BAB I. Optik Non Linier

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

MODUL

OPTIK NONLINIER
PERAMBATAN CAHAYA DALAM MEDIUM
ANISOTROP

Oleh:
Arif Hidayat

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2007

Arif Hidayat Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang 1


TUJUAN
Bab pertama ini difokuskan untuk mengingat kembali perambatan suatu
gelombang bidang dalam medium linier, homogen dan anisotrop. Selain itu juga
dikenalkan formolisme matrik Jones. Setelah mempelajari bab ini diharapkan
mahasiswa dapat;
1. menyebutkan sifat-sifat medium linier, homogen, dan anisotrop.
2. mendeskripsikan perambatan gelombang dalam medium anisotrop
3. Menggambarkan permukaan indek bias dan elipsoida indek bias
4. Menerapakan Matrik Jones dalam susunan piranti optik

MATERI AJAR
A. Pendahuluan
Sebuah medium dikatakan anisotrop jika dikenai induksi medan dalam suatu
arah u tertentu, maka respon dari medium tergantung pada u tersebut. Sifat anisotrop
medium mungkin alamiah mungkin juga terinduksi. Dalam domain elektormagnetik,
dalam kasus interaksi dipolar listrik, penginduksi adalah medan listrik E dan response
medium adalah polarisasi mikroskopik terinduksi dalam medium P. Dalam bab ini, kita
memandang bahwa medium adalah dilelektirk linier (polarisasi medium proporsional
dengan medan listrik), homogen (indek medium tidak tergantung titik tinjauan) dan
nonmagnetik ( permeabilitas medium sama dengan ). Dalam medium isotrop, relasi
konstitusi adalah skalar, sebab
P = E, dimana  adalah susceptibilitas listrik dan konstanta dielektrik ruang
hampa. Akibatnya P dan D (induksi listrik) adalah pararel dengan E. Dalam medium
anisotrop, relasi konstitusi adalah tensorial, P = E dan  adalah tensor rang 2 (notasi
« : » menyatakan simbol operasi tensor). Sehingga P tidak lagi pararel dengan E.
Tensor susceptibilitas mempunyai sifat-sifat : real (untuk medium tanpa loss),
dan simetri (hermitian), akibatnya, ia dapat di diagonalisasi. Terdapat suatu sistem
sumbu khas (Ox,Oy,Oz), disebut sumbu-sumbu utama medium, sedemikian hingga .
Dalam sistem sumbu ini, dapat dituliskan :
PE dengan  [x,y,z]

Arif Hidayat Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang 2


0 untuk 
Induksi listrik terhubung dengan medan listrik melalui perantara tensor dielektrik  :
D = E = E + P
Dapat disimpulkan :
r
r adalah tensor dielektrik reduksi. Seperti susceptibilitas, tensor dielektrik adalah
hermitan ( sebagai konsekuensi tinjauan energetik).
Sifat anisotrop dielektrik muncul dalam bentuk alamiah dalam semua kristal
dengan simetri non kubik. Sifat ini dapat juga dibangkitkan oleh medan listrik kontinyu
(efek Pockel dan Kerr) atau juga medan magnet (efek Faraday).
Untuk dapat menyelesaikan modul ini anda diharuskan membaca Materi Belajar
dalam e-Book Optik Nonlinier, yang meliputi:
1. Perambatan dalam Medium Linier, Homogen dan Anisotrop (LHA) 
2 . Struktur gelombang bidang dalam medium anisotrop
3. Permukaan indek bias dan elipsoida indek bias
4. Struktur gelombang bidang dalam suatu kristal uniaxial
5. Formalisme matrik Jones

Contoh Aplikasi
1. Polarisator Linier
Polarisator secara efektif menyerap semua atau sebagian besar getaran E dalam
arah tertentu, dan meneruskan getaran dalam arah tegak lurus arah rambat.

Matrik yang menyatakan polarisator linier vertikal di atas dapat diturunkan sebagai
berikut:
a b 0 0

c d 1 1

a(0) + b(1) = 0  b=0


c(0) + d(1) = 1  d=1

Arif Hidayat Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang 3


Untuk menentukan a dan c, dicoba polarisator linier yang bekerja pada cahaya
terpolarisastor horisontal:
a b 1 0

c d 0 0

a(1) + b(0) = 0  a=0


c(1) + d(0) = 0  c=0
Maka dapat disimpulkan vektor Jones untuk polarisator linier adalah sebagai berikut:
0 0
M 
0 1

Yang menyatakan polarisator linier dengan sumbu transmisi vertikal (TAV). Dengan
cara yang sama untuk polarisator linier TAV dapat diperoleh matrik Jones untuk
polarisator linier dengan sumbu transmisi horisontal (TAH):
1 0
M 
0 0

2. Polarisator Linier dengan  = 45°


a b 1 1

c d 1 1

Kita tinjau dua ragam polarisasi pada sudut tersebut yaitu  = 45° dan  = -45°
a b 1 0

c d 1 0

a+b=1 a-b=0
c+d=1 c+d=0
dari keempat persamaan di atas dapat disimpulkan: a = b = c = d = 1/2

1 1
sehingga vektor Jones untuk polarisator ini adalah: M  2 2 11 1
1 1 21 1
2 2
menyatakan polarisator linier dengan sumbu transmisi membentuk sudut 45°
Bila sudut  yang dibentuk sebarang besarnya :  = , maka matrik Jones nya

cos 2  sin  cos 


adalah M 
sin  cos  sin 2 

3. Cahaya terpolarisasi sirkular kiri melewati eight-wave plat (plat seperdelapan


gelombang).

Arif Hidayat Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang 4


e i x 0
Matrik plat seperdelapan gelombang: M  i y
0 e

e i x 0
Bila x = 0 dan y = 2/8 = /4: M  i y
0 e

1 0 1 1 1
menggunakan kalkulus Jones M  i / 4
 i / 4  i 3 / 4
0 e i ie e

Diperoleh vektor Jones yang menyatakan bahwa cahaya terpolarisasi ellips dan
komponen-komponennya berbeda fase 135°. Diketahui: Rumus Euler : ei135° = -1/2 +

A
i/2, dan vektor Jones untuk polarisasi ellips adalah: M 
B  iC

dimana A = 1, B = -1/2, dan C = 1/2. Bila dibandingkan dengan bentuk umum vektor Jones

Eox e i x
i
Eoy e y

2 Eox Eoy cos 


yang berarti: Eox = 1 dan Eoy = 1: tg 2  sehingga diperoleh  = 45°
2
Eox  Eoy
2

Evaluasi
1. menyebutkan sifat-sifat medium linier, homogen, dan anisotrop.
2. mendeskripsikan perambatan gelombang dalam medium anisotrop
3. Menggambarkan permukaan indek bias dan elipsoida indek bias
4. Gunakan matrik Jones untuk mendapatkan matrik yang mendeskripsikan susunan
piranti optik
a. Penunda (Retarder) Fase
Piranti ini berfungsi tidak untuk menghilangkan komponen-komponen getaran
ortogonal tetapi untuk membangkitkan beda fase diantara komponen-komponen getaran
ortogonal, . Jelaskan prinsip kerja penunda fase menggunakan matrik Jones.

b. Rotator

Arif Hidayat Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang 5


Piranti rotator berfungsi memutar arah arah polarisasi cahaya terpolarisasi linier yang
datang pada arah tertentu. Tentukan matrik Jones untuk rotator dan gambarkan
prinsip kerjanya
c. Kombinasi polariastor linier dengan plat seperempat gelombang (QWP).
Sebuah polarisator linier menghasilkan cahaya yag bergetar pada sudut 45°, yang
kemudian diteruskan oleh QWP. Dalam susunan ini cahaya datang pada QWP terbagi
secara sama antara sumbu cepat dan sumbu lambat. Gambarkan prinsip kerja
kombinasi polarisator linier dan plat ¼ gelombang, serta tentukan matrik Jones
kombinasi ini.
d. Plat fase antara polarisator dan analisator pararel :
Vektor Jones berisi informasi tidak hanya mengenai keadaan polarisasi tetapi juga
suatu informasi relatif mengenai intensitas. Sebagai contoh, kita tinjau dua polarisator
pararel antara keduanya ditempatkan suatu plat birefringe dengan tebal d, sumbu-
sumbu netralnya 45° terhadap sumbu yang melewati polarisator, 0x ( Gambar I-7).
Tentukan intensitas cahaya transmisi

Kunci
1. Cahaya tak terpolarisasi setelah melewati Retarder, komponen vertikalnya bergerak
lebih cepat dari komponen horisontalnya. Bila  = 90°, penunda fase disebut plat
seperempar gelombang (quarter-wave plate , QWP), sedangkan bila  = 180°,
penunda fase disebut plat setengah gelombang (half-wave plate, HWP).
Matrik yang mentransformasikan keterlambatan fase dari gelombang bidang dapat
diturunkan sebagai berikut
Eox ei xx  Eox ei   x  x 
i i    
Eoy e y  Eox e y y
i
e i x 0 Eox e x Eox e i ( x  x )
dimana  adalah pertambakan fase. i i  i (  )
0 e y Eoy e y Eoy e y y

e i x 0
Matrik yang mentransformasikan keterlambatan fase adalah: M  i y
0 e

Sebagai contoh kita tinjau plat seperempat gelombang dimana  = /2. Kita
bedakan dua keadaan, yaitu x - y = /2 (sumbu cepat horisontal) dan y - x = /2
(sumbu cepat vertikal). Misalkan untuk dapat dipilih y = /4 dan x = -/4° atau
kemungkinan harga lain untuk y dan x sedemikian hingga y - x = /2. Namun

Arif Hidayat Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang 6


demikian semua pilihan tersebut mengarah pada bentuk umum disebabkan sifat
simetrinya:
e  i / 4 0 1 0
M  i / 4
 e  i / 4
0 e 0 i

Bila x > y diperoleh plat seperempat gelombang sumbu cepat horisontal:


1 0
M  e i / 4
0 i

Sedangkan untuk plat setengah gelombang dimana ll = 


e  i / 2 0 1 0
M  i / 2
 e  i / 2
0 e 0 1

menyatakan plat setengah gelombang sumbu cepat vertikal, sedangkan untuk sumbu
cepat horisontal:
e  i / 2 0 1 0
M  i / 2
 e i / 2
0 e 0 1

Elemen-elemen matrik dalam plat setengah gelombang adalah sama sebab


pertambakan fase :  secara fisis sama dengan perlambatan . Perbedaanya terletak di
prefaktor yang memodifaksi fase semua elemen vektor Jones dalam arah yang sama
sehingga tidak mempengaruhi interpretasi hasil.

2. Efek rotator adalah mentransmisikan cahaya terpolarisasi linier yang mempunyai arah
getaran terputar counterclockwise dengan sudut . Sebuah rotator sudut  akan
mengkonversi vektor E yang berosilasi linier pada sudut  menjadi vektor E yang
berosilasi linier dengan sudut (+):  (+).

Maka elemen-elemen matriknya memenuhi:


a b cos  cos   

c d sin  sin    

a cos  + b sin  = cos  cos  - sin  sin 


a cos  + b sin  = sin  cos  - cos  sin 

Arif Hidayat Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang 7


maka dapat disimpulkan: a = cos  , b = -sin , c = sin , dan d = cos , sehingga
matrik yang diinginkan adalah berbentuk:
cos   sin 
M 
sin  cos 

3. Dalam hal ini beda fase 90° yang ditimbulkan oleh QWP mengakibatkan cahaya
terpolarisasi sirkular. Menggunakan kalkulus Jones.

1 0 1 1  1  i / 4 1
e i / 4  e
0 i 2 1  2  i

diperoleh cahaya terpolarisasi sirkular kanan dengan amplitudo 1/2 kali amplitudo
cahaya terpolarisasi linier original.

4. Plat fase antara polarisator dan analisator pararel :

Gambar. I-7. Plat birefringe diletakkan antara suatu polarisator dan suatu analisator.
1
Vektor Jones setelah melintasi polarisator pertama adalah :  0 
 

Vektor Jones yang muncul dari sistem adalah 


 1 0  cos  / 2   i sin   / 2  1   cos  / 2 
J s        
 0 0   i sin   / 2  cos  / 2   0   0 
dimana  = (nl -nr)2l/2. Intensitas transmisi adalah :

Arif Hidayat Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang 8


J o  J s l 
I  I0  I 0 cos 2   nl  nr  


J J 
Kepustakaan
[1] A. Yariv and P. Yeh, Optical waves in crystals, John Wiley & Sons, New York,
1984.
[2] R.C. Jones, New calculus for the treatment of optical system, Jour. Opt. Soc. Am.31,
488, 1941.
[3] J.P. Perez, Optique : Fondements et applications, Masson, Paris, 1996.
[4] F.L. Pedrotti, S.J and L.S. Pedrotti, Introduction to optics, Prentice-Hall
International, Inc., New Jersey, 1987
[5] F. Sanchez, Optique non-lineaire, Ellipses, Paris, 1999.

Arif Hidayat Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang 9

Anda mungkin juga menyukai