Laporan Kasus Diabetes Mellitus
Laporan Kasus Diabetes Mellitus
Laporan Kasus Diabetes Mellitus
DIABETES MELLITUS
O
L
E
H
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam
darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart,
2002).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia
kronik yang disertai dengan berbagai kelainan metabolik yang
diakibatkan oleh gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai macam komplikasi kronik pada organ mata, ginjal,
saraf, pembuluh darah disertai lesi padda membran basalis
dalam dengan menggunakan pemeriksaan dalam mikroskop
(Arief Mansjoer dkk, 2005).
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik
yang berlangsung kronik dimana penderita diabetes tidak bisa
memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak
mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah
kelebihan gula di dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadi
komplikasi lanjut pada organ tubuh (Misnadiarly, 2006).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus adalah
penyakit yang disebabkan oleh tingginya kadar gula dalam darah
akibat gangguan sekresi insulin.
1
2. KLASIFIKASI
Menurut Corwin (2009) diabetes mellitus terbagi ke dalam
beberapa kategori utama sebagai berikut :
1. DM Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Meliitus (IDDM)/
Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI). Sel-sel beta dari
pankreas yang normalnya menghasilan insulin dihancurkan
oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk
mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya
terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. DM Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Meliitus
(NIDDM). Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas
terhadap insulin atau akibat penurunan jumlah pembentukan
insulin.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma
pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain,
dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes kehamilan : Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)
yaitu DM yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya
tidak mengidap DM.
2
lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa
terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau
kematian janin dalam kandungan atau bayi lahir dengan berat
lahir lebih dari 4kg.
Gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan
penurunan berat badan tidak selalu tampak pada lansia
penderita DM karena seiring dengan meningkatnya usia terjadi
kenaikan ambang batas ginjal untuk glukosa sehingga glukosa
baru dikeluarkan melalui urin bila glukosa darah sudah cukup
tinggi. Selain itu, karena mekanisme hauus terganggu seiring
dengan penuaan maka polidipsi pun tidak terjadi sehingga lansia
penderita DM mudah mengalami dihidrasi hiperosmolar akibat
hiperglikemia berat.
DM pada lansia umumnya bersifat asimptomatik, kalaupun
ada gejala seringkali berupa gejala tidak khas seperti
kelemahan, latergi, perubahan tingkah laku, menurunnya status
kognitif atau kemampuan fungsional (delirium, demensia,
depresi, agitasi, mudah jatuh, dan inkontinensia urin), sehingga
DM pada lansia terdiagnosis setelah timbul penyakit lain.
4. ETIOLOGI
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan
oleh adanya kekurangan insulin secara realtif maupun absolut.
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu :
a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,
zat kimia, dll).
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar
pankreas.
c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
3
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2014),
bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat
diubah, meliputi :
1. Riwayat keluarga dengan DM.
2. Umur >45 tahun.
3. Etnik.
4. Riwayat DM gestasional.
5. Riwayat lahir dengan berat badan rendah.
Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah pada penyakit
DM Tipe 2 meliputi :
1. Obesitas.
2. Kurangnya aktifitas fisik.
3. Hipertensi.
4. Dislipidemi yaitu keadaan yang ditandai dengan kenaikan
kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl).
5. Diet tidak sehat.
5. PATOFISIOOGI
a) DM Tipe 1 ( DMT 1 = Diabetes Mellitus Tergantung Insulin )
DMT 1 merupakan DM yang tergantung insulin. Pada
DMT 1 kelainan terletak pada sel beta yang bisa idiopatik atau
imunologik. Pankreas tidak mampu mensintesis dan mensekresi
insulin dalam kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan
kadang-kadang tidak ada sekresi insulin sama sekali. Jadi pada
kasus ini terdapat kekurangan insulin secara absolut
(Tjokroprawiro, 2007).
Pada DMT 1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer
kuantitas dan kualitasnya cukup atau normal ( jumlah reseptor
insulin DMT 1 antara 30.000-35.000 ) jumlah reseptor insulin
4
pada orang normal ± 35.000. sedang pada DM dengan obesitas
± 20.000 reseptor insulin (Tjokroprawiro, 2007).
DMT 1, biasanya terdiagnosa sejak usia kanak-kanak.
Pada DMT 1 tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan insulin
atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin, oleh karena
itu untuk bertahan hidup penderita harus mendapat suntikan
insulin setiap harinya. DMT1 tanpa pengaturan harian, pada
kondisi darurat dapat terjadi (Riskesdas, 2007).
b) DM Tipe 2 ( Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin = DMT 2)
DMT 2 adalah DM tidak tergantung insulin. Pada tipe ini,
pada awalnya kelainan terletak pada jaringan perifer (resistensi
insulin) dan kemudian disusul dengan disfungsi sel beta
pankreas (defek sekresi insulin), yaitu sebagai berikut :
1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang,
sehingga glukosa yang sudah diabsorbsi masuk ke dalam
darah tetapi jumlah insulin yang efektif belum memadai.
2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000-
30.000) pada obesitas jumlah reseptor bahkan hanya 20.000.
3. Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas
reseptor jelek, sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin
binding atau afinitas atau sensitifitas insulin terganggu).
4. Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis
intraselluler terganggu.
5. Adanya kelainan campuran diantara nomor 1,2,3 dan 4.
6. DM tipe 2 ini Biasanya terjadi di usia dewasa. Kebanyakan
orang tidak menyadari telah menderita dibetes tipe 2,
walaupun keadaannya sudah menjadi sangat serius. Diabetes
tipe 2 sudah menjadi umum di Indonesia, dan angkanya terus
bertambah akibat gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan
dan malas berolahraga (Riskesdas, 2007).
5
6
6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang lazim terjadi pada diabetes mellitus pada tahap
awal sering ditemukan sebagai berikut :
a. Poliuri (banyak kencing), Hal ini disebabkan oleh karena
kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotik
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit
sehingga klien banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum), Hal ini disebabkan pembakaran
terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri,
sehngga untuk mengeimbangi klien lebih banyak minum.
c. Polipagi (banyak makan), Hal ini disebabkan karena glukosa
tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga
untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi
walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut
hanya kan berada sampai pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang Hal
ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi
glukosa, maka tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari
bagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh
terus merasakan lapar maka tubuh termasuk yang berada di
jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM banyak
makan akan tetap kurus.
e. Mata kabur. Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas
(glukosa-sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena
insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukkan katarak.
7
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Sylvia, A. Price & Lorraine, M.wilson (2006)
pemeriksaan diagnostik untuk penyakit diabetes millitus adalah :
Pemeriksaan Prosedur dan Interpretasi
persiapan
Gula darah Puasa mulai Kriteria diagnostik untuk diabetes
puasa (GDP) : tengah malam millitue > 140mg/dL palni sedikit
70 – 110 dal m 2x pemeriksaan atau > 140
mg/dL mg/dL disertai gejala klasik
plasmavena hiperglikemia atau CGT : 115 :
140 mg/dL
Gula darah 2 Gula darah Digunakan untuk skrining atau
jam diukur 2 jam evaluasi pengobatan, bukan
postprandial < setelah makan diagnostik
140 mg/dL berat atau 2
jam setelah
mendapat 100
gr gula
Gula darah Digunakan untuk skrining bukan
sewaktu : 140 diagnostik
mg/dL
Tes intoleransi Puasa mulai Kriteria diagnotik unuk diabetes
glukosa oral tengah malam, millitus , GDP : 140 mg/dL. Tapi
(TTGO). GD < GDP diambil gula darah 2 jam dan
115mg/dL diberi 75 mg pemeriksaan lainya > 200 mg/dL
glukosa, dalam 2x pemeriksaan untuk 165
sampel darah GDP < 140 mg/dL 2 jam natara
(dan urine) 140-200 mg/dL dan
ditampung pemeriksaan untuk IGT : GDP <
pada ½ 1, dan 140 mg/dL . TTGO dilakukan
2 jam hanya pada pasien yang bebas
kadangkadang diit dan beraktivitaas fisik 3 hari
pada2, 4, dan sebelum tes, tidak dianjurkan
5 jam berikut. pada (1) hiperglekimia yang
sedang puasa (2) orang yang
mendapat thiazide, dilantin
propanolol, lasix, tiroid, estrogen,
pil KB, steroid (3) pasien yang
dirawat Tes toleransi glukosa
intravena (TTGI) Sama untuk
TTGO Dilakukan jika TTGO
merupakan kontra indikasi
kelainan gaastrointestinal yang
mempengaruhi glukosa
8
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan DM dilakukan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien yang menderita DM. Periode
penatalaksanaan DM yaitu:
a) Jangka pendek, pada masa ini penatalaksanaan bertujuan
untuk menghilangkan keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target
pengendalian glukosa darah.
b) Jangka panjang, bertujuan untuk mencegah dan menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan
neuropati. Tujuan akhir adalah menurunkan morbiditas dan
mortalitas DM. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan
pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan
lipid profile, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Pilar penatalaksanaan DM ada 4 yaitu:
1) Edukasi, edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes
yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang
diperlukan untuk mencapai kesehatan yang optimal,
penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang
lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan pasien diabetes.
2) Terapi gizi medis, keberhasilan terapi gizi medis (TGM) dapat
dicapai dengan melibatkan seluruh tim (dokter, ahli gizi,
perawat, serta pasien itu sendiri). Setiap pasien DM harus
mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya untuk mencapai
sasaran terapi. Pasien DM perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal, jenis dan jumlah
makanan, terutama pasien yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah
9
makanan dengan komposisi seimbang baik karbohidrat,
protein dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi: Karbohidrat:
6070%, protein: 10-15%, lemak: 20-25%. Jumlah kalori
disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress
akut dan kegiatan jasmani untuk mempertahankan berat
badan idaman.
3) Latihan jasmani, kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih
30 menit) merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk
menjaga kebugaran, menurunkan berat badan, memperbaiki
sensitifitas insulin sehingga dapat mengendalikan kadar
glukosa darah. Latihan yang dianjurkan adalah latihan yang
bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging
dan berenang. Latihan sebaiknya dilakukan sesuai umur dam
status kesegaran jasmani. Pada individu yang relative sehat,
intensitas latihan dapat ditingkatkan, sedangkan yang sudah
mengalami komplikasi DM latihan dapat dikurangi.
4) Intervensi farmakologis, intervensi farmakologis ditambahkan
jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan
makan dan latihan jasmani. Pengelolaan diabetes secara
farmakologis dapat berupa pemberian:
1. Obat hipoglikemik oral (OHO), berdasarkan cara kerjanya,
OHO dibagi atas 4 golongan yaitu:
a) Pemicu sekresi insulin: sulfonilurea dan glinid,
b) Penambah sensitivitas terhadap insulin: biguanid,
tiazolidindion,
c) Penghambat glukoneogenesi: Metformin,
d) Penghambat absorbsi glukosa: penghambat glukosidase
alfa.
2. Insulin, pemberian insulin lebih dini akan menunujukkan
hasil klinis yang lebih baik, terutama masalah
glukotosisitas. Hal ini menunjukkan hasil perbaikkan fungsi
10
sel beta pankreas.Terapi insulin dapat mencegah
kerusakan endetol, menekan proses inflamasi, mengurangi
kejadian apoptosis serta memperbaiki profil lipid. Insulin
diperlukan pada keadaan:
a) Penurunan berat badan yang cepat,
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis,
c) Ketoasidosis diabetik,
d) Hiperglikemia dengan asidosis laktat,
e) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal,
f) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, stroke, infark
miokardial),
g) Kehamilan dengan diabetes gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan,
h) Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat,
i) Kontraindikasi dan atau alergi OHO.
9. KOMPLIKASI
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi akut yang
terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, tetapi selain ulkus
diabetik terdapat komplikasi yang lain antara lain yaitu:
a. Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah.
Hipoglikemik dan ketoadosis diabetik masuk ke dalam
komplikasi akut.
b. Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini
adalah makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang
pembuluh darah besar, kemudian mikrovaskuler yang
menyerang ke pembuuluh darah kecil bisa menyerang mata
(retinopati), dan ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga yaitu
neuropati yang mengenai saraf. Dan yang terakhir
menimbulkan gangren.
11
c. Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain,
menyebabkan penyakit jantung dan gagal ginjal, impotensi
dan infeksi, gangguan penglihatan (mata kabur bahkan
kebutaan), luka infesi dalam , penyembuhan luka yang jelek.
d. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post
debridement komplikasi dapat terjadi seperti infeksi jika
perawatan luka tidak ditangani dengan prinsip steril.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Anamnese
a. Identitas penderita, Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama, Adanya rasa kesemutan pada kaki /
tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka
yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang kapan
terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit
DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga Dari genogram keluarga
biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
12
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal
hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai
prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
b) Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak, kram otot,
gangguan istirahat tidur
Tanda : takikardia, dan tacinea saat istirahat denagn
aktivitas penurunan kekuatan otot, letargi
2. Integritas ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain,
ketidakberdayaan , persaan putus asa
Tanda : ansietas, peka, ketakutan, marah , menarik diri
3. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi pada ekstremitas,
penyembuhan yang lama.
Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah postural,
hipertensi,distritmia, kulit panas, kering, dan kemerahan
4. Eliminasi
Gejala : poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar,
kesulitan berkemih, diare.
Tanda : urine encer, pucat, poliuria, urine berkabut,
bising usus lemah dan menurun, hiperaktif
5. Makanan dan cairan
Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah, tidak
mengikuti diit, peningkatan masukan glukosa,
penurunan gula darah, haus, penggunaan diuretik.
13
Tanda : kulit kering, turgor kulit jelek, kekakuan
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, aeton.
6. Neorosensori
Gejala : pusing, sakit kepal, kesemutn, kelemahan otot,
parastesia, gangguan penglihatan
Tanda : desiorentasi, mengantuk, letargi, stupor(tahap
lanjut) gangguan memori.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : abdomen yang tegang, nyeri (sedang berat)
Tanda : Wajah mengiris dengan palpasi, terlihat sangat
berhati-hati
8. Pernafasan
Gejala : batuk dengan tanpa spuntum
Tanda : batuk dengan tanpa spuntum (infeksi) frekuensi
pernafasan
9. Keamanan
Gejala : ulkus kulit, kulit terasa gatal
Tanda : demam, diasporesis, lesi/ulserasi, parastesia,
penurunan rentang gerak
10. Seksualitas
Gejala : masalah tentang hubungan atau keintiman,
masalah impotensi pada pria, kesulitan pada orgasme
pada wanita.
2. Diagnosa keperawatan
1) Kekurangan volume cairan
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3) Resiko infeksi
4) Intoleran aktivitas
3. Perencanaan
1) Kekurangan volume cairan
14
Tujuan : volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil : tanda vital, turgor kulit baik, pengisian
kapiler
baik, tingkat elektronik dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji kelembaban, turgor kulit
Rasional : meskipun demam, menggigil dan diaporesis
merupakan hal yang umum terjadi pada infeksi, demem
dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai
cerminan dari dehidrasi.
b. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : hipovolemi dapat dimanifestasikan oleh
hipotensi dan takikardia, perkiraan, berat ringannya
hipovolemi dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik
pasien menurun 10 mmHg dari posisi berbaring keposisi
duduk/berdiri.
c. Catat adanya mual, muntah, nyeri abdomen dan distensi
abdomen Rasional : memberikan hasil pengkajian yang
terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti
d. Pantau masukan dan pengeluaran
rasional : membantu dan memperkirakan volume total,
tanda dan gejala mungkin sudah ada pada beberapa
waktu sebelumnya
e. Ukur berat badan tiap hari
rasional : pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat
mungkin sangat berpotensi menimbulkan kelebihan
beban cairan dan gagal ginjal kronik.
15
a. Mencerna makanan jumlah kalori/nutrisi yang tepat
b. Berat badan stabil/menunjukan penambahn dalam batas
normal
c. Menunjukan tingkat energi biasanya
Intervensi :
a. Timbang badan tiap hari
rasional : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
(termasuk absorsi dan uji lisasinya)
b. Identifikasi makanan yang disukai pasien
rasional : jika makanan yang disukai pasien dimasukan
perencanaan makan, kerja sama ini dapat diupayakan
setelah pulang.
c. Cacat adanya nyeri abdomen perut kembung, mual,
muntah
Rasional : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi
lambung (distensi/ileusparalistik) yang akan
mempengaruhi pilihan intervensi.
d. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan
sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan rasa keterlibatanya,
memberikan informasi pada keluarga, untuk memahami
kebutuhan nutrisi pasien
e. Kolaborasi
1) Pemeriksaan gula darah
Rasional : analisa ditempat tidur terdapat gula darah
lebih akurat dari pada memantau gula dalam urine
(reduksi urine) yang tidak cukup akurat untuk
mendeteksi fluktuasi kadar gula darah dan dapat
dipengaruhi oleh ambangginjal paien secara
indivifual adanya retensi urine/gagal ginjal
2) Pantau pemeriksaan laboratorium
16
Rasional : gula darah akan menurunkan perlahan
dengan penggantian cairan dan therapi insulin
terkontrol dengan pemberian insulin dosis optimal,
glukosa kemudian dapat masuk kedalam sel dan
dapat di gunakan untuk sumber kalori. Ketika hal ini
terjadi, kadar aceton akan menurun dan asidosis
dapat dikoreksi.
3) Berikan asupan larutan glukosa
Rasional : larutan glukosa ditambahkan setelah
insulin dan cairan membawa gula darah kira-kira
250mg/dL. Dengan metabolisme karbohidrat
mendekti normal perwatan harus diberikan untuk
menghindari terjadinya hiperglikemia.
3) Risiko infeksi
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
a. Menurunnya risiko infeksi
b. Demonstrasikan teknik untuk mencegah terjadinya infeksi
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
rasional : pasien mungkin dengan infeksi yang biasanya
telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat
mengalami infeksi nosokomial timbulnya (infeksi
nosokomial )
b. Pertahankan teknik aseptik
rasional : kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan
menjadi media yang terbaik bagi pertumbuhan kuman.
c. Pasang kateter/lakukan perincal dengan baik.
Rasional : mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran
kemih, pasien koma mungkin memiliki risiko khusus jika
terjadi retensi urine pada awal dirawat, catatan pasien
17
diabetes millitus wanita lansia merupakan kelompok
utama yang paling penting berisiko tinggi saluran
kemih/vagina.
d. Berikan peawatan kulit dengan teratur
Rasional : sirkulasi perifer bisa terganggu yang
menempatkan pasien pada peningkatan risiko terjadinya
kerusakan pada kulit/iritaasi kulit dan infeksi
e. Posisikan pasien semi fowler
1) Kolaborasi
Rasional : memberikan bagi paru untuk berkembang
menurunkan risiko terjadi aspirasi.
2) Lakukan pemeriksaan kultur
Rasional : untuk mengidentifikasi organisme sehingga
dapat memilih therapi antibiotik yang terbaik.
3) Memberikan obat anti biotik yang teratur
Penanganan awal dapat membantu mencegah
timbulnya sepsis
4) Intoleran aktivitas
Tujuan : toleransi aktivitas dapat meningkat
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan peningkatan energi
b. Menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi
dalam aktivitas yang diinginkan.
Invertensi :
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan beraktivits
rasional : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
meningkatkan aktivitas meskipun pasien mungkin sangat
lemah.
b. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang
cukup
18
rasional pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien sangat
lemah.
c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah
sebelum/sesudah aktivitas
rasional : mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapt
ditoleansi secara fisiologis.
d.Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi,
berpindah tempat dan sebagainya.
Rasional : pasien akan dapt melakukan lebih banyak
kegiatan penurunan kebutuhan akan energi pada tiap
kegiatan tingkatan kepercayaan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
e. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri/harga diri
yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoeransi
pasien.
4. Implementasi
Implemetasi adalah tahap pelaksananan terhadap rencana
tindakan keperawatan yang telah ditetapkan perawat untuk
pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan
keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan
selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah
selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi
intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses
keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil
19
yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan
tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat
mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu
atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak
sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali
menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan
pernyataan tujuan.
20
BAB II
TINJAUAN KASUS
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik dengan
tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria sebagai akibat dari
kirangnya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak
pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
dengan gangguan metabolisme lemak dan protein
Tanda dan gejala yang sering dijumpai pada pasien DM
adalah poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat di jelaskan. Selain itu gejala lain yang bisa
dijumpai adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabut, disfungsi
ereksi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.
Ada 4 pilar penatalaksanaan DM yaitu: edukasi, terapi gizi
medis, latihan jasmani serta insulin. Penatalaksanaan DM
bertujuan untuk menghilangkan keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target
pengendalian glukosa darah. Penatalaksanaan DM memerlukan
kolaborasi antara dokter, perawat, ahli gizi, team kesehatan
lainnya.
2. SARAN
Dalam menangani kasus diabetes mellitus diharapkan
mahasiswa terlebih dahulu memahami teoritis maupun asuhan
keperawatan tentang DM, supaya dalam penanganan pasien DM
tidak terjadinya kendala.
DAFTAR PUSTAKA