1 PB
1 PB
1 PB
ABSTRAK
Ulat daun bawang merah (Spodoptera exigua Hubn.) merupakan hama utama pada
pertanaman bawang merah, yang dapat menurunkan hasil produksi, sehingga mengakibatkan
kerugian yang cukup besar bagi petani. Rimpang jeringau (Acorus calamus L.) dapat berperan
sebagai racun perut, racun kontak, anti-feedant dan repellent bagi serangga. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh beberapa konsentrasi Ekstrak Rimpang Jeringau (ERJ) terhadap
mortalitas larva S. exigua. Penelitian dilaksanakandi Laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako Palu pada bulan Juni sampai September 2016.
Pengujian aktivitas insektisida ERJ dilakukan dengan menggunakan metode pencelupan dan
disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 tingkat konsentrasi ERJ, yaitu K0:
Kontrol (Tanpa Perlakuan) K1: ERJ (1,5%), K2 : ERJ (2%), K3 : ERJ (2,5%), K4 : ERJ (3%) dan K5
: ERJ (3,5%).Hasil penelitian menunjukkan bahwa ERJ 3% menunjukkan aktivitas insektisida yang
tertinggi. ERJ 3% menyebabkan kematian larva S. exiguainstar 3 sebesar 65,42% dan menghambat
pembentukan pupa dan imago S. exigua sebesar 99,1%
Kata kunci: Acorus calamus L., Aktivitas insektisida, Ulat daun bawang merah
ABSTRACT
Spodoptera exigua. Hubn is a major pest on onion crop which can reduce production,
resulting in substantial losses for farmers. Rhizome of Acorus calamus L. may acts as a stomach
poison, contact poison, anti-feedant and repellent. This study aims to study the effect of several
concentrations ofA. calamus L. extract. on development and mortality of S. exigualarvae. This
research was conducted at the Laboratory of Plant Pests and Diseases, Faculty of Agriculture,
University of Tadulako Palu.from June of September 2016. Insecticidal activities of the extract was
tested using dipping method and arranged in a completely randomized design (CRD) with 6 levels
concentrations of extract (ERJ)as follows, K0: Control (No treatment) K1: ERJ (1,5%), K2 : ERJ
(2%), K3 : ERJ (2,5%), K4 : ERJ (3%) and K5 : ERJ (3,5%). The results showed that ERJ 3% has a
highest insecticidal activities. It causing mortality of S. exigua larvae up to 63.43%
andreducingabout 99,1 % the formation of pupae and imago.
354
PENDAHULUAN Salah satu tanaman yang
mengandung insektisida nabati adalah
Bawang merah (Allium ascalonicum) jeringau. Jeringau (Acorus calamus L.)
merupakan salah satu jenis komoditas termasuk dalam golongan rempah-rempah
hortikultura yang mempunyai peranan yang sudah lama dikenal oleh masyarakat
penting di Indonesia dan berpeluang besar Indonesia. Tanaman ini mengandung
dalam sektor agribisnis. Di Indonesia Produksi minyak atsiri yang disebut sebagai minyak
bawang merah pada tahun 2013 sebesar kalamus atau calamus oil (Rismunandar,
10.22 ton/ha (BPS, 2014), sedangkan di 1966 dalam Rustini, 2010). Minyak atsiri
Sulawesi Tengah pada tahun yang sama dari jeringau berperan sebagai racun perut,
produksi bawang merah mencapai 6.17 racun kontak, anti-feedant, repellent dan
ton/ha (Palu dalam angka, 2013).Bila pencegahan oviposisi (Hasan et al., 2006),.
dibandingkan dengan produksi nasional, Menurut Pandey et al. (2005) rimpang
produksi bawang merah di Sulawesi Tengah jeringau mengandung kadar insektisida
masih tergolong sangat rendah. Rendahnya cukup tinggi yang dapat menyebabkan
produksi tersebut antara lain karena adanya kematian pada S. litura.
serangan hama Spodoptera exigua. Penelitian ini bertujuan untuk
Budidaya bawang merah selalu mengetahui pengaruh dan efektifitas ekstrak
dihadapkan dengan berbagai masalah rimpang jeringau (Acorus calamus L.)
maupun resiko di lapangan, diantaranya terhadap mortalitas larva Spodoptera exigua
serangan hama dan penyakit. Ulat bawang Hubn. Sedangkan kegunaanya yaitu sebagai
(Spodoptera exigua Hubn.) merupakan bahan penunjang pemanfaatan insektisida
hama utama pada tanaman bawang merah botani untuk pengendali S. exigua.
(Kalshoven, 1981). Kehilangan hasil yang
disebabkan oleh hama-hama tersebut di METODE PENELITIAN
Lembah Palu Sulawesi Tengah bisa
Penelitian ini dilaksanakan pada
mencapai 20-70%(BPTP,2011).
bulan Juni sampai September 2016 dan
Umumnya petani mengendalikan
bertempat di Laboratorium Ilmu Hama dan
hama Spodoptera exigua dengan menggunakan
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
insektisida kimia. Meningkatnya penggunaan
Universitas Tadulako.Palu.
pestisida kimia dalam budidaya tanaman
Sedangkan alat yang digunakan
menyebabkan meningkatnya masalah
adalah kotak plastik ukuran 17,5 cm x 13
dampak negatif yang ditimbulkan bahan-
cm, pipet, kain kasa, polibag, rotary
bahan kimia terhadap lingkungan . Dampak
evaporator, blender, kertas saring, gunting,
negatif antara lain adalah timbulnya
kuas, cawan petri, tissu, karet, kamera dan
resistensi hama, matinya organisme yang
alat tulis menulis.Sedangkan Bahan
bukan target, terjadinya resurgensi hama
yangdigunakan dalam penelitian ini yaitu
dan timbulnya pencemaran lingkungan oleh daun bawang merah, rimpang jeringau,
residu pestisida yang sulit terurai (Kardinan etanol 95 %, aquades, dan larva uji yang
dan Ruhnayat, 2003). digunakan adalah larva Spodoptera exigua
Penggunaan pestisida nabati instar III.
memiliki beberapa keuntungan selain ramah
lingkungan juga mudah di buat oleh petani Pelaksanaan Penelitian
karena bahan baku tersedia di sekitar lokasi, Perbanyakan Serangga Uji. Larva S. exigua
harga pembuatan yang terjangkau dan dikumpulkan dari areal tanaman bawang
secara tidak langsung dapat menekan biaya merah di Desa Sidera Kecamatan Sigi
produksi yang harus di keluarkan petani Biromaru dan di pelihara di Laboratorium
untuk mengendalikan hama dengan Hama dan Penyakit Tumbuhan hingga
pestisida kimia. menjadi imago (jantan dan betina). Imago
355
dimasukkan kedalam kotak pemeliharaan perkolator agar residu (endapan) terpisah
yang berukuran 80cm x 80cm dan di dari larutan yang akan diambil setelah itu
investasikan ke tanaman bawang merah larutan dialirkan melalui kran perkolator.
yang ditanam didalam polybag. Setiap Proses ini diulang dengan endapan yang
kotak pemeliharaan masing-masing berisi tersisa sampai suspensi (campuran) tampak
dua buah polybag, jumlah kotak pemeliharaan berwarna bening. Sari yang telah dikumpulkan
yang digunakan sebanyak 3 buah sedangkan dimasukkan ke dalam rotary evaporator
untuk polybag yang digunakan sebanyak 6 untuk menguapkan pelarut ethanol yang
buah polybag. Larva tersebut dipelihara digunakan.
sampai menjadi pupa, pupa tersebut Hasil ekstraksi yang diperoleh
dipindahkan kedalam kotak pemeliharaan berbentuk padatan (alkaloid).Ekstrak yang
yang telah berisi polybag dan dibiarkan diperoleh dijadikan larutan stock (dianggap
sampai menjadi imago. Setelah imago konsentrasi 100%). Selanjutnya diencerkan
berkembang dengan baik didalam tempat dengan menggunakan aquades sesuai
pemeliharaan lalu imago dimasukkan lagi dengan konsentrasi yang diinginkan.
kedalam kotak pemeliharaan yang telah
berisi madu dan dua buah polybag yang Uji Efektifitas Ekstrak Rimpang Jeringau.
didalamnya terdapat daun bawang merah Pengaplikasian uji efektifitas ekstrak rimpang
segar yang akan digunakan oleh imago jeringau dilakukan dengan menggunakan
betina sebagai tempat untuk meletakkan metode pencelupan (Prijono, 1999).
telur. Telur yang dihasilkan dipindahkan Konsentrasi ERJyang digunakan adalah
kedalam kotak pemeliharaan yang telah 0%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3% dan3,5%. Setiap
disediakan, kemudian dipelihara sampai perlakuan menggunakan 10 ekor larva
menetas dan berkembang.Telur yang dengan ulangan 4 kali. Penentuan konsentrasi
menetas (larva instar III) digunakan sebagai berdasarkan hasil uji pendahuluan yaitu
bahan uji. yang menyebabkan mortalitas larva
Pembuatan Ekstrak Rimpang Jeringau. S. exigua sebesar 10 – 90%. Daun bawang
Rimpang Jeringau (A. calamus) diambil di merah sepanjang 5 cm sebagai pakan larva
Desa Sidera Kecamatan Sigi Biromaru. uji dicelupkan kedalam ERJ selama kurang
Pembuatan ekstrak rimpang jeringau (ERJ) lebih 5 menit lalu dikeringanginkan selama
yang dilakukan mengacu pada Supriadi 2 menit. Sedangkan untuk kontrol, daun
(1997) yang dimodifikasi. Rimpang jeringau dicelupkan kedalam aquades 75 ml selama
yang dijadikan sampel yaitu rimpang tua 5 menit. Sebanyak 10 potongan daun
yang masih segar. Sampel rimpang jeringau bawang merah yang telah diberi perlakuan
tersebut sebanyak 2 kg dicuci dengan diletakkan didalam kotak plastik kemudian
menggunakan air bersih, kemudian dipotong kedalamnya dimasukkan larva uji.
kecil-kecil/dirajang lalu dikeringkan selama Sebelumnya larva dipuasakan selama 5
24 jam pada suhu 40oC di dalam oven, jam.Mortalitas dan perkembangan larva
setelah kering kemudian diblender sampai diamati setiap 24 jam sampai pengamatan
halus seperti serbuk untuk memudahkan selesai. Jika pakan larva sudah habis maka
proses ekstraksi. dilakukan pengantian pakan menggunakan
Serbuk rimpang jeringau ditimbang daun bawang merah yang tidak diaplikasi
sebanyak 400 gr, lalu ditambahkan dengan dengan ERJ.
larutan ethanol didalam labu erlenmeyer Variabel Pengamatan. Mortalitas larva
2000 ml dan diaduk hingga ratadengan (M), di hitung dengan rumus :
menggunakan shaker selama 2 x 24 jam,
lalu disaring dengan corong burman yang a
dialasi dengan menggunakan kertas whatman. P = ——— X 100%
Filtrat hasil saringan diuapkan di dalam b
356
dimana: Range Test (DMRT) dan Uji regresi
P = Persentase mortalitas larva digunakan untuk mengetahui hubungan
a = Jumlah larva yang mati antara konsentrasi ekstrak rimpang jeringau
b = jumlah larva uji (A. calamus) terhadap mortalitas S. exigua.
Persentase pupa dihitung dengan rumus :
HASIL DAN PEMBAHAHASAN
𝒑𝒖𝒑𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒃𝒆𝒏𝒕𝒖𝒌
% 𝒑𝒖𝒑𝒂 = × 𝟏𝟎𝟎 Mortalitas Ulat Bawang Merah Spodoptera
𝑳𝒂𝒓𝒗𝒂 𝑨𝒘𝒂𝒍
exigua Hubn. Pada Konsentrasi Ekstrak
Persentase imago dihitung dengan rumus :
Rimpang Jeringau (Acorus calamus L.)
𝒊𝒎𝒂𝒈𝒐 𝒕𝒆𝒓𝒃𝒆𝒏𝒕𝒖𝒌 Berdasarkan hasil sidik ragam mortalitas S.
% 𝒊𝒎𝒂𝒈𝒐 = × 𝟏𝟎𝟎 exigua sejak pengamatan 24 Jsa sampai
𝑳𝒂𝒓𝒗𝒂 𝑨𝒘𝒂𝒍
120Jsa menunjukkan bahwa perlakuan
Selain parameter utama diatas diamati berbagai konsentrasi ERJ yang diujikan
juga ciri-ciri dan gejala morfologi larva S. berpengaruh sangat nyata terhadap
exigua.
mortalitas S. exigua. ERJ 3 % menyebabkan
Analisis Data. Data yang dihasilkan rata-rata mortalitas larva S. exigua tertinggi
kemudian di analisis menggunakan tabel diperoleh dari perlakuan ERJ 3 % pada
sidik ragam atau tabel Anova kemudian pengamatan 96 dan 120 JSA (Tabel 1).
dilanjutkan dengan Uji Duncan Multiple
Tabel 1. Rata-rata Kumulatif Mortalitas Larva S. exigua pada Berbagai Perlakuan Konsentrasi
Ekstrak Rimpang Jeringau A. calamus Pengamatan 24 Jsa s/d 120 Jsa.
Periode Waktu Pengamatan (Jsa)
Perlakuan 24 Jsa 48 Jsa 72 Jsa 96 Jsa 120 Jsa Total Rata-rata
K0 (0%) 0,91a 0,91a
0,91 a
0,91a 0,91a 4,55 0,91%
K1 (1,5%) 18,43b 26,57 b
34,72 b
43,56b 50,83b 174,11 34,82%
K2(2%) 20,47b 28,23 b
39,48 c
49,33bc 58,45c 195,96 39,19%
K3(2,5%) 26,57c 34,72 c
39,23 d
54,00c 64,33c 218,85 34,77%
K4(3%) 34,72d 50,77d 63,43e 89,09d 89,09d 327,10 65,42%
K5 (3,5%) 39,23e 60,11 e
89,09 f
89,09d 89,09d 366,61 73,32%
Keterangan : Rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata
pada Uji DMRT taraf 5%.
: Jsa (Jam Setelah Aplikasi).
Gambar 1. Mortalitas Larva Bawang Merah (Spodoptera exigua Hubn.) Pada Berbagai Konsentrasi
Ekstrak Rimpang Jeringau (Acorus calamus L.)
357
Hasil uji regresi didapatkan model faktor lain yang tidak diperhatikan dalam
persamaan regresi Y = 23,77x –2,527. Y percobaan.
adalah mortalitas larva S. exigua dan X Pupa Spodoptera exigua yang Terbentuk.
adalah konsentrasi ekstrak rimpang Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
jeringau. Hubungan konsentrasi ekstrak konsentrasi ERJ berpengaruh sangat nyata
rimpang jeringau terhadap mortalitas larva terhadap persentase pupa S. exigua yang
S. exigua menunjukkan terdapat pengaruh terbentuk. ERJ 3 % menyebabkan persentase
yang sangat kuat antara konsentrasi ekstrak pupa yang terbentuk dari larva uji hanya
rimpang jeringau dan mortalitas larva S. 0,91 % atau menghambat pembentukan
exigua dimana nilai koefisien korelasinya pupa sebesar 99, 1 % dan tidak berbeda
(R) = 0,948(R = 0,80 – 1,00 memiliki nyata dengan ERJ 3,5 % (Tabel 2).
hubungan yang sangat kuat) artinya
semakin tinggi konsentrasi semakin besar Imago Spodoptera exigua yang Muncul.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
mortalitas larvaS. exigua.
akibat aplikasi ERJ pada berbagai konsentrasi
Nilai koefisien determinan (R2) =
berpengaruh sangat nyata terhadap
0,974 artinya 97,4% mortalitas larva S.
persentase imago S. exiguayang muncul
exiguadipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak
terendah diperoleh pada perlakuan ERJ
rimpang jeringau. Sedangkan sisanya (1 – 2,5% yaitu sebesar 0,91% atau menghambat
R2) = 0,026 atau 2,6% disebabkan oleh terbentuknya imago sebesar 99,1 % (Tabel 3).
K5 (3,5%) 0(0,91)%
Keterangan : Rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak
berbeda nyata pada Uji DMRT taraf 5%.
: Angka dalam kurung Hasil Transformasi Arcsin √x
358
Mortalitas Ulat bawang Merah S.exigua jeringau yang menyebabkan serangga
Pada Konsentrasi Ekstrak Rimpang Jeringau tersebut tergelepar hingga akhirnya mengalami
(Acorus calamus). Hasil pengamatan pada kematian. Racun pernafasan bekerja lewat
tabel 1.nmenunjukkan bahwa perlakuan saluran pernafasan. Kebanyakan racun
konsentrasi ERJ berpengaruh nyata pernafasan berupa gas (Djojosumarto, 2000).
terhadap mortalitas larva S. exigua. Peningkatan mortalitas larva S.
Semakin tinggi konsentrasi ERJ yang exigua mengikuti peningkatan perlakuan
diaplikasikan semakin tinggi pula mortalitas konsentrasi disebabkan oleh peningkatan
yang ditentukan. bahan aktif ekstrak yang terekspose pada
Pada masing-masing pengamatan larva S. exigua. Larva yang diberikan
perlakuan 3,5% menujukkan tingkat perlakuan ERJ teracuni dan bahan aktif
mortalitas larva tertinggi. Mulai dari 24 Jsa, pada ERJ sehingga larva menjadi berubah
48 Jsa, 72 Jsa, 96 Jsa dan 120 Jsa (Jam aktifitasnya dari gerakan lincah menjadi
Setelah Aplikasi), tingkat mortalitas yang lemah akibat menurunnya aktifitas makan,
lebih tinggi mencapai 50% pada pengamatan karena pada rimpang jeringau terdapat
48 Jsa. Tetapi pada perlakuan2% mortalitas kadungan kimia didalamnya seperti asaron.
yang dihasilkan hampir sama dengan 2,5% Menurut Hasnah et al. (2012), β-asarone
dan 3% dan berbeda nyata dengan perlakuan merupakan senyawa yang bersifat insektisida,
1,5%. Hal ini sesuai dengan pendapat terutama berperan sebagai racun kontak
Pandey et al. (2005) yang menyatakan yang masuk melalui kulit (integument)
bahwa rimpang jeringau mengandung kadar serangga sehingga mengandung sistem
insektisidal cukup tinggi yang dapat saraf serangga yang mengakibatkan pada
menyebabkan kematian pada S. litura. Pada kematian. Selain itu juga berperan sebagai
konsentrasi 2% ekstrak rimpang jeringau racun perut yang nantinya merusak dinding
dapat mematikan 50% larva S. litura pada usus dan masuk kesistem pencernaan
24 jam setelah aplikasi. serangga sehingga menimbulkan kematian.
Hal ini terjadi karena senyawa aktif β-asarone mempengaruhi siklus hidup
minyak atsiri dari rimpang jeringau serangga.
terutama β-asarone sangat berperan dalam Konsentrasi 3,5% pada 24 Jam
meningkatnya mortalitas larva. β-asarone Setelah Aplikasi memberikan pengaruh
merupakan senyawa yang dapat bersifat mortalitas tertinggi. Hal ini disebabkan
insektisida, terutama berperan sebagai racun tingkat kandungan yang ada pada rimpang
kontak yang masuk melalui kulit jeringau, bahwa semakin tinggi konsentrasi
(integumen) serangga sehingga terganggu ekstrak rimpang jeringau maka semakin
sistem saraf serangga, juga berperan sebagai tinggi tingkat mortalitasnya. Hal ini diduga
racun perut yang masuk melalui alat mulut. berkaitan dengan aktivitas makan larva S.
Senyawa kimia tersebut merusak dinding exigua yang menurun oleh adanya pengaruh
usus sehingga masuk ke sistem pencernaan dari ekstrak bahan alami sehingga
sehingga menimbulkan kematian pada mengakibatkan nutrisi yang diperoleh dan
serangga. Hal ini sesuai dengan pernyataan terhambatnya proses metabolisme dalam
Hasan et al. (2006) bahwa ekstrak minyak tubuh larva. Menurut Harwanto et al.,
jeringau berperan sebagai racun perut dan (2012) pakan yang diberi perlakuan
racun kontak. mengalami perubahan bau sehingga
Dinyatakan sebagai racun kontak menyebabkan terganggunya sinyal serangga
apabila insektisida dapat masuk kedalam yang melakukan aktivitas makan.
tubuh serangga sasaran lewat kulit Selain itu juga karena disebabkan
/bersinggungan langsung (Djojosumarto, senyawa hasil metabolit sekunder pada
2000). Sebagai racun pernafasan, apabila ekstrak rimpang jeringau terdapat senyawa
serangga menghirup minyak rimpang fenol (Motley, 1994).Menurut penelitian
359
Sa’diyahet al., (2013) senyawa fenol pada Herminanto et al. (2004) bahwa serangga
ekstrak bintaro berperan sebagai penstimulasi yang terkena insektisida dalam konsentrasi
makan pada S. litura. Semakin banyak subletal (tidak mematikan) dapat mengalami
senyawa yang bersifat toksik di dalam perubahan fisiologis dan perilaku, sehingga
tubuh imago akan berpengaruh terhadap dapat menghambat pertumbuhan termasuk
metabolisme tubuh imago dan menyebabkan gagalnya pupasi.
kematian (Sa’diyah et al., 2013). Imago Spodoptera exigua yang Muncul.
Pupa Spodoptera exigua yang Terbentuk. Secara umum Tabel 4 memperlihatkan bahwa
Secara umum Tabel 2 di atas memperlihatkan rata-rata persentase imago S. exigua yang
bahwa persentase pupa S. exigua yang muncul tidak berbeda nyata antar perlakuan
terbentuk berbeda nyata antar perlakuan yang diaplikasikan ERJ, tetapi berbeda
akibat aplikasi ekstrak rimpang jeringau. nyata dengan kontrol. Pada kontrol rata-rata
Rata-rata persentase pupa S. exigua yang persentase imago S. exiguayang muncul
terbentuk tertinggi dijumpai pada kontrol, mencapai 82,5%, hal ini disebabkan
yaitu mencapai 100%, hal ini disebabkan perkembangan dan pertumbuhan serangga
karena pada kontrol tidak diaplikasikan berjalan secara normal karena tidak adanya
insektisida nabati. Pada perlakuan yang pemberian ERJ. Konsentrasi 1,5% dan 2%
tidak berbeda nyata antara satu dengan yang
diaplikasikan ekstrak rimpang jeringau,
lainnya. Hal ini juga terjadi pada konsentrasi
rata-rata persentase pupa yang terbentuk
2,5%, 3% dan 3,5%. Hal ini berkaitan dengan
tertinggi pada konsentrasi K0 sebesar
peubah sebelumnya, yaitu persentase pupa
89,09%, K1 (1,5%) mencapai 29,85%
terbentuk dimana dari 2,5% sampai 3,5%
sedangkan terendah pada konsentrasi
sudah tidak ada lagi pupa yang terbentuk.
K3(2,5%) yaitu 20,47%. Pada konsentrasi
Hal ini menyebabkan berpengaruh terhadap
K4(3%) dan K5(3,5%) tidak ada pupa S.
persentase imago S. exiguayang muncul
exiguayang terbentuk karena larva uji
pada perlakuan tersebut.
sudah mati. Hal ini disebabkan karena
Menurut Hasnah et al. (2012)
pertumbuhan dan perkembangan hama
Ekstrak rimpang jeringau bersifat racun
serangga sangat dipengaruhi oleh kualitas
perut antara lain mengakibatkan pengurangan
dan kuantitas makanan yang dikonsumsi
laju pertumbuhan, peningkatan mortalitas
pada stadia larva. Larva S. exigua yang
larva, ketidakberhasilan larva men-jadi
memakan pakan yang telah terkontaminasi
pupa serta ketidakberhasilan imago keluar
racun maka akan terganggu sistem
dari pupa. Hal ini juga sesuai dengan
pencernaan dalam tubuhnya. Salah satu
pendapat Untung (2006) dalam tulisannya
akibatnya adalah makin sedikit pakan yang
mengatakan bahwa senyawa antibiotis
dikonsumsi. Sesuai dengan pernyataan
berpengaruh buruk terhadap fisiologis
Lestari et al. (2005) bahwa rendahnya pupa
serangga hama, baik bersifat sementara
yang dihasilkan kemungkinan disebabkan
ataupun tetap. Gejala yang ditimbulkannnya
karena pakan yang dikonsumsi oleh larva
adalah kematian larva, pengurangan laju
makin sedikit sehingga proses perubahan
pertumbuhan, peningkatan mortalitas pupa,
dari prapupa ke pupa tidak berjalan sempurna
ketidakberhasilan imago keluar dari pupa,
bahkan gagal membentuk pupa.
dan imago tidak normal.
Pada konsentrasi 2,5% ekstrak
rimpang jeringau sudah mampu menghambat Perubahan/Gejala Larva Spodoptera
perkembangan pupa. Hal ini mengindikasikan exigua Setelah di Aplikasi Ekstrak
bahwa konsentrasi rendah sudah mampu Rimpang Jeringau. Pada penelitian yang
meracuni larva, yang menyebabkan larva telah dilakukan terlihat terjadi perubahan
gagal membentuk pupa (pupa yang terhadap tingkah laku S. exigua setelah
terbentuk menjadi abnormal). Seperti yang diberi perlakuan ekstrak rimpang jeringau.
dikemukakan Priyono (1988) dalam Perubahan tingkah laku S. exigua terlihat
360
beberapa jam setelah aplikasi.S. exigua Harwanto , Martono, E., Trisyono, A.,dan Wahyono.
menunjukkan menurunnya aktifitas, yaitu 2012. “Pengaruh Ekstrak Limbah Daun
Tembakau Madura Terhadap Aktivitas
berupa aktifitas bergeraknya berkurang Makan Larva Spodoptera litura”. Bioinsantifika.
(lemah) yang pada awalnya bergerak aktif 4 (1) : 1-9.
menjadi terlihat lemas atau bergerak pasif,
terlihat tidak sehat bila dibandingkan Hasan, M.U., M. Sagheer, E. Ullah, F. Ahmad & W.
dengan larva kontrol. Wakil. 2006. “Insecticidal activity of different
doses of Acorus calamus oil against
Salah satu perubahan morfologi Trogoderma granarium (everts)”. J. Agriculture
larva S.exigua terlihat setelah 24 jam Science 43 (1-2): 55-58.
setelah aplikasi perlakuan adalah warna
tubuh dan bentuk tubuh. Warna tubuhS. Hasnah, Husni dan Fardhisa, A. 2012. “Pengaruh
Ekstrak Rimpang Jeingau (Acorus calamus
exiguahijau kecoklatandan gejala lanjutan L.) Terhadap mortalitas Ulat Grayak
menjadi hitam danbentuk tubuhS. exigua Spodoptera litura F”. J. Floratek. 7: 115-124.
kaku kemudian menjadi mengkerut. Hal ini
menunjukkan bahwa ERJ yang diaplikasikan Herminanto, Wirashidan T. Sumarsono. 2004.
“Potensi ekstrak biji srikaya (Annona
memberikan pengaruh terhadap perilaku squamosa L.) untuk mengendalikan ulat krop
larvaS. exigua dan dapat menurunkan kubis Crocidolomia pavonana F”. J.
aktifitas dari larvaS. exigua tersebut. Agrosains 6 (1): 31-35.
361
Supriadi. 1997. Isolasi Alkaloid Dari Daun Widuri. Untung, K. 2006. Pengantar pengelolaan hama terpadu Edisi
FKIP, Universitas Tadulako, Palu. Kedua. Gadjah Mada University Press, yogyakata.
362