Dokumen tersebut membahas tentang tinjauan pustaka mengenai konsep overdosis dan keracunan. Pertama, dijelaskan definisi overdosis sebagai keadaan ketika seseorang mengonsumsi obat melebihi dosis yang dianjurkan sehingga menyebabkan gejala keracunan. Kedua, dijelaskan penyebab dan manifestasi klinis dari overdosis. Ketiga, dibahas definisi dan klasifikasi keracunan serta mekanisme dan penyebab ter
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
66 tayangan16 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang tinjauan pustaka mengenai konsep overdosis dan keracunan. Pertama, dijelaskan definisi overdosis sebagai keadaan ketika seseorang mengonsumsi obat melebihi dosis yang dianjurkan sehingga menyebabkan gejala keracunan. Kedua, dijelaskan penyebab dan manifestasi klinis dari overdosis. Ketiga, dibahas definisi dan klasifikasi keracunan serta mekanisme dan penyebab ter
Dokumen tersebut membahas tentang tinjauan pustaka mengenai konsep overdosis dan keracunan. Pertama, dijelaskan definisi overdosis sebagai keadaan ketika seseorang mengonsumsi obat melebihi dosis yang dianjurkan sehingga menyebabkan gejala keracunan. Kedua, dijelaskan penyebab dan manifestasi klinis dari overdosis. Ketiga, dibahas definisi dan klasifikasi keracunan serta mekanisme dan penyebab ter
Dokumen tersebut membahas tentang tinjauan pustaka mengenai konsep overdosis dan keracunan. Pertama, dijelaskan definisi overdosis sebagai keadaan ketika seseorang mengonsumsi obat melebihi dosis yang dianjurkan sehingga menyebabkan gejala keracunan. Kedua, dijelaskan penyebab dan manifestasi klinis dari overdosis. Ketiga, dibahas definisi dan klasifikasi keracunan serta mekanisme dan penyebab ter
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Overdosis
2.1.1 Defenisi overdosis Overdosis obat adalah hal yang sangat serius dan mengancam nyawa. Apabila overdosis obat terjadi maka akan bisa menyebabkan kerusakan setiap sistem tubuh manusia, tergantung jenis obat dan dosis obat yang dikosumsi. Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gejala terjadinya keracunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang melebihi dosis yang bisa diterima oleh tubuh. 2.1.2 Penyebab overdosis a. Keadaan ini sering terjadi dan faktor penyebabnya adalah : 1. Usia. Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering terjadi kesalahan dosis karena lansia minum lagi 2. Merek dagang. Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama, sehingga pasien bingung, misalnya furosemid (antidiuretik) dikenal sebagai lasix, uremia dan unex. 3. Penyakit. Penyakit yang menurunkan metabolisme obat dihati atau sekresi obat melalui ginjal akan meracuni darah. 4. Gangguan emosi dan mental. Menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate, antidepresan dan tranquilizer. 5. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi putau hamper bersamaan dengan alcohol atau obat tidur seperti valium, megadom/ BK, dll. 6. Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya kemungkinan besar terjadi OD. 7. Kualitas barang dikonsumsi berbeda. b. Faktor ketidakpatuhan pengobatan 1. Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu 2. Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya 3. Sukarnya memperoleh obat itu diluar rumah sakit 4. Mahalnya harga obat 5. Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga, yang mungkin bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat itu kepada pasien 6. Efek samping dapat timbul akibat menaikan dosis obat yang biasanya tidak bereaksi, mengganti cara pemberian obat, atau memakai obat dengan merek dagang lain. 2.1.3 Manifestasi klinis a. Penurunan kesadaran b. Frekuensi pernapasan kurang dari 12 kali/menit c. Pupil miosis d. Adanya riwayat pemakaian obat-obat terlarang e. suhu tubuh menurun. f. kuku, bibir menjadi kebiru- biruan. g. Adanya suara- suara mengorok atau mendengkur yang berasal dari tenggorokkan yang menandakan bawha seorang itu mengalami kesulitan dalam melakukan pernafasan yang benar.
2.2 Konsep Keracunan
2.2.1 Defenisi keracunan Keracunan berarti bahwa suatu zat kimia telah mengganggu proses fisiologis, sehingga keadaan badan organisme itu tidak lagi dalam keadaan sehat. Dengan perkataan lain organisme itu menjadi sakit (Koeman, 1987). Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru paru, hati, ginjal dan lainnya. 2.2.2 Klasifikasi racun Racun diklasifikasikan menurut aksinya sebagai berikut: a. Racun Korosif: racun ini adalah agen pengiritasi yang sangat aktif yang menghasilkan peradangan dan ulserasi jaringan. Kelompok ini terdiri dari asam kuat dan basa. b. Racun Iritan : racun ini menghasilkan gejala sakit di perut, muntah 1. Racun Anorganik Logam : arsen, merkuri, timbal, tembaga dan antimon Non logam : fosfor, klorin, bromin, dan iodin 2. Racun organik Tumbuh-tumbuhan : minyak jarak Hewan : ular, kalajengking,laba-laba 3. Racun mekanik : bubuk kaca, debu berlian c. Racun Saraf Racun ini beraksi di sistem saraf pusat. Gejala yang dirimbulkan biasanya sakit kepala, ngantuk, pusing, delirium, stupor, koma, dan kejang. 1. Racun serebral: opium, alkohol, agen sedatif, agen hipnotik, anastetik. 2. Racun spinal: Strychinine. 3. Periferal: Curare. d. Racun jantung : Digitalis, rokok. e. Asphyxiants: Gas batubara, CO, CO2, war gasses. f. Lain-lain: Analgesik, antipiretik, penenang, antidepresan (Chadha, 2003) 2.2.3 Mekanisme terjadinya racun Absorpsi racun ditandai oleh masuknya racun dari tempat paparan menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh limfe. Racun dapat terabsorpsi umumnya apabila berada dalam bentuk terlarut atau terdispersi molekular. Jalur utama absorpsi racun adalah saluran cerna, paru-paru dan kulit. Setelah racun mencapai sistemik, ia bersama darah akan diedarkan ke seluruh tubuh. Dari sistem sirkulasi sistemik ia akan terdistribusi lebih jauh melewati membran sel menuju sistem organ atau ke jaringan-jaringan tubuh. Selanjutnya racun akan mengalami reaksi biotransformasi (metabolisme) dan ekskresi racun melalui ginjal, empedu, saluran pencernaan, dan jalur ekskresi lainnya (kelenjar keringat,kelenjar mamae, kelenjar ludah, dan paru-paru). Jalur eliminasi yang paling penting adalah eliminasi melalui hati (reaksi metabolisme) dan ekskresi melalui ginjal (Wirasuta dan Niruri, 2006). 2.2.4 Penyebab keracunan dan gejala klinisnya Sistem yang Gangguan klinis (Penyebab keracunan) dipengaruhi Penampilan Agitasi ( amfetamin, kokain), lyergis acid secara umum diethyalmide, opiat withdrawl apathy, drowsiness, koma (hypnotik,pelarut organik,litium) Gangguan Electro-encephalogram (EEG) {central depressant}, sistem syaraf fungsi motorik (alkohol, penyalahgunaan obat), gangguan berjalan/bergerak (halusinogen, amfetamin, karbamazepin, litium, kokain), kejang Status mental Psikosis (illcit drugs), disorientasi Tekanan darah Hipotensi (fenotiazin), hipertensi (kortikosteroid, kokain, fenilpropalamin, antikolinergik) Jantung Nadi, elektrokardiogram [Anti depressan trisiklik, orfenadrin], tidak teratur (fenotiazin, prokainamid, amiodaron, lidokain), heart block (calcium blocker, beta blocker, digitalis, kokain, antidepresan trisiklik) Temperature Hipertermia (LSD, kokain, MDMA) Respirasi Depresi pernapasan (opiat, barbiturat, benzodiazepin), hipoventilasi (Salisilat) Otot Spasme dan kram ( botulism, crimidin, strikinin) Kulit Kering (parasimpatolitik, antidepresan trisiklik), berwarna merah (karbon monoksida), berwarna biru (sianosis), kuning (liver damage: alkohol, jamur, rifampisin Mata Pinpoint (opiat, inhibitor kolinesterase), dilatasi pupil (Atropin, amfetamin, kokain), kemerahan (cannabis) Hidung Nasal septum komplikasi (kokain) Dada Radiography (bronkokonstriksi, logam, aspirasi) Diare (laksatif, organofosfat), obstruksi ( opiat, Perut atropin), radigrafi ( timbal, talium) Bisa dilihat dari keringat mulut, pakaian, sisa muntah: Alkohol (etanol, pembersih), aseton (aseton, asidosis metabolik), ammonia (ammonia), almond (sianida), pemutih/klorin (hipoklorit/klorit), Bau disinfektan (kreosat, fenol, tar), formaldehid (formaldehid, metanol), bawang (arsen, dimethylsulfoxide, malation, fosfor kuning), asap (nikotin, karbonmonoksida) pelarut organik (dietil eter, kloroform, diklormetan), kacang (rodentisida) (Moffat et al, 1986) 2.2.5 Penatalaksanaan umum keracunan a. Airway Faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap kematian akibat overdosis obat dan keracunan adalah karena kehilangan refleksi perlindungan jalur nafas dengan obstruksi jalur nafas yang disebabkan oleh lidah yang kaku. Optimasi posisi jalan nafas dan lakukan intubasi endotrakeal jika perlu. Penggunaan segera naloxon atau flumazenil dapat menyadarkan pasien yang keracunan opioid atau benzodiazepin berturut-turut sehingga intubasi endotrakeal tidak perlu dilakukan (Olson, 2004). b. Breathing Untuk menguji pernafasan yang adekuat dilakukan dengan mengukur gas darah arteri. Pada pasien yang memiliki kadar pCO2darah naik (misalnya >60mm Hg) mengindikasikan pernafasan perlu dibantu dengan ventilasi. Jangan menunggu sampai pCO2 pasien diatas 60mmHg untuk memulai ventilasi (Olson, 2004). c. Circulation Sirkulasi yang cukup diuji dengan mengukur tekanan darah, denyut nadi dan ritme. Lakukan Cardiopulmonary resuscitation (CPR) jika tidak terasa denyut nadi dan lakukan Advanced Cardiac Life support (ACLS) jika terjadi aritmia dan shock. Berikan infus cairan dengan ringert laktat, larutan dekstrosa 5% dalam air atau normal salin. Pada pasien yang memiiki sakit yang serius (koma, hipotensi, kejang) pasang alat kateter di kandung kemih dan urin diambil untuk uji toksisitas racun dan pengeluaran urin tiap jam (Olson, 2004). 2.3 Kosep Overdosis dan Keracunan 2.3.1 Pengkajian 1. Primary survey Sebelum penyalahgunaan terjadi biasanya dalam bentuk pendidikan, penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui kekuarga, dan lain-lain. Instansi pemerintah seperti halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap intervensi ini. Kegiatan yang dilakukan seputar pemberian informasi melalui berbagai bentuk materi KTE yang di tunjukkan kepada remaja langsung dan keluarga. B1 : Breath, kaji pernapasana klien. Apakah klien mengalami gangguan dalam bernapas B2 : Blood, kaji apakah terjadi perdarahan yang menyumbat jalan napas dan cek tekanan darah pasien. B3 : Brain, kaji apakah klien mengalami gangguan pada proses berfikir. B4 : Bladder, kaji apakah ada terjadi kerusakan pada daerah ginjal yang dikarenakan overdosis karna keasaman obat tersebut. B5 : Bowel, kaji intake dan output pasien a. Airway support Pada klien dengan overdosis yang perlu diperhatikan adalah ada tidaknya sumbatan pada jalan napas seperti lidah. Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada klien tidak sadar karena pada kondisi ini lidah klien akan terjatuh ke belakang rongga mulut. Hal ini akan mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas. Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan napas harus terbuka. Teknik yg dapat digunakan adalah cross finger (silang jari). Jika terdapat sumbatan bersihkan dengan teknik finger sweep (sapuan jari).
Gbr. 2.1 cross finger
Gbr. 2.2 finger sweep Adapun Teknik untuk membuka jalan napas : 1) Head tilt / chin lift Teknik ini dapat digunakan jika penderita tidak mengalami cedera kepala, leher dan tulang belakang
Gbr. 2.3 headtilt/chinlift
2) Jaw trust
Gbr. 3.4 jaw trust
b. Breathing support Setelah dipastikan bahwa jalan napas aman, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian status pernapasan klien, apakah masih bernapas atau tidak. Teknik yg digunakan adalah LOOK, LISTEN and FEEL (LLF). LLF dilakukan tidak lebih dari 10 menit, jika klien masih bernapas, tindakan yg dilakukan adalah pertahankan jalan napas agar tetap terbuka, jika klien tidak bernapas, berikan 2 x bantuan pernapasan dgn volume yg cukup. c. Circulation support Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu untuk mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru agar dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut (advance life support). d. Disability Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi tingkatan kesadaran dan GCS, dan ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital. e. Exposure Lakukan pengkajian head to toe. f. Folley kateter Pemasangan kateter pada klien overdosis biasanya dilakukan untuk melakukan perhitungan balance cairan. g. Gastric tube Salah satu Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah kumbah lambung yang bertujuan untuk membersihkan lambung serta menghilangkan racun dari dalam lambung. Prosedur kumbah lambung : 1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan 2) Membawa alat dekat pasien 3) Atur posisi pasien dalam sikap fowler bila sadar 4) Pasang sampiran 5) Pasang pengalas : satu dibawah dagu klien yg dipentingkan dbagian punggung dan satu diletakkan pada sisi dimana ember diletakkan 6) Letakkan ember diatas kain pel d bawah TT 7) Perawat cuci tangan dan masang sarung tangan 8) Ambil selang sende langsung dan keluarkan air dari dalam selang 9) Selang diukur dari epigastrika mulut ditambah dari mulut kebawah telinga ( 40-45 cm) kemudian diberikan tanda 10) Memasang selang yang telah diklem perlahan-lahan kedalam lambung melalui mulut 11) Pastikan apakah selang lambung benar-benar telah masuk kedalam lambung dengan cara memasukkan pangkalnya kedalam air dan klem dibuka. Jika tidak ada gelembung udara yang keluar maka selang sudah masuk kedalam lambung. Sebaiknya jika ada udara yang keluar berarti sonde dimasukkan keparu-paru 12) Atur posisi pasien, berbaring tanpa bantal dengan kepala lebih rendah 13) Kosongkan isi lambung dengan cara merendahkan dan mengarahkan sonde kedalam ember. 14) Jepit selang dan pasang corong pada pangkal selang lambut / spuit besar (100 cc), tinggi corong/spuit + 30 cm diatas lambung, kemudian menuangkan cairan perlahan- lahan + 500 cc kedalam corong yang sedikit dimiringkan sambil klem dibuka. 15) Sebelum cairan terakhir dalam corong/spuit habis, cairan yang masuk tadi keluarkan kembali dengan cara merendahkan corong dan tuangkan kedalam ember (jangan terlalu rendah agar selaput lender lambung tidak hisap masuk kedalam selang lambung 16) Lakukan berulang-ulang sampai cairan yang keluar kelihatan jernih kemudian pangkal selang lambung. 17) Keluar kan selang lambung perlahan-lahan dengan cara menarik sonde berlahan-lahan, kemudian selang + corong di masukkan dalam kom. 18) Beri air untuk kumur kepada klien, kemudian mulut dan sekitarnya dibersihkan dengan tissue 19) Angkat pengalas dan rapikan klien 20) Bersih kan alat-alat dan perawat cuci tangan h. Heart monitor Lakukan pemantauan peningkatan detak jantung, peningkatan tekanan darah dan kerusakan sistem kardiovaskuler. Setelah primary survey dan intervensi krisis selesai, perawat harus mengkaji riwayat pasien : A : Allergies ( jika pasien tidak dapat memberikan informasi perawat bisa menanyakan keluarga atau teman dekat tentang riwayat alergi pasien ) M : Medication ( overdosis obat : ekstasi ) P : Past medical history ( riwayat medis lalu seperti masalah kardiovaskuler atau pernapasan L : Last oral intake ( obat terakhir yang dikonsumsi : ekstasi) E : Even ( kejadian overdosisnya obat, dekskripsi gejala, keluhan utama, dan mekanisme overdosis) 2. Secondary survey Pada saat penggunaan sesudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan (treatmen). Fase ini meliputi : fase penerimaan awal (intialintek) antara 1-3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental dan fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medic, antara 1-3 minggu untuk melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap. Tindakan yang harus dilakukan adalah melakukan tindakan keperawatan head to toe. 2.3.2 Diagnosa keperawatan 1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D. 0001) 2. Pola Napas Tidak Efektif (D. 0005) 3. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D. 0009) 4. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (D. 0129) 5. Resiko Ketidakseimbangan Cairan (D. 0036) 2.3.3 Intervensi dan Evaluasi Keperawatan No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi . 1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan Managemen Jalan Napas Tidak tindakan keperawatan Nafas I. 01011 Efektif (D. 0001) diharapkan bersihan Observasi : jalan nafas meningkat 1. Monitor pola nafas dengan kriteria hasil : (frekuensi, L. 01001 kedalaman, usaha - Batuk Efektif nafas) Meningkat (5) 2. Monitor bunyi nafas - Produksi sputum tambahan (mis. menurun (5) Gurgling,mengi, - Frekuensi nafas wheezing, ronchi) membaik (5) 3. Monitor sputum - Pola Nafas (jumlah, warna, membaik (5) aroma) Terapeutik : 1. Posisikan semi Fowler atau Fowler 2. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi : 1. Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi : 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika perlu 2. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan Pemantauan respirasi Efektif (D. 0005) tindakan keperawatan I.01014 diharapkan pola nafas Observasi membaik dengan 1. Monitor frekuensi, kriteria hasil : irama, delaman, dan L.01004 upaya napas. Kriteria hasil: 2. Monitor pola napas 1. Dispnea menurun (bradipnea, takipnea, (5) hiperventilasi, dll). 2. Penggonaan otot 3. monitor saturasi bantu napas oksigen. menurun (5) Terapeutik 3. Pemanjangan fase 1. Atur interval ekspirasi menurun pemantauan respirasi (5) sesuai kondisi pasien. 4. Frekuensi napas 2. Dokumentasikan hasil membaik (5) pemantauan. 5. Kedalaman napas Edukasi membaik (5) 1. Jelaskan tujuan prosedur. 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu. 3. Perfusi Perifer Setelah dilakukan Manajemen syok Tidak Efektif (D. tindakan keperawatan anafilaktik 0009) diharapkan perfusi I.02034 perifer meningkat Observasi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kepatenan L.02011 jalan nafas Kriteria hasil: 2. Identifikasi tanda- 1. Denyut nadi perifer tanda vital meningkat (5) 3. Identifikasi alergen 2. Warna kulit pucat 4. Monitor tanda-tanda menurun (5) awal syok (mis. Sesak 3. Pengisian kapiler nafas, kejang, aritmia, membaik (5) hipotensi) 4. Akral membaik (5) 5. Monitor tanda-tanda 5. Turgor kulit hipervolemia akibat membaik (5) resusitasi berlebihan 6. Monitor kejadian anafilaktik berulang Terapeutik 1. Berikan posisi yang nyaman 2. Pertahankan kepatenan jalan napas. 3. Pasang infus NaCl 0,9% atau ringer laktat, jika perlu 4. Berikan oksigen via masker 10-12 L/menit 5. Siapkan ruang HCU atau ICU, jika perlu Edukasi 1. Anjurkan menyiapkan obat-obat alergi dirumah 2. Anjurkan mencegah kejadian anafilaktik Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian antihistamin, jika perlu 2. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu 3. Kolaborasi pemberian epineprin atau adrenalin, jika perlu 4. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas Integritas tindakan keperawatan Kulit Kulit/Jaringan diharapkan integritas Observasi (D. 0129) kulit dan jaringan 1. Identifikasi penyebab meningkat dengan gangguan integritas kriteria hasil : kulit L. 14125 Terapeutik - Perfusi jaringan 1. Gunakan produk meningkat (5) berbahan ringan/alami - Kerusakan lapisan dan hipoalergik pada kulit menurun (5) kulit sensitif - Nyeri menurun (5) 2. Hindari produk - Kemerahan berbahan dasar menurun (5) alkohol pada kulit - Hematoma menurun kering (5) Edukasi - Suhu kulit membaik 1. Anjurkan minum air (5) yang cukup 2. Anjurka meningkatkan asupan nutrisi 3. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim 4. Anjurkan mandi dan mengguakan sabun secukupnya 5. Resiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan Ketidakseimbanga tindakan keperawatan I. 03098 n Cairan (D. 0036) diharapkan Observasi keseimbangan cairan 1. Monitor status hidrasi meningkat dengan 2. Monitor hasil kriteria hasil : pemeriksaan L. 05020 laboratorium - Asupan cairan Terapeutik meningkat (5) 1. Catat intake-output - Dehidrasi menurun dan hitung balance (5) cairan 24 jam - Turgor kulit 2. Berikan asupan membaik (5) cairan, sesuai - Membrane mukosa kebutuhan lembap meningkat 3. Berikan cairan (5) intravena - Mata cekung Kolaborasi membaik (5) 1. Kolaborasi pemberian - Output urin diuretik, jika perlu meningkat (5)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed 2. Jakarta: EGC
Chadha, I. A.. 2003. Poisoning,Indian J.Anaesth.2003;47(5) : 402-411
Koeman, J.H. 1987. Pengantar Toksikologi umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Moffat, A.C, et al.1986. Clarkes Analysis of Drugs and Poisons: In
Pharmaceutical, body fluids, and postmortem material. London: Pharmaceutical Press
Olson, K .2004. Poisoning And Drug Overdosefourth edition. California:
California Poison Control System.
Wirasuta, I. 2006. Buku Ajar Toksikologi Umum. Bali: Universitas Udayana