Askep Cedera Kepala (Ani)
Askep Cedera Kepala (Ani)
Askep Cedera Kepala (Ani)
CEDERA KEPALA
Oleh:
ANI HARTATI
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan
serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau
trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia
dan pengaruh massa karena hemoragi, serta edema cereblal disekitar jaringan
otak. (B.Batticaca, 2008).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak dan otak. Cedera
kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius diantara penyakit neurologik dan
merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
2. Etiologi
Cedera kepala dapat disebabkan oleh:
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Jatuh
c. Trauma benda tumpul
d. Kecelakaan kerja
e. Kecelakaan rumah tangga
f. Kecelakaan olahraga
g. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)
3. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi dapat
dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala (IKABI,
2004).
a. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu
1) Cedera kepala tumpul.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,
jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7 dan decelerasi
yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan melakukan kontak
pada protuberas tulang tengkorak
2) Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan. (IKABI, 2004)
3) Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
a) Penurunan kesadaran sacara progresif
b) Tanda neorologis fokal
c) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(Mansjoer, 2000)
d. Patofisiologi / Pathway
Menurut Tarwoto (2007) adanya cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan
struktur, misalnya kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat,
perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan
menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.
Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara
langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera
kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi segera saat
benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat (fokal) local, maupun difus.
Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja dari
kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan
yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat
makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma,
misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum
tengkorak dengan durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada
ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah
berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.
e. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada cedera kepala yaitu:
1) Nyeri yang menetap atau setempat.
2) Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3) Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle), otoreaserebro
spiral (cairan cerebros piral keluar dari telinga), minoreaserebrospiral (les keluar
dari hidung).
4) Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5) Penurunan kesadaran.
6) Pusing / berkunang-kunang.Absorbsi cepat les dan penurunan volume
intravaskuler
7) Peningkatan TIK
8) Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremita.
9) Tanda tanda vital: peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi dan peningkatan
pernafasan
f. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999) pada cedera
kepala meliputi
1) Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa ini
penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetatife
state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari
lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari satu tahun jarang
sembuh.
2) Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya
sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian,
keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
3) Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya
karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain.
4) Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala
mengalami masalah kesadaran.
5) Penyakit Alzheimer dan Parkinson
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer
tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung
frekuensi dan keparahan cedera.
g. Penatalaksanaan
1) Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui subkutan membuat luka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
2) Menilai jalan nafas
Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan
tulang servikal segaris badan dengan memasang collar cervikal, pasang
guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka
pasien harus diintubasi.
3) Menilai pernafasan
Tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri O2 melalui masker
O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat seperti
pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga
saturasi O2 minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan
terancan/memperoleh O2 yang adekuat (Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg
serta saturasi O2 >95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi
oleh ahlianestesi.
4) Menilai sirkulasi
Otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan
menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdomen/dada. Ukur dan catat
frekuensi denyut jantung dan tekanan darah pasang EKG. Pasang jalur intravena
yang besar. Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid dapat menimbulkan
eksaserbasi edema.
5) Obati kejang
Kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati mula-mula
diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi 2x jika masih
kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.
6) Menilai tingkat keparahan : CKR, CKS, CKB
Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher, lakukan foto tulang
belakang servikal (proyeksi A-P,lateral dan odontoid), kolar servikal baru dilepas
setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7normal.
7) Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat
a) Pasang infus dgn larutan normal salin (Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis
lebih efektif mengganti volume intravaskular dari pada cairan hipotonis dan
larutan ini tdk menambah edema cerebri
b) Lakukan pemeriksaan: Ht, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia
darah. Lakukan CT scan Pasien dgn CKR, CKS, CKB. Harus dievaluasi adanya
:
- Hematoma epidural
- Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel
- Kontusio dan perdarahan jaringan otak
- Edema cerebri
- Pergeseran garis tengah
- Fraktur cranium
- Pada pasien yg koma (skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi
lakukan :
Elevasi kepala 30 derajat
Hiperventilasi,
Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit. Dosis
ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula
setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam
Pasang kateter foley
Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom
epidural besar, hematom sub dural, cedera kepala terbuka,fraktur
impresi >1 diplo).
h. Pemeriksaan Penunjang :
1) CT Scan (tanpa/dengan kontras):
Mengidentifikasi adanya perdarahan, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran
jaringan otak. Pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada
iskemik/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam paska trauma.
2) MRI : sama dengan CT Scan dengan/tanpa menggunakan kontras.
3) Angiografi : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, spt ; pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.
4) EKG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
5) Sinar – X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
6) BAER (brain auditory evoked respon) : menentukan fungsi korteks dan batang otak
7) PET (positron emission tomography) : menunjukkkan perubahan aktifitas
metabolisme pada otak.
8) Pungsi lumbal CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subaraknoid.
9) GDA (gas darah arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenisasi
yang akan dapat meningkatkan PTIK.
10) Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
meningkatkan TIK/perubahan mental.
11) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obay yang mungkin bertanggungjawab
terhadap penurunan kesadaran.
12) Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif untuk mengatasi kejang.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Data tergantung pada tipe, lokasi, dan keparahan cedera dan mungkin dipersulit oleh
cedera tambahan pada organ-organ vital.
a. Pernapasan
DO:
Perubahan pola napas (apneu yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi,
stridor, tersedak. Ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
b. Sirkulasi
DO :
Perubahan TD (hipertensi) atau normal, Perubahan frekuensi jantung (bradikardi,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
c. Neurosensori
DS :
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, Vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstremitas. Perubahan dalam
penglihatan, spt; ketajaman, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia,
Gangguan pengecapan dan penciuman.
DO :
Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah
laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetris), deviasi pada
mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan, spt; pengecapan,
penciuman, dan pendengaran. Wajah tidak simetris. Genggaman lemah, tidak
seimbang. Reflek tendon dalam tidak ada atau lemah. Apraksia, hemiparese,
quadreplegia. Postur (dekortikasi, deselebrasi), kejang. Sangat sensitif terhadap
sentuhan dan gerakan. Kehilangan sensasi sebagian tubuh. Kesulitan dalam
menentukan posisi tubuh.
d. Makanan/cairan
DS
Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
DO
Muntah (mungkin proyektil). Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)
e. Eliminasi
DS
Retensi urine atau Inkontinensia kandung kemih/usus, atau mengalami gangguan
fungsi.
f. Nyeri/Kenyamanan
DS
Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
DO
Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak
bisa beristirahat, merintih
g. Aktifitas
DS
Merasa lemah, lelah, kaku, dan kehilangan keseimbangan
DO
Perubahan kesadaran, letargia. Hemiparese, quadreplegia. Ataksia, cara berjalan tak
tegap. Masalah dalam keseimbangan. Cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot,
otot spastik.
h. Integritas Ego
DS
Perubahan tingkah laku, atau kepribadian (tenang atau dramatis)
DO
Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan impulsif.
i. Keamanan
DS
Trauma baru/trauma karena kecelakaan
DO
Fraktur/dislokasi. Gangguan penglihatan, Kulit kepala laserasi, abrasi, perubahan,
warna, spt “raccoon eye” tanda Batle di sekitar telinga (merupakan tanda adanya
trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS). Gangguan kognitif.
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami
paralisis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
j. Integritas sosial
DO : Afasia motorik, atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disatria,
anosmia.
k. Penyuluhan/pembelajaran
DS : Penggunaan alkohol/obat lain.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d Penghentian aliran darah oleh
hemoragia, hematome. Edema serebral. Penurunan tekanan darah sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung).
b. Risiko ketidakefektifan pola napas b.d Kerusakan neuromuskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi dan kognitif. Obstruksi trakeobronkial.
c. Perubahan persepsi sensori b.d kerusakan kognitif, sensori.
d. Risiko injuri b.d kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan fungsi motorik, kejang.
e. Hambatan mobilisasi fisik b.d penurunan neuromuskuler, terapi bedrest, immobilitasi.
f. Risiko infeksi b.d Trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif. Kekurangan nutrisi.
Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup
(kebocoran CSS).
g. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Perubahan kemampuan untuk mencerna
nutiren (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot untuk mengunyah, menelan.
Status hipermetabolik.
h. Perubahan proses keluarga b.d Transisi dan krisis situasional. Ketidakpastian tentang
hasil/harapan.
i. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurangnya
informasi.
3. Rencana Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d Penghentian aliran darah oleh
hemoragia, hematome, edema serebral. Penurunan tekanan darah sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung).
Ditandai dengan
Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori. Perubahan respon motorik/sensori,
gelisah. Perubahan respon motorik/sensorik, gelisah. Perubahan tanda vital.
Tujuan :
Pasien akan mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognitif, dan fungsi
motorik/sensorik. Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada tanda-tanda PTIK.
Intervensi/rasional :
Tentukan faktor-faktor yang b.d keadaan tertentu atau yang menyebabkan
koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial PTIK menentukan pilihan
intervensi.
Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar
(GCS) mengkaji tingkat kesadaran dan potensial PTIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana, gerakan yang bertujuan
(patuh terhadap perintah, berusaha untuk menghilangkan rangsang nyeri yang
diberikan) dan gerakan yang tidak bertujuan (kelainan postur tubuh). Catat anggota
gerak tubuh dan catat sisi kiri dan kanan secara terpisah pasien dikatakan sadar
bila pasien dapat meremas atau melepaskan tangan pemeriksa atau dapat
menggerakkan tangan sesuai dengan perintah. Gerakan yang bertujuan meliputi
meringis, atau gerakan menarik/menjauhi rangsangan nyeri atau gerakan yang
disadari pasien (spt duduk). Gerakan fleksi abnormal sbg indikasi kerusakan
serebral yang menyebar. Tidak ada gerakan spontan pada salah satu sisi tubuh
menandakan kerusakan pada jalan motorik di hemisfer otak yang berlawanan
(kontralateral).
Kaji tekanan darah, catat adanya hipertensi sistolik secara terus-menerus dan
tekanan nadi yang semakin berat; observasi terhadap hipertensi pada pasien yang
mengalami trauma multipel Peningkatan TD darah sistemik yang diikuti oleh
penurunan tekanan darah diastolik (nadi yang membesar)merupakan tanda PTIK,
juga diikuti oleh penurunan tingkat kesadaran. Hipovolemi/hipertensi yang b.d
trauma multipel dapat juga mengakibatkan kerusakan/iskemik serebral.
Kaji frekuensi jantung, adanya bradikardi, takikardi, atau bentuk disritmia lainnya
perubahan pada ritme (paling sering bradikardi) dan disritmia dapat timbul yang
mencerminkan adanya depresi/trauma pada batang otak pada pasien yang tidak
mengalami kelainan jantung sebelumnya.
Kaji pola dan irama pernapasan, adanya periode apneu setelah hiperventilasi
(cheyne-stokes) Napas yang tidak teratur dapat menunjukkan lokasi adanya
gangguan serebral/PTIK dan memerlukan tindakan lebih lanjut dukungan napas
buatan.
Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri dan kanan
dan reaksi terhadap cahaya. Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotorius
(III) dan berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik.
Ukuran/kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis
dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotorius (III).
Kaji perubahan pada penglihatan, spt adanya penglihatan kabur, ganda, lapang
pandang menyempit Gangguan penglihatan yang diakibatkan oleh kerusakan
mikrokospik otak mempunyai konsekwensi terhadap keamanan dan mempengaruhi
pilihan intervensi.
Kolaborasi :
Tinggikan kepala pasien 15° - 45° sesuai indikasi/jika dapat ditoleransi
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala shg akan mengurangi kongesti dan
edema atau resiko terjadinya PTIK.
Batasi pemberian cairan sesuai indikasi. Berikan cairan melalui intravena dengan
alat kontrol Pembatasan cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan edema
serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskular, TD dan TIK.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi Untuk memenuhi kebutuhan oksigen
serebral.
b. Risiko ketidakefektifan pola napas b.d Kerusakan neuromuskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi dan kognitif. Obstruksi trakeobronkial.
Tujuan :
Pasien akan mempertahankan pola napas efektif, dengan kriteria frekuensi,dan irama
napas dalam batas normal, bebas sianosis, nilai GDA dalam batas normal.
Intervensi/rasional :
Kaji dan catat frekuensi, irama, kedalaman pernapasan Pernapasan lambat,
periode apneu dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
Kaji dan catat refleks gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan
napas sendiri. Pasang alat untuk membebaskan jalan napas Kehilangan refleks
menelan atau batuk menandakan perlunya jalan napas buatan atau intubasi
(orofaringeal air way, nasofaringeal air way, endotrakeal tube)
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai aturanya Untuk memudahkan ekspansi
paru.
Lakukan penghisapan (suction) dengan hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik.
Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret Biasanya dilakukan pada pasien
koma atau tidak dapat membersihan jalan napasnya sendiri. Suction pada trakea
yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat
menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokontriksi yang
pada akgirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi serebral.
Auskultasi suara napas, perhatikan area hipoventilasi dan adanya suara napas
tambahan (krekels, ronki, mengi) Untuk mengidentifikasi adanya masalah pada
paru, spt; atelektasis, kongesti, atau sumbatan jalan napas yang membahayakan
oksigenisasi serebral
dan/atau menandakan adanya infeksi paru (umumnya komplikasi dari cedera
kepala).
Pantau penggunaan obat-obatan depresan pernapasan dapat meningkatkan
gangguan/komplikasi pernapasan.
Kolaborasi :
Periksa analisa gas darah (AGD) dan tekanan oksimetri Menentukan kecukupan
oksigen, keseimbangan asam-basa dan kebutuhan akan terapi.
Lakukan rontgen torak ulang Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tanda
komplikasi yang berkembang.
Berikan oksigen memaksimalkan oksigen darah arteri dan membantu mencegah
hipoksia. Jika pusat pernapasan cedera/tertekan, mungkin diperlukan ventilasi
mekanik.
Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi Dilakukan pada fase rehabilitasi
untuk memobilisasikan dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko
atelektasis/komplikasi paru lainnya.
d. Risiko infeksi b.d Trauma jaringan, kerusakan kulit, prosedur invasif, Kekurangan gizi,
penurunan kerja silia.
Tujuan
Pasien akan terbebas/terhindar dari infeksi ditandai dengan bebas tanda-tanda infeksi,
normotermia, mencapai penyembuhan luka tepat waktu jika ada.
Intervensi/rasional :
Lakukan perawatan secara aseptik dan antiseptik, pertahankan cuci tangan yang
baik Untuk menghindari terjadinya infeksi nasokomial.
Lakukan perawatan luka secara aseptik dan observasi daerah kulit yang mengalami
kerusakan (spt; kondisi luka, dan jahitan), garis yang terpasang alat invasif
(terpasang infus dsb), dan catat karakter drainase dan adanya inflamasi Untuk
mendeteksi dini perkembangan infeksi.
Pantau suhu secara teratur. Catat adanya demam, menggigil, diaforesis, dan
perubahan status mental (penurunan kesadaran) Dapat mengindikasikan
perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan tindakan dengan segara.
Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara
terus-menerus. Observasi karakter sputum Untuk menurunkan resiko terjadinya
pneumonia, atelektasis.
Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah pengunjung yang
mengalami infeksi saluran napas bagian atas Menurunkan pemajaman terhadap
“pembawa kuman penyebab infeksi”.
Kolaborasi :
Berikan antibiotik sesuai indikasi Terapi profilaksis dapat digunakan pasien
yang mengalami trauma/luka, kebocoran CSS atau post operasi untuk menurunkan
resiko terjadinyan inffeksi nasokomial.
Lakukan bahan kultur (darah, drainase purulen) Untuk mengidentifikasi
organisme penyebab infeksi, dan untuk menentukan obat pilihan yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem
persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta :
EGC
http://www.scribd.com/doc/20357839/Cedera-Kepala
http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cedera-
kepala.html
http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cedera-
kepala.html (di unduh pada tanggal 25 April 2020)
http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/09/12/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-
cedera-kepala-ringan/ (di unduh pada tanggal 26 April 2020)
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas
1. Identitas Klien
a. Nama : Sdr A
b. Jenis kelamin : Laki laki
c. Umur : 22 Tahun
d. Alamat : Gadingrejo
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : SMA
g. Pekerjaan :-
h. No. RM : 0202
i. Diagnosa Medis : Cedera Kepala Berat
B. Pemeriksaan
1. Primary Survei
a. Airway
Terdapat secret pada jalan nafas
Jalan nafas paten
b. Breathing
Irama nafas teratur
Menggunakan otot bantu pernafasan
Nafas cepat dan dangkal
RR 32x/menit
c. Circulation
Akral dingin
Tekanan darah 136/108 mmHg
Nadi teraba 82x/menit
CRT > 3 detik
Hb 12. q/mg/dL
2. Secondary Survey
a. Keluhan utama
Pasien tampak mengalami penurunan kesadaran
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Pasien datang ke IGD RSMS pada tanggal 22 april 2018 pukul 23.52 WIB diantar oleh
petugas kesehatan PKM Penguyungan. Pasien mengalami penurunan kesadaran post
KLL 2 jam SMRS muntah (-) kejang (-), helm (+). Saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 22 april 2018 puluk 01.00 WIB di IGD, pasien tampak mengalami penurunan
kesadaran menggunakan otot batu nafas, nafas cepat dan dangkal , pasien mengalami
penurunan kesadaran GCS: E2 M4 V2, terpasang DC, NGT, dan mayo terdapat secret.
Hasil pemeriksaan TTV : TD : 136/108 mmHg, Nadi 82x/menit, RR: 30x/menit, S : 36
C. Hasil pemeriksaan lab Hb : 12.1 mg/dl, Trombosit : 216.000 /UL. GDS 113 MG/dl.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keturunan atau menular seperti Hipertensi,
Asma, Stroke.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan di keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit keluarga
f. Pemeriksaan fisik
1) Keluhan umum
a) Kesadaran Somnolen
b) GCS E2 M4 V2
c) Pupil 3/3 mm
d) Respon cahaya (-)
2) Tanda-tanda vital
a) TD 136/108 mmHg
b) Nadi 82x/menit
c) RR 30x/menit
d) Suhu 36 C
3) Paru
a) Inspeksi : Dada simetris kanan dan kiri RR 30x/menit, irama nafas teratur,
nafas cepat dan dangkal, otot bantu nafas (+)
b) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan
c) Perkusi : sonor
d) Auskultasi : bunyi nafas gurgling, frekuensi 30x/menit, tidak ada wheezing dan
ronchi
4) Jantung
I : Tidak tampak ictus cordis, tidak tampak pulsasi
Pa : Tidak terdapat nyeri tekan
Pe : Pekak
A : Tidak terdapat suara tambahan
5) Abdomen
I : Tidak terdapat lesi ataupun benjolan pada abdomen
A : Bising usus 10 x/ menit
Pe : Bunyi timpani
Pa : Tidak terdapat nyeri tekan
6) Sistem Pernafasan
Bentuk dada simetris, RR 30 x/menit, nafas cepat dan dangkal, otot bantu nafas
(+)
7) Sistem Kardiovaskular
Bentuk simetris, Nadi 82 x/menit, akral dingin pucat, tidak ada pembesaran vena
jugularis
8) Sistem pencernaan
Bentuk simetris tidak ada nyeri tekan, tidak ada mual dan muntah
9) Sistem Muskuloskeletal
Untuk melakukan ADL klien dibantu oleh alat dan keluarga
10) Sistem Persyarafan
Tingkat kesadaran sopor, GCS E2 M4 V2
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Haemoglobin : 12,1 gr%
2. Leukosit : 6260 mmᶾ
3. Trombosit : 210.000 mmᶾ
4. Hematokrit : 37%
5. Gula Darah Sewaktu : 117 mg/dl
6. SGOT : 85 mg/d
7. SGPT : 89 mg/dl
8. Ureum : 28,0 mg/dl
9. Cretinin : 1,17 mg/dl
E. Data Fokus
1. DS : -
2. DO :
Terdapat sekret,
Pasien bed rest total,
Terdengar bunyi nafas tambahan (gurgling)
hiperventilasi.( nafas 30 X/Menit)
SP O2 95%
Terjadi penurunan kesadaran (Sopor)
GCS 8 (E2, V2, M4)
Akral dingin
CRT > 3 detik
N : 82 X/Menit
S : 360 C
Nafas cepat dan dangkal,
Otot bantu nafas (+)
F. Analisa Data
No Data Problem Etiologi
(Masalah) (Penyebab)
1. DS : - Bersihan jalan nafas Penumpukkan
DO : Tidak Efektif Sekret
Terdapat sekret,
Nafas cepat dan dangkal,
Otot bantu nafas (+)
Pasien bed rest total,
Terdengar bunyi nafas tambahan
(gurgling)
hiperventilasi.( nafas 30
X/Menit)
SP O2 95%
2. DS :- Resiko tinggi Iskemia jaringan
DO perubahan perfusi otak.
Terjadi penurunan kesadaran jaringan serebral
(Sopor)
GCS 8 (E2, V2, M4)
Akral dingin
CRT > 3 detik
N : 82 X/Menit
S : 360 C
G. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret.
2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan iskemia
jaringan otak.