Laporan Pendahuluan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DIAGNOSA KLINIS ATRIAL SEPTUM DEFECT (ASD)


SECUNDUM DI RUANG PPJT LANTAI 3 : RAWAT INAP JANTUNG DEWASA RSUD
DR. SOETOMO
SURABAYA

Nama:
Maulidiyah Mahayu Nilam Anindy
132013142029
Dosen:
Dr. Ninuk Dian K, S.Kep., Ns., MANP

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
1.1 Definisi

Septum atriorum merupakan sekat yang memisahkan ruang antara atrium dexter

dan atrium sinister. Fungsi sekat pada jantung yaitu untuk memisahkan penampungan

darah bersih menuju ke seluruh tubuh dengan darah kotor yang menuju jantung untuk

dikeluarkan melalui proses respirasi. Jika tidak terdapat sekat, darah kotor dan bersih

akan mengalami suspensi atau percampuran. Padahal darah kotor mengandung sisa dan

racun dari tubuh sedangkan darah bersih mengandung sari makanan yang akan diedarkan

ke seluruh tubuh.

Defek septum atrial atau Atrial Septal Defect (ASD) adalah gangguan septum

atau sekat antara rongga atrium kanan dan kiri. Septum tersebut tidak menutup secara

sempurna dan membuat aliran darah atrium kiri dan kanan bercampur. ASD adalah salah

satu dari beberapa kejadian kongenital anomali jantung. Insiden tertinggi pada wanita

dibandingkan laki-laki. Darah yang mengandung oksigen memiliki kekuatan dari atrium

kiri kekanan. Tipe arteriovenous ini tidak dapat menghasilkan kebiruan / sianosis kecuali

kembalinya aliran darah oleh karena gagal jantung.

gambar 1. ASD
1.2 Etiologi

Penyebab belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang

diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor

tersebut diantaranya:

1. Faktor Prenatal

a. Ibu menderita penyakit infeksi rubella saat hamil

b. Ibu alkoholisme

c. Umur ibu lebih dari 40 tahun

d. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu

2. Faktor Genetik

a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB

b. Ayah atau ibu menderita PJB

c. Kelainan kromoson misalnya Sindroma Down

d. Lahir dengan kelainan bawaan lain

3. Faktor Hemodinamik

Tekanan di atrium kiri lebih tinggi dari pada tekanan di natrium kanan sehingga

memungkinkan aliran daran dari atrium kiri ke atrium kanan.

1.3 Patofisiologi

Penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan, banyak kasus

mungkin terjadi akibat aksi pathogen yang tidak diketahui dalam trimester pertama

kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin. Pertama kehidupan status, saat
struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu saluran normal

yang harus menutup dalam beberapa hari pertama.

Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat

ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak

begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedangkan pada atrium kanan 5 mmHg).

Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri

pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang

melampaui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.

Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri

pulmonalis. Maka tekanan pada alat-alat tersebut naik, dengan adanya kenaikan tekanan,

maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar

15-25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik (Jadi

bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relative katup pulmonal) pada

valvula trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolic.

Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis,

maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmonalis dan akibatnya

akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada

ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila defek

pada katup mitral atau katup triskuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel

kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini

tidak pernah terjadi pada ASD II. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri

sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yanag rendah oksigen

akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.


1.4 Klasifikasi ASD

1. Defek sinus venosus atau defek vena cava superior.

Letak defek diatas fosa ovalis, tidak mempunyai tepi atas yang jelas dan biasanya disertai

dengan vena pulmonalis yang bermuara rendah di vena cava superior.

2. Defek fosa ovalis atau ASD II (ASD Sekundum)

Letak defek difosa ovalis, yakni bentuk ASD yang paling sering dan bersama dengan

katup atrioventrikuler normal. Walaupun perubahan mikso matosa lambat pada katup

mitral telah diuraikan, keadaan ini jarang menjadi pertimbangan klinik yang penting.

Defek ini mungkin tunggal atau multiple, dengan diameter lubang 2 cm atau lebih. Defek

besar dapat meluas ke inferior kearah vena cava inferior dan ostium sinus coronaries, ke

superior kearah vena cava superior, atau keposterior.


3. Defek atrioventrikular (endokardial cushion defek, ECD) atau ASD I (ASD primum)

Biasanya disertai dengan kelainan katup atrioventrikular. Bergantung pada saat timbulnya

perkembangan, maka akan terjadi bermacam-macam bentuk. Pada gangguan ringan

embrional endokardial cushion, letak ASD rendah katup mitral terbelah (ECD derajat I).

Pada gangguan berat, letak ASD rendah dan katup mitral dan katup tricuspid terbelah

(ECD derajat II). Pada gangguan yang menyeluruh, letak ASD rendah, katup-katup mitral

dan/atau tricuspid terbelah dan letak defek septum bentrikel (VSD) tinggi (ECD derajat

III), dulu dikenal dengan nama atrioventrikel komunis.

1.5 Manifestasi Klinis

Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada

masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung

di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat

pada decade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung

(aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi dan anak-anak adalah adanya infeksi

saluran nafas bagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluahan batuk dan panas

hilang timbul (tanpa pilek). Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat

berupa sesak nafas, kesulitan menyusu pada bayi, gagal tumbuh kembang pada bayi atau

cepat lelah saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar. Selanjutnya dengan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti elektro-kardiografi (EKG), rongent

dada dan echo-cardiografi, diagnosis ASD dapat ditegakkan.

Gejalanya bisa berupa:

1) Sering mengalami infeksi saluran pernafasan

2) Dispneu (kesulitan dalam bernafas)


3) Sesak nafas ketika melakukan aktivitas

4) Jantung berdebar-debar (palpitasi)

5) Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali

tidak ditemukan gejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan

aritmia

1.6 Pemeriksaan Diagnostik

1. Elektrokardiogram

Menunjukkan adanya gangguan konduksi pada ventrikel kanan dengan aksis QRS bidak

frontal lebih dari 90º. Anak dengan defek sekat AV komplit adalah khas. Kelainan

utamanya adalah:

1) Orientasi superior melalui mean sumbu QRS frontal dengan deviasi sumbu kekiri

atas/atau kuadran atas kanan.

2) Garis lengkungan vector QRS berorientasi kesuperior berlawanan dengan jalan jarum

jam.

3) Tanda hipertrofi diventrikuler atau hipertrofi berlawanan dengan jalan jarum jam.

4) Tanda hipertrifi diventrikuler atau hipertrofi ventrikel kanan saja

5) Penundaan konduksi ventrikel kanan (RSR pada hantaran V3R dan V1).

6) Gelombang P normal atau tinggi

7) Kadang-kadang pemanjangan interval PR


Pada defek ostium sekundum dan defek sinus venosus menunjukkan beban volume dan

penundaan kecil hantaran ventrikel kanan.

2. Ekokardiografi

Ekokardiografi dua dimensi dapat menunjukkan adanya septum interatrial dan lokalisasi

defek tersebut. Ekokardiografi dengan kontras dapat menunjukkan defek aliran darah ke

kiri ke kanan, atau aliran kanan ke kiri.

3. Kateterisasi jantung

Jika kateterisasi jantung pada defek sinus venosus dilakukan untuk menegaskan sceara

lebih baik drainase venosa, kateter dapat masuk vena pulmonalis kanan secara langsung

dari vena cava superior. Koreksi anatomic biasanya memerlukan penyisipan tambahan

untuk menutup defek sambil menyatukan masuknya anomaly vena keatrium kiri.

Pemeriksaan (defek atrioventrikular) ini memperagakan besaran dari kiri ke kanan,

keparahan hipertansi pulmonal, tingkat kenaikan tahan vaskuler pulmona, dan keparahan

insufisiensi katup AV komunis. Pada defek ostium sekundum dapat dimanipulasi

kedalam atrium kiri melalui defek.

4. Ekokardiogram

Menunjukan pembesaran ventrikel kanan serta gerakan paradoksal septum

interventrikular. Pada defek sekat AV, kedua katup berinsersi pada tinggi yang sama

karena tidak adanya sekat AV. Sedangkan pada defek ostium bertambahnya dimensi

akhir diastolic ventrikel kanan dan gerakan abnormal sekat ventrikel.

5. Venrikulografi kiri selektif

Membantu dalam diagnosis defek sekat A

6. Roentgenogram dada
Anak dengan defek sekat AV komplit sering menunjukkan pembesaran jantung yang

menyolok yang disebabkan oleh penonjolan ventrikel maupun atrium kanan. Arteria

pulmonalis besar dan vaskularisasi paru bertambah. Pada defek ostium sekundum dan

defek sinus venosus menunjukka berbagai tingkat pembesaran ventrikel dan atrium kanan

tergantung pada ukuran shunt.

1.7 Penatalaksanaan Medik

1. ASD kecil (diameter <5 mm) karena tidak menyebabkan gangguan hemodinamik dan

bahaya endocarditis infeksi, tidak perlu dilakukan operasi.

2. ASD besar (diameter >5 mm s/d beberapa centimeter), perlu tindakan pembedahan

dianjurkan < 6 tahun, karena dapat menyebabkan hipertensi pulmonal (walaupun lambat).

Penatalaksanaan sebagai berikut:

a) Pembedahan : Menutup defek dengan kateterisasi jantung

b) Terapi intervensi non bedah

Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menurup ASD tipe sekundum secara non bedah

yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha

(arteri femoralis).

1.8 Komplikasi

1. Endokarditis

2. Obstruksi pembuluh darah pulmonal (Hipertensi Pulmonal)

3. Aritmia

4. Henti jantung
1.9 WOC

Faktor Resiko

Defek antara atrium kanan & atrium kiri

Tekanan atrium sinistra > atrium dextra

Aliran di atrium dextra

Vol. ventrikel sinistra Vol. atrium dextra

Curah jantung Akral dingin Vol. ventrikel dextra

Hypoxia jaringan Hr aliran di pulmonal

Preload Hipertensi pulmonal


kelemahan

TD Mk: gangguan pertukaran gas


Mk: intoleransi aktifitas
Mk: penurunan curah jantung
Faktor Resiko

pembedahan Katerisasi jantung

Pemakaian sedatif Penutupan defek Pemasangan


& muscle relaxan Mk: nyeri akut graft

Perdarahan Penyesuaian kerja


Ketidakadekuatan Sisa darah
Trauma operasi pemasangan jantung dengan
ventilasi operasi di
drain pemasangan graft
pericard

Luka insisi port de


Intubasi, Resti Mk: Risiko Preload, afterload,
entery
pemasang Difusi plasma drainage ketidakseim kontraktilitas, irama
mikroorganisme
an ETT & tak bangan terganggu
ventilator lancar cairan
Difusi O2 Mk: risiko
Mk: risiko perfusi infeksi Penegangan saraf otot
miokard tidak efektif jantung

Mk: Penurunan curah curah jantung


Mk: gangguan Cardiac output
jantung
pertukaran gas

Mk: pola nafas Mk: Risiko cedera Mk: gangguan komunikasi Mk: Ansietas
Mk: bersihan jalan
tidak efektif verbal
nafas tidak efektif
1.10 Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas

a. Usia: ASD merupakan salah satu kelainan kongenital anomali jantung,

sehingga tidak ada batasan usia, biasanya gejala ASD akan muncul pada

usia bayi (0-1 tahun) dan anak-anak (1-6 tahun), tetapi kejadian akan

meningkatkan gagal jantung akibat ASD pada usia 40-50 tahun.

b. Jenis Kelamin: Insiden tertinggi pada wanita dibandingkan laki laki,

dengan perbandingan 3:1 (Nelson, 2000)

2. Keluhan Utama

Biasanya terjadi sesak, dan berkeringan banyak

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Mengalami sesak nafas berkeringat banyak.

b. Riwayat kesehatan masa lalu

1) Prenatal History

Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus

rubella), mungkin ada riwayat penggunaan alcohol dan obat-obatan

serta penyakit DM pada ibu.

2) Intra natal

Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi

3) Riwayat Neonatus
- Gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea

- Anak rewel dan kesakitan

- Tumbuh kembang anak terhambat

- Terdapat edema pada tungkai dan hepatomegaly

- Sosial ekonomi keluarga yang rendah

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

- Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami

kelainan defek jantung

- Penyakit keturunan atau diwariskan

- Penyakit congenital atau bawaan

c. Sistem yang dikaji

1) Pola Aktivitas dan latihan

- Keletihan/kelelahan

- Dispnea

- Perubahan tanda tanda vital

- Perubahan status mental

- Takipnea

- Kehilangan tonus otot

2) Pola persepsi dan pemeriksaan kesehatan

- Riwayat hipertensi

- Endokarditis

- Penyakit katup jantung

3) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress


- Ansietas, khawatir, takut

- Stress yang berhubungan dengan penyakit

4) Pola nutrisi dan metabolic

- Anoreksia

- Pembengkakan ekstremitas bawah/edema

5) Pola persepsi dan konsep diri

- Kelemahan

- Pening

6) Pola peran dan hubungan dengan sesame

- Penurunan peran dalam aktivitas social dan keluarga

4. Pemeriksaan Fisik

a. Pada pemeriksaan biasanya didapatkan implus prominent ventrikel kanan

dan palpasi arteri pulmonal yang terpalpasi. Bunyi jantung normal/split,

dengan aksentuasi penutupan katup tricuspid. Bertambanya aliran ke katup

pulmonal dapat menyebabkan terdengarnya saat ekspirasi. Murmur

middiastolik rumbling, terdengar paling keras di IC IV dan sepanjang

linea sternalis kiri, menunjukkan peningkatan aliran yang melewati katup

tricuspid. Pada pasien dengan kelainan ostiumprimum, thrill pada apex

dan murmur holosistolic menunjukkan regurgitasi mutral/trikusoid atau

VSD.

b. Hasil pemeriksaan fisik dapat berubah saat resisten vascular pulmonal

meningkat menghasilkan berkurangnya pirau kiri ke kanan. Baik itu aliran

balik pulmonal dan murmur tricuspid intensitasnya akan berkurang,


komponen bunyi jantung ke 2 dan ejeksi sistolik akan meningkat, murmur

diastolic akibat regurgitasi pulmonal dapat muncul. Sianosis dan clubbing

finger berhubungan dengan terjadinya pirau kanan ke kiri.

c. Pada orang dewasa dengan ASD dan fibrasi atrial, hasil pemeriksan dapat

dipusingkan dengan mitral stenosis dengan hipertensi pulmonal karena

murmur diastolic tricuspid dan bunyi jantung 2 yang melebar.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto Rongent Dada, pada defek kecil gambaran foto dada masih dalam

batas normal. Bila defek bermakna mungkin tampak kardiomegali akibat

pembesaran jantung kanan. Oembesaran ventrikel ini lebih nyata terlihat

pada foto lateral.

b. Elektrokardiografi, pada ASD I, gambaran EKG sangat karakteristik dan

patogenomis, yaitu sumbu jnatung frontal selalu kekiri. Sedangkan pada

ASD II jarang sekali dengan sumbu frontal kekiri.

c. Katerisasi Jantung, katerisasi jantung dilakukan defek intra pada

ekodiagrafi tidak jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi pulmonal pada

katerisasi jantung terdapat peningkatan saturasi O2 di atrium kanan

dengan peningkatan ringan tekana ventrikel kanan dan kiri bila terjadi

penyakit vaskuler paru tekanan arteri pulmonalis, sangat meningkat

sehingga perlu dilakukan tes dengan pemberian O2 100% untuk menilai

resensibilitas vasakuler paru pada Syndrome ersen menger saturasi O2 di

atrium kiri menurun.


d. Ekokardiogram, ekokardiogram memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan

dan septum interventrikular yang bergerak paradox. Ekokardiografi dua

dimensi dapat memperlihatkan lokasi dan besarnya defect interatrial

padangan subsifoid yang paling terpercaya prolapse katub netral dan

regurgitasi sering tampak pada defect septum atrium yang besar.

e. Radiologi, tanda-tanda pentung pada foto radiologi thoraks ialah:

- Corak pembuluh darah bertambah

- Ventrikel kanan dan atrium kanan membesar

- Batang arteri pulmonalis membesar sehingga pada hilus tampak

denyutan (pada fluoroskopi) dan disebut sebagai hilam dance.

B. Diagnosa Keperawatan

Pre Op dan Katerisasi

1. (D.0003) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi

2. (D.0008) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam rate,

irama, konduksi jantung, dan menurunnya preload

3. (D.0056) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen

Post Op dan Katerisasi

1) (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya jalan

napas buatan

2) (D.0003) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi
3) (D.0005) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

4) (D.0008) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan Preload,

afterload, kontraktilitas, irama jantung

5) (D.0014) Risiko perfusi miokard tidak efektif dibuktikan dengan tamponade

jantung

6) (D.0036) Risiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan prosedur

pembedahan mayor

7) (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedara fisik: prosedur operasi

8) (D.0080) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

9) (D.0119) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik

10) (D.0136) Risiko cedera dibuktikan dengan perubahan fungsi psikomotor

11) (D.0142) Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive

C. Intervensi Keperawatan

1. (D.0003) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi

SLKI SIKI
Tujuan: (I.01014) Pemantauan Respirasi:
Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keperawatan selama 1x24 jam - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
masalah gangguan pertukaran gas upaya nafas
teratasi - Monitor pola nafas
- Auskultasi bunyi napas
Kriteria Hasil: - Monitor hasil x’ray thoraks
(L.01003) Pertukaran Gas: Terapeutik:
1. Tingkat kesadaran membaik - Atur interval pemantauan respirasi
(GCS=456) sesuai kondisi pasien
2. Pola nafas membaik (RR=16-20 - Dokumentasikan hasil pemantauan
x/mnt) Edukasi:
3. Tekanan darah membaik (90/60 - Jelaskan tujuan dan prosedur
– 120/80 mmHg) pemantauan

2. (D.0008) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam rate,


irama, konduksi jantung, dan menurunnya preload

SLKI SIKI
Tujuan: (I.06198) Pemantauan tanda-tanda vital:
Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitor tekanan darah, nadi,
masalah penurunan curah jantung pernapasan, suhu tubuh, oksimetri
teratasi. nadi
2. Identifikasi penyebab perubahan
Kriteria Hasil: tanda vital
(L.02008) Curah Jantung: Terapeutik:
1. Takikardia menurun (60- 3. Atur interval oemantauan sesuai
100 x/mnt) kondisi pasien
2. Suara murmur jantung 4. Dokumentasi hasil pemantauan
menurun Edukasi:
3. Tekanan darah membaik 5. Jelaskan tujuan dan prosedur
(90/60 – 120/80 mmHg) pemantauan
(I.02075) Perawatan Jantung:
Observasi:
1. Identifikasi tanda dan gejala primer
penurunan curah jantung (meliputi
dyspnea, kelelahan, dll)
2. Identifikasi tanda dan gejala
sekunder penurunan curah jantung
(meliputi hepatomegaly, palpitasi,
dll)
3. Monitor aritmia
Terapeutik:
4. Posisikan klien semifowler
5. Berikan diet jantung yang sesuai
(mis. batasi asupan kafein, natrium,
dll)
6. Berikan okseigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi:
7. Anjurkan beraktifitas sesuai
toleransi
8. Anjurkan beraktivitas secara
bertahap

3. (D.0056) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen

SLKI SIKI
Tujuan: (I.05178) Managemen Energi:
Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitor kelelahan fisik
masalah keperawatan intoleransi 2. Monitor aktivitas yang dilakukan
aktivitas teratasi. klien
Terapeutik:
Kriteria Hasil: 3. Batasi melakukan aktivitas berat
(L.05047) Toleransi Aktivitas: 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
1. Melakukan aktivitas sehari-hari jika tidak dapat berpindah
meningkat (5) Edukasi:
2. Keluhan lelah menurun (5) 5. Anjurkan tirah baring
3. Perasaan lemah menurun (5) 6. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
(I.02081) Rehabilitasi Jantung:
Observasi:
1. Monitor tingkat toleransi aktivitas
2. Periksa kontraindikasi latihan
(takikardia, hipertensi, angina,
dyspnea, dll)
Terapeutik:
3. Fasilitasi pasien menjalani latihan
Edukasi:
4. Anjurkan menjalni latihan sesuai
toleransi
5. Anjurkan pasien dan keluarga untuk
modifikasi faktor risiko (mis.
latihan, diet, dll)
Refrensi:

Hasyim, D., Samodro, R., Sasongko, H., & Leksana, E. (2012). Jurnal Anestesiologi Indonesia.
Jurnal Anestesi, 5(2), 22–33. Retrieved from http://janesti.com/uploads/default/files/1.2-
full_.pdf
Ngastiyah. (1995). Pedoman Anak Sakit . editor Setiawan S.Kp. EGC. Jakarta
Engram.B (1994). Rencana Asuhan KeperawatanMedikal Bedah. 1th. Ed. Editor Monica ester,
S.Kp. EGC. Jakarta
Sariadai, S.kp & Rita Yuliani, S.kp. Asuhan Keperawatan Pada Anak. PT. Fajar interpratama.
Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1st edn. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1st edn. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia. 1st edn. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai