Modul Mektan II PDF
Modul Mektan II PDF
Modul Mektan II PDF
MEKANIKA TANAH 2
DIGUNAKAN UNTUK
MAHASISWA DIPLOMA III JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI MALANG
TIM PENYUSUN
Syukur alhamdulillah senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan petunjuk dan hidayah sehingga penyempurnaan Buku Ajar MEKANIKA
TANAH ini dapat kami selesaikan.
Buku ajar ini dibuat sebagai media mengajar mata kuliah MEKANIKA TANAH
pada Program Diploma III. Semoga buku ini dapat memperlancar proses transfer ilmu
kepada mahasiswa jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang khususnya mahasiswa
semester III.
Buku ajar ini berisi materi MEKANIKA TANAH yaitu Aliran Air Dalam Tanah,
Kuat Geser Tanah, Tekanan Tanah Lateral, Tegangan Dalam Tanah, dan Konsolidasi.
Saran dan kritikan sangat kami butuhkan demi kelengkapan dan pencapaian tujuan
daripada penyusunan buku ajar ini.
Tim Penyusun :
Ir. Yunaefi, MT
NIP.19540722 198603 2 003
Dandung Novianto, ST.,MT.
NIP. 19641105 198712 1 001
Moch. Sholeh, ST., MT.
NIP.19740806 200501 1 001
Supiyono, ST., MT
NIP.19700217 200312 1 001
i
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Pengantar ii
Daftar Isi iii
iii
BAB IV TEGANGAN PADA MASA TANAH IV-1
4.1 Penyebaran Tegangan di Dalam Tanah. IV-1
4.2 Tegangan Tanah Akibat Berat Sendiri. IV-3
4.2.1. Tegangan geostatik pada tanah tidak berair. IV-4
4.2.2 Tegangan geostatik di dalam tanah yang berair. IV-5
4.2.3 Tegangan geostatik di dalam tanah jenuh air. IV-5
4.3 Tegangan Tanah Akibat Beban Luar. IV-5
4.3.1 Tegangan Akibat Beban Terpusat. IV-6
4.3.2. Tegangan Akibat Beban Garis. IV-9
4.3.3 Tegangan Akibat Beban Merata. IV-11
PRAKTEK LABORATORIUM
iv
BAB. I
Akuifer
Akuifer (aquifer) adalah bahan yang tembus air dimana air tanah mengalir. Pasir
atau pasir berkerikil merupakan lapisan yang sangat baik sebagai bahan untuk
akuifer, oleh karena porositasnya yang besar dan sifat permeabilitasnya. Table 1.1.
menunjukkan nilai-nilai porositas (n) untuk beberapa tanah/batuan.
Perlu dicatat bahwa bahan dengan porositas yang tinggi belum tentu merupakan
akuifer yang baik.
Tabel 1.1. Porositas beberapa jenis tanah/batuan(Legget, 1962)
Jenis tanah/batuan Porositas (n)
Tanah dan geluh (loam) 60
Kapur (chalk) 50
Pasir dan kerikil 25-35
Batu pasir 10-15
Batu gamping olitik (oolitic) 10
Batu gamping dan marmer 5
Batu tulis (slate) dan serpih 4
Granit 1,50
Batuan kristalin, umum 0,50
Air artesis
Air artesis didapatkan dari akuifer yang berada dalam tekanan hidrostatis. Air
artesis terjadi karena kondisi sebagai berikut :
1. Air harus terdapat pada lapisan yang tembus air yang sedemikian miringnya,
sehingga satu ujung dapat menarik air dari permukaan tanah.
2. Akuifer ditutupi oleh lapis lempung yang tidak tembus air, serpih atau batuan
padat lainnya.
dimana :
h = tinggi energi total
p = tekanan
Jurusan Teknik Sipil I-3
v = kecepatan
g = percepatan disebabkan oleh gravitasi
γw = berat volume air
Apabila persamaan Bernoulli di atas dipakai untuk air yang mengalir
melalui pori-pori tanah, bagian dari persamaan yang mengandung tinggi
kecepatan dapat diabaikan. Hal ini disebabkan karena kecepatan rembesan air di
dalam tanah adalah sangat kecil. Maka dari itu, tinggi energi total pada suatu
titik dapat dinyatakan sebagai berikut :
p
h= +Z (1.2)
γw
∆h
PA
γw
PB
Aliran
γw
hA
A
hB
B
ZA
L ZB
Datum
dimana :
i = gradien hidrolik
L = jarak antara titik A dan B, yaitu panjang aliran air dimana kehilangan
tekanan terjadi
Zona III
Zona aliran turbulen
Zona II
Zona transien
Zona I
Zona aliran
laminer
Gradient hidrolik, i
Gambar 1.2 Variasi kecepatan aliran (v) dengan gradient hidrolik (i).
dimana :
v = kecepatan aliran
k = koefisien rembesan (permeabilitas)
i = gradien hidrolik
A= luas penampang tanah
q = jumlah air yang mengalir dalam tanah (kuantitas) air persatuan waktu
sehingga apabila dihubungkan dengan gradien hidrolik persamaan 1.7 akan
menjadi :
∆h h − h2
q = k.i.A = k ⋅ ⋅A = k⋅ 1 ⋅L (1.8)
L L
q = k.i.A (1.9)
dimana :
Q = volume air yang dikumpulkan
A = luas penampang melintang contoh tanah
t = waktu yang digunakan untuk mengumpulkan air
atau :
h
i= (1.11)
L
dimana :
L = panjang contoh tanah
Uji tinggi konstan (constant head permeability test) adalah lebih cocok untuk tanah
berbutir dengan koefisien rembesan yang cukup besar.
q
Meluap
L Luas A
Ditampung
Contoh
tanah
Gelas ukur
Integrasikan bagian kiri dari persamaan di atas dengan batas t = 0 dan t = t, dan
bagian kanan dari persamaan di atas dengan batas h = h1 dan h = h2, hasil
integrasinya adalah :
a.L h
t= . log e . 1 atau
A.k h2
a.L h
k = 2,303. . log 10 . 1 (1.16)
A.t h2
Uji tinggi jatuh adalah sangat cocok untuk tanah berbutir halus dengan koefisien
rembesan kecil.
Saat t1 = 0
dh
Luas a
Saat t1 = t2
h1
h2
L Luas A
Contoh
tanah
Uji pemompaan dari suatu sumur percobaan dalam lapisan tembus air yang
didasari oleh lapisan kedap air (Unconfined Aquifer).
Di lapangan, koefisien rembesan rata-rata yang searah dengan arah aliran dari
suatu lapisan tanah dapat ditentukan dengan cara mengadakan uji pemompaan dari
sumur. Gambar 1.5 menunjukkan suatu lapisan tanah tembus air (permeable
layer), yang koefisien rembesannya akan ditentukan, di mana di sebelah bawah
dibatasi oleh suatu lapisan kedap air (impermeable layer).
Gambar 1.5 Sumur percobaan yang dibuat sampai lapisan tembus air
yang didasari oleh lapisan kedap air (Unconfined Aquifer)
Di dalam melakukan percobaan, air dipompa keluar dari sumur uji yang
mempunyai mantel silinder berlubang dengan kecepatan tetap. Beberapa sumur
observasi dibuat di sekeliling sumur uji dengan jarak yang berbeda-beda.
Ketinggian air di dalam sumur uji dan sumur observasi diteliti secara terus menerus
sejak pemompaan dilakukan hingga keadaan tunak (steady state) dicapai. Jumlah
air tanah yang mengalir ke dalam sumur uji per satuan waktu (debit = q) adalah
sama dengan jumlah air yang dipompa keluar dari sumur uji per satuan waktu;
keadaan ini dapat dituliskan sebagai berikut :
Jadi :
r
2,303.q. log 10 . 1
r2
k= (1.18)
2
(
π . h1 − h22
)
Dari pengukuran di lapangan, apabila q, r1, r2, h1, dan h2 diketahui, koefisien
rembesam dapat dihitung dari Persamaan 1.18 di atas.
Uji pemompaan dari suatu sumur percobaan yang dibuat sampai dengan
lapisan tembus air yang diapit oleh lapisan kedap air (Confined Aquifer)
dh
q = k .2.π .r.H (1.19)
dr
atau :
r1 h
dr 1 2.π .k .H
∫r r = h∫ q .dh
2 2
Koefisien rembesan yang searah dengan aliran dapat ditulis sebagai berikut :
r
q. log . 1
r2
k=
(
2,727.H . h12 − h22 ) (1.20)
dimana :
r = jari-jari lubang auger (meter)
y = harga rata-rata dari jarak antara tinggi air di dalam lubang auger
dengan muka air tanah selama interval waktu ∆t.
dimana :
v = kecepatan aliran rata-rata
v1,v2,v3,…,vn = kec. aliran pada lapisan 1, lap. 2, lap. 3, …, lapisan n
kv
H kH 1
kv
H kH 2
Arah kv
H kH 3
aliran
H
kv
H kH n
Apabila kH1, kH2, kH3, …, kHn adalah koefisien rembesan untuk tiap-tiap lapisan
dalam horizontal dan kH(eq) adalah koefisien rembesan ekivalen dalam arah
horizontal, maka dari hukum Darcy didapat :
v = k H (eq ) .ieq ; v1 = k H 1 .i1 ; v 2 = k H 2 .i2 ; v3 = k H 3 .i3 ;.......; v n = k Hn .in
v = v1 = v 2 = v 3 = ... = v n (1.24)
dan :
h = h1 + h2 + h3 + ... + hn (1.25)
Dengan menggunakan hukum Darcy, Persamaan 1.24 dapat ditulis lagi sebagai
berikut :
h
k v (eq ) . = k v1 .i1 = k v 2 .i 2 = k v3 .i3 = ... = k vn .i n (1.26)
H
Dimana kv1, kv2, kv3, …, kvn adalah koefisien rembesan untuk tiap-tiap lapisan dalam
arah vertikal dan kv(eq) adalah koefisien rembesan ekivalen. Selain itu, dari
Persamaan 1.25 :
h = H 1 .i1 + H 2 .i 2 + H 3 .i3 + ... + H n .i n (1.27)
h h3
h2
h1
kv
H1 kH 1
1
kv
H2 kH 2
2
kv
H H3 kH 3
3
kv
kH n
Arah aliran
Gambar 1.9 Penentuan koefisien rembesan ekivalen untuk aliran vertikal
di dalam tanah yang berlapis-lapis.
Penyelesaian :
Untuk pengujian rembesan tinggi konstan :
Q.L
k=
A.h.t
Diketahui : Q = 350 cc, L = 300 mm,A = (π/4).(150)2 = 17.678,57 mm2, h = 500 mm
dan t = (5).(60) = 300 detik. Jadi :
diubah menjadi mm3
k=
(350 × 10 ).(300)
3
= 3,96 × 10 − 2 mm/detik = 3,96 × 10 -3 cm/detik
(17.678,57 )(. 500)(300)
η 24 η
k 20 = k 24 . , dari Gambar Grafik 24 = 0,9097
η 20 η 20
Jadi :
( )
k 20 = 3,96 × 10 −3 .(0,9097 ) = 3,6 × 10 −3 cm/detik
4m
8m
Arah
aliran
Lapisan kedap air
3m
k = 0,08 cm/det
8o
Gambar 6.10 Lapisan kedap air
50 m
Penyelesaian :
Gradient hidrolik (i) :
∆h 4
i= = = 0,0792
L ( )
50 / cos 8
Banyaknya air yang mengalir per satuan waktu per satuan lebar dari profil yang
diberikan (q) :
0,08 cm/det
q = k .i. A = 2
(
.(0,0792 ). 3. cos 8 × 1
)
10
Penyelesaian :
1
k H (eq ) = .(k H 1 .H 1 + k H 2 .H 2 + k H 3 .H 3 )
H
1
k H (eq ) =
20 + 5 + 10
(
. 10 −1 × 20 + 10 − 4 × 5 + 1,5 × 10 −1 × 10 )
=
(2 + 0,0005 + 1,5) = 0,1 ft/menit
35
dh
dr
h1
h h2
Sumur observasi
Sumur uji
Gambar 1.11
Penyelesaian :
r
2,303. log 1
k= r2
(
π . h12 − h22 )
Diketahui : q = 100 gpm = 13,37 ft3/menit, jadi
150
2,303 × 13,37 log
k= 50 = 0,0267 ft/menit
(
π . 20 2 − 15 2 )
2r
L ∆y
Gambar 1.12
Jurusan Teknik Sipil I-20
Penyelesaian :
40 r ∆y
k= . .
L y y ∆t
20 + . 2 −
r L
40 0,15 0,45
k= . . = 2,24 × 10 -3 m/menit
3,5 3,2 3,2 8
20 + . 2 −
0,15 3,5
Turap
H1
b a d H2 e
Garis
Garis ekipotensial Kx = kz = k
f g
Lapisan kedap
Gambar 1.13a Definisi garis aliran dan garis
Turap
H1
H2
Kx = kz = k
Nf = 4
Nd = 6
Kx = kz = k
Nf = 4
Nd = 8
Lapisan kedap
i
Gambar 1.14 Jaringan aliran di bawah
∆q
h1
l1 h2
∆q 1
l1 h3
l2
∆q 2 h4
l3
l2
∆q 3
∆q
Dan :
H
∆q = k . (1.32)
Nd
dimana :
H = perbedaan tinggi muka air pada bagian hulu dan bagian hilir
Nd = banyaknya bidang bagi kehilangan energi potensial.
Nf
q = k .H . .n
(1.36)
Nd
Gambar 1.17 menunjukkan suatu jaringan aliran untuk rembesan air sekitar satu
jajaran turap. Perhatikan bahwa saluran aliran No. 1 dan No. 2 mempunyai
elemen-elemen berbentuk bujur sangkar. Oleh karena itu, jumlah air yang
mengalir melalui dua saluran aliran tersebut per satuan waktu dapat dihitung
dengan menggunakan Persamaan (1.32).
k .H k .H 2.k .H
∆q1 + ∆q 2 = + = (1.37)
Nd Nd Nd
∆q
b1 b2 b3
h1 = = = ... = n
l1 l 2 l3
b1 h2
l1 h3
b2
h4
b3
l2
∆q
Gambar 1.16 Rembesan melalui suatu saluran aliran yang mempunyai elemen
berbentuk empat persegi panjang..
H2
Saluran
aliran 1 Saluran
l/b = 1 aliran 2
l/b = 1
Saluran
aliran 3
l b ≈ 1 0,38
H
1,2
1,0 S kx = kz = k
T’
0,8
Lapisan kedap air
q/k.H
0,6
0,4
0,2
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0
S/T’
Gambar 1.18 Grafik yang menggambarkan hubungan antara q/k.H dan
S/T’ untuk aliran di sekeliling satu jajaran turap (Harr,
B
b = B/2 H = H1 - H2
H1
H2
x
S kx = kz = k
T’
turap
S 1 b 1
= ; =
0,5 T' 4 T' 5
q/k.H
S 1 b 1
= ; =
T' 2 T' 4
0,4
S 1 b 1
= ; =
T' 2 T' 2
0,3
±1 ± 0,75 ± 0,5 ± 0,25 ±0
x/b
(b)
Gambar 1.19 a) Aliran air di bawah bendungan (Harr, 1962).
Jurusan Teknik Sipil b) Grafik hubungan antara q/kH dan x/b. I-27
a.4.2 Jaringan Aliran pada Tanah Anisotropik.
Persamaan-persamaan (1.33) dan (1.35) yang digunakan untuk menghitung
rembesan adalah didasarkan pada asumsi bahwa tanah adalah isotropik. Tetapi,
dalam keadaan yang sesungguhnya, sebagaian besar dari tanah adalah
anisotropik. Untuk dapat memperhitungkan sifat anisotropic tanah dalam
menghitung rembesan, diperlukan modifikasi cara penggambaran jaringan
aliran. Persamaan kontinuitas dalam bentuk diferensial untuk aliran air dalam
dua dimensi, adalah :
∂ 2 .h ∂ 2 .h
kx. + kz. =0 (1.40)
∂.x 2 ∂.z 2
∂ 2 .h ∂ 2 .h
+ =0 (1.41)
(k x k z ).∂.x 2 ∂.z 2
∂ 2 .h ∂ 2 .h
+ =0 (1.42)
∂.x '2 ∂.z 2
dimana :
H = kehilangan tinggi energi total
Nf = banyaknya saluran aliran
Nd = banyaknya bidang bagi penurunan energi potensial (potential drop)
Turap
15 ft
Permukaan tanah 5 ft
0 d
I II 6
III
c
30 ft kx = kz = k
a
Nf = 3
b Nd = 6
1 2 3 4 5
Lapisan kedap air
Penyelesaian :
a. Dari gambar diatas, Nf = 3 dan Nd = 6. Perbedaan tinggi antara bagian hulu dan hilir
sungai = 15 – 5 = 10 ft. jadi kehilangan tinggi energy antara dua garis ekipotensial =
10 / 6 = 1,667 ft. titik (a) terletak pada garis ekipotensial 1, yang berarti bahwa
penurunan energi potensial (potensial drop) dari titik a, adalah = 1 x 1,667 ft. jadi
air di dalam pizometer yg diletakkan dititik a akan naik setinggi (15 – 1,667) =
13,333 ft dari permukaan tanah.
• b = 15 – (2 x 1,667) = 11,67 ft di atas muka tanah
• c = 15 – (5 x 1,667) = 6,67 ft di atas muka tanah
• d = 15 – (6 x 1,667) = 4,998 ft di atas muka tanah
2.1 Pendahuluan
Dalam perhitungan bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah seperti
fondasi gedung, jalan raya, bendungan dan lain-lain, nilai kekuatan geser tanah
mempunyai arti yang cukup penting, karena dapat dipergunakan untuk menghitung
daya dukung tanah, tekanan tanah lateral, kestabilan lereng dan sebagainya.
Pembebanan yang melebihi daya dukung tanah pada suatu konstruksi dapat
mengakibatkan maka keruntuhan geser (Shear Failure) dalam tanah dikarenakan
terjadinya gerak relatif antara butiran (bukan karena hancurnya butir tanah). Oleh
karena itu dalam perencanaan struktur bangunan bawah harus dihitung besarnya
kekuatan geser tanah yang tergantung pada nilai kohesi dan sudut geser dalam.
Hubungan antara kohesi dengan sudut geser dalam diturunkan suatu rumus oleh
Coloumb dan Mohr sebagai berikut : τ = c + σ tan φ (2.1)
Dimana :
τ = Kekuatan geser
c = Kohesi pada tegangan total
σ = Tegangan total
φ = Sudut geser dalam
σ
Gambar 2.1 Hubungan antara kohesi dengan sudut geser dari rumus
Mempelajari kekuatan geser tanah tidak terlepas dari tegangan-tegangan yang bekerja
pada tanah baik yang diakibatkan oleh pembebanan tanah di atasnya (overburden
pressure) atau akibat beban yang berasal dari konstruksi pondasi. Secara umum
tegangan yang bekerja pada suatu masa tanah dibedakan menjadi tiga yaitu : tegangan
total σ, tegangan efektif tanah σ’ dan tegangan air pori.
Tegangan total adalah tegangan yang terjadi akibat beban normal sebesar N yang
bekerja pada tanah dengan luasan sebesar A.
N
σ= (gr / cm²) (2.2)
A
Sedangkan tegangan effektif σ’ adalah tegangan yang bekerja pada bitur-butir
tanah saja yang dirumuskan σ’ = σ - µ, dimana µ adalah tegangan air pori. Untuk
tanah yang terkonsolidasi (air telah keluar dari ruang pori) tegangan total σ adalah sama
dengan tegangan effektif σ’.
Tegangan air pori (Pore Water Pressure = µ ) yaitu tegangan yang ditimbulkan
oleh air yang terperangkap dalam pori-pori tanah, secara prinsip dapat dijelaskan
dengan gambar di bawah ini.
N N
Tabel 2.1 Nilai Sudut Geser-Dalam (φ) untuk Jenis Tanah non Kohesif
Jenis tanah φ dalam derajat
Pasir halus 30º
Pasir agak padat/padat 30,5º
Kerikil 35º
Pasir kerikil tidak seragam 37,5º
Berangkal (pecahan batu/krakal) 40º
c' tg φ '
=C 'c dan
= tg φ 'c (2.4)
1,3 1,1
cu tg φu
=Cuc dan
= tg φuc (2.5)
1,3 1,1
Beban normal
Gambarkan grafik hubungan tegangan dan regangan seperti contoh di bawah ini.
qumaks
σ
Reg runtuh
ε
Gambar 2.6 Grafik hubungan tegangan dan regangan
Dari pengujian seperti tersebut di atas akan diperoleh nilai konsistensi untuk tanah
asli qu undisturb dan untuk tanah cetak ulang qu remoulded sehingga dapat ditentukan nilai
sensitivitas tanah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Tabel 2.3 Hubungan antara Consistency of clay & qu Tabel 2.4 Klasifikasi Tanah Berdasar Nilai St
Consistency qu (kg/cm²) Sensitive Nature of Clay
Very soft < 0,25 1 In sensitive slays
Soft 0,25 – 0,5 1–2 Low sensitive slays
Medium 0,5 – 1,0 2–4 Medium sensitive slays
Stiff 1,0 – 2,0 4–8 Medium sensitive slays
Very stiff 2,0 – 4,0 8 – 16 Extra sensitive
Hard > 4,0 > 16 Quick Clay
Ring beban
Dial regangan
Contoh tanah
ho
atau
ho – h1
Ao
A1
Gambar 4.7
dimana :
Su/Cu = kohesi/kuat geser undrained
T = puntiran pada saat kegagalan
d = lebar seluruh baling-baling
h = tinggi baling-baling
Kuat geser biasanya ditentukan pada interval kedalaman yang dianggap penting.
Torsi
Batang baja
Baling-baling
Studi yang mendetail dalam menentukan hubungan kuat geser undrained yang
diperoleh dari uji geser baling-baling di laboratorium dan di lapangan, uji triaksial
kondisi Undrained dan uji tekan bebas, telah dilakukan oleh Arman et.al (1975). Hasil
pengujiannya dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Di sini dapat dilihat bahwa kuat geser undrained yang diperoleh dari uji geser
baling-baling di lapangan lebih besar dari pada kuat geser Undrained yang diperoleh
dari pengujian-pengujian yang lain. Hal ini disebabkan oleh zone geser terjadi di luar
Bjerrum 1972, dalam penelitian pada longsoran lereng membuktikan bahwa kuat
geser undrained yang diperoleh dari uji geser baling-baling di lapangan terlalu tinggi.
Karena itu, Bjerrum 1972 mengusulkan persamaan kuat geser untuk perencanaan
dengan menggunakan hasil uji baling-baling geser di lapangan, sebagai berikut :
S u (nyata ) = α .S u (lapangan ) (2.8)
Zone
Diameter
baling-baling
1,0
α 0,8
0,6
0,4
0 20 40 60 80 100 120
Indeks plastisitas (PI)
Gambar 2.14 Koreksi kuat geser undrained dari uji baling-baling geser di
lapangan (Bjerrum, 1972).
Rumus Dhawan :
φ0 = A + B + C + D (2.9)
Dimana :
φ0 = sudut geser dalam, sebelum dikoreksi
A = 1/7 x prosentase berat butir ≤ 0,002 mm
Menurut Dhawan :
1 1 1 1
A +B+C+D =
φ0 = x 10 + x 17 + x 66 + x7=
29,4º
7 5 3 2,5
3.1. Pendahuluan
Konstruksi penahan tanah seperti dinding penahan tanah, dinding bangunan bawah
tanah (basement), turap baja, pangkal jembatan, terowongan (tunnel) saluran beton
bawah tanah dan lain-lain. Agar dapat merencanakan konstruksi penahan tanah dengan
benar maka perlu mengetahui gaya horizontal yang bekerja antara konstruksi penahan
dan massa tanah yang ditahan. Gaya horizontal tadi disebabkan oleh tekanan tanah arah
horizontal (lateral). Dalam bab ini akan mempelajari berbagai teori tentang tekanan
tanah lateral.
σh = K0. σv
Berat Volume tanah = γ
z
σv τf = c + σ.tan φ
σh
K0 =
σh σv
Rasio tekanan arah horisontal dan tekanan arah vertikal dinamakan : koefisien
tekanan tanah dalam keadaan diam (coefficient of earth pressure at rest) = K0 , atau :
σh
K0 = (3.1)
σv
Karena σv = γ . z, maka :
σh
K=
0 → σ=
h K 0 .( γ.z) (3.2)
γ.z
Gambar 3.2 menunjukkan distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam yang
bekerja pada dinding setinggi H. Gaya total persatuan lebar dinding (P0) adalah sama
dengan luas dari diagram tekanan tanah yang bersangkutan. Jadi,
Po = ½. K0. γ.H² (3.8)
2/3.H
H
P0
1/3.H
K0. γ.H
Gambar 3.2 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada dinding
Gambar 3.3 menunjukkan distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam yang
bekerja pada dinding setinggi H dengan permukaan air tanah (ground water table) pada
H1 dan z adalah kedalaman yang ditinjau.
A
H2
+ =
Berat volume
tanah jenuh = γsat
F G J K
B
K0.(γ.H1+γ’.H2) γw.H2 K0.(γ.H1+γ’.H2)+γw.H2
(a) (b) (c)
Gambar 3.3 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) untuk terendam air
sebagian
pasif
(a) kondisi diam/stabil (b) tekanan tanah aktif (c) tekanan tanah pasif (d) tekanan tanah aktif
dan pasif
σh σp 1 + sin φ 1 1 + sin φ
Kp = = = = tan².(45° + φ / 2) = → pp = σp = σ1 ⋅ (3.10)
σ v σ1 1 − sin φ Ka 1 − sin φ
hc = 2.c ÷ (γ.√Ka)
retakan tanah
(adanya penguapan
air)
H
Berat volume tanah =
H.γ.Ka – H.γ.Kp +
kondisi aktif kondisi pasif
σ1= γ.H
45°+½.φ
τ σv = σ1 σv = σ1 tetap
F
σh = σ3 σh = σp
σh dikurangi σh ditambah
45°–½.φ
E
Gambar 3.8 Tekanan tanah aktif menurut Renkine dengan kemiringan tanah urug
Koefisien tekanan tanah aktif (Ka) dan tekanan tanah aktif per satuan panjang (Pa)
dengan sudut α :
σa =γ.z.K a
cos α − cos ² α − cos ²φ
K=
a cos α ⋅ (3.13)
cos α + cos ² α − cos ²φ
Sedangkang koefisien tekanan tanah pasif (Kp) dan tekanan tanah pasif per satuan
panjang (Pp) dengan sudut α:
σp =γ.z.K p
cos α + cos ² α − cos ²φ
K=
p cos α ⋅ (3.15)
cos α − cos ² α − cos ²φ
H Pa C H
−
+ C
1/3 1/3
Pa
B (a) kondisi aktif (+δ) dan pergeseran tanah terhadap B (b) kondisi aktif (-δ)
45-½φ A A’ D 45-½φ A A’
45-½φ D 45-½φ
C
Pp H H
C
+δ
−
1/ 1/
3 3
Pp
B (c) kondisi pasif (+δ) dan pergeseran tanah terhadap B (d) kondisi pasif (-δ)
Gambar 3.9 Pengaruh geseran dinding penahan terhadap bentuk dari bidang keruntuhan
Gambar 3.9 menjelaskan adanya pengaruh adanya geseran dinding penahan yang
permukaan kasar dengan tanah urugan. Adanya pergeseran tanah dan dinding akibat
gaya luar atau beban sendiri maka terjadi perpindahan posisi dinding penahan dari
posisi awalnya AB menjadi A’B, selengkapnya sebagai berikut :
Kondisi aktif (+δ) [Gambar 3.9.a]
- massa tanah di dalam zona aktif ditarik keluar
- tanah bergerak ke arah bawah terhadap tembok sehingga terjadi geseran
dinding positif dalam kondisi aktif (positive wall friction in the active case)
- gaya resultante Pa bekerja pada tembok akan miring dengan sudut δ terhadap
garis normal dari muka dinding penahan sebelah belakang
H cos(θ − β)
AD = AB.sin(90 + θ − β) = ⋅ sin(90 + θ − β) = H ⋅
cos(θ) cos(θ)
AB BC cos(θ − α) cos(θ − α)
= BC
→= = ⋅ AB ⋅H
sin(β − α) sin(90 − θ + α) sin(β − α) cos θ.sin(β − α)
cos(θ − β).cos(θ − α)
W = ½.γ.AD.BC = ½.γ.H² ⋅
cos ²θ .sin(β − α)
Apabila menggunakan rumus sinus dengan ilustrasi gambar di bawah ini di dapat
perumusan berikut :
Gambar 3.11 Tekanan aktif menurut Coulomb (a) blok keruntuhan (b) poligon gaya
2/3.H
H
Pa
1/3.H
Ka. γ.H
Gambar 3.12 Tekanan aktif menurut Coulomb = Rankine bila harga β = δ = 0 dan α = 90
Gambar 6.13. Tekanan pasif menurut Coulomb (a) blok keruntuhan (b) poligon gaya
Dengan cara sama seperti tekanan aktif, maka didapat harga maksimum gaya Pp
sebesar :
Pp= ½.γ.H².K p
cos ²(φ + θ)
Kp = 2
(3.19)
sin(δ − φ ).sin(φ + α)
cos ²θ .cos(δ − θ). 1 −
cos(δ − θ).cos(θ − α)
Apabila menggunakan rumus sinus dengan ilustrasi gambar di bawah ini di dapat
perumusan berikut :
Pp= ½.γ.H².K p
sin²(β − φ )
Kp = 2
(3.20)
sin(φ + δ).sin(φ + α)
sin²β .sin(β + δ). 1 −
sin(β + δ).sin(β + α)
hs.γ.Ka
H.γ.Ka
q.Ka
β ½.β
α
½.m2
z = n.H z = n.H z
P
H H H
σh σh σh
Gambar 3.16 Tekanan lateral pada dinding akibat (a) beban beban titik (b) beban garis
(c) beban merata memanjang
Dalam prakteknya beban garis dapat berupa : dinding beton, pagar, saluran yang terletak
di dalam tanah dan lain-lain.
dimana :
σo = tegangan terbagi rata yang bekerja diatas fondasi menerus dengan lebar B.
beban σ o .B.L
σZ = = ................................................... (4.2)
(B + Z )(. L + Z ) (B + Z )(. L + Z )
P
σo =
Bx1
Z/2 B Z/2
P σ Bx1
σo = = o
(BxL) (B + Z)x1
(L + Z)
σ o .B.L
σZ =
(B + Z)
(B + Z )(. L + Z )
Pada dasarnya tanah tidak homogen, tidak elastis penuh dan tidak isotropis
sehingga hubungan antara tegangan dan regangannya tidak linear seperti halnya
pada benda elastis padat seperti baja. Namun untuk keperluan teknis atau
perhitungan-perhitungan dalam perencanaan kita dapat mengikuti teori Boussinesq
dengan anggapan-anggapan :
• Tanah adalah medium elastis, homogen dan isotropis serta mengikuti hukum
Hooke.
• Adanya tegangan yang kontinyu.
• Tegangan terdistribusi secara simetris.
• Distribusi tegangan dari luar tidak tergantung pada jenis material.
• Berat tanah diabaikan pada perhitun
• gan tegangan akibat beban luar.
Lapisan 1 Z1
Lapisan 2 Z2
σv
dimana:
σv = tegangan vertikal dalam tanah [kN/m2)
γ1 = berat isi tanah lapisan 1 [kN/m3]
γ2 = berat isi tanah lapisan 2 [kN/m3]
z = kedalaman [m]
Lapisan 1
Z1
Lapisan 2
Z2
σv
dimana :
σv′ = tegangan vertikal effektif tanah [kN/m2]
γ1 = berat isi tanah lapisan I [kN/m3]
γsat = berat isi tanah jenuh lapisan II [kN/m3]
γw = berat isi air [kN/m3]
z = kedalaman [m]
Z1
Z2
σv
Gambar 4.4 Tegangan Geostatik pada tanah jenuh
d1
d2
d3
d4
P 3.x 2 .z x2 − y2 y 2 .z
∆p x = . 5 − (1 − 2.µ ). 2 + 3 2 ................. (4.6a)
2.π L L.r .(L + z ) L .r
P 3. y 2 .z y2 − x2 x 2 .z
∆p y = . 5 − (1 − 2.µ ). 2 + 3 2 ................. (4.6b)
2.π L L.r .(L + z ) L .r
3.P z 3 3.P z3
∆p z = . = . ................................................ (4.6c)
2.π L5 2.π r 2 + z 2 ( )5/ 2
dimana :
r = x2 + y2
L= x2 + y2 + z2 = r 2 + z2
µ = angka Poisson
Harus diingat bahwa Persamaan (4.6a) dan (4.6b), yang nerupakan tegangan-
tegangan normal dalam arah horisontal, adalah tergantung pada angka Poisson
mediumnya. Sebaliknya, tegangan arah vertikal, ∆pz seperti pada Persamaan (4.6c)
tidak tergantung pada angka Poisson. Hubungan untuk ∆pz di atas kemudian dapat
dituliskan lagi dalam bentuk sebagai berikut :
p 3 1 P
∆p z = 2 . . = 2 .I 1 .............................................. (4.7)
[
z 2.π (r z )2 + 1 5 2 ] z
dimana :
r = x2 + y2
x, y, z = koordinat titik A
x
L
z
r/z I1 r/z I1
0,01 0,4775 0,9 0,1089
0,1 0,4657 1,0 0,0844
0,2 0,4329 1,5 0,0251
0,3 0,3849 1,75 0,0144
0,4 0,3295 2,0 0,0085
0,5 0,2733 2,5 0,0034
0,6 0,2214 3,0 0,0015
0,7 0,1762 4,0 0,0004
0,8 0,1386 6,0 0,0014
Sumber : Braja M. Das
r = x 2 + y 2 = 3 2 + 4 2 = 5 ft
Perhitungan berikutnya ditabelkan, sebagai berikut :
r z P
(ft) (ft) r/z I1* ∆p = 2
(
.I lb/ft 2 ) **
z
5,0 0 ∞ 0 0
2 2,5 0,0034 0,85
4 1,25 0,0424 2,65
6 0,83 0,1295 3,60
10 0,5 0,2733 2,73
15 0,33 0,3713 1,65
20 0,25 0,4103 1,03
* Persamaan (4.8)
** Persamaan (4.7); catatan : P = 1000 lb.
∆p (lb/ft2)
0 1 2 3 4
0
z (ft) 12
16
20
24
2.q.z 3
∆p = .............................................................. (4.9)
( 2
π. x + z )
2 2
q (kN/m’)
y
x
r
z
∆p
x
z
q /satuan panjang
z = 4 ft
∆p
x = 5 ft
∆p =
(2)(. 500)(. 4)2 = 12,12 lb/ft 2
(π ).(5 2 + 4 2 )2
∆p
z = 4 ft
x1 x2
∆p1 ∆p2
z = 4 ft z = 4 ft
+
A A
x = 5 ft x = 10 ft
z z
Penyelesaian :
∆p = ∆p1 + ∆p2 = 12,12 + 3,03 = 15,15 lb/ft2
∆p1 =
2.q1 .z 3
=
(2 )( . 4)
. 500 )(
3
= 12,12 lb/ft 2
π .(x + z
2
1
2 2
) π .(5 + 4
2
)
2 2
∆p1 =
2.q 2 .z 3
=
(2)(. 1000)(. 4)3 = 3,03 lb/ft 2
π .(x + z
2
2
2 2
) π .(10 + 4 2 2 2
)
1 2.m.n. m 2 + n 2 + 1 m 2 + n 2 + 2 2
−1 2.m.n. m + n + 1
2
I2 = . . + tan
4.π m 2 + n 2 + m 2 .n 2 + 1 m 2 + n 2 + 1 m 2 + n 2 + 1 − m 2 .n 2
dimana :
m = B/z ; n = L/z
∆p = tegangan tanah yang terjadi [kN/m2]
qo = beban merata segi empat [kN/m2]
I2 = koefisien Boussinesq
B & L = sisi-sisi segi empat; z = kedalaman
[ ]
p = q o . I 2(1) + I 2(2 ) + I 2(3) + I 2(4 ) ............................................... (4.11)
dimana :
I2(1), I2(2), I2(3), I2(4) = harga-harga I2 untuk masing-masing empat persegi
panjang 1, 2, 3 dan 4
L
Gambar 4.9 Kenaikan tegangan pada segala titik di bawah suatu luasan lentur berbentuk
empat persegi panjang yang menerima beban merata.
B
y
L
Penyelesaian :
2,5 5
B1 = = 1,25 m ; L1 = = 2,5 m z
2 2
B1 1,25 L1 2,5
m1 = = = 0,2 ; n1 = = = 0,4
z 6,25 z 6,25
Dari Tabel 4.2, untuk m1 = 0,20 dan n1 = 0,40 didapat nilai I1 = 0,0328
Sama juga nilainya I1 = I2 = I3 = I4.
Jadi :
n
m
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.2 1.4
0,1 0,00470 0,00917 0,01823 0,01678 0,01978 0,02223 0,02420 0,02576 0,02698 0,02794 0,02926 0,03007
0,2 0,00917 0,01790 0,02585 0,03280 0,04866 0,04318 0,04735 0,05042 0,06284 0,05171 0,03783 0,05891
0,3 0,01323 0,02585 0,03725 0,64712 0,05593 0,06204 0,06858 0,07308 0,07661 0,67938 0,08323 0,08361
0,4 0,01678 0,03280 0,01742 0,06024 0,07111 0,08009 0,08734 0,09314 0,09770 0,10120 0,10631 0,10941
0,5 0,01978 0,03866 0,05503 0,07111 0,08103 0,09173 0,10340 0,11035 0,11581 0,12018 0,12626 0,12003
0,6 0,02223 0,01318 0,06204 0,08009 0,09173 0,10688 0,11679 0,12471 0,12105 0,12605 0,11309 0,11719
0,7 0,02120 0,01735 0,06858 0,08734 0,10440 0,11679 0,12772 0,13653 0,14356 0,14914 0,15703 0,16129
0,8 0,02376 0,05042 0,07808 0,09314 0,11935 0,12174 0,13653 0,14607 0,15371 0,15978 0,16813 0,17389
0,9 0,02698 0,05283 0,07661 0,09770 0,11584 0,13105 0,14356 0,15371 0,16186 0,16835 0,17766 0,18357
1,0 0,02794 0,05171 0,07938 0,10120 0,12018 0,13005 0,14914 0,15078 0,16836 0,17522 0,18308 0,19120
1,2 0,02926 0,05733 0,08323 0,10431 0,12626 0,14309 0,15703 0,16813 0,17766 0,18508 0,19584 0,20278
1,4 0,02007 0,05804 0,08561 0,10941 0,13003 0,14749 0,16199 0,17383 0,18357 0,19139 0,20278 0,21029
1,6 0,03058 0,05094 0,08709 0,11135 0,13241 0,15028 0,16515 0,17739 0,18737 0,19616 0,20731 0,17389
1,8 0,03090 0,06058 0,08804 0,11260 0,13396 0,15207 0,16720 0,17967 0,18986 0,19814 0,21032 0,18357
2,0 0,03111 0,06100 0,08867 0,11342 0,13496 0,15326 0,16856 0,18119 0,19152 0,10994 0,21235 0,19130
2,5 0,03138 0,06155 0,08948 0,11450 0,13628 0,15183 0,17036 0,18321 0,19375 0,20236 0,21512 0,22364
3,0 0,03150 0,06178 0,08982 0,11406 0,13681 0,15550 0,17113 0,18407 0,19470 0,20341 0,21633 0,22499
4,0 0,03158 0,06194 0,00007 0,11627 0,13724 0,15508 0,17168 0,18460 0,19640 0,20417 0,21722 0,22600
5,0 0,03100 0,06199 0,09014 0,11537 0,13737 0,15612 0,17185 0,18488 0,19561 0,20440 0,21740 0,22632
6,0 0,03161 0,06201 0,09017 0,11541 0,13741 0,15617 0,17191 0,18496 0,19560 0,20449 0,21760 0,22644
8,0 0,03162 0,06202 0,00018 0,11543 0,13744 0,15621 0,17195 0,18500 0,19574 0,20455 0,21767 0,22652
10,0 0,03162 0,06202 0,09019 0,11544 0,13745 0,15022 0,17196 0,18502 0,19576 0,20457 0,21769 0,22654
∞ 0,03162 0,06202 0,09019 0,11544 0,13745 0,15023 0,17197 0,18602 0,19577 0,20458 0,21770 0,22656
* After Newmark (1935)
Kenaikan tegangan pada titik A akibat seluruh luasan lingkaran tersebut dapat
diperoleh dengan mengintegrasikan Persamaan (4.12), atau :
∆p = ∫ dp = ∫ ∫ 52
, Jadi :
θ=0 r =0 r 2
2.π .z 2 .1 +
z
1
∆p = q o .1 − 3/ 2
................................................. (4.13)
B 2
1 +
2 z
dimana:
∆p = tegangan vertikal di bawah pusat lingkaran [kN/m2]
qo = beban merata berbentuk lingkaran [kN/m2]
B/2 = Jari-jari lingkaran (R)
z = kedalaman
Variasi harga ∆p/qo terhadap perubahan harga z/(B/2) yang didapat dari
Persamaan (4.13) dapat dilihat pada Gambar 4.12b. Harga-harga ∆p tersebut
akan berkurang secara cepat menurut kedalaman ; dan pada z = 5.R harga ∆p
ini hanya 6 % dari q, yang merupakan besarnya intensitas tekanan pada
permukaan tanah.
KONSOLIDASI
5.1 Pendahuluan.
Bila lapisan tanah jenuh berpermeabilitas rendah dibebani, maka tekanan air pori
di dalam tanah tersebut segera bertambah. Perbedaan tekanan air pori pada lapisan
tanah, berakibat air mengalir ke lapisan tanah dengan tekanan air pori yang lebih
rendah, yang diikuti penurunan tanahnya. Karena permeabilitas tanah yang rendah,
proses ini membutuhkan waktu.
Konsolidasi adalah proses berkurangnya volume atau berkurangnya rongga pori
dari tanah jenuh berpermeabilitas rendah akibat pembebanan, dimana prosesnya
dipengaruhi oleh kecepatan terperasnya air pori keluar dari rongga tanah. Proses
konsolidasi dapat diamati dengan pemasangan piezometer, untuk mencatat
perubahan tekanan air pori dengan waktunya. Besarnya penurunan dapat diukur
dengan berpedoman pada titik referensi ketinggian pada tempat tertentu.
Penambahan beban di atas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan
tanah di bawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan oleh
adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari
dalam pori, dan sebab-sebab lain. Beberapa atau semua factor tersebut mempunyai
hubungan dengan keadaan tanah yang bersangkutan. Secara umum, penurunan
(settlement) pada tanah yang disebabkan oleh pembebanan dapat dibagi dalam 2
(dua) kelompok besar, yaitu :
1. Penurunan Konsolidasi (consolidation settlement), yang merupakan hasil dari
perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air yang
menempati pori-pori tanah.
1. Gambar 5.1a, melukiskan kondisi dimana system dalam keseimbangan. Kondisi ini
identik dengan lapisan tanah yang dalam keseimbangan dengan tekanan overburden.
Alat pengukur tekanan yang dihubungkan dengan silinder memperlihatkan tekanan
hidrostatis sebesar uo, pada lokasi tertentu di dalam tanah.
2. Gambar 5.1b, tekanan ∆p dikerjakan di atas piston dengan posisi katup V tertutup.
Namun akibat tekanan ini, piston tetap tidak bergerak, karena air tidak dapat keluar
dari tabung, sedangkan air tidak dapat mampat. Pada kondisi ini, tekanan yang
bekerja pada piston tidak dipindahkan ke pegas, tapi sepenuhnya didukung oleh air.
Pada sembarang waktunya, tekanan yang terjadi pada pegas identik dengan
kondisi tegangan efektif di dalam tanah. Sedangkan tekanan air di dalam silinder identik
dengan tekanan air pori. Kenaikan tekanan ∆p akibat beban yang diterapkan, identik
dengan tambahan tegangan normal yang bekerja. Gerakan piston menggambarkan
perubahan volume tanah, dimana gerakan ini dipengaruhi oleh kompresibilitas
(kemudahmapatan) pegas, yaitu ekivalen dengan kompresibilitas tanah. Walaupun
model piston dan pegas ini agak kasar, tetapi cukup menggambarkan apa yang terjadi
bila tanah kohesif jenuh di bebani di laboratorium maupun di lapangan.
Prosedur untuk melakukan uji konsolidasi satu-dimensi pertama-tama
diperkenalkan oleh Terzaghi. Uji tersebut dilakukan di dalam sebuah konsolidometer
(kadang-kadang disebut sebagai oedometer). Skema konsolidometer ditunjukkan dalam
Gambar 5.2. Contoh tanah diletakkan di dalam cincin logam dengan dua buah batu
berpori diletakkan di atas dan di bawah contoh tanah tersebut ukuran contoh tanah yang
digunakan biasanya adalah :
• Diameter 2,5 inci (63,5 mm)
• Tebal 1 inci (25,4 mm).
Pembebanan pada contoh tanah dilakukan dengan cara meletakkan beban pada
ujung sebuah balok datar, dan pemampatan (compression) contoh tanah ukur dengan
Gambar 5.4 Perubahan tinggi contoh tanah pada uji konsolidasi satu dimensi.
Untuk beban berikutnya, yaitu p2 (catatan : p2 sama dengan beban kumulatif per
satuan luas contoh tanah), yang menyebabkan penambahan pemampatan sebesar ∆H2,
angka pori e2 pada saat akhir konsolidasi dapat dihitung sebagai berikut :
∆H 2
e2 = e1 − .................................................................................... (5.6)
Hs
Dengan melakukan cara yang sama, angkapori pada saat akhir konsolidasi untuk semua
penambahan beban dapat diperoleh.
Gambar 5.8 Grafik e vs log p yang menunjukkan keadaan akibat pembebanan (loading),
pengangkatan beban (unloading), dan pembebanan kembali (reloading).
Gambar 5.9 Prosedur penentuan tekanan prakonsolidasi (pc) dengan cara grafis.
∆e ∆H
eo Rongga pori
Rongga pori
H
Vs = 1 Butiran padat Butiran padat
(a) (b)
e1 − e2
= ............................................... (5.13a)
1 + e1
av
= ......................................................................... (5.13b)
1 + e1
Nilai mv, untuk tanah tertentu tidak konstan, tetapi tergantung dari besarnya tegangan
yang ditinjau.
∆e 1,662 + ∆e
=
0,75 20
∆e = 0,065
eo = 0,662 + 0,065 = 0,727
∆e 1 + eo 1,727
= = = 0,0864
∆H H 20
∆e = 0,0864.∆H
Dengan LL adalah batas cair (liquid limit). Persamaan ini dapat digunakan untuk
tanah lempung anorganik yang mempunyai sensitifitas rendah sampai sedang
Tetapi, perubahan volume total adalah sama dengan perubahan volume pori (∆Vv). Jadi :
∆V = S . A = Vvo − Vv1 = ∆Vv ............................................................... (5.18)
dimana :
Vvo dan Vv1 adalah volume awal dan volume akhir dari pori. Dari definisi angka
pori.
Untuk lempung yang terkonsolidasi secara normal di mana e versus log p merupakan
garis lurus. (Gambar 6.12), maka :
∆e = C c [log( p o + ∆p ) − log p o ]......................................................... (5.22)
dimana :
Cc = kemiringan kurva e versus log p dan didefinisikan sebagai “Indeks
pemampatan” (compression index).
Untuk suatu lapisan lempung yang tebal, adalah lebih teliti bila lapisan tanah tersebut
dibagi menjadi beberapa sub-lapisan dan perhitungan penurunan dilakukan secara
terpisah untuk tiap-tiap sub-lapisan. Jadi, penurunan total dari seluruh lapisan tersebut
adalah :
C .H p o (i ) + ∆p (i )
S = ∑ c i . log .......................................................... (5.24)
1 + e p
o o (i )
dimana :
Hi = tebal sub-lapisan i
po(i) = tekanan efektif overburden untuk sub-lapisan i
∆p(i) = penambahan tekanan vertikal untuk sub-lapisan i
C s .H p C .H p + ∆p
S= . log c + c . log o ............................................... (5.27)
1 + eo p o 1 + eo p c
Akan tetapi, apabila kurva e versus log p tersedia, mungkin saja bagi kita untuk
memilih ∆e dengan mudah dari grafik tersebut untuk rentang (range) tekanan yang
sesuai. Kemudian harga-harga yang diambil dari kurva tersebut dimasukkan ke dalam
Persamaan (5.21) untuk menghitung besarnya penurunan (S).
Penyelesaian :
po = (H/2).(γsat - γw) = (10/2).(18,0 – 9,81) = 40,95 kN/m2
eo = 1,1
∆p = 48 kN/m2
po + ∆p = 40,95 + 48 = 88,95 kN/m2
angka pori yang bersesuaian dengan tekanan sebesar 88,95 kN/m2 (dari gambar b)
didapat sebesar 1,045, maka :
∆e = 1,1 – 1,045 = 0,055
Penurunan (S) = H. ∆e / 1 + eo = 0,262 m = 262 mm