitu beban yang dapat dikerjakan dengan
pengerahan tenaga paling efisien. Beban fisik maksimum telah ditentukan oleh ILO sebesar
50kg. Cara mengangkat dan menolak hendaknya memperhatikan hukum-hukum ilmu gaya
dan dihindarkan penggunaan tenaga yang tidak perlu. Beban hendaknya menekan langsung
pada pinggul yang mendukungnya.

8. Kemampuan seseorang bekerja seharinya adalah 8-10 jam, lebih dari itu efisien dan kualitas
kerja sangat menurun.

Dalam ergonomi akan dipelajari cara-cara penyesuaian pekerjaan, alat kerja dan
lingkungan kerja dengan manusia, dengan memperhatikan kemampuan dan keterbatasan manusia
itu sehingga tercapai suatu keserasian antara manusia dan pekerjaannya yang akan meningkatkan
kenyamanan kerja dan produktifitas kerja.

2.2 Pengertian RULA-REBA

2.2.1 Definisi Rula

Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah suatu metode yangdikembangkan dalam
bidang ergonomi yang menginvestigasi dan menilai postur kerja yang dilakukan oleh tubuh
bagian atas. Metode penilaian postur kerja ini tidak memerlukan alat-alat khusus dalam
melakukan pengukuran postur leher, punggung, dan tubuh bagian atas.

RULA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan peneliti


untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa biaya peralatan
tambahan.Pemeriksaan RULA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa mengganggu
pekerja.

Pengembangan RULA terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pengembangan
untuk perekaman atau pencatatan postur kerja,tahap kedua adalah pengembangan systemscoring
dan ketiga adalah pengembangan skala level tindakan yang memberikan suatu panduan terhadap
level resiko dan kebutuhan akan tindakan untuk melakukan pengukuran yang lebih
terperinci.Teknologi ergonomi ini mengevaluasi postur, kekuatan, dan aktivitas otot yang
menimbulkan cidera akibat aktivitas berulang(repetitive strain injuries).

RULA memberikan hasil evaluasi yang berupa skor resiko antara satu sampai tujuh. Skor
tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar atau berbahaya untuk
dilakukan dalam bekerja. Sedangkan skor terendah juga tidak berarti menjamin pekerjaan yang
diteliti bebas dari ergonomic Hazard.

RULA (Rapid Entire Body Assessment) adalah sebuah metode yangdikembangkan dalam
bidang ergonomi dan dapat digunakan secaracepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher,
punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga
dipengaruhi oleh faktor coupling, beban eksternal yang ditopangoleh tubuh serta aktivitas
pekerja.
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Lynn McAtamney dan Nigel Corlett, E.
(1993), seorang ahli ergonomic dari Nottingham’s Institute of Occupational ergonomics
England. Metode ini prinsip dasarnya hampir sama dengan metode REBA (Rapid Entire Body
Assessment) maupun metode OWAS (Ovako Postur Analysis System). Ketiga metode ini
(RULA, REBA dan OWAS) sama – sama mengobservasi segmen tubuh khususnya upper limb
dan mentransfernya dalam bentuk skoring. Selanjutnya, skor final yang di peroleh akan sebagai
pertimbangan untuk memberikan saran perbaikan secara tepat. Berdasarkan alasan tersebut,
maka pada topik ini hanya akan didiskusikan secara detail tentang aplikasi metode RULA.
Metode RULA merupakan suatu metode dengan menggunakan target postur tubuh untuk
mengestimasi terjadinya risiko gangguan system muskuloskeletal, khususnya pada anggota tubuh
bagian atas (upper limb disorders), seperti adanya gerakan repetitive, pekerjaan diperlukan
pengerahan kekuatan, aktifitas otot statis pada sistem musculoskeletal, dll. Penilaian dengan
metode RULA ini merupakan penilaian yang sistematis dan cepat terhadap risiko terjadinya
gangguan dengan menunjukan bagian anggota tubuh pekerja yang mengalami gangguan tersebut.
Analisa dapat dilakukan sebelum dan sesudah intervensi, untuk menunjukan bahwa intervensi
yang di berikan akan dapat menurunkan risiko cedera.
Di dalam aplikasi, metode RULA dapat digunakan untuk menentukan prioritas pekerjaan
berdasarkan faktor risiko cedera. Hal ini dilakukan dengan membandingkan nilai tugas-tugas
yang berbeda yang di evaluasi menggunakan dengan RULA. Metode ini juga dapat digunakan
untuk mencari tindakan yang paling efektif untuk pekerjaan yang memiliki risiko relatif tinggi.
Analisa dapat menentukan kontribusi tiap faktor terhadap suatu pekerjaan secara keseluruhan
dengan cara melalui nilai tiap faktor risiko. Disamping itu, metode RULA merupakan alat untuk
melakukan analisa awal yang mampu menentukan seberapa jauh risiko pekerja yang terpengaruh
oleh faktor-faktor penyebab cedera, yaitu:
a. Postur tubuh
b. Kontraksi otot statis
c. Gerakan repetitive
d. Pengerahan tenaga dan pembebanan

Di dalam aplikasi metode RULA, tentunya juga mempunyaii berbagai keterbatasan.


Metode ini hanya berfokus pada faktor-faktor risiko terpilih yang di evaluasi. RULA tidak
mempertimbangkan faktor-faktor risiko cedera pada keadaan seperti:
a. Waktu kerja tanpa istirahat
b. Variasi individual pekerja seperti; umur, pengalaman, ukuran tubuh, kekuatan, atau
sejarah kesehatannya
c. Faktor-faktor lingkungan kerja
d. Faktor-faktor psiko-sosial
Keterbatasan lain pada metode ini adalah bahwa penilaian postur pekerja juga tidak
meliputi analisa posisi ibu jari atau jari jari tangan lainnya, meski pengerahan kekuatan yang
dikeluarkan jari-jari tersebut ikut di hitung. Tidak di lakukan pengukuran waktu, meskipun factor
waktu menjadi penting karena berhubungan dengan kelelahan otot dan kerusakan jaringan akibat
konstraksi otot.
Aplikasi metode RULA ini di mulai dengan mengobservasi aktivitas pekerja selama
beberapa siklus kerja. Dari observasi tersebut, dipilih pekerja dan postur tubuh yang paling
signifikan. Pada saat memilih postur tubuh saat kerja, perlu mempertimbangkan aspek-aspek
seperti; durasii atau beberapa postur tubuh yang mengalami pembebanan yang berlebihan , yang
selanjutnya postur tubuh tersebut dinilai. Jia siklus kerja cukup panjang, akan lebih baik untuk
melakukan penelitian dengan interval secara regular. Dalam hal demikian, maka lama waktu
terhadap postur tubuh yang mengalami pembebanan tersebut perlu di pertimbangkan.
Pengukuran terhadap postur tubuh dengan metode RULA pada prinsipnya adalah
mengukur sudut dasar yaitu sudut yang di bentuk oleh perbedaan anggota tubuh (limbs) degan
titik tertentu pada postur tubuh yang di nilai. Pengukuran ini dapat secara langsung dilakukan
pada pekerja dengan menggunakan peralatan pengukur sudut, seperti: busur,elektro-goniometer,
atau peralatan ukur sudut lannya atau juga dengan kamera.
Metode ini harus dilakukan terhadap dua sisi anggota tubuh kiri dan kanan. Metode
RULA membagi anggota tubuh kedalam 2(dua) segmen yang membentuk dua (2) grup yang
terpisah yaitu grup A dan B. grup A meliputi anggota tubuh bagian atas (lengan atas, lengan
bawah, dan pergelangan tangan). Sementara itu grup B meliputi kaki, badan (trunk) dan leher.
Selanjutnya skor A dan B dihitung dengan menggunakan tabel dengan memasukan skor untuk
masing-masing postur tubuh secara individu. Skor postur tubuh untuk masing-masing anggota
tubuh didapatkan dari pengukuran sudut yang di bentuk oleh perbedaan anggota tubuh pekerja.
Selanjutnya, skor postur tubuh total untuk grup A dan B dapat di modifikasi tergantung
pada jenis aktifitas otot yang terlibat dan pengerahan tenaga selama melakukan pekerjaan.
Terakhir, skor final didapatkan dari hasil modifikasi dar inilai total. Grand skor yang diperoleh
merupakan proporsional dari risiko yang terjadii selama pekerjaan berlangsung, sehingga skor
tertinggii mengindikasikan risiko gangguan system musculoskeletal yang tertinggi pula. Metode
RULA ini membagi grand skor kedalam tinggkatan aksi yang di lakukan (action levels) sebagai
pedoman yang di buat setelah dilakukan penilaian didalam penentuan skor. Tingkat aktivitas ini
dibuat dengan rentang nilai 1(tidak ada resiko atau dalam batas diperkenankan tanpa resiko yang
berarti) s/d 4(mengidikasikan perlu adanya perbaikan segera karena berada pada tingkat risiko
tinggi).
Selanjutnya, secara ringkas dibawah ini akan di jelaskan prosedur aplikasi metode
RULA, sebagai berikut:
a. Menentukan siklus dan mengobservasi pekerja selama variasi siklus kerja tersebut
b. Memilih postur tubuh yang akan di nilai
c. Memutuskan untuk menilai kedua sisi anggota tubuh
d. Menentukan skor postur tubuh untuk masing-masing anggota tubuh
e. Menghitung grand skor dan action levels untuk menilai kemungkinan risiko yang terjadi
f. Merevisi skor postur tubuh untuk anggota tubuh yang berbeda yang digunakan untuk
menentukan dimna perbaikan diperlukan
g. Jika perubahan untuk perbaikan telah dilakukan, perlu melakukan penilaian kembali
terhadap postur tubuh dengan metode RULA untuk memastikan bahwa perbaikan telah
berjalan sesuai yang diinginkan.
2.2.2 Definisi REBA
Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn
Mc Atamney merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of
Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic). Rapid Entire Body
Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat
digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan
pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi
faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktifitas pekerja.
Penilaian dengan menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu yang lama untuk
melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan
perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator (Hignett dan Mc
Atamney, 2000).
Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan factor
coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang–ulang. Penilaian
postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor resiko antara satu sampai
lima belas, yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang
besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor terendah akan
menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan
untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan melakukan perbaikan sesegera
mungkin. REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan
peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa. biaya
peralatan tambahan. Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa
menggangu pekerja.
Pengembangan REBA terjadi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah
pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto, tahap
kedua adalah penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga adalah
penentuan berat benda yang diangkat, penentuan couplingdan penentuan aktivitas
pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah perhitungan nilai REBA untuk postur
yang bersangkutan. Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko
dan kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan kerja. Penilaian
postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000):
1.      Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau
foto.
Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung,
lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan
merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti
mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman
dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis
selanjutnya.
2.      Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil
rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut
dari masing-masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher,
lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki.
Dalam metode REBA ini, analisis terhadap keseluruhan postur tubuh pekerja
dikelompokkan menjadi dua bagian. Bagian pertama atau Group A terdiri dari bagian
neck, trunk, dan legs. Sedangkan bagian kedua atau Group B terdiri dari upper arms,
lower arms, dan wrist.
Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui tahapan–
tahapan sebagai berikut:
 Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto.
Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung, lengan,
pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau
memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data
postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa
didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.
 Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan
perhitungan nilai. Perhitungan nilai melalui metode REBA ini dimulai dengan
menganalisis posisi neck, trunk, dan leg dengan memberikan score pada masing-masing
komponen. Ketiga komponen tersebut kemudian dikombinasikan ke dalam sebuah tabel
untuk mendapatkan nilai akhir pada bagian pertama atau score A dan ditambah dengan
score untuk force atau load. Selanjutnya dilakukan scoring pada bagian upper arm, lower
arm, dan wrist kemudian ketiga komponen tersebut dikombinasikan untuk mendapatkan
nilai akhir pada bagian kedua atau score B dan ditambah dengan coupling score. Setelah
diperoleh grand score A dan grand score B, kedua nilai tersebut dikombinasikan ke dalam
tabel C, melalui tabel kombinasi akhir ini kemudian ditambahkan dengan activity score
akan didapat nilai akhir yang akan menggambarkan hasil analisis postur kerja.
 Dari final REBA score dapat diperoleh skala dari level tiap aksi yang akan
memberikan pannduan untuk resiko dari tiap level dan aksi yang dibutuhkan. Perhitungan
analisis postur ini dilakukan untuk kedua sisi tubuh, kiri dan kanan.
2.3 Tujuan RULA-REBA
REBA dan RULA digunakan untuk mengetahui tingkat bahaya muskuloskeletal dari
postur kerja pekerja. Metode REBA lebih baik digunakan ketika menganalisa pekerjaan yang
membutuhkan pergerakan dari seluruh bagian tubuh, sedangkan metode RULA lebih baik
digunakan ketika pekerjaan tersebut mengharuskan pekerja diam pada suatu tempat tertentu,
seperti pekerjaan mengetik.
REBA adalah metode sistematis yang mengevaluasi seluruh postur tubuh pekerja untuk
mengidentifikasi resiko MSDs dan resiko lain yang berhubungan dengan pekerjaan (Ergonomics
Plus,n,d.). Pertama kali diperkenalkan oleh Hignett dan McAtamney (Hignett et.al, 2000). Satu
lembaran REBA digunakan untuk mengevaluasi postur tubuh, penggunaan tenaga, jenis
pergerakan, pengulangan, dan pegangan (coupling). REBA dirancang agar mudah untuk
digunakan sehingga tidak diperlukan keahlian yang tinggi ataupun peralatan yang mahal. Alat
yang diperlukan hanya lembaran REBA dan alat tulis.
RULA adalah suatu metode untuk menganalisa ergonomi postur tubuh pada pekerjaan
dengan penggunaan bagian tubuh atas. Analisa RULA dilakukan apabila terdapat laporan
keluhan pada tubuh bagian atas yang disebabkan oleh postur tubuh yang tidak ergonomis.
(McAtamney dan Corlett, 1993). Metode RULA mudah untuk digunakan, karena tidak
membutuhkan peralatan khusus dalam pelaksanaannya. Beberapa faktor yang dilakukan analisa
pada metode RULA adalah sebagai berikut posisi kerja pada keadaan statis, beban pekerjaan,
jangka waktu pekerjaan, energi otot yang digunakan.
Metode RULA secara spesifik dikembangkan untuk :

 Melakukan penilaian terhadap populasi pekerja yang memiliki keluhan


gangguan tulang punggung bagian atas secara cepat.
 Melakukan identifikasi terhadap dampak terhadap otot dan rangka atas postur
kerja, beban yang diterima tubuh, kondisi kerja yang statis maupun
pengulangan yang memingkinkan menjadi penyebab atas fatik otot.
 Memberikan hasil yang dikemudian hari bisa dikorelasikan dengan penilaian
ergonomi yang lebih luas, meliputi epidemiologi, fisika, mental, lingkungan
dan faktor organisasi serta kebutuhan penelitian lainnya yang sesuai dengan
pedoman pencegahan gangguan tulang punggung bagian atas.

Metode REBA digunakan untuk :


 Dipilih sebagai metode yang digunakan didalam penelitian ini dikarenakan
metode ini menilai risiko pada seluruh bagian tubuh. Contohnya dengan
pekerjaan penjahit yang menggunakan seluruh bagian tubuhnya (termasuk
bagian tubuh bagian bawah) ketika melakukan aktifiitas pekerjaannnya.
 metode REBA dapat mengukur risiko pada postur tubuh yang statis
maupun dinamis.
 untuk melakukan pencegahan resiko dan dapat digunakan sebagai
peringatan bahwa terjadi kondisi kerja yang tidak tepat ditempat kerja.
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode RULA-REBA

Kelebihan dan Kekurangan Metode RULA

Kelebihan Kekurangan
• Spesifik untuk postur tubuh bagian  RULA banyak digunakan untuk proses
atas. perancangan dan pengembangan.
• Menyediakan perhitungan yang  Perlu ada pelatihan pendahuluan.
mudah.  Perlu dipadukan dengan metode lain,
• Menyediakan skor tunggal untuk misal: REBA.
masing-masing tugas sebagai satu
bidikan

Kelebihan dan Kekurangan Metode REBA

Kelebihan Kekurangan

 Untuk menilai tipe postur kerja yang  REBA hanya alat analisis untuk menilai
tidak dapat diprediksi. animasi load handling.
 Hasil skor REBA dapat menunjukkan
tingkat risiko dan pentingnya tindakan
yang perlu dilakukan.
 Diaplikasikan untuk seluruh tubuh yang
bekerja.
 Postur statis, dinamis, cepat berubah
atau tidak stabil.
 Dapat dibuat animasi komputer
2.5 Hubungan Antara Ergonomi, Postur Kerja dan RULA-REBA

Dalam ergonomi sendiri salah satu faktor yang mempengaruhi ergonomi adalah postur
dan sikap tubuh pada saat melakukan aktivitas tersebut. Hal tersebut sangat penting
untuk diperhatikan karena hasil produksi sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan
pekerja. Postur Kerja itu sendiri diartikan bahwa bekerja merupakan suatu kegiatan
manusia merubah keadaan-keadaan tertentu dari alam lingkungan yang ditujukan untuk
mempertahankan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Studi ergonomi yang
kaitannya dengan kerja manusia dalam hal ini ditunjukan untuk mengevaluasi dan
merancang kembali tata cara kerja yang harus diaplikasikan, agar dapat memberikan
peningkatan efektivitas dan efesiensi selain juga kenyamanan ataupun keamanan bagi
manusia sebagai pekerjanya (Sutalaksana, 2006).

Bila postur kerja yang digunakan pekerja salah atau tidak ergonomis, pekerja akan
cepat lelah sehingga konsentrasi dan tingkat ketelitiannya menurun. Pekerja menjadi
lambat, akibatnya kualitas dan kuantitas hasil produksi menurun yang pada akhirnya
menyebabkan turunnya produktivitas. Postur kerja dapat dihitung dengan beberapa
metode yaitu RULA- REBA
DAFTAR PUSTAKA

Wignjosoebroto, S. 2003. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Teknik Analisis untuk
Meningkatkan Produktivitas Kerja. Surabaya: PT. Guna Widya. 72-92.

Manuaba, A. 2000. Ergonomi – Kesehatan dan Keselamatan kerja, Proceeding Seminar


Nasional Ergonomi, Surabaya,14 November.

Natali, H. 2000. Analisis Postur Kerja dengan Menggunakan REBA dan RULA di PT X.
Universitas Pelita Harapan

Nurmianto, E. 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: PT. Guna Widya.

Tarwaka. 2014. Ergonomi Industri: Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di


Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press Surakarta

http://ergonomi-fit.blogspot.co.id/2011/03/analisis-postur-kerja-reba.html

http://ergo-plus.com/reba-assessment-tool-guide/

http://ardiyanto.staff.ugm.ac.id/2016/02/28/metode-analisis-postur-rapid-entire-body-
assessment-reba/

Tarwaka (2015). Ergonomi Industri. Surakarta. Harapan Press

Ayu Setiorini1 , Siti Musyarofah2 , Mushidah3 , Baju Widjasena. 2019. ANALISIS POSTUR
KERJA DENGAN METODE REBA DAN GAMBARAN KELUHAN SUBJEKTIF
MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) (PADA PEKERJA SENTRA INDUSTRI TAS
KENDAL TAHUN 2017). Jurnal Kesehatan. ISSN 1979-7621 (Print). ISSN 2620-7761
(Online). Edisi Khusus, No. 1. 24-32.
Dyah Priamsari*, Ratna Purwaningsih*. ERGONOMIC ASSESSMENT DI PT PERKEBUNAN
TAMBI MENGGUNAKAN TOOLS OWAS, RULA, DAN REBA (Studi Kasus di unit
perkebunan Tanjungsari)

GAMBARAN TINGKAT RISIKO MUSCULOSKELETALDISORDERS (MSDs) DENGAN


METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA) PADA PEKERJAAN
MENGANGKAT PASIEN OLEH PERAWAT UNIT GAWAT DARURAT (UGD) DI RUMAH
SAKIT ATMA JAYA TAHUN 2009. RIZKA SELVIANTI. Universitas Indonesia.
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA DEPOK JUNI 2009

Alen Okvan Briansah. 2018. ANALISA POSTUR KERJA YANG TERJADI UNTUK
AKTIVITAS DALAM PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN DENGAN METODE RULA
DI CV.BASANI (Studi Kasus CV. Basani Bidang Konstruksi, Yogyakarta) Diajukan Sebagai
Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Pada Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknologi. PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI
INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Anda mungkin juga menyukai