Anemia Blok Hemato

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN TUTORIAL

BLOK HEMATO IMUNOLOGI


SECARA UMUM : PATOLOGI KLINIK

Disusun Oleh:

Elrica Grace Chendekiawan 219 210 029

Grup Tutor A4

Diketahui Oleh :

Fasilitator

(dr. Novrina Situmorang, M.Biomed)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan hasil
Laporan Tutorial blok hemato imunologi ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Dalam penyusunan laporan tutorial blok hemato imunologi ini, penulis menyadari
sepenuhnya banyak terdapat kekurangan di dalam penyajiannya. Hal ini disebabkan
terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa
tanpa adanya bimbingan dan bantuan dari semua pihak tidaklah mungkin hasil laporan
tutorial blok hemato imunologi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan dengan baik.
2. dr. Novrina Situmorang,M.Biomed Selaku dosen atas segala masukkan, bimbingan
dan kesabaran dalam menghadapi segala keterbatasan penulis.

Akhir kata, segala bantuan serta amal baik yang telah diberikan kepada penulis,
mendapatkan balasan dari Tuhan, serta Laporan Tutorial blok hemato imunologi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan para pembaca umumnya.

Medan, 6 april 2020

Elrica Grace Chendekiawan

2
Daftar isi
Kata pengantar...............................................................2
Daftar isi.........................................................................3
Pemicu............................................................................4
I. Klasifikasi istilah.....................................................4
II. Identifikasi masalah.................................................4
III. Analisa masalah.....................................................4
IV. Kerangka konsep...................................................5
V. Learning objective...................................................6
VI. Kesimpulan............................................................14
Daftar pustaka..............................................................16

3
Pemicu
Seorang laki laki berusia 18 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan pucat.keluhan
tersebut baru disadarinya sejak 1 minggu terakhir ini. Pasien juga mengaku sering merasa
cepat lelah dan gampang sakit. Badan semakin lama semakin kurus.

Hasil pemeriksaan darah :

Hb 9,5g/dl, lekosit 13.300/uL, trombosit 400.000/uL, MCV 70 fl, RDW 21 fl. Dengan
morfologi sel darah merah mikrositik hipokromik. Berdasarkan informasi yang ada, mengapa
pasien mengalami keluhan keluhan tersebut?

Hasil pemeriksaan darah ( darah rutin/lengkap: complete blood count ; CBC )

Hb 9,5g/dl (14-18). Lekosit 13.300/uL (4.300-10.000), Tombosit 400.000/uL (150.000-


350.000) MCV 70 fl (83-103), RDW 21 fl MCH 21pg (28-34) dengan morfologi sel darah
merah mikrositik hipokromik.

Berdasarkan informasi yang ada, mengapa pasien mengalami keluhan keluhan tersebut?

I. Klasifikasi istilah
 MCV
 MCH
 RDW

II. Identifikasi masalah


1. Lelah dan mudah sakit
2. Badan semakin kurus
3. Hb menurun
4. Leukosit meningkat
5. Trombosit meningkat
6. MCH menurun
7. MCV menurun

III. Analisa masalah


1. Kurang cairan, kurang nutrisi, kurang darah, gaya hidup tidak sehat
2. Kurang nutrisi, cacingan
3. Infeksi bakteri, kelainan sumsum tulang, perdarahan
4. Defisiensi zat fe
5. Defisiensi zat besi, kurang darah

4
IV. Kerangka konsep

Laki laki berusia 18 tahun

Lelah dan mudah Hb


Badan semakin Leukosit
sakit
kurus

Kurang cairan,kurang Infeksi bakteri


nutrisi, kurang darah, Kurang nutrisi dan
Kurang nutrisi Kelainan sumsum
gaya hidup tidak cacingan
cacingan tulang, perdarahan
sehat

trombosit
MCH MCV

Kelainan
sumsum tulang
Defisiensi zat besi
dfisiensi zat fe
kurang darah
perdarahan

anemia leukimia

5
V. Learning objective
1. Definisi dan patogenesis anemia
2. Perbedaan anemia dan leukimia (definisi dan gejala)
3. Gejala dan tanda anemia
4. Patogenesis leukimia
5. Jenis jenis anemia berdasarkan klasifikasinya
6. Terapi anemia
7. Cara diagnosis anemia dan leukimia
8. Mengapa pasien mengalami keluhan
9. Klasifikasi anemia berdasarkan darah tepi
10. Nilai hb normal berdasarkan usia
11. Anemia menurut who/ derajat
12. Sediaan apusan darah tepi
13. Gambar sediaan apus tulang

6
1. Definisi dan patogenesis anemia
Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal, berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan kehamilan. Anemia secara
fungsional di defenisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass)
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Anemia
bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entitiy), tetapi merupakan gejala
berbagai macam penyakit dasar (underlying disease).
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Vi, Jilid II, hal. 2577)

Patogenesis anemia penyakit merupakan interaksi antara sel tumor dengan sistem
imun pejamu yang mendorong pengaturan inflamasi sitokin spesifik seperti
interleukin-1 (IL-1), interferon gamma (IFN-γ) dan faktor nekrosis tumor (TNFα).
Peningkatan kadar sitokin ini akan menekan progenitor eritroid burst-forming unit
erythroid (BFUE) dan colony-forming unit erythroid (CFU-E) di sumsum tulang,
mengganggu metabolisme besi dan mengurangi produksi eritropoietin (EPO).
Kerusakan ginjal termasuk disfungsi renal oleh zat yang nefrotoksik akan
menurunkan respons eritropoietin (EPO) terhadap anemia terutama saat pemberian
kemoterapi. Umur eritrosit menjadi pendek sedangkan jumlah produksi sel yang baru
tidak dapat mengkompensasi. Hal inilah yang akan menyebabkan anemia. Perdarahan
tumor juga akan menambah berat anemia.
(Ludwig H. Epoetin in cancer-related anaemia. Nephrol dial transplant.
1999;14(suppl 2):85-92.)

2. Perbedaan anemia dan leukemia (defenisi dan gejala)


Anemia
Anemia secara fungsional di defenisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
(red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen
dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity).
Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin atau hematokrit nilai
ambang batas yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit)
dan hemoglobin, meningkatnya kerusakan eritrosit, atau kehilangan darah yang
berlebihan.

Faktor utama penyebab anemia adalah asupan zat besi yang kurang. Sebesar dua per
tiga zat besi dalam tubuh terdapat dalam sel darah merah hemoglobin. Gejala utama
adalah fatigue, nadi teras cepat, gejala dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi
kuat, jantung berdebar, dan roaring in the ears). Pada anemia yang lebih berat, dapat
timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang mengancam jiwa (gagal jantung, angina,
aritmia dan/ atau infark miokard)

Leukemia
Leukemia dikenal dengan kanker darah adalah salah satu klasifikasi dalam penyakit
kanker pada darah atau sumsum tulang, ditandai dengan pertumbuhan secara tak

7
normal atau transformasi maligna dari sel pembentuk darah di sumsum tulang dan
jaringan limfoid. Hal ini umumnya terjadi di leukosit atau sel darah putih.

Gejala leukemia yaitu mudah merasa lelah, penurunan berat badan, kehilangan nafsu
makan, berkeringat di malam hari, demam yang tidak jelas, sering mengalami infeksi ,
pembesaran kelenjar getah bening , pendarahan yang tidak biasa (misalnya
pendarahan pada hidung/gusi secara berulang-ulang)
(Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Leukemia. Tubengen D, penyunting.Dalam :
Nelson textbook of pediatric. Edisi ke-18.Philadelphia. 2007)

3. Gejala dan tanda anemia


Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu:
1. Gejala umum anemia
disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta
akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin.
Sindrom anemia terdiri atas lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging
(tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak napas dan dispesia.
Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat pada konjugtiva, mukosa mulut, telapak
tangan dan jaringan di bawah kuku.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Contoh :
 Anemia defesiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan
kuku sendok (koilonychia)
 Anemia mengaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defesiensi
vitamin B12
 Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali.
 Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi
3. Gejala penyakit dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat
bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut.
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Vi, Jilid II, hal. 2579)

4. Patogenesis leukimia
Leukimia akut merupakan penyakit dengan transformasi.  Maligna dan perluasa klon-
klon sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak berkembang
menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel
induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid
dan induk mieloid multipoten. Sel induk limfosit akan membentuk sel T dan sel B,
sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit granulosit, monosit,dan
megakariosit. Pada tiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi suatu
klon leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat
terganggu, sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan menekan sel darah normal
dalam sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk dalam sirkulasi darah dan

8
kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan metabolisme
sel dan fungsi organ. Kematian penderita biasanya karena penekanan sumsum tulang
yang cepat dan hebat tapi bisa jadi karena infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ
tubuh penderita.
( Dewi. 2016. Leukimia. Malang : Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Malang.)

5. Jenis-jenis anemia berdasarkan klasifikasinya


Menurut Etiopatogenesis
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekuranga
n bahan essensial pembentuk eritrosit
 Anemia defesiensi besi
 Anemia defesiensi asam folat
 Anemia defesiensi vitamin B12
2. Gangguan
penggunaan (utilisasi besi)
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia sideroblastik
3. Kerusakan
sumsum tulang
 Anemia aplastik
 Anemia mieloptisik
 Anemia pada keganasan hematologi
 Anemia diseritropoietik
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
 Anemia akibat kekurangan eritropoietin : anemia gagal ginjal
kronik
B. Anemia akibat hemoragi
1. Anemia
pasca pendarahan akut
2. Anemia
akibat pendarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia
hemolitik intrakorpuskular
1. Membranopati (angguan membran eritrosit)
2. Enzinopati (gangguan enzim eritrosit)
3. Hemoglobinopati (gangguan hemoglobin)
4. Thalassemia
5. Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll.
2. Anemia
hemolitik ekstrakorpuskuler

9
 Anemia hemolitik autimun
 Anemia hemolitik mikroangiopatik
 Dll
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang
kompleks

(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Vi, Jilid II, hal. 2578-2579)

6. Terapi anemia
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia
ialah:
1. Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah
ditegakkan terlebih dahulu
2. Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan
3. Pengobatan anemia dapat berupa:
 terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahan akut
akibat anemia aplastik yang mengancam jiwa pasien, atau pada anemia
pasca perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik
 terapi suportif
 terapi yang khas untuk masing-masing anemia
 terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan
anemia tersebut
4. Dalam keadaan dimana diagonis definitif tidak dapat ditegakkan, kita terpaksa
memberikan percobaan (terapi ex juvantivus)
5. Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda
gangguan hemodinamik. Pada anemia kronik transfusi hanya diberikan jika
anemia bersifat simtomatik atau adanya ancaman payah jantun. Disini
diberikan packed red cell, jangan whole blood.
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Vi, Jilid II, hal. 2581)

7. Cara diagnosis anemia dan leukimia


Cara diagnosis anemia
1. Anamnesis
1. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa
pertumbuhan yang cepat, menstruasi, dan infeksi kronis
b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak
adekuat malabsorpsi besi
c. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung,
penyakit Crohn, colitis ulserativa)
2. Pucat, lemah, lesu, gejala pika
2. Pemeriksaan fisis
a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati

10
b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah
c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran
jantung
3. Pemeriksaan penunjang
a. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun
b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP)
meningkat
e. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat

Cara diagnosis leukemia


Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan
diagnosis leukemia. Namun untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan
aspirasi sumsum tulang, dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan
serebrospinal, dan beberapa pemeriksaan penunjang yang lain. Cara ini dapat
mendiagnosis sekitar 90% kasus, sedangkan sisanya memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut, yaitu sitokimia, imunologi, sitogenetika, dan biologi molekuler. Pada
pemeriksaan darah lengkap didapatkan anemia, kelainan jumlah hitung jenis leukosit
dan trombositopenia. Bisa terdapat eosinofilia reaktif, pada pemeriksaan preparat apus
darah tepi didapatkan sel-sel blas.

8. Mengapa pasien mengalami keluhan?


Keluhan yang di alami pasien yaitu pucat, mudah lelah, mudah sakit dan berat badan
menurun dapat mengacu pada berbagai jenis penyakit. Untuk lebih jelas mengetahui
penyakit pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan darah. Dari pemicu kita
dapatkan hasil pemeriksaan darah pasien adalah Hemoglobin rendah , leukosit nya
tinggi, trombosit nya normal, MCV rendah, RDW rendah dengan morfologi sel darah
merah mikrositik hipokromik dengan kemungkinan pasien menderita anemia
defesiensi besi . Tetapi untuk memastikan anemia yang diderita pasien, pasien
disarankan melakukan pemeriksaan lanjutan. Karena diperlukan tes berupa uji tes
Ferritin, TIBC, Saturasi transferin, Serum Besi, dan Serum Ferritin agar lebih pasti
bahwa pasien menderita anemia defesiensi besi atau jenis anemia yang lain.

9. Klasifikasi anemia berdasarkan hapusan darah tepi


1. Anemia hipokromik mikrositer
Bila MCV < 80fl dan MCH < 27pg
 Anemia defesiensi besi
 Thalasemia major
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia sideroblastik
2. Anemia normokromik normositer
Bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg

11
 Anemia pasca perdarahan akut
 Anemia aplastik
 Anemia hemolitik didapat
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia pada gagal ginjal kronik
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
 Anemia pada keganasan hematologik
3. Anemia makrositer
Bila MCV > 95 fl
 Bentuk megaloblastik
1. Anemia defesiensi asam folat
2. Anemia defesiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
 Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotirodisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Vi, Jilid II, hal. 2579)

10. Nilai Hb normal berdasarkan usia


Nilai batas normal kadar Hb menurut World Health Organization 2004

Usia Kadar Hb
Lahir (aterm) 13,5 – 18,5 g/dL
Anak-anak : 2 – 6 bulan 9,5 – 13,5 g/dL
Anak-anak : 2 – 6 tahun 11,0 – 14,0 g/dL
Anak-anak : 6 – 12 tahun 11,5 – 15,5 g/dL
Laki-laki dewasa 13,0 – 17,0 g/dL
Perempuan dewasa tidak hamil 12,0 – 15,0 g/dL
Perempuan dewasa hamil 11,0 – 14,0 g/dL
(Sadikin M. Biokimia darah. Jakarta: Widya Medika; 2002. h. 25-39.)

11. Anemia menurut WHO/ derajat

Derajat Anemia Kadar Hemoglobin


Ringan 10-12
Sedang 7-9
Berat <7
(Sumber : WHO 2014)

12. Sediaan apusan darah tepi


Pemeriksaan sediaan apus darah tepi merupakan bagian yang penting dari rangkaian
pemeriksaan hematologi. Tujuan Pemeriksaan sediaan apus darah tepi adalah untuk
menilai berbagai unsur sel darah seperti eritrosit, leukosit, serta trombosit dan mencari
adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain sebagainya.

12
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau
vena yang dihapuskan pada kaca obyek.
Ciri sediaan apus yang baik adalah sebagai berikut :
1. Ketebalan gradual, paling tebal di daerah kepala, makin menipis ke arah ekor
2. Apusan tidak melampaui atau menyentuh pinggir kaca obyek
3. Tidak bergelombang dan tidak putus-putus
4. Tidak berlubang-lubang
5. Bagian ekor tidak membentuk bendera robek
6. Panjang apusan kira-kira 2/3 dari panjang kaca obyek
(Kiswari Rukman.2014.Hematologi & Transfusi.Jakarta : Erlangga.)

13. Gambar sediaan apusan darah tepi dan sumsum tulang

Cara pembuatan apusan darah tepi

Sediaan apusan darah tepi

13
sediaan apusan sumsum tulang

VI. Kesimpulan

Berdasarkan pemicu os mengalami gejala anemia. Namun, di duga os mengalami anemia


defisiensi besi. Hal ini didasarkan pada hasil laboratorium berupa hasil hitung darah lengkap
yang mengarah pada anemia defisiensi besi yaitu morfologi eritrosit yang berbentuk
mikrositik hipokromik, hemoglobin yang rendah, mcv dan mch yang rendah juga. Tapi hal
laboratorium sementara tidak dapat dijadikan parameter untuk menegakkan diagnosa. Karena
perlu pemeriksaan lanjutan berupa uji tes Ferritin, TIBC, Saturasi transferin, Serum Besi, dan
Serum Ferritin untuk menegakkan diagnosa bahwa os mengalami anemia defisiensi besi.

14
15
Daftar pustaka

Dewi. 2016. Leukimia. Malang : Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Malang.

Kiswari Rukman.2014.Hematologi & Transfusi.Jakarta : Erlangga.

Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Leukemia. Tubengen D, penyunting.Dalam : Nelson


textbook of pediatric. Edisi ke-18.Philadelphia. 2007

Ludwig H. Epoetin in cancer-related anaemia. Nephrol dial transplant. 1999;14(suppl 2):85-


92.

Sadikin M. Biokimia darah. Jakarta: Widya Medika; 2002. h. 25-39.

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II.
VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1132-53.

16

Anda mungkin juga menyukai