JURNAL-5 - BEBAN KERJA MENTALpdf
JURNAL-5 - BEBAN KERJA MENTALpdf
JURNAL-5 - BEBAN KERJA MENTALpdf
KAJIAN PUSTAKA
Penelitian mengenai beban kerja mental sebelumnya sudah banyak dilakukan. Beberapa
peneliti menghubungkan variabel yang berpengaruh terhadap beban mental. Variabel
berpengaruh tersebut antara lain shift kerja (Simanjuntak & Situmorang, 2010) (Budiman
dkk, 2013), aktivitas pekerjaan (Mutia, 2014), musik (Caprianingsih, 2015), kualitas tidur
(Marizki dkk, 2014), kinerja karyawan (Asdyanti, 2012), dan kondisi perjalanan
pengemudi bus (Muslimah dkk, 2015). Dari beberapa contoh variabel diatas ditujukan
untuk mengurangi beban kerja mental yang dialami oleh operator, seperti penggunaan
musik pada saat bekerja dapat menurunkan beban kerja mental para pekerja di Batik Putra
Laweyan (Caprianingsih, 2015). Sementara variabel yang lain ditujukan supaya analisis
beban kerja mental dapat lebih mendalam. Dengan adanya variabel tersebut membuat
penelitian mengenai beban kerja mental menjadi lebih terfokus sehingga tujuan penelitian
dapat tercapai.
Penelitian ini mencoba untuk menganalisis beban kerja mental pada operator
PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api dengan menggunakan pengukuran subjektif yaitu
metode NASA TLX dan RSME. Beban kerja mental operator PPKA akan dihubungkan
dengan shift kerja yang ditetapkan oleh perusahaan. Sebelumnya sudah ada beberapa
penelitian terdahulu memiliki kesamaan dalam penggunaan metode NASA TLX, seperti
yang dilakukan oleh Hoonakker et al, (2011) yang melakukan pengukuran beban kerja
pada perawat bagian ICU. Selain itu, budiman dkk (2013) juga melakukan pengukuran
beban kerja pada operator Air Traffic Control Bandara xyz. Penelitian tersebut
menyebutkan pembagian shift kerja memiliki pengaruh terhadap beban kerja operator.
Hasil penelitian yang sama juga ditunjukkan oleh Darma dkk, (2014) dalam menganalisis
tingkat stress pegawai bagian Unit Pelaksana Teknis Stasiun Kereta Api Bandung. Dalam
penelitian lain yang dilakukan oleh Ramadhan dkk (2014), pengukuran beban kerja
mental dengan metode NASA-TLX dilakukan untuk menentukan jumlah operator yang
9
Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus
sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun
keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Menurut Suma'mur (1984) dalam
Tarwaka (2015) bahwa kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada
yang lainnya dan sangat tergantung dari keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi,
jenis kelamin, usia dan ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Hart & Staveland (1988) dalam Tarwaka (2015), bahwa
beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas
lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan, perilaku dan
persepsi dari pekerja. Beban kerja kadang-kadang juga dapat didefinisikan secara
operasional pada berbagai faktor seperti tuntutan tugas atau upaya-upaya yang dilakukan
untuk mengukuran pekerjaan. Bagaimanapun juga, bukanlah hal yang bijaksana jika
hanya mempertimbangkan beban kerja dari satu aspek saja, selama faktor-faktor yang
lain mempunyai inter-relasi pada cara-cara yang komplek.
14
Pada umumnya, tingkat intensitas pembebanan kerja optimum akan dapat dicapai,
apabila ada tekanan dan ketegangan yang berlebihan baik secara fisik maupun mental.
Yang dimaksud dengan tekanan disini adalah berkenaan dengan beberapa aspek dari
aktivitas manusia, tugas-tugas, organisasi, dan dari lingkungannya yang terjadi akibat
adanya reaksi individu pekerja karena tidak mendapatkan keinginan yang sesuai.
Sedangkan ketegangan adalah merupakan konsekuensi logis yang harus diterima oleh
individu yang bersangkutan sebagai dari tekanan yang diterima.
Menurut Rodhal (1989), Adiputra (1998), dan Manuaba (2000) dalam Tarwaka
(2015) bahwa secara umum hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang sangat komplek, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
a. Tugas-tugas (tasks) yang dilakukan baik yang bersifat fisik seperti, stasiun kerja,
tata ruang tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi atau medan kerja, sikap
kerja, cara angkat-angkut, beban yang diangkat-angkut, alat bantu kerja, serana
informasi termasuk display dan control, alur kerja, dll. Sedangkan tugas-tugas
yang bersifat mental seperti; kompleksitas pekerjaan atau tingkat kesulitan
pekerjaan yang mempengaruhi tingkat emosi pekerja, tanggung jawab terhadap
pekerjaan, dll.
b. Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerj seperti; lamanya waktu
kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, sistem
kerja, music kerja, model struktur organisasi, pelimpahan tugas, tanggung jawab
dan wewenang, dll.
c. Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja
adalah:
• Lingkungan kerja fisika seperti: mikroklimat (suhu udara ambien, kelembapan
udara, kecepatan rambat udara, suhu radiasi), intensitas penerangan, intensitas
kebisingan, vibrasi mekanis, dan tekanan udara.
15
• Lingkungan kerja kimiawi seperti: debu, gas-gas pencemar udara, uap logam,
fume dalam udara, dll.
• Lingkungan kerja biologis seperti: bakteri, virus dan parasit, jamur, serangga,
dll.
• Lingkungan kerja psikologis seperti: pemilihan dan penempatan tenaga kerja,
hubungan antara pekerja dengan pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja
dengan keluarga dan pekerja dengan lingkungan social yang berdampak
kepada performansi kerja di tempat kerja.
Selanjutnya Hart & Staveland (1988) dalam Tarwaka (2015), menjelaskan bahwa
tiga faktor utama yang menentukan beban kerja adalah tuntutan tugas, usaha dan
performansi.
tidak memerlukan upaya yang berlebihan atau tidak menjadikan beban kerja
tambahan. Seorang sopir yang telah banyak pengalaman mungkit tidak menyadari
kalau dia telah mengeluarkan upaya untuk memindahkan gear, sejak tindakannya
tersebut telah didelegasikan ke suatu motor programnya.
3) Performansi
Sebagian besar studi tentang beban kerja mempunyai perhatian dengan tingkat
performansi yang akan dicapai. Bagaimanapun juga, pengukuran performansi
sendirian tidaklah akan dapat menyajikan suatu matrik beban kerja yang lengkap.
Sebagai contoh, secara individu seseorang mungkin akan dapat mengimbangi
tuntutan tugas yang meningkat dengan meningkatkan tingkat effort untuk
mempertahankan performansi.
Dewasa ini aktivitas mental lebih banyak didominasi oleh pekerja-pekerja kantor,
supervisor, dan pimpinan sebagai pengambil keputusan dengan tanggung jawab yang
lebih besar, pekerja di bidang teknik informasi, pekerja dengan menggunakan teknologi
tinggi, pekerjaan dengan kesiapsiagaan tinggi, pekerjaan yang bersifat monotoni dll.
Menurut Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2015) setiap aktivitas mental akan selalu
melibatkan unsur persepsi, interprestasi, dan proses mental dari suatu informasi yang
diterima oleh organ sensoris untuk diambil suatu keputusan atau proses mengingat
informasi yang lampau. Yang menjadi masalah pada manusia adalah kemampuan untuk
memanggil kembali atau mengingat informasi yang disimpan. Proses mengingat kembali
ini sebagian besar menjadi masalah bagi orang tua. Seperti kita tahu bahwa orang tua
kebanyakan mengalami penurunan daya ingat.
Ada beberapa tujuan praktikal dimana beban kerja mental dapat diaplikasikan
(Hancock, 1988 dalam Tarwaka, 2015) :
17
Menurut Hancock & Meshkati (1988), dampak yang ditimbulkan akibat beban
mental yang berlebih antara lain:
1. Kebingungan, frustasi dan kegelisahan
2. Stres yang muncul dan berkaitan dengan kebingungan, frustasi dan kegelisahan.
3. Stres yang tinggi dan intens berkaitan dengan kebingungan, frustasi dan
kegelisahan sehingga stress membutuhkan suatu pengendalian yang sangat besar.
Evaluasi beban kerja mental merupakan poin penting di dalam penelitian dan
pengembangan hubungan antara manusia-mesin, mencari tingkat kenyamanan, kepuasan,
efisiensi dan keselamatan yang lebih baik di tempat kerja, sebagaimana halnya yang
menjadi target capaian implementasi ergonomi. Dengan maksud untuk menjamin
keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan efisiensi dan produktivitas jangka panjang bagi
pekerja, maka perlu menyeimbangkan tuntutan tugas sehingga pekerja tidak mengalami
baik overstres maupun understres pada pekerjaannya.
Secara umum, Meshkati, Hancock & Rahimi (1992) dalam Tarwaka (2015)
mengelompokkan metode pengukuran beban kerja mental menjadi tiga kategori yaitu:
Pada konteks pengukuran beban kerja mental berdasarkan performansi ini, tugas
primer merupakan tugas dimana beban kerja berada dibawah pertimbangan utama,
sementara itu, tugas sekunder merupakan tugas yang ditambahkan untuk
menentukan jumlah ‘spare mental capacity’ yang tersedia pada saat pekerja
melakukan tugas primer.
a. Kerangka Konseptual
Beban kerja timbul dari interaksi antara kebutuhan tugas dan pekerjaan, kondisi kerja,
tingkah laku, dan persepsi pekerja (teknisi). Tujuan kerangka konseptual adalah
menghindari variable yang tidak berhubungan dengan beban kerja subjektif. Dalam
kerangka konseptual, sumber-sumber yang berbeda dan hal-hal yang dapat mengubah
beban kerja disebutkan satu demi satu dan dihubungkan.
d. Pemilihan sub-skala
Ada tiga subskala dalam penelitian, yaitu skala yang berhubungan dengan tugas, dan
skala yang berhubungan dengan tingkah laku (usaha fisik, usaha mental,
performansi), skala yang berhubungan dengan subjek (frustasi, stress, dan kelelahan).
Hart dan Staveland (1988) dalam Hendrawan,dkk (2008) menjelaskan beberapa
subskala yang terdapat pada NASA-TLX antara lain :
• Skala yang berhubungan dengan tugas peringkat yang diberikan pada kesulitan
tugas memberikan informasi langsung terhadap persepsi kebutuhan subjek yang
20
2. Pembobotan
Pada bagian ini responden diminta untuk memilih salah satu dari dua dimensi yang
dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan
tersebut. Kuesioner yang diberikan berupa perbandingan berpasangan yang berjumlah
15 perbandingan berpasangan. Dari kuesioner ini dihitung jumlah tally dari setiap
indikator yang dirasakan paling berpengaruh. Jumlah tally ini kemudian akan menjadi
bobot untuk tiap indikator beban mental.
3. Pemberian Rating
Pada bagian ini respondin diminta memberikan penilaian/rating terhadap keenam
dimensi beban mental. Rating yang diberikan adalah subjektif tergantung pada beban
mental yang dirasakan oleh responden tersebut. Rating yang diberikan adalah
subjektif tergantung beban mental yang dirasakan oleh responden tersebut. Untuk
mendapatkan skor akhir beban mental NASA-TLX, bobot dan rating untuk setiap
indikator dikalikan kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan 15 (jumlah
perbandingan berpasangan).
Rating Scale Mental Effort (RSME) merupakan metode yang menggunakan skala
rating/skor dari pekerjaan mental. RSME merupakan metode pengukuran beban kerja
subjektif dengan skala tunggal yang dikembangkan oleh Zijlstra dkk (Zijlstra & Van
Doorn, 1985; Zijlstra & Meijman, 1989; Zijlstra, 1993; de Waard, 1996) dalam Tarwaka
(2015). Pada metode RSME terdiri dari garis dengan panjang 150 mm ditandai dengan
sembilan titik acuan deskriptif label dengan 150 poin pada setiap interval 1 cm. RSME
telah banyak digunakan di negara-negara Barat (misalnya, Eropa dan Amerika Utara).
RSME ini hanya mengukur “usaha mental” dari responden sehingga dapat diselesaikan
dalam waktu kurang dari satu menit. Cara menggunakan RSME ini adalah responden
harus memilih salah satu dari skala 0-150 dengan deskripsi pada beberapa titik acuan
yang sesuai dengan jumlah usaha mental yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas
(Widyanti dkk, 2013). Berikut adalah pembagian sembilan titik acuan deskriptif
berdasarkan skalanya :
Berikut pada gambar 2.1 adalah skala RSME beserta deskripsi pada masing-masing titik
acuan :
2. Sampel Independen
Dua atau lebih kelompok data dikatakan tidak berpasangan apabila data berasal
dari subyek yang berbeda tanpa prosedur matching. Pada sampel independen ini,
apabila kelompok data memenuhi asumsi homogenitas varians data dan
normalitas data, maka pengujian dilakukan dengan pendekatan statistik
parametrik. Untuk dua kelompok data menggunakan uji – t 2 sampel independen,
sedangkan untuk lebih dari dua kelompok data (k-sampel) menggunakan uji Two
Way Anova. Namun Apabila dua asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka pengujian
dilakukan dengan pendekatan statistik non-parametrik. Untuk dua kelompok data
menggunakan uji Mann – Whitney, sedangkan untuk lebih dari dua kelompok data
(k-sampel) menggunakan uji Kruskall – Wallis (Hendrawan dkk, 2008).